Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89568 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Wahid Indrajaya
"Latar Belakang. Pemeriksaan Neuropsikologi CERAD merupakan pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi kognitif. Hingga
saat ini, nilai normal Pemeriksaan Neuropsikologi CERAD belum diketahui.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai normal Pemeriksaan
Neuropsikologi CERAD di Jakarta berdasarkan usia dan tingkat pendidikan.
Metode. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan November hingga Desember 2012.
Hasil. Sebanyak 192 subyek penelitian yang terdiri dari 60.9% subyek laki-laki
dan 39.1% subyek perempuan diikutsertakan dalam penelitian ini. Usia dari
subyek penelitian berkisar antara 40-84 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan,
sebanyak 92 (47.9%) subyek merupakan tamatan SLTP, sedangkan 100 (52.1%)
subyek lainnya merupakan tamatan SLTA atau lebih tinggi. Pemeriksaan
Pemeriksaan Neuropsikologi CERAD adalah 102, dengan kisaran skor antara 65-
130. Perbedaan nilai rerata skor total Pemeriksaan Neuropsikologi CERAD antar
kelompok usia dan antar kelompok tingkat pendidikan ditemukan bermakna
dengan masing-masing memiliki nilai p 0,000 dan 0.002. Sedangkan terkait jenis
kelamin, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan
perempuan (p=0,811).
Kesimpulan. Telah didapatkan nilai tengah Pemeriksaan Neuropsikologi CERAD
dengan fungsi kognitif yang normal berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Usia
dan tingkat pendidikan secara bermakna mempengaruhi nilai tengah Pemeriksaan
Neuropsikologi CERAD

Background. CERAD Neuropsychology Examination is an instrument that can
be used to detect cognitive impairment. To date, Normative Value of CERAD
Neuropsychology Examination has not been known. The aim of this study is to
obtain the normative value of CERAD Neuropsychology Examination according
to age and level of education.
Method. A cross-sectional study was conducted. Data collection were collected
between November - Desember 2012.
Result. A total of 192 subjects, i.e. 39.1% male subjects and 60.9%female
subjects, were included in this study. The age of the subjects was between 40 and
84 years. Based on level of education, 92 (47.9%) subjects were primary high
school graduates, whereas 100 (52.1%) subjects were secondary high school
graduates or higher. The median of total score of CERAD Neuropsychology
Examination is 102 , ranging from 65 to 130. Differences of total score of
CERAD Neuropsychology Examination between age groups and education
groups were found to be statistically significant (p = 0,000 and 0.002).
Meanwhile, no significant difference in total score of CERAD Neuropsychology
Examination between male and female.
Conclusion. The total score of CERAD Neuropsychology Examination with
normal cognition based on age and level of education has been found. Age as well
as level of education have significant effects on total score of CERAD
Neuropsychology Examination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Widyarini
"ABSTRAK
Latar Belakang. Gangguan fungsi kognitif dapat ditemukan pada berbagai kondisi medis baik pada usia muda maupun usia tua. Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi kognitif. Sayangnya, publikasi yang menggunakan Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black sangat jarang. Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black versi Indonesia telah dikembangkan. Meskipun demikian, nilai normal pada orang Indonesia dengan fungsi kognitif yang normal belum diketahui.
Metode. Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan nilai rerata Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black versi Indonesia pada orang Indonesia dengan fungsi kognitif yang normal berdasarkan usia dan tingkat pendidikan ini dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang. Subyek penelitian adalah seluruh orang Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditemui peneliti selama periode penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2012.
Hasil. Sebanyak 545 subyek penelitian yang terdiri dari 230 (42,2%) subyek laki-laki dan 315 (57.8 %) subyek perempuan diikutsertakan dalam penelitian ini. Usia dari subyek penelitian berkisar antara 18-83 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 251 (46,1%) subyek merupakan tamatan SMP, sedangkan 294 (53,9%) subyek lainnya merupakan tamatan SMA atau lebih tinggi. Nilai median (min-maks) skor total Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black pada kelompok usia <40 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun, dan ≥60 tahun berturut-turut adalah 88,00 (75-97), 83,00 (67-96), 82,00 (65-96), dan 78,00 (61-92). Nilai median (min-maks) skor total Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black pada tamatan SMP adalah 78,00 (61-95), sedangkan pada tamatan SMA atau lebih tinggi adalah 87,00 (77-97). Perbedaan nilai rerata skor total Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black versi Indonesia antar kelompok usia dan antar kelompok tingkat pendidikan ditemukan bermakna dengan masing-masing memiliki nilai p = 0,000.
Kesimpulan. Telah didapatkan nilai rerata Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black versi Indonesia pada orang Indonesia dengan fungsi kognitif yang normal berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Usia dan tingkat pendidikan secara bermakna mempengaruhi nilai rerata skor total Pemeriksaan Status Mental Neurologi Strub & Black versi Indonesia.

ABSTRACT
Background. Impairment of cognitive function can be found in various medical conditions, either at a young age or old age. Strub and Black Mental Status Examination of Neurology is an instrument that can be used to detect cognitive impairment. Unfortunately, publications about Strub and Black Mental Status Examination are very rare. The Indonesian version of Strub and Black Mental Status Examination in neurology has been developed. However, the normative values for Indonesian people with normal cognition are still unknown.
Method. A cross-sectional study which aimed to obtain the normative value of the Indonesian version of Strub and Black Mental Status Examination in Neurology according to age and level of education was conducted. The study subjects were all Indonesian who met inclusion and exclusion criteria during the period of the study. Data were collected between July and October 2012.
Result. A total of 545 subjects, i.e. 230 (42.2%) male subjects and 315 (57.8%) female subjects, were included in this study. The ages of the subjects were between 18 and 83 years. Based on level of education, 251 (46.1%) subjects were junior high school graduates, whereas 294 (53.9) subjects were senior high school or university graduates. The median (min-max) total score of the Indonesian Version of Strub and Black Mental Status Examination in Neurology for age <40 years, 40-49 years, 50-59 years, and ≥60 years are 88.00 (75-97), 83.00 (67-96), 82.00 (65-96), and 78.00 (61-92), respectively. The median (min-max) of the total score of the Indonesian Version of Strub and Black Mental Status Examination in Neurology for junior high school graduates is 78.00 (61-95), wheras for senior high school or university graduates is 87.00 (77-97). The total score of the Indonesian Version of Strub and Black Mental Status Examination in Neurology differs significantly between age groups and education groups, each of them has p = 0,000.
Conclusion. The total score of the Indonesian version of Strub and Black Mental Status Examination of Neurology in Indonesian with normal cognition based on age and level of education has been found. Age as well as level of education have significant effects on the total score of the Indonesian version of Strub and Black Mental Status Examination of Neurology."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tissa Indriaty
"ABSTRAK
Diagnosis gangguan penghidu memerlukan pemeriksaan yang akurat. Saat ini Departemen THT-KL RSUPN Cipto Mangunkusumo menggunakan Sniffin? Sticks sebagai pemeriksaan rutin. Uji penghidu intravena (UPI) merupakan pemeriksaan penghidu sederhana yang dapat melengkapi pemeriksaan Sniffin? Sticks dalam menilai jalur retronasal dan prognosis. Tujuan: Mengetahui sebaran nilai normal ambang penghidu berdasarkan UPI pada subjek dewasa tanpa gangguan penghidu. Metode: Penelitian potong lintang deskriptif yang dilakukan di Unit Rawat Jalan Terpadu THT-KL RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari-Februari 2016 dengan melibatkan 55 subjek normosmia. Hasil: Rerata (± simpang baku) nilai normal ambang berdasarkan UPI adalah 16,29 ± 5,52 detik dengan persentil 5 pada 9,46 detik dan persentil 90 pada 22,99 detik. Tidak terdapat korelasi antara hasil pemeriksaan ambang penghidu berdasarkan UPI dengan ambang penghidu maupun skor total pemeriksaan Sniffin? Sticks. Kesimpulan: Uji penghidu intravena dapat diaplikasikan dalam evaluasi fungsi penghidu sebagai pelengkap Sniffin? Sticks.

ABSTRACT
Background: The diagnosis of olfactory loss needs accurate examinations. At this moment, Department of Otolaryngology Head and Neck Surgery (ORL-HNS) has used Sniffin? Sticks as a routine examination. Intravenous olfaction test (IOT) is a simple examination to complement the Sniffin? Sticks examination( due to its ability to evaluate retronasal pathway and prognosis. Objective: To investigate the normative value of olfactory threshold using the IOT in adult subjects without olfactory loss. Method: This research is a cross sectional, descriptive study took place at ORL-HNS Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital included 55 normosmia subjects in January-February 2016. Results: Normative value of olfactory threshold using IOT was 16,29 ± 5,52 seconds (mean ± standard deviation) with the 5th percentile on 9,46 seconds and 90th percentile on 22,99 seconds. There was no correlation between the olfactory threshold results based on IOT with the olfactory threshold or the overall score of Sniffin? Sticks. Conclusion: Intravenous olfactory test is applicable for the evaluation of olfactory function, complementing the Sniffin? Sticks examination."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Yulianti
"ABSTRAK

Latar belakang. Meningkatnya usia harapan hidup menambah jumlah populasi dewasa dan usia lanjut yang menyebabkan meningkatnya gangguan fungsi kognitif, salah satunya adalah fungsi eksekutif. Pemeriksaan Trail Making Test merupakan salahsatu instrumen untuk pemeriksaan fungsi eksekutif. Trail Making Test dapat dipengaruhi faktor demografi seperti usia dan tingkat pendidikan, selain itu, saat ini belum ada nilai normal waktu rerata Trail Making Test di Indonesia.

Metode. Studi ini dilakukan secara potong lintang pada 200 subyek dengan kognitif normal yang terdiri atas 55 subyek laki-laki dan 145 subyek perempuan berusia >18 tahun.

Hasil. Pada penelitian ini, dari keseluruhan subyek didapatkan waktu rerata dari TMT-A adalah 41,39±17,877 detik dan TMT-B adalah 82,82±35,05 detik. Pada kelompok berdasar tingkat pendidikan, waktu rerata TMT-A &TMT-B kelompok dengan tingkat pendidikan ≤12 tahun adalah 47,21±17,97 detik & 98,12±33,70 detik dan kelompok dengan tingkat pendidikan >12tahun adalah 36,62±16,39 detik & 70,29±31.04 detik. Pemeriksaan TMT-A dan TMT-B berdasarkan kelompok usia dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok usia 18-39 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun dan ≥70 tahun. Untuk kelompok usia 18-39 tahun, waktu rerata TMT-A dan TMT-B adalah 22,85±6,15 detik dan 44,90±14,69 detik, kelompok usia 40-49 tahun 37,45±11,82 detik dan 71,60±25,51 detik, kelompok usia 50-59 tahun 44,15±16,39 detik dan 86,72±27,91 detik, kelompok usia 60-69 tahun 48,52±17,48 detik dan 98,50±27,26 detik, sedangkan kelompok usia ≥70 tahun 53,95±16,97 detik dan 112,35±33,35 detik. Tidak ada perbedaan bermakna waktu rerata TMT-A & TMT-B pada kelompok berdasar jenis kelamin.

Kesimpulan. Telah didapatkan rerata waktu Trail Making Test pada kognitif normal. Usia dan tingkat pendidikan secara bermakna mempengaruhi waktu rerata Trail making Test.


ABSTRACT

 


Background.  With a rapidly aging population would increase the incidence of cognitive impairment, which one of them was executive function. The Trail Making Test is among the most widely used neuropsychological assesment instrument as an indicator of executive functioning. The demografic factor such as age and level of eductaion could effect on the performance of the trail Making Test and this study would provide normative information in normal cognitive population in Indonesia

Method. The study was a cross sectional study involving 200 normal cognitive subject consist of 55 males and 145 females which age ranging more than 18.

Results. In this study, the whole mean score for TMT-A & TMT-B were  41,39±17,877 sec & 82,82±35,05 sec. Based on level of education, the mean score of TMT-A & TMT-B for education ≤12 years were 47,21±17,97 sec & 98,12±33,70 sec & for education >12 years were 36,62±16,39 sec & 70,29±31.04 sec. The mean score of TMT-A & TMT-B for age 18-39 year, were 22,85±6,15 sec & 44,90±14,69 sec, for 40-49 year were 37,45±11,82 sec & 71,60±25,51 sec,  for age 50-59 year were 44,15±16,39 sec & 86,72±27,91 sec, for age  60-69 year were 48,52±17,48 sec & 50±27,26 sec & for age ≥70 year were 53,95±16,97 sec & 112,35±33,35 sec. There is no significant differences of mean scores TMT between male and female.

Conclusion. The mean score of Trail Making Test in normal cognitive has been found. Age as well as level of education have significant effect on mean score of the Trail Making Test.

 

 

"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leihitu, Irsyad
"

Gambar sadas di Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur adalah salah satu di antara banyak situs di Indonesia yang memiliki kekhasan dari segi motif dan karakteristiknya. Sementara itu, perkembangan teori tentang gambar cadas saat ini menunjukkan bahwa shamanisme dipercaya sebagai teori paling mutakhir. Atas dasar uraian di atas, penelitian ini berusa untuk mengkaji gambar cadas di Wilayah Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur, dengan menggunakan teori shamanisme khususnya dengan menggunakan model neuropsychology yang terdiri dari tiga tahapan altered states of consciousness (ASC) dan enam metafora trans. Penelitian ini memfokuskan pada enam situs di Kawasan Gergaji, khususnya pada motif-motif yang memiliki indikasi ASC dan metafora trans di dalamnya. Antara lain Ceruk Tewet Bawah, Ceruk Tewet Atas, Ceruk Karim, Gua Tamrin, Gua Jeriji Saleh, dan Gua Ham. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana bentuk penggamabaran motif-motif yang memiliki indikasi shamanisme di Kawasan Gergaji. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah formal method, yaitu model neuropsychology yang memfokuskan hanya pada bentuk dan kontekstual dari gambar cadas pada situs. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat represetasi fenomena ASC berupa mental dan hallucinatory imagery pada gambar cadas di Sangkulirang-Mangkalihat

Kata Kunci: Gambar Cadas; Shamanisme; Neuropsikologi Sangkulirang-Mangkalihat; Kalimantan

 

 


Indonesia because of the peculiarity based on its images and characteristic. Meanwhile, the development of theory in the study of rock art has shown that shamanism is the most successful theory until now. Based on the above statements, this research tried to study rock art in Sangkulirang-Mangkalihat, East Kalimantan, under the theory of shamanism. Especially, using the neuropsychology model, which consist of three stages of altered states of consciousness (ASC) and six metaphors of trance. The study focused on six caves in Gergaji Regions, i.e. Tewet cave, Karim, Tamrin, Jeriji Saleh, and Ham. The research question is, how is the depiction of images which indicates as a shamanism's imagery, in the rock art of Gergaji Region. This research uses a formal method who study rock art which concerns only to its forms and context. The result of this research shows that there is a representation of the ASC in the form of mental and hallucinatory imagery in Sangkulirang-Mangkalihats rock art.

Keywords: Rock Art; Shamanism; Neuropsychology; Sangkulirang-Mangkalihat; Kalimantan

 

"
2019
T55246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Faulina Sjarifuddin
"Latar Belakang :
Event-related potensial (ERP), terutama P300, merupakan perubahan potensial otak yang menggambarkan proses pengolahan stimulus yang diterima. Pemeriksaan ERP merupakan salah satu tekhnik neurofisiologis yang non-invasive, tetapi objektif, yang sexing digunakan untuk mengevaluasi aktivitas kognitif seseorang, terutama yang berkaitan dengan atensi, persepsi memori, fungsi eksekutif, dan kontrol perilaku.
Metode :
Pemeriksaan ERP auditorik diskriminasi 2 nada dilakukan pada 81 anak asimptomatik yang memenuhi kriteria inklusi dari 3 sekolah dasar swasta di Jakarta. Rerata performa motorik (kecepatan reaksi, hits, dan commission error) serta iatensi dan amplitude komponen-komponen ERP (N I00, N200, dan P300) yang timbul terhadap nada target direkam dan dianalisa berdasarkan faktor usia dan jenis kelamin.
Basil :
Kecepatan reaksi, hits, dan latensi P300 secara statistik berbeda bermakna berdasarkan faktor usia. Terdapat korelasi negatif dengan kekuatan sedang antara faktor umur dan kecepatan reaksi dan latensi P300 (p<0.0l). Sedangkan faktor usia dan hits berkorelasi secara positif dengan kekuatan sedang. Tidal( didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara performa motorik maupun latensi dan amplitudo P300 terhadap faktor jenis kelamin.
Kesimpulan :
Perkembangan fungsi kognitif anak tampaknya berkaitan dengan maturasi otak sejalan dengan pertambahan usia, dan tidak berkaitan dengan faktor jenis kelamin. Perneriksaan ERP auditorik diskriminasi 2 nada dapat digunakan untuk menilai perkembangan fungsi kognitif anak.

Background :
Event Related Potentials (ERPs), especially P300, are electrical changes generated in the brain in association with stimuli processing. They can provide a non-invasive but objective means to evaluate the activity of human brain associated with attention, perception, memory, decision making, and control of behavior.
Methods:
Auditory ERP two-tone discrimination (`oddball ) paradigm was presented to 81 healthy asymtomatic school aged children of three private elementary schools in Jakarta. Motor performances (reaction time, hits, and commission error) and latency and amptlitude of ERP components (N100, N200, and P300) elicited to target stimuli were recorded and analyzed for between group difference (age and sex).
Results:
Reaction times, hits, and P300 latency were significantly different between age groups (pcO.01). There were also moderately negative correlation between age groups and reaction limes and P300 latencies (p<0.01). Moderately positive correlation were noted between hits and age (p <0 01). None of motor performances nor latencies and amplitudes of P300 were different between sex groups (p>0.05).
Conclusions:
Maturation of cognitive brain functions in children are related to age development despite of sex gender. Auditory ERP two-tone discrimination ERPs are excellent tools for the study of cognitive brain functions in humans and the developmental time course of these functions in childhood.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athari
"Latar belakang: Volume tiroid normal bermanfaat dalam menentukan diagnosis dan manajemen penyakit tiroid. Indonesia belum memiliki data mengenai volume tiroid normal pada populasi dewasa. Ultrasonografi adalah metode non invasif, praktis serta akurat untuk mengukur volume tiroid. Berbagai studi di negara lain mendapatkan volume tiroid yang berbeda dan terdapat hubungan dengan jenis kelamin.
Tujuan: menentukan volume tiroid normal populasi dewasa Indonesia asimtomatis berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dan hubungannya dengan jenis kelamin untuk membantu memberikan data referensi volume tiroid normal.
Metode: 104 pasien memenuhi kriteria penelitian dilakukan pengukuran volume tiroid selama bulan Maret 2023 hingga April 2023. Analisis deskriptif dilakukan pada volume tiroid dengan data dalam bentuk rerata dan standar deviasi. Variabel jenis kelamin menggunakan analisis uji T-test independen.
Hasil: Rerata usia adalah dewasa muda (usia 30.3 ± 3.2 tahun) dengan distribusi usia relatif sama, yaitu kelompok laki-laki usia 29.8 ± 3.2 tahun dan kelompok perempuan usia 30.8 ± 3.2 tahun. Rerata volume tiroid lobus kanan 4.0 ± 1.38 ml, volume tiroid lobus kiri 3.7 ± 1.05 ml dan volume total tiroid 7.6 ± 2.26 ml. Rerata volume total tiroid kelompok laki-laki 8.03 ± 2.18 ml dan kelompok perempuan 7.30 ± 2.30 ml.
Simpulan: Terdapat perbedaan signifikan pada volume lobus kanan tiroid yang disebabkan ukuran diameter AP (anteroposterior) yang menunjukkan parameter kedalaman lobus tiroid. Terdapat hubungan volume tiroid normal populasi dewasa Indonesia asimtomatis dengan jenis kelamin yang memperlihatkan perbedaan signifikan pada volume lobus kanan tiroid kelompok laki-laki yang menunjukkan volume lebih besar dibandingkan kelompok perempuan.

Background: Normal thyroid volume is useful in determining the diagnosis and management of thyroid disease. Indonesia does not have data regarding normal thyroid volume in the adult population. Ultrasound is a non-invasive, practical and accurate method of measuring thyroid volume. Various studies in other countries have found different thyroid volumes and there is a relationship with gender.
Objectives: to determine the normal thyroid volume of the asymptomatic Indonesian adult population based on ultrasound examination and its relationship to gender to help provide reference data for normal thyroid volume.
Methods: 104 patients fulfill the study criteria for thyroid volume measurement from March 2023 to April 2023. Descriptive analysis was performed on thyroid volume with data in the form of mean and standard deviation. Gender variable using independent t-test analysis.
Results: The mean age was young adults (age 30.3 ± 3.2 years) with relatively the same age distribution, namely the male group aged 29.8 ± 3.2 years and the female group aged 30.8 ± 3.2 years. The mean right lobe thyroid volume was 4.0 ± 1.38 ml, left lobe thyroid volume was 3.7 ± 1.05 ml and the total thyroid volume was 7.6 ± 2.26 ml. The mean total thyroid volume for the male group was 8.03 ± 2.18 ml and the female group was 7.30 ± 2.30 ml.
Conclusion: There is a significant difference in the volume of the right thyroid lobe due to the size of the AP (anteroposterior) diameter which indicates the depth of the thyroid lobe. There is a relationship between normal thyroid volume in the asymptomatic Indonesian adult population and gender which shows a significant difference in the volume of the right thyroid lobe in the male group which shows a larger volume than the female group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Wijaya
"ABSTRAK
Latar Belakang. Visual Evoked Potentials VEP digunakan untuk menilai jaras visual dari nervus optikus hingga korteks visual. Respon VEP normal terhadap stimulus adalah munculnya gelombang defleksi positif pada latensi sekitar 100 milidetik. Gelombang VEP dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisiologis dan non-fisiologis yang sebagian dapat dikontrol sebagian lagi tidak, sehingga diperlukan referensi nilai normal latensi dan amplitudo gelombang VEP untuk di setiap laboratorium.Metode. Studi ini dilakukan secara potong lintang pada 110 subyek sehat yang terdiri dari 55 subyek laki-laki dan 55 subyek perempuan berusia antara 18 hingga 55 tahun.Hasil. Pada perekaman dengan ukuran kotak 32 rsquo;, nilai batas atas latensi gelombang P100 pada adalah 117 milidetik pada laki-laki dan 119 milidetik pada perempuan. Nilai batas atas perbedaan latensi interokular pada perekaman dengan ukuran kotak yang sama adalah 10,96 milidetik untuk laki-laki dan 10,2 milidetik untuk perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna antara latensi gelombang P100 pada kelompok laki-laki dan perempuan, tetapi terdapat perbedaan amplitudo P100 yang bermakna antara kelompok laki-laki dan perempuan.Kesimpulan. Pada penelitian ini, jenis kelamin mempengaruhi amplitudo gelombang P100 tetapi tidak mempengaruhi latensi. Kata kunci: Visual Evoked Potentials, P100, latensi, amplitudo

ABSTRACT
Background. Visual Evoked Potentials VEP are used to assess the visual pathways through the optic nerves and brain. A normal VEP response to a stimulus is a positive occipital peak that occurs at a mean latency of 100 ms. The value of VEP parameters can be affected by physiological and non physiological factors that some can be controlled, some others not. Thus, every laboratory need its own normative values.Methods. The study was a cross sectional study involving 110 normal healthy subjects consist of 55 males and 55 females which age ranging from 18 to 55.Results. Upper normal limit of P100 latencies values in recording at checker size of 32 rsquo are 117 ms in male and 119 ms in female. Upper normal limit of interocular latencies difference values in recording at checker size of 32 rsquo are 10,96 ms in male and 10,2 ms in female. No significant differences of P100 latencies between male and female but there is significant differences in amplitudes.Conclusions. In our population, gender is an important factor affecting P100 amplitudes but not P100 latencies. Keywords Visual Evoked Potensials, P100, latency, amplitude "
2016
T55591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqya Giajeng Kartika
"ABSTRAK
Kasus HIV pada ibu hamil di Indonesia diperkirakan meningkat dari 0.38 pada
tahun 2012 menjadi 0.49 pada tahun 2016. Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak
dapat dicegah dengan pemeriksaan dini dan pemberian ARV pada ibu hamil.
Puskesmas Ciracas merupakan Puskesmas di daerah Jakarta Timur yang memiliki
kasus HIV terbanyak di DKI jakarta yaitu 1177 kasus serta merupakan puskesmas
Pilot project untuk penanggulangan HIV di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji hubungan antara video ajakan ?Pemeriksaan HIV pada ibu hamil?
dengan penerimaan ibu hamil terhadap pemeriksaan HIV di Puskesmas
Kecamatan Ciracas Tahun 2016. Desain penelitian ini adalah cross sectional
dengan jumlah sampe 61 orang ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan total skor
penerimaan pemeriksaan HIV pada ibu hamil sebesar 39.3 dari 50 poin. Terdapat
hubugan yang signifikan antara taggapan ibu hamil terhadap video ajakan dengan
penerimaan pemeriksaan HIV (r = 0.537, p value 0.0001), meliputi isi pesan (r =
0.561, p value 0.0001) , sumber pesan (r = 0.442, p value 0.0001), dan eksekusi
video ajakan (r = 0.430, p value 0.001).

ABSTRACT
Cases of HIV in pregnant women in Indonesia is expected to increase from 0:38
in 2012 to 0:49 in 2016. This could increase the likelihood of HIV transmission
from mother to child. Transmission of HIV from mother to child can be prevented
with early examination and provision of ARV to the pregnant woman. a health
center in East Jakarta who has HIV cases in DKI Jakarta are 1177 cases as well as
a health center for HIV pilot project in Jakarta. This study aims to examine the
relationship between the health promotion video to "Examination of HIV in
pregnant women" with reception of pregnant women to HIV testing in sub-district
Puskesmas Ciracas Year 2016. his study was cross sectional with the number of
pregnant women until 61. The results showed a total score of acceptance of HIV
testing of pregnant women for 39.3 of 50 points. There are ties significantly
between taggapan pregnant women towards video invitation to the reception HIV
test (r = 0537, p value 0.0001), includes the message content (r = 0561, p value
0.0001), the source of the message (r = 0.442, p value 0.0001), and execution
video (r = 0.430, p value 0.001)"
2016
S64353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Qurrota A`yun
"Latar Belakang: Defisiensi seng menyebabkan sekitar setengah juta kematian balita setiap tahun di seluruh dunia. Angka mortalitas penyakit yang diakibatkan oleh defisiensi seng juga sangat tinggi seperti diare yang menyebabkan 176.000 kematian, pneumonia 406.000, dan malaria 207.000. Kadar seng dalam urin merupakan salah satu nilai yang dapat dijadikan acuan dalam mendeteksi dini defisiensi seng. Kadar seng yang rendah dalam tubuh dapat menurunkan kadar seng dalam urin hingga 96%. Data mengenai nilai rerata kadar seng dalam urin balita normal belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai rerata kadar seng dalam urin balita normal.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional Urin pasien diambil saat diadakan pengabdian masyarakat dengan subjek sebanyak 30 orang. Pengambilan data konsentrasi seng urin dilakukan di dalam laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI pada bulan November 2019. Kadar seng diukur dengan penambahan reagen pyrildilazo naphtol (PAN) dan larutan buffer basa amonium klorida pH 10. Penambahan PAN kepada larutan yang mengandung pada kondisi basa akan membentuk kompleks warna. Larutan kemudian ditambahkan Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) untuk melarutkan kompleks warna yang telah terbentuk. Banyaknya kompleks warna yang terbentuk dihitung dengan metode kuantitatif menggunakan spektrofotometer. Data diolah dalam SPSS untuk ditentukan nilai reratanya. Kriteria inklusi adalah balita berusia 2-5 tahun. Kriteria eksklusi adalah balita yang memiliki penyakit khususnya demam, diare, dan muntah.
Hasil: Data kadar seng dalam urin balita normal menunjukkan nilai yang tidak terdistribusi secara normal. Nilai median dari data tersebut adalah sebesar 1, 6969 mmol/L, nilai maksimal 11, 2424 mmol/L, dan nilai minimal 0,1818 mmol/L.
Kesimpulan: Rerata kadar seng urin pada balita normal adalah 2,6767 mmol/L

Background: Zinc deficiency causes approximately half a million infants deaths every year worldwide. Disease mortality caused by zinc deficiency in children is high, including diarrhea accounts for 176,000 deaths, pneumonia 406,000, and malaria 207,000. Zinc concentration in urine is one of important values to early detect zinc deficiency. Low zinc concentration in the body could decrease urinary zinc concentration until 96%. Data abaout mean of zinc concentration value in normal infants urine is not established.
Objective: This study aims to know the value of zinc concentration value in normal infants urine.
Methods: This study is a descriptive study with cross-sectional design. Urine of the subjects were taken by themselves and then collected in community development program with total 30 subjects. Data collection of urinary zinc concentration was conducted in laboratory of Departement of Biochemistry and Molecular Biology FKUI on November 2019. Zinc concentration is measured by adding reagent 1-(2-pyrildilazo)1-maphtol (PAN) and base buffer solution ammonium chloride pH 10. PAN addition to zinc-containing solution under base condition will form color complex. The solution then added with Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) to dissolve the formed color complex. Data analysis was done using SPSS to determine the mean value. The inclusion criteria was children aged 2-5 years. The exclusion criteria was children with disease, particularly fever, diarrhea and vomiting.
Results: Urinary zinc concentration data are not distributed normally. The median of the data is 1.6969 mmol/L, the maximum value is 11.2424 mmol/L, and the minimum value is 0.1818 mmol/L.
Conclusion: Mean value of urinary zinc concentration in normal under-five children is 2.6767 mmol/L
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>