Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150776 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurona Moulisa
"Penelitian ini untuk melihat hubungan antara workplace well-being dan Chinese value pada karyawan keturunan Chinese. Workplace well-being didefinisikan sebagai rasa sejahtera yang diperoleh karyawan dari pekerjaannya, yang terkait dengan perasaan karyawan secara umum (core affect) dan kepuasan yang didapatkan dari faktor intrinsik dan ekstrinsik dari pekerjaan (work values), yang diukur melalui Workplace Well-Being Index (WWBI) (Page, 2005). Nilai didefinisikan sebagai prinsip yang dianut untuk mengatur tingkah laku seseorang (Chinese Culture Connection, 1987 dalam Ongkowijoyo, 2011), diukur melalui Chinese Value Survey (Bond et al. dalam Mathews, 2000). Sampel penelitian ini adalah 104 karyawan keturunan Chinese yang diperoleh secara accidental sampling. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara workplace well-being dan Chinese Value pada karyawan keturunan Chinese (r= 0.226, p<0.05,two-tailed). Implikasi dari hasil penelitian ini adalah Chinese value yang dianut oleh karyawan keturunan Chinese berhubungan dengan kesejahteraan yang dirasakan karyawan di tempat kerja.

The aim of this study is to identifying the relationship between workplace well-being and Chinese value among Chinese employee. The definition of workplace well-being is as sense of well-being that employees gain from their work, including core affect dan the satisfaction of intrinsic and/or extrinsic work values, that measured by using the Workplace Well-Being Index (WWBI) (Page, 2005). Value is defined as a set of principal which believed by a person to govern his attitude (Chinese Culture Connection, 1987 in Ongkowijoyo, 2011), that measured by using the Chinese Value Survey (Bond et al. in Mathews, 2000). The samples of this study were 104 Indonesian Chinese employees were gain using accidental sampling. The analysis showed significant correlation between workplace well-being and Chinese value among Chinese employee (r= 0.226, p<0.05, two-tailed). The implication of this research gives us conclusion that the Chinese value of Chinese employee have relation with well-being of those employee at workplace."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wening Sawitri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara perceived organizational support (POS) dan workplace well-being (WWB). Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) (Eisenberger et al., 1986). Workplace well-being diukur dengan Workplace Well-Being Index (Page, 2005). Partisipan dalam penelitian ini adalah pekerja pabrik manufaktur penghasil baja di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara perceived organizational support dan workplace well-being pada pekerja pabrik (r = .72; p < .01). Artinya, semakin baik dukungan organisasi yang dipersepsi oleh pekerja pabrik, semakin baik pula tingkat kesejahteraan dirasakan pekerja pabrik di tempat kerjanya.

This study aims to find the relationship between perceived organizational support (POS) and workplace well-being (WWB). Perceived organizational support was measured using an instrument called Survey of Perceived Organizational Support (SPOS) (Eisenberger et al., 1986). Workplace well-being was measured using an instrument named Workplace Well-Being Index (WWBI) (Page, 2005). The participants of this study are 173 manufacture workers in an Indonesian company engaging in steel industry.
The result shows there is a significant positive correlation between perceived organizational support and workplace well-being (r = .72; p < .01). That is, the better organizational support that perceived by manufacture worker, the better workplace well-being they have.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restika
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara workplace wellbeing dan work locus of control pada karyawan perusahaan manufaktur yang memproduksi oli. Workplace well-being merupakan rasa sejahtera yang diperoleh karyawan dari pekerjaan mereka, yang terkait dengan perasaan karyawan secara umum (core affect) dan nilai intrinsik maupun ekstrinsik dari pekerjaan (Page, 2005), yang diukur dengan Workplace Wellbeing Index (WWBI).
Work locus of control merupakan kepercayaan individu tentang pekerjaan yang dikendalikan oleh tindakan atau perilaku individu (internal) ataupun sebab di luar pengaruh individu itu sendiri (eksternal) (Spector, 1988), diukur melalui alat ukur Work Locus of Control Scale (WLCS). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 133 karyawan di PT. X, diperoleh secara accidental. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara workplace well-being dengan work locus of control pada karyawan perusahaan manufaktur (r = 0,558, p < 0,01, two tailed).

The research’s purpose is to analyse the correlation between workplace wellbeing and work locus of control on manufacture employees which produce oil. Workplace well-being is defined as a sense of well-being derived from the work of their employees, which is associated with feelings of general employees (core Affect) and the intrinsic and extrinsic value of work (Page, 2005), measured through the Workplace Well-being Index (WWBI).
Work locus of control is an individual's belief about the job that is controlled by the actions or behavior of the individual (internal) or causes beyond the influence of the individual (external) (Spector, 1988), was measured by gauges Work Locus of Control Scale (WLCS). The sample in this study included 133 employees at PT. X, using accidental sampling. The results show that there is a significant relationship between workplace wellbeing with work locus of control on the manufacturing company's employees (r = 0.558, p <0.01, two-tailed).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdau Siroj Amrulloh
"Penelitian ini membahas hubungan antara spiritualitas di tempat kerja dengan berbagai bentuk kesejahteraan karyawan dalam aspek kesehatan mental yaitu kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual. Teknik pengumpulan datanya menggunakan desain survei, lalu dilakukan uji regresi menggunakan SPSS 20 untuk mengetahui hubungannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 202 responden yang telah bekerja di Jakarta selama minimal 1 tahun dari berbagai latar belakang industri, instansi, jabatan, pengalaman kerja dan status kerja.
Temuan dalam penelitian ini adalah keempat bentuk kesejahteraan karyawan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual memiliki hubungan yang positif terhadap spiritualitas di tempat kerja. Implikasi dari hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dalam hal sumber daya manusia, bahwa spiritualitas di tempat kerja dapat menjadi sebuah anteseden bagi kesejahteraan karyawan khususnya dalam aspek kesejahteraan emosional, sosial, psikologis, dan spiritual.

This undergraduate thesis discusses the relationship between workplace spirituality and various forms of employee well being in the mental health aspects of emotional, social, psychological, and spiritual. Data collection techniques is used survey design, then tested the relationship using SPSS 20. The sample used in this study amounted to 202 respondents who have worked in Jakarta for at least 1 year from various industry background, agency, position, work experience and work status.
The findings in this study are the four of employee well being namely, emotional, social, psychological, and spiritual has a positive relationship with workplace spirituality. The implications of the results of this study can be useful to the science that workplace spirituality can be an antecedent to the employee well being, especially in aspects of emotional, social, psychological, and spiritual well being.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S67111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvia Rahmah
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja karyawan, kreasi kerja dan kesejahteraan karyawan pada karyawan dengan pengaturan lokasi berbeda serta untuk mengetahui peran mediasi kesejahteraan karyawan dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kinerja tugas. Penelitian ini dilakukan terhadap 336 orang karyawan di Indonesia dengan menggunakan kuesioner daring. Alat ukur yang digunakan diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia yaitu: Skala Kinerja Tugas dari Individual Work Performance Questionnaire (IWPQ) yang dikembangkan oleh Koopmans dkk (2012), Skala Kreasi Kerja yang dikembangkan oleh Tims dkk (2012), dan Skala Kesejahteraan Karyawan yang dikembangkan oleh Pradhan dan Hati (2019). Satu butir pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban yaitu bekerja sepenuhnya dari rumah, bekerja sepenuhnya dari kantor serta bekerja dari rumah dan kantor dengan pengaturan jadwal. Teknik analisis statistik yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian adalah one-way ANOVA dan analisis mediasi dengan aplikasi makro PROCESS dari Hayes versi 4.0 model 4 yang terdapat dalam perangkat lunak IBM SPSS versi 25. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan yang sepenuhnya bekerja dari kantor memiliki skor kinerja tugas, kreasi kerja, dan kesejahteraan yang lebih tinggi dari pada karyawan yang bekerja sepenuhnya dari rumah maupun dengan pengaturan jadwal rumah-kantor. Di samping itu, penelitian ini juga membuktikan kesejahteraan karyawan berperan sebagai mediator dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kinerja tugas karyawan secara sebagian. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat menjadi pertimbangan perusahaan untuk mengutamakan penerapan sistem bekerja dari rumah. Untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan karyawan melalui peningkatan perilaku kreasi kerja, atasan dapat memberikan kesempatan untuk memimpin proyek internal dan memberikan otonomi dengan risiko kecil.

This research was conducted to determine differences in employee performance, job crafting and employee well-beingwith different workplace arrengement and to determine the mediating role of employee well-being in the relationship between job crafting and task performance. There are 336 Indonesian employees completed online questinonnaire in this research. Task Performance Scale from the Individual Work Performance Questionnaire (IWPQ) developed by Koopmans et al. (2012), the Job Crafting Scale developed by Tims et al. (2012), and the Employee Well-Being Scale developed by Pradhan and Hati (2019) were adapted into Indonesian language and used to measure the research variables. Workplace arrangement measured by one question with three predefined answers: fully working form home, fully working from office, and both with shift arrangement. One-way ANOVA and mediation analysis with the PROCESS macro application from Hayes version 4.0 model 4 used to prove the research hypothesis. The results of this study indicated that employees who full-time work from the office have higher task performance, job crafting, and well-being than who full-time work from home or both with shift arrangement. In addition, this study also proved that employee well-being partially mediatedthe relationship between job crafting and task performance. Implication of this result is organization may consider prioritizing the implementation of fully working from office arrangement. Superiors could improve subordinate’s well-being and task performance through job crafting by giving the opportunities to lead internal projects or autonomy with low risk."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meira Annisa Humaira
"Transisi angkatan kerja ke generasi Z membuat perusahaan perlu memperhatikan karakteristik unik yang dimiliki generasi Z dibandingkan generasi sebelumnya. Gen Z berani untuk berperilaku sesuai nilai yang diprioritaskannya, salah satunya adalah well-being. Hal ini berkaitan erat dengan fenomena quiet quitting. Quiet quitting merupakan karyawan yang tidak berhenti bekerja secara resmi namun tidak melampaui batas dasar kewajiban mereka. Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya quiet quitting adalah employee well-being yang rendah. Kebebasan dan kemandirian melalui job crafting berpotensi menekan perilaku quiet quitting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi dari job crafting dalam memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting. Partisipan penelitian ini berjumlah 268 karyawan generasi Z yang sedang bekerja, sudah melewati tahap probation (3 bulan), dan memiliki atasan. Pengambilan partisipan menggunakan metode convenience sampling dengan menyebarkan kuesioner secara daring. Analisis moderasi dilakukan dengan menggunakan macro process Hayes model 1. Hasil analisis data hipotesis mempunyai nilai (p) 0.170 > 0.05. Hal ini berarti tidak ada efek moderasi job crafting yang memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting pada karyawan generasi Z. Hasil penelitian ini memberikan inisiatif penting bagi perusahaan untuk meningkatkan employee well-being sebagai upaya mengurangi perilaku quiet quitting.

The transition of the workforce to generation Z made companies need to pay attention to the unique characteristics that generation Z had compared to previous generations. Gen Z dared to behave according to their prioritized values, one of which was well-being. This was closely related to the phenomenon of quiet quitting. Quiet quitting was an employee who did not officially stop working but did not exceed the basic limits of their obligations. One of the factors associated with quiet quitting was low employee well-being. Freedom and independence through job crafting had the potential to suppress quiet quitting behavior. This study aimed to examine the moderating role of job crafting in weakening the relationship between employee well-being and quiet quitting. The participants of this study amounted to 268 generation Z employees who were currently working, had passed the probation stage (3 months), and had a supervisor. Participants were collected using a convenience sampling method by distributing questionnaires online. Moderation analysis was conducted using macro process Hayes model 1. The results of the hypothesis data analysis had a value (p) of 0.170 > 0.05. This meant that there was no moderating effect of job crafting that weakened the relationship between employee well-being and quiet quitting in generation Z employees. The results of this study provided important initiatives for companies to improve employee well-being as an effort to reduce quiet quitting behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifdah Salma Putri Miftana
"Saat menjalani magang, karyawan magang dituntut untuk mampu beradaptasi secara cepat dengan lingkungan, kegiatan, maupun sistem yang berlaku di tempat kerja. Hal tersebut membuat karyawan magang rentan mengalami stres dan dapat mengganggu kesejahteraan peserta magang di tempat kerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mencari bantuan kepada atasan maupun rekan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara intensi mencari bantuan dalam konteks organisasi dan kesejahteraan karyawan pada peserta magang. Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan strategi korelasional. Instrumen pengukuran yang digunakan adalah alat ukur yang diadaptasi dari Theory Planned Behavior Questionnaire (TPB Questionnaire) (Mo & Mak, 2009) dan Employee Well-Being Scale (EWBS) (Zheng et al., 2015). Partisipan penelitian merupakan 434 Warga Negara Indonesia yang sedang/telah mengikuti program magang dengan rentang usia 18—24 tahun (M = 21,19, SD = 1,39). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara intensi mencari bantuan dalam konteks organisasi dan kesejahteraan karyawan pada peserta magang, r(432) = 0,41, p < 0,01, one-tailed, r2 = 0,17. Hasil penelitian diharapkan dapat membangun motivasi bagi para peserta magang untuk berani mencari bantuan ketika mengalami kesulitan di tempat kerja. Selain itu, hasil penelitian juga dapat menjadi dasar organisasi dalam menciptakan program yang dapat mendorong serta mendukung para peserta magang untuk tidak segan mencari bantuan di tempat kerja.

When undergoing an internship, interns are required to adapt quickly to the environment, activities, and systems in the workplace. It makes interns vulnerable to stress and can interfere with interns’ well-being at work. A resolution to overcome these problems is to seek help from superiors and colleagues. The objective of this present study is to explore the relationship between help-seeking in an organizational context and employee well-being among interns. This study uses a quantitative approach with a correlational strategy as a research design. This research used measurement instruments adapted from the Theory Planned Behavior Questionnaire (TPB Questionnaire) (Mo & Mak, 2009) and the Employee Well-Being Scale (EWBS) (Zheng et al., 2015). Participants in this study are 434 Indonesian citizens who were/had attended internship programs with an age range from 18 to 24 years (M = 21.19, SD = 1.39). The result of this present study shows that there is a significant positive correlation between help-seeking in an organizational context and employee well-being among interns, r(432) = 0,41, p < 0,01, one-tailed, r2 = 0,17. The research result is expected to motivate the interns to have the courage to seek help when experiencing difficulties at work. In addition, it can also become the basis for the organization in creating programs that can encourage and support interns to seek help in the workplace."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Suhandwifa
"Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara spiritual well-being dan work engagement pada karyawan. Sampel penelitian ini adalah 95 karyawan di Jakarta. Penelitian ini menggunakan bagian dari alat ukur Spiritual Leadership Theory (Fry, 2005) yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia untuk mengukur spiritual well-being dan Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia untuk mengukur work engagement. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara spiritual well-being dan work engagement (r = 0,629, p = 0,000). Keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya akan dibahas dalam diskusi penelitian.

This research was conducted to prove the existence of a relationship between spiritual leadership and employees? work engagement. Sample of this research includes 95 employees in Jakarta. This research used an Indonesian adaptation of a part of the Spiritual Leadership Theory questionnaire (Fry, 2005) to measure spiritual well-being and an Indonesian adaptation of Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) to measure work engagement. It was found that spiritual well-being significantly correlated with work engagement on employees (r = 0,629, p = 0,000). The limitation of this research, as well as recommendations for further research are discussed at the end of this report."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitri Sulami
"Penelitian ini dilakukan untuk menemukan hubungan antara kepemimpinan transformasional atasan dan kesejahteraan di tempat kerja pada pegawai tingkat supervisor PT. XYZ. PT XYZ merupakah perusahaan yang sedang mengalami berbagai perubahan. Pengukuran kepemimpinan transformasional menggunakan alat ukur Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) dan pengukuran kesejahteraan di tempat kerja menggunakan alat ukur Workplace Well-Being Index (WWBI). Partisipan dalam penelitian ini adalah 100 pegawai tingkat supervisor PT. XYZ.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan transformasional atasan dan kesejahteraan di tempat kerja pada pegawai tingkat supervisor PT. XYZ (r = 0.473, p < 0.01, one-tailed signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, ketika pegawai mempersepsikan atasannya memiliki kepemimpinan transformasional yang tinggi, maka pegawai tersebut memiliki kesejahteraan di tempat kerja yang tinggi.

This research was conducted to find the relationship between supervisor transformational leadership and workplace well-being among employees in supervisor level of PT. XYZ. PT. XYZ is a company that has been changing. Transformational leadership was measured using a modification instrument named Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) and workplace well-being was measured using a modification instrument named Workplace Well-Being Index (WWBI). The participants of this research are 100 employees in supervisor level of PT. XYZ.
The main results of this research show that transformational leadership positively correlated significantly with workplace well-being among employees in supervisor level of PT. XYZ (r = 0.473, p < 0.01, one-tailed significant at L.o.S 0.01). That is when employees have a perception that their supervisor has a high transformational leadership, they have a high workplace well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinie Firstyo Terranova
"Permasalahan tenaga kerja di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya jumlah pencari kerja yang berbanding dengan sedikitnya lowongan pekerjaan yang tersedia, oleh karenanya kegiatan outsourcing atau alih daya merupakan salah satu alternatif penyelesaian masalah yang bisa digunakan untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, akan tetapi kegiatan outsourcing ini tdak terlepas dari permasalahan seperti eksploitasi pekerja, yang menyebabkan pekerja merasa tidak nyaman dan tidak senang di tempat kerjanya, hal ini sangat memengaruhi
kesejahteraan dari pekerja tersebut terutama kesejahteraan lingkungan kerja mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengubah permasalahan tersebut dengan
melihat hubungan anatara kesejahteraan lingkungan kerja dengan motivasi kerja dengan harapan bahwa parusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan kerja para pekerja outsource mereka dengan balasan
motivasi kerja dari para pekerja yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya kesejahteraan lingkungan kerja. Kesejahteraan lingkungan kerja di ukur dengan
WWBI (Workplace Well-Being Index) yang sudah di adaptasi di dalam penelitian Sawitri, sementara motivasi kerja menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Novari dalam penelitiannya, yang kemudian keduanya penulis modifikasi dan uji validitas dan reliabilitas ulang. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kesejahteraan lingkungan kerja dan motivasi kerja memiliki hubungan yang signifikan pada pekerja outsource PT Y yang bekerja di PT X dan memiliki keeratan hubungan yang lemah dan positif, sehingga peningkatan kesejahteraan lingkungan kerja dari para pekerja dapat meningkatkan motivasi kerja dari para
pekerja tersebut, begitu juga sebaliknya.

The problem of labor in Indonesia is inseparable from the large number of job seekers compared to the number of job vacancies available, therefore outsourcing or outsourcing is one alternative solution to problems that can be used to reduce the number of unemployed people in Indonesia, but this outsourcing activity is not regardless of problems such as exploitation, which causing the workers to feel uncomfortable and unhappy at their workplaces, this greatly affects the welfare of these workers, especially their workplace well-being. This study aims
to change these problems by looking at the relationship between the workplace well-being and work motivation in the hope that the companies will strive to improve the workplace well-being of their outsourced workers with a reward theincrease of work motivation of workers along with the increasing of the workplace well-being. The workplace well-being is measured by WWBI (Workplace Well-Being Index) which has been adapted in Sawitris research,
while work motivation uses a measurement tool developed by Novari in her research, which later both researchers modified and tested validity and reliability. The results of this study indicate that the workplace well-being and work motivation has a significant relationship in PT Y outsource workers who work at PT X and have a weak and positive relationship, so that an increase in the
workplace well-being of workers can increase work motivation of workers and vice versa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>