Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melvin Purnadi
"Waralaba di Indonesia dilangsungkan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Hal ini diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Secara teoritis, perjanjian didasarkan pada kesepakatan kedua pihak. Tetapi, sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa Penerima Waralaba ada di posisi yang lebih lemah dan rawan dirugikan. Salah satunya, adalah keberadaan klausula non-agen yang melepaskan kewajiban Pemberi Waralaba. Berdasarkan Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012, telah diwajibkan beberapa hal untuk dicantumkan di dalam Perjanjian Waralaba. Pemenuhan kewajiban pencantuman tersebut harus dipastikan dalam Perjanjian Waralaba, guna menjamin Perjanjian Waralaba tetap sesuai dengan hukum Indonesia dan memberikan perlindungan bagi Penerima Waralaba.
In Indonesia, a franchise is based on a franchise agreement between the franchisor and the franchisee. This is a must, according to Government Regulation No. 42 Year 2007. Theoretically, an agreement is mutually agreed by both side. However, it is well known that in a franchise agreement, the franchisee usually have a weaker position and prone to loss. One of the example is the presence of clausule of non agency, which make the franchisor freed from its liabilities to the franchisee. According to the Minister of Trade Regulations No. 53/M-DAG/PER/8/2012, there is some things required in the franchise agreement, which is obligatory. Fulfilment of this obligation is needed to ensure that the franchise agreement is not violating Indonesian law and giving enough protection to the franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melvin Purnadi
"Waralaba di Indonesia dilangsungkan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Hal ini diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Secara teoritis, perjanjian didasarkan pada kesepakatan kedua pihak. Tetapi, sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa Penerima Waralaba ada di posisi yang lebih lemah dan rawan dirugikan. Salah satunya, adalah keberadaan klausula non-agen yang melepaskan kewajiban Pemberi Waralaba. Berdasarkan Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012, telah diwajibkan beberapa hal untuk dicantumkan di dalam Perjanjian Waralaba. Pemenuhan kewajiban pencantuman tersebut harus dipastikan dalam Perjanjian Waralaba, guna menjamin Perjanjian Waralaba tetap sesuai dengan hukum Indonesia dan memberikan perlindungan bagi Penerima Waralaba.
In Indonesia, a franchise is based on a franchise agreement between the franchisor and the franchisee. This is a must, according to Government Regulation No. 42 Year 2007. Theoretically, an agreement is mutually agreed by both side. However, it is well known that in a franchise agreement, the franchisee usually have a weaker position and prone to loss. One of the example is the presence of clausule of non agency, which make the franchisor freed from its liabilities to the franchisee. According to the Minister of Trade Regulations No. 53/M-DAG/PER/8/2012, there is some things required in the franchise agreement, which is obligatory. Fulfilment of this obligation is needed to ensure that the franchise agreement is not violating Indonesian law and giving enough protection to the franchisee."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaqiu Rahman
"Tesis ini membahas tentang pengaturan mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung seperti yang di atur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dikaitkan dengan ketentuan yang ada di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 18 ayat (4), serta pelaksanaan di lapangan dengan beberapa kendalanya.
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan analisa secara kualitatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undang (statute approach). Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pengisian jabatan kepala daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008, sinkronisasi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 18 ayat (4), serta mekanisme pengisian jabatan kepala daerah di masa yang akan datang.

This thesis discusses the regulation on direct election of regional heads as regulated one set in the Law Number 32 Year 2004 regarding Regional Government in conjunction with Law Number 12 Year 2008 regarding the Second Amendment to Law Number 32 Year 2004 regarding Regional Government, associated with the existing provisions in the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, especially in Article 18 paragraph (4), and the implementation with its obstacles.
This type of research in this thesis is a normative legal research with a qualitative analysis, using the approach to statutory law (statute approach). This study discussed the charging mechanism of the regional head office in the Law Number 32 Year 2004 jo. Law Number 12 Year 2008, the synchronization with the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, especially in Article 18 paragraph (4), the charging mechanism of regional head office in the future as well.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Andriyanto Laksmono
"Akta Notaris sebagai otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Merupakan kewajiban bagi Notaris untuk membacakan dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi-saksi.Akan tetapi, dalam kasus Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No:129/MPWJABAR/ 2007 terjadi pembuatan akta otentik yang dilakukan penandatanganan tanpa dibacakan dengan patut. Dikatakan penandatanganan tanpa dibacakan dengan patut, karena aktanya dibacakan sebagian saja dan tidak ditandatangani oleh Notaris dan saksi-saksi. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undangundang Jabatan Notaris dan kode etik Notaris. Akibat hukum terhadap pembuatan akta yang dilakukan penandatanganan tanpa dibacakan dengan patut, aktanya dapat menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak berharga. Dikatakan aktanya dapat menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak berharga berarti aktanya telah kehilangan otentisitasnya, bukan akta otentik lagi. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dikeluarkan Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No:129/MPW-JABAR/2007 yang memutuskan Notaris yang bersangkutan diusulkan sanksi pemberhentian sementara. Prosedur Pemberhentian Sementara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris sudah dilakukan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.02.PR.08.10 Tahun 2004.

Notarial deed is an authentic deed made by a Notary according to the form and procedure set by the Act. Notary have duties to reading and signing the notarial deed in the presence of the parties and witnesses. However, in the Case Study of Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No:129/MPWJABAR/ 2007, a Notary made an authentic deed without reading and signing with inappropriate. It said inappropriate, because the reading of the deed just in some part, not in the whole part of the deed and the Notary did not signing the deed. This is a violation between the act 30 years 2004 about Notary and ethic code of Notary.The legal consequences of making the deed without reading and signing inappropriate is the deed being under hand deed or unworthy deed. It said under hand deed or unworthy deed because the deed losing it`s authenticity.So it`s not an authentic deed anymore. Based on the investigation by Majelis Pengawas Notaris, that give a decision that make those Notary get a punishment, thats the temporary stoppage of his notary duties. The procedur of Temporary stoppage of notary is been done according to the Regulation by Ministry of Law and Rights No..M.02.PR.08.10 years 2004."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21776
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Flamboyan Minanda
"Indonesia merupakan penganut negara kesejahteraan dengan karakteristik tersendiri yakni berdasarkan prinsip sila ke-lima Pancasila ?keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?. Salah satu cirri dari Negara kesejejahteraan adalah Negara bertanggung jawab menyelenggarakan jaminan sosial. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan terhadap identifikasi permasalahan terkait topik penelitian ini, yaitu: pertama, ketika kita berbicara mengenai konsep jaring pengaman sosial berarti kita berbicara mengenai konsep bantuan sosial untuk penduduk miskin, lanjut usia, anak terlantar, dan penyandang masalah sosial lainnya yang harusnya diberikan sebuah program berupa bantuan sosial. Bantuan sosial itu dapat bermacam-macam bentuknya, bisa berupa pemberian uang tunai untuk masa-masa tertentu, bantuan pemenuhan keesehatan, atau bantuan pemberdayaan masyarakat miskin. Namun, dalam prakteknya terdapat kerancuan program antara bantuan sosial dan asuransi sosial. Kedua, sistem jaminan sosial ini tidak diterapkan menurut penulis lebih karena kekhawatiran yang berlebihan hilangnya ?tambang emas? yang saat ini menjadi program andalan sebuah kementerian. Misalnya saja, Kementerian Tenaga Kerja akan sangat berat hati melepas program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan akan berat hati melepas program Jaminan Kesehatan Rakyat Miskin. Ketiga, terkait terhambatnya pembentukan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kemudian Presiden mengeluarkan program penanggulangan kemiskinan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan seakan-akan peraturan ini merupakan salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Padahal, pembentukan Peraturan Presiden tersebut merupakan usaha untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Dengan disahkannya Undang-Undang tentang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, sebenarnya mengindikasikan pembagian kewenangan tentang jaminan sosial, dimana jaminan sosial yang berbasis asuransi merupakan kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sedangkan jaminan sosial yang berbasis bantuan sosial adalah kewenangan Kementerian Sosial. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.

Indonesia is a welfare state with its own characteristics based on the fifth principles of Pancasila, 'social justice for all Indonesian people?. One of the characteristics of welfare state is the responsibility for social security. Based on the analysis done on the identification of problems related to these research topics, is: First, when we talk about the concept of social guarantee network means we are talking about the concept of social assistance to the poor, elderly, waif, and other social problems that should be a formula of social assistance programs. The social assistance could be a variety of forms, it can be a gift of cash to a certain times, assistance health care, or empowering the poor community. However, in the practice the obscure of the program is in the social assistance and social insurance. Second, the social security system is not applied; more because of interest to over loss of 'gold mining' that is now a main program of the ministry. For example, the Ministry of Labor will be very heavy released its Labor Social Security program and the Ministry of Health will reluctantly release the Poor People's health assurance program. Third, the obstacles of forming the regulation that implementing the Law Number 40 Year 2004 about The National Social Security System relating to the Social Security system, and then President issuing Presidential Regulation Number 15 Year 2010 about Velocity Tackling Poverty on handling poverty and act as if the regulation is one of the implementation of Law Number 40 Year 2004. In fact, the formation of such Presidential Regulation is to accelerate efforts of handling poverty. Law Number 40 Year 2004 and Law Number 11 Year 2009 about Social Prosperity, actually indicates the distribution of authority on social protection, the social protection which is based on insurance is the authority of Social Security Institution while social protection based on social assistance is the authority of Ministry of Social. The Research method is juridical-normative method, legal research done by reviewing library materials or secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27962
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Serudji Hadi
2001
T36169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto
"Pada bulan November 1983 Proyek Industrial Estate Pusat Departemen Perindustrian (PIEP-Depperind) mengadakan perjanjian kerjasama dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan -- Universitas Padjadjaran (PPSL-UNPAD) mengenai Studi Kelayakan Kawasan Industri Cirebon. Tujuan dari studi kelayakan tersebut adalah untuk menentukan lokasi yang paling tepat bagi suatu kawasan industri di Cirebon.
Karena pembangunan suatu kawasaii industri di suatu daerah akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan di daerah tersebut maka sesuai dengan ketentuan UU No. 4/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup rencana pembangunan kawasan industri tersebut harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Andal). Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Andal dikatakan bahwa Andal merupakan komponen dari studi kelayakan. Dengan demikian suatu studi kelayakan akan meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis dan analisis dampak lingkungan. Karena peraturan pemerintah tentang Andal ini masih berupa rancangan maka ketentuan tentang Andal tersebut pelaksanaannya belum dapat dipaksakan.
Dengan dibentuknya Lembaga Penelitian di lingkungan Universitas Padjadjaran, yaitu berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0133/0/1983, maka segala kegiatan penelitian, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari swasta, dikelola dan dilaksanakan melalui "satu pintu", yaitu LP-UNPAD. Bahwa di dalamnya ada Pusat-pusat Penelitian yang mengerjakan kegiatan penelitian tersebut pihak bouwheer tidak perlu tahu, sebab tanggung jawab ataspelaksanaan kegiatan penelitian tersebut ada pada LP-UNPAD.
Oleh karena KUHPerd pada hakekatnya hanya merupakan suatu aanvullendrecht maka syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti tersebut dalam pasal 1320 tidak dapat dipandang sebagai satu-satunya syarat yang bersifat limitatif. Dalam tata kehidupan pemerintahan, para pihak selain harus memenuhi syarat kecakapan sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerd juga harus memenuhi syarat kecakapan yang disebabkan oleh faktor batas-batas kewenangan yang dimilikinya berkenaan dengan jabatan tertentu yang dijabatnya.
Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa istilah pemborongan dalam Keppres 14A/1980 sebenarnya.kurang tepat sebab istilah tersebut tidak mencakup pekerjaan-pekerjaan yang tidak menciptakan sesuatu, seperti pekerjaan melakukan penelitian.
Meskipun perjanjian kerjasama antara PIEP-Depperind dengan PPSL-UNPAD merupakan perjanjian dalam bidang hukum perdata, namun beberapa ketentuan hukum publik tetap ada di dalamnya, misalnya ketentuan/klausula mengenai pengawasan dan klausula mengenai sangsi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Putri Anne A.G.H.K.
"Kewajiban internasional yang terdapat dalam GATT 1994 dapat menghambat Negara Anggota dalam memerangi Pandemi Covid-19. Mengingat adanya peningkatan permintaan global terhadap produk medis dan alat pelindung diri, Negara-Negara Anggota harus menerapkan kebijakan untuk memastikan bahwa pasokan produk tersebut, serta bahan untuk memproduksinya cukup untuk kebutuhan dalam negeri. Walaupun pembatasan ini merupakan pelanggaran terhadap GATT 1994, kewajiban tersebut dapat dikesampingkan menggunakan klausul general exceptions dan carve-out method. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa agar dapat dijustifikasi, suatu kebijakan harus memenuhi beberapa elemen atau unsur yang terdapat dalam pasal pengecualian. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan unsur-unsur yang harus dipenuhi dan memberikan analisis tentang kesesuaian kebijakan pembatasan ekspor yang diterapkan Indonesia dan India terhadap bahan baku masker selama Pandemi Covid-19. Menggunakan metode normatif yuridis dan pendekatan kualitatif, penelitian menyimpulkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan antara carve-out method dan general exceptions, seperti objektif dari kebijakan, penggunaan necessity test, dan durasi kebijakan. Akibatnya, kebijakan yang konsisten dengan salah satu pengecualian dapat tidak sesuai dengan pengecualian yang lainnya. Kedua, Indonesia telah memenuhi unsur-unsur dalam kedua pengecualian tersebut, sedangkan India tidak memenuhinya.

The international obligations under GATT 1994 could pose as an obstacle to Member States in fighting the Covid-19 Pandemic. Given the rise in the global demand for medical products and personal protective equipment, Member States must take measures to ensure the availability of these products, as well as the factors of production required to manufacture it. As a result, numerous states have imposed export restrictions on the raw materials of masks. Despite the fact that these restrictions may be a violation of GATT 1994, these measures could be exempted from liability through the use of the WTO general exceptions clause and the carve-out method. However, it must be noted that in order to be exempted, the measure in question must fulfill several cumulative criterion or elements. This study aims to elaborate the criterion that must be fulfilled and provide an analysis on the consistency of the measures imposed by Indonesia and India towards the raw materials of masks as a response to the Covid-19 Pandemic. Using a normative-juridical method and a qualitative approach, this study resulted in two conclusions. First, there are several differences between the carve-out method and the general exceptions clause, such as the objective of measure, the use of the necessity test, and the duration of the measure. As a result, a measure that is justifiable using one clause may not be justifiable by the other. Second, Indonesia has fulfilled the elements required in both clauses, while India has failed to do so."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninda Afifah Permatasari
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan pemutusan hubungan kerja atas inisiatif dari pekerja/ buruh serta pelaksanaanya dalam praktek sesuai dengan Undang-Undang ketenagakerjaan dan peraturan terkait, serta implikasi terhadap pemutusan hubungan kerja terhadap hak-hak pekerja/ buruh, dalam hal ini upah. Kasus yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ialah kasus pemutusan hubungan kerja atas permintaan 131 pekerja pada PT. Batang Hari Sejahtera akibat adanya keterlambatan pembayaran upah oleh pengusaha selama 3 bulan berturutturut, yang dilanjutkan dengan menganalisa Putusan Mahkamah Agung No.31/PK/Pdt.Sus/2012. Dalam tingkat PK pada kasus ini, majelis hakim mengabulkan permohonan PK dan mengadili kembali dengan mengabulkan PHK serta memberikan paket pesangon sesuai Pasal 169 ayat (2). Adapun didalam kasus ini, denda keterlambatan tidak diberikan serta tidak dibahas mengenai upah proses. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan salah satu jenis perselisihan hubungan industrial yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pada umumnya, pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha, namun didalam kasus ini inisiatif adanya pemutusan hubungan kerja berasal dari pekerja/ buruh. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian hukum yang mengacu pada norma hukum sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Didalam penelitian ini, mengacu pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta peraturan terkait dengan pemutusan hubungan kerja.

The following undergraduate thesis is to discuss the regulation of termination of employment by the workers demand or initiative comes from the workers as well as its implementation in practice in accordance with the Manpower law and related regulations, and its implications of the rights of workers, in this case wages to the the termination of employment itself. Case material is used as a case study in this undergraduate thesis is the case of termination of employment by the 131 workers of PT. Batang Hari due to late payment of wages by the employer for the 3 consecutive months, followed by analyzing the Supreme Court Decision No.31 / PK / Pdt.Sus / 2012. In this judicial review level of this case, the judge granted the request of the judicial review and grants the termination of employment, which provide with severance package in accordance with Article 169 paragraph (2). The delay penalty was not given and the wage process is not mentioned in this case. Termination of employment (PHK) is one of the industrial disputes that arise in the absence of opinion regarding the appropriateness of termination by either party. In general, the employer did the termination of employment, but in this case the initiative for the termination of employment derived from workers. In this undergraduate thesis, the author basically using normative methods, which is a normative legal research which refers to the rule of law as in this legislation system. In this research, it?s refers to the Law No. 13 Year 2003 on Manpower and it?s regulations that related to termination of employment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Tony
"ABSTRAK
Masalah Pokok.
Negara kita dewasa ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di sagala bidang yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Salah satu sisi yang telah banyak dilakukan adalah pembangunan fisik.
Dalam melaksanakan pembangunan tersebut, maka Pemerintah melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta untuk melaksanakan pembangunan yang dimaksud, yaitu melakukan hubungan hukum dalam bentuk perjanjian pemborongan
pekerjaan.
Di dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan tersebut, pihak pemborong sering menemui hambatan - hambatan yang bersifat tehnis maupun yuridis. Maka untuk itu perlu adanya pengaturan yang lebih baik dan mantap dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan, sehingga hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan baik.
Metode Penelitian .
Dalam usaha meraperoleh data guna dijadikan bahan penyusunan dan pembahasan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian dengan dua metode yaitu metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan.
Metode penelitian kepustakaan adalah berupa buku - buku, peraturan-peraturan, dan bahan-bahan yang berhubungan. Sedangkan penelitian lapangan adalah dengan melakukan penyelidikan secara langsung, seperti melakukan wawancara untuk memperoleh informasi.
Hal-hal yang Ditemukan.
- Untuk mendapatkan pekerjaan, maka teplebih dahulu dilakukan pelelangan, yang bertujuan untuk memilih atau mengadakan seleksi terhadap pemborong yang akan berhak mengerjakan pekerjaan yang diborongkan. Dan pemborong yang berhak adalah pemborong yang telah memenuhi syarat dan telah menang dalam pelelangan (tender).
- Surat perjanjian telah dibuatkan formatnya tepi lebih dahulu (sudah ada perjanjian standart). Dan isi dari perjanjian menunjukkan bahwa hak dan kewajiban antara pemborong dengan pemberi tugas tidak seimbang. Misalnya dalam hal keterlambatan pekerjaan dan wanppestasi.
- Dengan dikeluarkannya Surat Perintah Kerja(SPK), maka pekerjaan sudah dapat dimulai sambil menunggu pembuatan surat perjanjian. Jadi sejak ada SPK, pelaksanaan pekerjaan sudah mulai belangsung.
Kesimpulan dan Saran.-Kesimpulan :
- Dalam melakukan pekerjaan pemborongan, maka sebelumnya telah diadakan kegiatan-kegiatan sebagai persiapan dari pelaksanaan pekerjaan. Kegiatan tersebut adalah prosedur pelelangan.
- Dalam pelaksanaan pekerjaan dilapangan sering ditemui hambatan-hambatan yang dapat menimbulkan keterlambatan pekerjaan. Hambatan tersebut dapat terjadi diluar kemampuan, misalnya terjadi bencana alam, huru-hara dan sebagainya yang
dapat mengganggu jalannya pekerjaan. Disamping itu ada juga hambatan lain seperti kebijaksanaan pemerintah dalam bidang moneter yang akan mengakibatkan naiknya harga bahan-bahan yang diperlukan dalam pekerjaan.
- Untuk menghindari adanya penyelewengan atau penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan, maka diperlukan pengawasan.
Saran
- Dalam Proses pelelangan, hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya dan pemborong harus diseleksi secara jujur. Dalam surat perjanjian harus diperinci secara jelas hak dan kewajiban para pihak dan hendaknya hak dan kewajiban itu seimbang. Dalam hal menyelesaikan perselisihan, hendaknya diselesaikan dengan cara musyawarah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>