Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162051 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Amelia
"Kecepatan adalah sebuah dimensi yang tercipta antara jarak yang ditempuh suatu benda serta lamanya waktu yang dibutuhkan dari titik awal menuju ke titik akhir Proyek ini melibatkan bagaimana sistem kerja kecepatan dan bagaimana hal ini mempengaruhi site serta gerak tubuh manusia Aktivitas dalam ruang transit dibagi dalam kecepatan setiap aktivitas yang terjadi di dalamnya Pembagian tersebut dikelompokkan berdasarkan waktu t dan seberapa jauh aktivitas itu dilakukan r Titik stop adalah jawaban dari sistem kerja kecepatan terjadi di site Hal ini menandai bagian bagian ruang dimana aktivitas harus dipercepat atau dibekukan Pada titik stop pergerakan melambat hingga berhenti membentuk sebuah interioritas sendiri Eksplorasi fleksibilitas ruang yang dituangkan dalam bentuk nyata berupa permukaan interaktif Adanya reaksi mutual antara tubuh dan ruang melalui permukaan interaktif menjadi interioritas baru yang akan terjadi di masa depan.

This project is about experiment of velocity v and how it works on the site and human's body movement Velocity is a dimention between range time and vector or direction Activities of this transit space group according to time t that body used and how far they went through Stop point is the answer of the experiment It marking the place where velocity have to be freeze At the stop point there are spots where the movement slowing down until it stop Playing with the flexibility of space and interactive surface is the answer of how body can be move fast or slow The space and body have real time mutual reaction that will be the new interiority of the space in the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradika Ayu Pratiwi
"Ruang transit menjadi salah satu tempat beraktivitas yang sering digunakan oleh kaum perempuan. Di dalamnya terdapat peluang yang mempertemukan perempuan dengan orang-orang asing, bukan pada interaksi antar individunya tetapi hanya sebatas pada tujuan akhir mereka. Berkaca pada hal tersebut, ruang transit seharusnya dapat memberikan rasa aman bagi penggunanya. Namun yang terjadi, sistem yang ada pada ruang transit tidak selalu menjamin keselamatan dan keamanan dari aktivitas para perempuan. Akibatnya, potensi kerapuhan yang ada pada perempuan dapat berkembang menjadi rasa takut. Skripsi ini bertujuan untuk mencari tahu pemicu rasa takut dan strategi yang digunakan untuk menciptakan rasa aman pada perempuan dalam beraktivitas di ruang transit. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan penelitian dengan metode analisis kasus melalui pendekatan kualitatif. Hasil yang didapat ternyata menunjukkan jika rasa takut muncul akibat ketidakteraturan yang dimulai oleh pelanggaran terhadap aturan yang dibuat dalam sistem, sehingga menyebabkan citra lingkungan menjadi tidak baik. Selain itu, ditemukan pula bahwa kontrol teritorial melalui pendefinisian inside akan rasa aman, menjadi salah satu cara yang sering ditempuh sebagai langkah preventif yang digunakan perempuan dalam melindungi dirinya di ruang transit. Mereka mencoba melindungi diri dengan membuat critical distance yang tidak dapat dimasuki oleh orang lain.

Transit area becomes a place, which is frequently used by women. It poses an opportunity for women to be with strangers not on their interaction but only on their final destination. Reflecting on that statement, the transit area should be able to provide security for its users. Instead, system in transit area is not always guarantee the safety and security of women?s activity. The case can develop vulnerability of women into a fear. The aim of this sciencetific writing is to find out the cause of fear and strategies that used to create women's sense of security on their activity in transit area. For achieving it, this scientific writing used method of case analysis through qualitative approaches. The result showed that the fear appears due to the disorder, which is started by violation of the rules then causes a bad image of the environment. Moreover, it also found that territorial control trough defining inside for security, becomes a preventive strategy that used by women to protect themselves in transit area. They try to protect themselves by making critical distance which can not entered by others.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrawati Hasanah
"Hiruk pikuk kehidupan ibukota menuntut perpindahan terjadi dengan cepat. Hal ini menjadikan ruang transisi sebagai ruang yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk ruang transit sebagai ruang yang mewadahi transisi manusia dari titik A ke titik B. Fungsi dan interioritas ruang transit merupakan konsep yang bertolak belakang. Desakan kesibukan membuat fungsi dikedepankan dibanding interioritas ruang transit. Interioritas yang tidak tersampaikan memicu perilaku seenaknya dari user seperti perilaku user pada lost space yang berakibat pada pengabaian ruang dan berakhir dengan rusaknya ruang tersebut sehingga ruang tersebut bahkan tidak mampu untuk memenuhi fungsinya. Tugas akhir ini berisi tentang usaha menggapai interioritas ruang transit untuk mencegah kecenderungan ruang transit menjadi lost space dengan memanfaatkan mekanisme pertahanan spasial.

Rush in city life demands people to move efficiently from point A to point B which makes transitional space as an unavoidable space in daily life. Function and interiority of transitional space are concepts which work in dualism, but the force of rush makes the function to be more prioritized than the interiority. Interiority which is not conveyed properly drives unintended user behaviour such as act in lost space. The act makes desertion of space which ends up with space selfdestruction. It even makes the space incapable to fulfill its function.This final project contains an effort to prevent the tendency of lost space and reach the proper interiority of transitional space by applying spatial defense mechanism."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Syifa Tazkia
"Penulisan ini bertujuan untuk memahami proses adaptasi ruang yang dilakukan pada sebuah hunian dengan mengamati jejak fisik yang ditinggalkan. Skripsi ini diawali dengan kajian literatur mengenai adaptasi ruang dan juga jejak sebagai komunikasi non-verbal. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni melalui penelusuran jejak fisik dan wawancara. Dalam upaya memahami proses adaptasi ruang pada hunian, dilakukan pendekatan terhadap konsep adaptive traces yang menjadi manifestasi kegiatan manusia di dalam ruang. Strategi adaptasi ruang yang dapat dilakukan oleh pengguna dibagi menjadi tiga jenis, yaitu adaptasi by reaction, by adjustment dan juga by withdrawal. Dalam proses ini, baik pengguna dan ruang memiliki perannya masing – masing. Pengguna dapat melakukan tiga tindakan yang disederhanakan kedalam tiga golongan: Penambahan; Eliminasi; dan Perpindahan. Di sisi lain, ruang dipisahkan menjadi 6 lapisan yang dapat berubah pada rentang waktu tertentu. Pada penulisan ini, lapisan yang dibahas adalah Stuff dimana perubahan dapat dilakukan sehari – hari. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa dalam sebuah satu pengaturan fisik ruang, dapat terjadi beberapa jenis adaptasi. Faktor yang mendorong adanya proses adaptasi pun beragam, mulai dari kebiasaan penghuni, kebutuhan akan privasi, hingga faktor medis

This essay aims to comprehend the spatial adaptation process by observing physical traces left behind. This study begins with a literature review on spatial adaptation and physical traces as nonverbal communication. The data was collected using two methods: observing physical traces and interviews. An approach is taken to the notion of adaptive traces, which are the product of human adaptation in a physical setting, to understand the adaptation process. There are three types of spatial adaptation strategies: adaptation by reaction; adaptation by adjustment; and adaptation by withdrawal. In the process of spatial adaptation, both users and space have their own role. Inhabitants can do three basic acts when adapting: addition; elimination; and displacement. Space, on the other hand, is divided into six layers that may change throughout time. The layer discussed in this essay is ‘Stuff’ in which changes may be made on a daily basis. Based on the discussion, it has been discovered that various forms of adaptation can occur in a single physical setting. The variables that drive the adaptation process differ as well, ranging from inhabitants' routines to the desire for privacy to medical considerations.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firlan
"Penelitian ini menguraikan proses Evaluasi Perencanaan IMC pada Proyek Kontroversial dimana terjadinya polemik di masyarakat terhadap Proyek Kereta Cepat yang baru akan beroperasi pada 2019 sebagai sarana transportasi massal modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyusunan perencanaan dan implementasi IMC pada konsep public relation dan interactive marketing di proyek kontroversial Kereta Cepat serta program IMC yang mana yang tepat dan efisien untuk dijalankan pada proyek tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang meneliti kasus pada perusahaan Joint Venture PT KCIC antara Konsorsium BUMN dan Konsorsium Cina yang menjalankan semua bentuk program komunikasi pemasaran terpadu dari Proyek Kereta Cepat. Hasil penelitian menguraikan program IMC dimulai dari perencanaan sasaran sampai dengan implementasi mendukung tercapainya perubahan sikap positif pada target market.

This study describes Evaluation Planning of IMC for the Controversial Project in the community where the polemic against the High Speed Railway Project that will operate optimally in 2019 as a modern mass transportation. This study aims to determine how the preparation of the planning and implementation of IMC on the concept of public relations and interactive marketing in the controversial project of HSR and IMC which are appropriate and efficient to run the project.
This study uses descriptive qualitative method that examines case in Joint Venture Consortium between Chinese Consortium and SOEs consortium PT KCIC that runs all forms of integrated marketing communications program of HSR Project. The research result describes IMC from the planning stage to the implementation of targets that support the achievement of a positive change in attitude on the target market.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T47374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriansyah Harry Adnan Tanassal
"[ABSTRAK
Murmuration merupakan suatu fenomena alam yang dilakukan oleh
sekelompok burung dengan menggunakan ruang vertikal sebagai lingkungan
aktivitanya. Sebuah order terbentuk di dalam murmuration memiliki suatu sistem
yang membuat burung-burung yang membentuk crowd chaos di dalamnya dapat
terbang secara berkelompok tanpa menabrak satu sama lain. Dalam tugas akhir ini,
akan dijabarkan implementasi murmuration untuk membuat ruang vertikal yang
dapat mengalihkan crowd chaos yang dibentuk oleh manusia di dalam suatu ruang yang dalam kasus ini adalah ruang transit.

ABSTRACT
Murmuration is a natural phenomenon that created by flocks of
starlings with using vertical space as its activity surroundings. An order that created
inside the murmuration is having a system that making the starlings that create
crowd chaos, can fly without bumping each other. This final project will describing
implementation of murmuration to crate a vertical space that can divert crowd chaos that crated by human inside a space, which in this case is a transit space., Murmuration is a natural phenomenon that created by flocks of
starlings with using vertical space as its activity surroundings. An order that created
inside the murmuration is having a system that making the starlings that create
crowd chaos, can fly without bumping each other. This final project will describing
implementation of murmuration to crate a vertical space that can divert crowd chaos that crated by human inside a space, which in this case is a transit space.]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Los Angeles : Sage, 2011
304.2 KEY
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Januandaresta
"Pertunjukan tari membangun ruang interaksi langsung antara penari dan penonton yang melibatkan reaksi kinestetik. Reaksi kinestetik merupakan reaksi tubuh yang dialami oleh penari maupun penonton ketika berada di ruang tari, tidak hanya membentuk pengalaman estetis tetapi juga menghubungkan tubuh dengan makna yang memicu pengalaman subjektif masing-masing. Penari mengekspresikan makna melalui gerakan tari, sementara penonton memaknai berdasarkan perspektif mereka, sehingga terjalin interaksi langsung yang membentuk pengalaman intersubjektif. Penelitian ini menggunakan teori fenomenologi Maxine Sheets-Johnstone sebagai teori utama untuk mengungkapkan bagaimana tubuh penari menjadi media komunikasi yang menyampaikan makna melalui gerakan, sementara penonton meresepsi pengalaman tersebut secara pra-reflektif. Lalu didukung oleh beberapa teori lain, seperti teori kinesemiotik dari Ariana Maiorani, kebebasan berekspresi dari Martha Graham, dan Problem Ephemeral dari Peggy Phelan, penulisan ini menggunakan teori-teori tersebut untuk saling melengkapi dan memahami bagaimana relasi pengalaman intersubjektif antara penari dan penonton dapat terbentuk. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data literatur dan refleksi penulis berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kinestetik dalam ruang tari bersifat unik, ephemeral, dan tidak dapat didokumentasi, yang mengisyaratkan bahwa kehadiran langsung menjadi penting karena mempengaruhi kualitas pertunjukan tari dan membangun pengalaman intersubjektif.

Dance performances build a space for direct interaction between dancers and audiences that involves kinesthetic reactions. Kinesthetic reactions are bodily reactions experienced by dancers and audiences when in the dance space, not only forming aesthetic experiences but also connecting the body with meanings that trigger their respective subjective experiences. Dancers express meaning through dance movements, while the audience interprets meaning based on their perspective so that there is direct interaction that forms an intersubjective experience. This research uses Maxine Sheets-Johnstone's phenomenological theory as the main theory to reveal how the dancer's body becomes a communication medium that conveys meaning through movement, while the audience perceives the experience pre-reflectively. Then supported by several other theories, such as Ariana Maiorani's kinesemiotic theory, Martha Graham's freedom of expression, and Peggy Phelan's Ephemeral Problem, this writing uses these theories to complement each other and understand how intersubjective experience relations between dancers and audiences can be formed. The research methods used include literature data collection and the author's reflection based on personal experience as a dancer. The results of this study show that kinesthetic reactions in dance spaces are unique, ephemeral, and cannot be documented, which implies that direct presence is important because it affects the quality of dance performances and builds intersubjective experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Januandaresta
"Pertunjukan tari membangun ruang interaksi langsung antara penari dan penonton yang melibatkan reaksi kinestetik. Reaksi kinestetik merupakan reaksi tubuh yang dialami oleh penari maupun penonton ketika berada di ruang tari, tidak hanya membentuk pengalaman estetis tetapi juga menghubungkan tubuh dengan makna yang memicu pengalaman subjektif masing-masing. Penari mengekspresikan makna melalui gerakan tari, sementara penonton memaknai berdasarkan perspektif mereka, sehingga terjalin interaksi langsung yang membentuk pengalaman intersubjektif. Penelitian ini menggunakan teori fenomenologi Maxine Sheets-Johnstone sebagai teori utama untuk mengungkapkan bagaimana tubuh penari menjadi media komunikasi yang menyampaikan makna melalui gerakan, sementara penonton meresepsi pengalaman tersebut secara pra-reflektif. Lalu didukung oleh beberapa teori lain, seperti teori kinesemiotik dari Ariana Maiorani, kebebasan berekspresi dari Martha Graham, dan Problem Ephemeral dari Peggy Phelan, penulisan ini menggunakan teori-teori tersebut untuk saling melengkapi dan memahami bagaimana relasi pengalaman intersubjektif antara penari dan penonton dapat terbentuk. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data literatur dan refleksi penulis berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kinestetik dalam ruang tari bersifat unik, ephemeral, dan tidak dapat didokumentasi, yang mengisyaratkan bahwa kehadiran langsung menjadi penting karena mempengaruhi kualitas pertunjukan tari dan membangun pengalaman intersubjektif.

Dance performances build a space for direct interaction between dancers and audiences that involves kinesthetic reactions. Kinesthetic reactions are bodily reactions experienced by dancers and audiences when in the dance space, not only forming aesthetic experiences but also connecting the body with meanings that trigger their respective subjective experiences. Dancers express meaning through dance movements, while the audience interprets meaning based on their perspective so that there is direct interaction that forms an intersubjective experience. This research uses Maxine Sheets-Johnstone's phenomenological theory as the main theory to reveal how the dancer's body becomes a communication medium that conveys meaning through movement, while the audience perceives the experience pre-reflectively. Then supported by several other theories, such as Ariana Maiorani's kinesemiotic theory, Martha Graham's freedom of expression, and Peggy Phelan's Ephemeral Problem, this writing uses these theories to complement each other and understand how intersubjective experience relations between dancers and audiences can be formed. The research methods used include literature data collection and the author's reflection based on personal experience as a dancer. The results of this study show that kinesthetic reactions in dance spaces are unique, ephemeral, and cannot be documented, which implies that direct presence is important because it affects the quality of dance performances and builds intersubjective experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Rahadiani Maheswari
"ABSTRACT
Ruang transit yang ditujukan untuk mengakomodasi banyak orang seringkali dimaknai hanya sebatas fungsi tanpa memikirkan pengalaman ruang dan dampak psikologis terhadap penghuninya, sehingga individu tidak memiliki relasi/memori tertentu terhadap ruang transit tersebut. Padahal, elemen-elemen pembentuk ruang tersebut saling terkoneksi dan membentuk dialog ruang yang berperan menyukseskan penyampaian pesan ruang kepada individu tidak hanya sebagai perantara namun juga pembentuk atmosfer ruang. Sehingga proses transit menjadi humanis. Ruang transit penting sebagai ruang interaksi yang mengakomodasi beragam aktivitas. Untuk memungkinkan hal ini terjadi, masyarakat sebagai subjek aktivitas ini menjadi sakral untuk diperhatikan. Hal ini tidak lain adalah untuk membangun koneksi antara ruang transit dan pengguna ruang transit dengan menciptakan pengalaman menunggu yang akan melekat pada memori mereka. Di dalam lingkup ruang transit, terdapat elemen-elemen transisi yang berperan sebagai pemisah ruang yang menegaskan batas-batas antara ruang yang dialami oleh pejalan kaki dalam konteks jalan dan kota streetscape, dengan interior ruang transit yang melingkupi segala aktivitas di dalamnya. Namun di sisi lain, elemen-elemen transisi ini juga berperan sebagai penguat relasi antara inside dan outside dari ruang transit itu sendiri. Salah satu dari elemen-elemen tersebut, adalah Threshold. Pada fasilitas transit, threshold menjadi elemen utama yang mendukung fungsinya sebagai ruang transisi dan mengkoreografi pegalaman ruang. Namun demikian, ia juga memiliki potensi sebagai pembentuk relasi dengan ruang di sekitarnya, misalnya antara interior-eksterior dan juga dengan ruang kota. Sehingga, pada hubungannya dengan ruang kota, threshold memiliki peran penting sebagai elemen yang menjalin konektivitas antara fasilitas transit dengan konteks kota di sekitarnya yang dapat pembentuk pengalaman manusia dan memicu hadirnya aktivitas publik yang beragam. Riset ini bertujuan untuk menelaah ruang threshold pada konteks ruang transit, melihat sistem hubungan, potensi serta kemungkinan yang tercipta dari relasi antara ruang transit dan ruang kota. Skripsi ini memberikan interpretasi baru pada threshold sebagai ruang antara yang kerap kali tidak terbahas potensinya dalam wacana ruang publik. Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode kajian literatur, studi preseden dan observasi lapangan.

ABSTRACT
Transit spaces which are intended to accommodate many people, are often interpreted only as functional without considering the experience of space and its psychological impact on the inhabitants, so that individuals do not have a certain relation memory of the transit space. In fact, the spatial elements that are connected to one another and to its environment of the transit space can form a dialogue of space that plays a major role in the successful delivery of message and meaning to individuals. Hence these element serve not only as an intermediary but also in the creation of the atmosphere within. This is when the transit process becomes humane. The importance of the transit space is to accommodates interaction for the community it surrounds, a place that accommodates diverse activities. To allow this to happen, society as the subject of this activity becomes sacred to be noticed. This is done to establish a connection between that transit space and its users by creating a meaningful waiting experience that will be attached to their memory. Within the sphere of transit space, there are transitional elements that act as space dividers that define the boundaries between the space experienced by pedestrians mdash in the context of the road and the city streetscape mdash and with the interior of the transit spaces encompassing all the activities within them. But on the other hand, these transitional elements also act as a reinforcing relation between the inside and outside of the transit space itself. One of these elements, is Threshold. Threshold is a choreographer of spatial experience, as an element that embodies the transition, because it separates and connects boundaries, and regulates space sequences. Threshold can also be interpreted as the in between condition of interior and exterior and has the characteristics of both, so that there can be ambiguity on the quality of space.in the other hands, it also has the potential to create relation to its surrounding. For example, relation between interior exterior and the urban environment. For that reason, threshold has a key role to create connectivity between transit facilities and urban environment and generate individuals spatial experience and activities. This research aims to examine threshold spaces in the context of transit space, to see the relationship of its system, its potential and possibilities created from the relationship between transit space and cityscape. This study provides a new interpretation of the threshold as the space in between which its potential often not discussed in public space discourse. Qualitative research is conducted through literature review, precedent study and field observation. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>