Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178418 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yany Widyastuti
"Latar Belakang: Hormon kortisol dalam cairan krevikular gingiva belum banyak diteliti.
Tujuan: Menganalisis hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal melalui kadar kortisol pada mahasiswa program spesialis FKG UI.
Material dan metode: Pemeriksaan Graduate Dental Environtmental Stress (GDES), indeks periodontal (indeks periodontal modifikasi Russel), dan kadar kortisol dengan ELISA assay terhadap 38 subjek.
Hasil: Tidak terdapat hubungan antara stres akademik dengan kadar kortisol (p=0,431), stres akademik dengan status penyakit periodontal (p=0,727), dan kadar kortisol dengan status penyakit periodontal mahasiswa spesialis FKG UI (p=0,347).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara stres akademik dengan status penyakit periodontal melalui kadar kortisol.

Background: Relationship between stress and periodontitis with cortisol hormone in crevicular gingival fluid have not been studied.
Objective: Analyzed relationship between academical stress spesialist students to periodontal status in relation to level of cortisol hormone in gingival crevicular fluid.
Material and Methods: 38 subjects examined stress by Graduate Dental Environment Stress; periodontal condition by modified Russel periodontal index, levels of hormone cortisol by ELISA.
Result: Relationship between stress and periodontitis (p=0,727), stress and cortisol hormone (p=0,431), cortisol hormone and periodontitis (p=0,347) were not significant.
Conclution: No relationship between stress, periodontitis, and level of cortisol hormone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhia Anindhita Harsas
"Latar Belakang: Stres dapat diimplikasikan sebagai faktor risiko terhadap penyakit periodontal, yang dapat dilihat melalui kadar Interleukin-1β (IL-1 β).
Tujuan: Menganalisa hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal berdasarkan kadar IL-1β pada mahasiswa FKG UI program profesi.
Material dan metode:Pemeriksaan Dental Environtmental Stress (DES), indeks periodontal (indeks modifikasi Russel), dan kadar IL-1β dengan ELISA assay terhadap 38 subjek.
Hasil: Perbedaan bermakna pada hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1βmahasiswa profesi dokter gigiFKG UI.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1β, namun hubungannya dengan stres akademik belum dapat dibuktikan.

Introduction: Stress condition was implicated as one of risk factor to periodontal disease, that can be assesed by Interleukin-1β (IL-1β) level.
Objectives: To analyzethe relationship between academical stress to periodontal status and IL-1β.
Material and methods: 38 subjects were measuredfor perceived stress using The Dental Environment Stress (DES); periodontal condition using modified Russel periodontal index, and level of IL-1β in GCFusing ELISA assay.
Results: A significant differences was only showed in the relationship between IL-1βto periodontal status.
Conclusion: There is a relationship between IL-1β level to periodontal status, but not to academic stress.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Aryani Hokardi
"Mayoritas penelitian menemukan hubungan periodontitis dengan stres, namun hubungannya dengan hormon kortisol pada cairan krevikular gingiva belum diteliti. Tujuan: Mengevaluasi pengaruh stres pada mahasiswa program akademik FKGUI terhadap kondisi periodontal dan kadar kortisol dalam CKG. Pemeriksaan Dental Environtmental Stress, indeks periodontal (OHIS, BOP, PPD, CAL), dan kadar kortisol terhadap 39 subjek, ditemukan perbedaan OHIS (p=0,023), BOP (p=0,000), PPD (p=0,004), dan CAL (p=0,004), namun tidak ada perbedaan kadar kortisol (p=0,456) diantara tingkatan stres. Tidak ada perbedaan kadar kortisol pada OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), dan CAL (p=0,863). Tidak ada perbedaan bermakna antara stres akademik dan kadar kortisol, dengan kondisi periodontal.

Majority of investigations associating chronic periodontitis with stress found positive correlation, but no investigations correlating with cortisol in gingival crevicular fluid. Purpose: To evaluate the relationship between stress experienced by academic students FKGUI, periodontium, and cortisol. Survey using Dental Environtmental Stress (DES), clinical examinations (OHIS, BOP, PPD, and CAL), and cortisol level. 39 subjects show differences in OHIS (p=0.023), BOP (p=0.000), PPD (p=0,004), and CAL (p=0,004) between stress level and no differences in cortisol level (p=0,456). No differences in cortisol level between OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), and CAL (p=0,863). No significant differences between stress, cortisol level and periodontium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Olivia Kuswandani
"Latar Belakang: Stres faktor risiko penyakit periodontal, yang meningkatkan kadar interleukin-1β yang berperan pada kerusakan jaringan periodontal.
Tujuan: analisis hubungan antara stres akademik terhadap kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β dalam cairan krevikular gingiva.
Metode: 38 orang subjek mengisi kuasioner GDES, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium kadar interleukin-1β dengan ELISA.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara tingkatan stres akademik dengan kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β (p<0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar interleukin-1β dengan kondisi jaringan periodontal (p>0,05).
Kesimpulan: Stres faktor risiko penyakit periodontal dengan peningkatan kadar interleukin-1β

Background: Stress is a risk factor for periodontal disease, with increase levels of interleukin-1β that act for periodontal destruction.
Objective: To analyze the relationship between academic stress in dental specialist programme in Dentistry on periodontal tissue conditions and levels of interleukin-1β in gingival fluid krevikular.
Methods: 38 subjects fill the quasioner GDES, periodontal examination and laboratorium examination of interleukin-1β with the ELISA test.
Results: Significant differences between academic stress to periodontal tissue and levels of interleukin-1β (p<0,05); no significant differences between levels of interleukin-1β to periodontal tissues (p>0,05).
Conclusion: Stress is periodontal risk factor with elevated levels of interleukin-1β
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusuma Pertiwi
"Kondisi stres memiliki efek yang buruk terhadap respon imun, sehingga rentan akan infeksi, termasuk penyakit periodontal. Salah satu biomarker yang dapat mengindikasikan penyakit periodontal adalah interleukin-6 (IL-6). Tiga puluh delapan mahasiswa program profesi FKG UI. Subjek diinstruksikan untuk mengusi kuisioner Dental Environment Stress (DES) dan dilakukan pemeriksaan periodontal dan pengambilan sampel cairan krevikular gingiva serta dianalisis untuk mengetahui kadar IL-6 dengan teknik ELISA. Walaupun uji statistik menunjukkan hubungan yang lemah antara tingkatan stres dengan kondisi periodontal dan kadar IL-6, kondisi klinis menunjukkan kecenderungan perburukan kondisi periodontal seiring peningkatan skor stres.

Stress conditions have a bad effect on the immune response, leading to an imbalance between the host and the parasite so susceptible to infections, including periodontal disease. One biomarker that can indicate periodontal disease is interleukin-6 (IL-6). Thirty eight samples were instructed to filled the Dental Environment Stress (DES) questionnaire, periodontal examination and gingival crevicular fluid were collected. Although statistical tests showed a weak relationship between stress levels and the periodontal condition levels of IL-6, showed a trend of worsening clinical condition of periodontal conditions with increases in stress scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Anandytha Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Permenristek Dikti RI No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) mengatur perhitungan satuan kredit semester (sks) sebagai acuan untuk perubahan kurikulum pada angkatan 2017. Revisi kurikulum yang digunakan angkatan 2017 menyebabkan jam tatap muka dan jumlah mata kuliah yang lebih padat dibandingkan angkatan 2016 walaupun memiliki beban sks yang sama. Banyaknya materi yang harus dipelajari, dapat menyebabkan tekanan pada mahasiswa sehingga berdampak kurangnya performa saat belajar dan berujung menjadi stres yang nantinya akan berpengaruh terhadap program studi yang sedang dijalaninya. Tujuan: Mengetahui distribusi stres dan menganalisis perbedaan tingkat stres pada mahasiswa angkatan 2016 dan 2017. Metode: Desain pada penelitian ini adalah potong lintang. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari kuesioner Dental Environment Stress (DES) modifikasi yang berisi 4 domain dengan total 30 pertanyaan. Tingkatan stres didapat dari jumlah skor maksimum tiap domain dibagi menjadi 4 tingkatan stres. Total skor pada domain tempat tinggal sebanyak 16, domain faktor pribadi sebanyak 52, domain lingkungan pendidikan sebanyak 20, domain kegiatan akademik sebanyak 32, dan total skor keseluruhan 120. Pada domain faktor pribadi digunakan uji statistik Pearson Chi-Square dan pada domain tempat tinggal, domain lingkungan pendidikan, domain kegiatan akademik, dan total keseluruhan menggunakan uji statistik Pearson Chi-Square yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Distribusi frekuensi data tingkat stres pada angkatan 2016 dan 2017 didapatkan hasil tertinggi pada kategori sedikit stress dari domain tempat tinggal, faktor pribadi dan lingkungan pendidikan, sedangkan pada domain kegiatan akademik hasil tertinggi pada kategori cukup stres (p-value > 0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat stres pada mahasiswa FKG UI program studi kedokteran gigi angkatan 2016 dengan kurikulum 2012 dan angkatan 2017 dengan kurikulum 2017."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Jesson
"Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint.
Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020.
Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan.
Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan.

Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia.
>Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints.
Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020.
Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment.
Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Dorothy Stephannie Eirene
"Latar Belakang: Pendidikan dokter gigi di Indonesia terbagi menjadi 2 program pendidikan, yaitu program sarjana dan program profesi. Dalam program sarjana, pembelajaran IKGA dilakukan dengan metode pembelajaran problem-based learning dan skills lab. Pada program profesi kompetensi IKGA dicapai dengan melakukan keterampilan klinis dan pendalaman teori, dengan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan program sarjana. Diperlukan kepercayaan diri dalam diri mahasiswa dalam melakukan pekerjaan klinis. Kepercayaan diri dapat dibangun dari berbagai hal, salah satunya adalah kompetensi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara metode pembelajaran Ilmu Kedokteran Gigi Anak pada program sarjana dan kepercayaan diri mahasiswa program profesi FKGUI saat di klinik. Metode: Data diambil secara daring dengan studi cross-sectional pada 95 mahasiswa program profesi FKGUI Angkatan masuk 2016 menggunakan alat ukur kuesioner dengan 22 pertanyaan, mengenai demografi, metode pembelajaran, dan kepercayaan diri mahasiswa. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi spearman menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat hubungan bermakna dan kuat (p = 0,001; r = 0,602) antara metode pembelajaran IKGA pada program sarjana dengan kepercayaan diri mahasiswa program profesi saat di klinik. Ditemukan juga hubungan yang bermakna dan sedang antara masing-masing metode pembelajaran dengan kepercayaan diri mahasiswa program profesi (p = 0,001; r PBL = 0,536; r SL = 0,489). Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara metode pembelajaran IKGA pada program sarjana dengan kepercayaan diri mahasiswa program profesi saat di klinik dan hubungan yang sedang antara masing-masing metode pembelajaran (problem-based learning dan skills lab) dengan kepercayaan diri mahasiswa program profesi saat di klinik.

Background: Dental education in Indonesia is divided into 2 educational programs, it is undergraduate programs and professional programs. In the undergraduate program, pediatric dentistry learning methods are carried out using problem-based learning and skills lab methods. In the professional program, pediatric dentistry competence is achieved by carrying out clinical skills and theoretical activities, with the knowledge and skills obtained from the undergraduate program. Self-confidence is needed in students doing clinical work. Confidence can be built from various things, one of which is competence. Objective: To analyze the correlation between the learning method of Pediatric Dentistry in the undergraduate program and the confidence of students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia professional program in the clinic. Methods: Data was taken online with a cross-sectional study on 95 students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia professional program class of 2016 using a questionnaire with 22 questions, regarding demographics, learning methods, and student self-confidence. Data analysis was performed with the Spearman correlation test using SPSS. Results: There is a significant and strong correlation (p = 0.001; r = 0.602) between the pediatric dentistry learning method in undergraduate programs and the confidence of professional program students while in the clinic. There was also a significant and moderate correlation between each learning method and professional program students' self-confidence (p = 0.001; r PBL = 0.536; r SL = 0.489). Conclusion: In this study, it was found that there was a strong correlation between pediatric dentistry learning methods in the undergraduate program with professional program student confidence in clinics and a moderate correlation between each learning method (problem-based learning and skills lab) and professional program student confidence in clinics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satryansyah Putra Sadikin
"Latar Belakang Dalam menjalankan pendidikan, stres merupakan hal yang seringkali dialami oleh mahasiswa. Stres sendiri dapat berdampak pada performa akademis mahasiswa. Terdapat berbagai penyebebab dari stres, salah satunya adalah penyesuaian diri. Refleksi diri merupakan suatu hal yang dapat dilakukan untuk menyesuaikan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar refleksi diri dengan tingkat stres pada mahasiswa pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan membagikan dua kuesioner yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) dan Medical Student Stressor Questionnaire (MSSQ) kepada 106 responeden. Hasil Berdasarkan hasil penelitian pada 108 responden mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terdapat 51,9% mahasiswa memiliki kemampuan refleksi tinggi, sedangkan 48,1% mahasiswa memiliki kemampuan refleksi rendah. Penelitian ini menunjukkan 54,6% mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia alami stres berat, diikuti 7,41% stres ringan, 26,85% mahasiswa dengan stres sedang dan 11,11% mahasiswa alami stres sangat berat. Pada penelitian tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kemampuan refleksi diri dengan tingkat stres. Kesimpulan Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan refleksi diri dengan tingkat stres pada mahasiswa pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tidak terdapatnya hubungan dapat disebabkan berbedanya mekanisme koping masing-masing individu. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan variabel yang lebih luas.

Introduction In education, stress is frequently experienced by students. Stress itself can impact a student's academic performance. There are various causes of stress, one of which is adaptation. Self-reflection is something that can be done to adapt. The purpose of this study is to ascertain the relationship between self-reflection and the level of stress among pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia. Method This research employed a cross-sectional approach. Data collection was conducted online by distributing two questionnaires, namely the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) and the Medical Student Stressor Questionnaire (MSSQ), to 106 respondents. Results Based on the research results involving 108 respondents of pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia, it was found that 51,9% of students had high levels of self-reflection ability, while 48,1% had low levels of self-reflection ability. The study indicated that 54.6% of students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia experienced severe stress, followed by 7.41% experiencing mild stress, 26.85% with moderate stress, and 11.11% experiencing very severe stress. The research did not find any significant correlation between self-reflection ability and the level of stress. Conclusion There is no significant relationship between self-reflection and stress levels among preclinical students at Faculty of Medicine, University of Indonesia. The absence of a relationship can be caused by differences in the coping mechanisms of each individual. It is recommended that further research consider broader variables."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>