Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180437 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yany Widyastuti
"Latar Belakang: Hormon kortisol dalam cairan krevikular gingiva belum banyak diteliti.
Tujuan: Menganalisis hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal melalui kadar kortisol pada mahasiswa program spesialis FKG UI.
Material dan metode: Pemeriksaan Graduate Dental Environtmental Stress (GDES), indeks periodontal (indeks periodontal modifikasi Russel), dan kadar kortisol dengan ELISA assay terhadap 38 subjek.
Hasil: Tidak terdapat hubungan antara stres akademik dengan kadar kortisol (p=0,431), stres akademik dengan status penyakit periodontal (p=0,727), dan kadar kortisol dengan status penyakit periodontal mahasiswa spesialis FKG UI (p=0,347).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara stres akademik dengan status penyakit periodontal melalui kadar kortisol.

Background: Relationship between stress and periodontitis with cortisol hormone in crevicular gingival fluid have not been studied.
Objective: Analyzed relationship between academical stress spesialist students to periodontal status in relation to level of cortisol hormone in gingival crevicular fluid.
Material and Methods: 38 subjects examined stress by Graduate Dental Environment Stress; periodontal condition by modified Russel periodontal index, levels of hormone cortisol by ELISA.
Result: Relationship between stress and periodontitis (p=0,727), stress and cortisol hormone (p=0,431), cortisol hormone and periodontitis (p=0,347) were not significant.
Conclution: No relationship between stress, periodontitis, and level of cortisol hormone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhia Anindhita Harsas
"Latar Belakang: Stres dapat diimplikasikan sebagai faktor risiko terhadap penyakit periodontal, yang dapat dilihat melalui kadar Interleukin-1β (IL-1 β).
Tujuan: Menganalisa hubungan stres akademik terhadap status penyakit periodontal berdasarkan kadar IL-1β pada mahasiswa FKG UI program profesi.
Material dan metode:Pemeriksaan Dental Environtmental Stress (DES), indeks periodontal (indeks modifikasi Russel), dan kadar IL-1β dengan ELISA assay terhadap 38 subjek.
Hasil: Perbedaan bermakna pada hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1βmahasiswa profesi dokter gigiFKG UI.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status penyakit periodontal dengan kadar IL-1β, namun hubungannya dengan stres akademik belum dapat dibuktikan.

Introduction: Stress condition was implicated as one of risk factor to periodontal disease, that can be assesed by Interleukin-1β (IL-1β) level.
Objectives: To analyzethe relationship between academical stress to periodontal status and IL-1β.
Material and methods: 38 subjects were measuredfor perceived stress using The Dental Environment Stress (DES); periodontal condition using modified Russel periodontal index, and level of IL-1β in GCFusing ELISA assay.
Results: A significant differences was only showed in the relationship between IL-1βto periodontal status.
Conclusion: There is a relationship between IL-1β level to periodontal status, but not to academic stress.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Aryani Hokardi
"Mayoritas penelitian menemukan hubungan periodontitis dengan stres, namun hubungannya dengan hormon kortisol pada cairan krevikular gingiva belum diteliti. Tujuan: Mengevaluasi pengaruh stres pada mahasiswa program akademik FKGUI terhadap kondisi periodontal dan kadar kortisol dalam CKG. Pemeriksaan Dental Environtmental Stress, indeks periodontal (OHIS, BOP, PPD, CAL), dan kadar kortisol terhadap 39 subjek, ditemukan perbedaan OHIS (p=0,023), BOP (p=0,000), PPD (p=0,004), dan CAL (p=0,004), namun tidak ada perbedaan kadar kortisol (p=0,456) diantara tingkatan stres. Tidak ada perbedaan kadar kortisol pada OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), dan CAL (p=0,863). Tidak ada perbedaan bermakna antara stres akademik dan kadar kortisol, dengan kondisi periodontal.

Majority of investigations associating chronic periodontitis with stress found positive correlation, but no investigations correlating with cortisol in gingival crevicular fluid. Purpose: To evaluate the relationship between stress experienced by academic students FKGUI, periodontium, and cortisol. Survey using Dental Environtmental Stress (DES), clinical examinations (OHIS, BOP, PPD, and CAL), and cortisol level. 39 subjects show differences in OHIS (p=0.023), BOP (p=0.000), PPD (p=0,004), and CAL (p=0,004) between stress level and no differences in cortisol level (p=0,456). No differences in cortisol level between OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), and CAL (p=0,863). No significant differences between stress, cortisol level and periodontium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Olivia Kuswandani
"Latar Belakang: Stres faktor risiko penyakit periodontal, yang meningkatkan kadar interleukin-1β yang berperan pada kerusakan jaringan periodontal.
Tujuan: analisis hubungan antara stres akademik terhadap kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β dalam cairan krevikular gingiva.
Metode: 38 orang subjek mengisi kuasioner GDES, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium kadar interleukin-1β dengan ELISA.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara tingkatan stres akademik dengan kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β (p<0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar interleukin-1β dengan kondisi jaringan periodontal (p>0,05).
Kesimpulan: Stres faktor risiko penyakit periodontal dengan peningkatan kadar interleukin-1β

Background: Stress is a risk factor for periodontal disease, with increase levels of interleukin-1β that act for periodontal destruction.
Objective: To analyze the relationship between academic stress in dental specialist programme in Dentistry on periodontal tissue conditions and levels of interleukin-1β in gingival fluid krevikular.
Methods: 38 subjects fill the quasioner GDES, periodontal examination and laboratorium examination of interleukin-1β with the ELISA test.
Results: Significant differences between academic stress to periodontal tissue and levels of interleukin-1β (p<0,05); no significant differences between levels of interleukin-1β to periodontal tissues (p>0,05).
Conclusion: Stress is periodontal risk factor with elevated levels of interleukin-1β
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusuma Pertiwi
"Kondisi stres memiliki efek yang buruk terhadap respon imun, sehingga rentan akan infeksi, termasuk penyakit periodontal. Salah satu biomarker yang dapat mengindikasikan penyakit periodontal adalah interleukin-6 (IL-6). Tiga puluh delapan mahasiswa program profesi FKG UI. Subjek diinstruksikan untuk mengusi kuisioner Dental Environment Stress (DES) dan dilakukan pemeriksaan periodontal dan pengambilan sampel cairan krevikular gingiva serta dianalisis untuk mengetahui kadar IL-6 dengan teknik ELISA. Walaupun uji statistik menunjukkan hubungan yang lemah antara tingkatan stres dengan kondisi periodontal dan kadar IL-6, kondisi klinis menunjukkan kecenderungan perburukan kondisi periodontal seiring peningkatan skor stres.

Stress conditions have a bad effect on the immune response, leading to an imbalance between the host and the parasite so susceptible to infections, including periodontal disease. One biomarker that can indicate periodontal disease is interleukin-6 (IL-6). Thirty eight samples were instructed to filled the Dental Environment Stress (DES) questionnaire, periodontal examination and gingival crevicular fluid were collected. Although statistical tests showed a weak relationship between stress levels and the periodontal condition levels of IL-6, showed a trend of worsening clinical condition of periodontal conditions with increases in stress scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T33002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Anandytha Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Permenristek Dikti RI No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) mengatur perhitungan satuan kredit semester (sks) sebagai acuan untuk perubahan kurikulum pada angkatan 2017. Revisi kurikulum yang digunakan angkatan 2017 menyebabkan jam tatap muka dan jumlah mata kuliah yang lebih padat dibandingkan angkatan 2016 walaupun memiliki beban sks yang sama. Banyaknya materi yang harus dipelajari, dapat menyebabkan tekanan pada mahasiswa sehingga berdampak kurangnya performa saat belajar dan berujung menjadi stres yang nantinya akan berpengaruh terhadap program studi yang sedang dijalaninya. Tujuan: Mengetahui distribusi stres dan menganalisis perbedaan tingkat stres pada mahasiswa angkatan 2016 dan 2017. Metode: Desain pada penelitian ini adalah potong lintang. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari kuesioner Dental Environment Stress (DES) modifikasi yang berisi 4 domain dengan total 30 pertanyaan. Tingkatan stres didapat dari jumlah skor maksimum tiap domain dibagi menjadi 4 tingkatan stres. Total skor pada domain tempat tinggal sebanyak 16, domain faktor pribadi sebanyak 52, domain lingkungan pendidikan sebanyak 20, domain kegiatan akademik sebanyak 32, dan total skor keseluruhan 120. Pada domain faktor pribadi digunakan uji statistik Pearson Chi-Square dan pada domain tempat tinggal, domain lingkungan pendidikan, domain kegiatan akademik, dan total keseluruhan menggunakan uji statistik Pearson Chi-Square yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Distribusi frekuensi data tingkat stres pada angkatan 2016 dan 2017 didapatkan hasil tertinggi pada kategori sedikit stress dari domain tempat tinggal, faktor pribadi dan lingkungan pendidikan, sedangkan pada domain kegiatan akademik hasil tertinggi pada kategori cukup stres (p-value > 0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat stres pada mahasiswa FKG UI program studi kedokteran gigi angkatan 2016 dengan kurikulum 2012 dan angkatan 2017 dengan kurikulum 2017."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nurhaliza Putri Suci Indasari
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran gigi di Universitas Indonesia seringkali menghadapi stres tinggi akibat beban akademik yang berat, baik di jenjang sarjana maupun profesi. Stres yang berlebihan dapat memengaruhi fungsi fisiologis, termasuk perubahan karakteristik saliva seperti volume, laju alir, pH, dan viskositas. Saliva berperan sebagai biomarker non-invasif untuk mengukur stres melalui perubahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sistem saraf simpatik. tetapi penelitian mengenai hubungan tingkat stres dengan perubahan karakteristik saliva pada mahasiswa kedokteran gigi masih terbatas, terutama dalam membandingkan jenjang sarjana dan profesi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi FKG UI. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 43 mahasiswa jenjang sarjana dan profesi yang dilibatkan sebagai subjek penelitian. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner DASS-21 dan sampel saliva diambil melalui dua kondisi, yaitu tanpa stimulasi dan terstimulasi. Karakterisitik saliva yang diuji adalah volume, laju alir, pH, dan viskositas. Analisis data yang digunakan dalam menguji perbedaan rata rata yaitu Uji Independent T-Test dan Uji Mann Whitney U, sedangkan pada Uji Korelasi menggunakan Uji Korelasi Pearson dan Spearmen. Hasil: Berdasarkan analisis menggunakan kuesioner DASS-21,secara deskriptif tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat stres antara mahasiswa sarjana dan profesi. Pada analisis perbedaan rata rata, terdapat perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, dan viskositas saliva tidak terstimulasi, sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi pada mahasiswa jenjang sarjana dan profesi. Pada Uji Korelasi mahasiswa jenjang sarjana tidak memiliki hubungan yang signifikan antara volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva terstimulasi, serta pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi, akan tetapi pada volume dan laju alir saliva tidak terstimulasi memiliki hubungan yang signifikan. Pada jenjang profesi, tidak memilik hubungan yang signifikan pada volume, laju alir, pH, dan viskositas saliva tidak terstimulasi maupun terstimulasi. Kesimpulan: Mahasiswa pada jenjang profesi cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada jenjang sarjana. Selain itu, tidak ditemukan hubungan antara tingkat stres dan karakteristik saliva pada mahasiswa jenjang sarjana maupun profesi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Background: Dental students at the University of Indonesia often face high stress due to a heavy academic load, both at the preclinical and clinical students. Excessive stress can affect physiological functions, including changes in salivary characteristics such as volume, flow rate, pH and viscosity. Saliva acts as a non-invasive biomarker to measure stress through changes influenced by sympathetic nervous system activity. However, research on the relationship between stress levels and changes in salivary characteristics in dental students is still limited, especially in comparing preclinical and clinical students. Objective: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in pre-clinic students and clinic student of FKG UI. Methods: To determine the relationship of stress level to salivary characteristics in preclinical and clinical students of FKG UI. Methods: This study used a cross-sectional design. A total of 43 preclinical and clinical students were involved as research subjects. Stress levels were measured using the DASS-21 questionnaire and saliva samples were taken through two conditions, namely without stimulation and stimulation. Salivary characteristics tested were volume, flow rate, pH, and viscosity. Data analysis used in testing the average difference is the Independent T-Test and Mann Whitney U Test, while in the Correlation Test using the Pearson and Spearmen Correlation Test. Results: Based on analysis using the DASS-21 questionnaire, descriptively there was no significant difference in stress levels between preclinical and clinical students. In the mean difference analysis, there were significant differences in the volume, flow rate, and viscosity of unstimulated saliva, while there were no significant differences in the volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva in preclinical and clinical students. In the Correlation Test, preclinical students did not have a significant relationship between volume, flow rate, pH, and viscosity of stimulated saliva, and pH and viscosity of unstimulated saliva, but the volume and flow rate of unstimulated saliva had a significant relationship. At the clinical student, there was no significant relationship in volume, flow rate, pH, and viscosity of unstimulated and stimulated saliva. Conclusion: there is no relationship between stress level and salivary characteristics in preclinical and professional students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>