Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41310 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sylva Asihtrisna Asmarawati Irnadiastputri
"[ABSTRAK
Perkembangan manusia menyebabkan krisis lingkungan dan memunculkan pemikiran pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mengatasinya. Kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Kota hijau diwujudkan melalui pemenuhan 8 atribut, terdiri atas green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, dan green energy. Salah satu atribut yang secara nyata dapat diukur dan telah menjadi masalah adalah green open space (ruang terbuka hijau). Isu kebutuhan akan ruang terbuka, terutama ruang terbuka hijau, muncul sebagai akibat perubahan lingkungan fisik yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Kota Depok sebagai kotamadya yang baru berusia 14 (empat belas) tahun, secara administratif berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok merupakan wilayah hunian tujuan masyarakat Jabodetabek dan wilayah dengan fasilitas pendidikan yang dituju oleh seluruh Indonesia. Kota Depok telah berkomitmen untuk berupaya mewujudkan kota hijau melalui penandatanganan Piagam Kota Hijau tanggal 8 November 2012. Kemampuan kota Depok mewujudkan kota hijau dapat dilihat berdasarkan daya dukung dan daya tampung, potensi sosial dan budaya serta penegakan hukum di kota tersebut.

ABSTRACT
Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city., Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Arifiani
"Ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen penting yang harus ada di setiap wilayah perkotaan. Manfaat yang didapat dari adanya RTH adalah sebagai paru-paru kota yang berfungsi untuk area resapan air, menjaga keseimbangan tanah, dan menjadi sirkulasi udara. Pemerintah Kota Depok sebagai salah satu wilayah yang dinilai masih kurang dalam penyediaan RTH, membuat strategi kebijakan dengan membangun Alun-alun kota dan taman pada setiap kelurahan. Namun, dalam implementasinya pembangunan Alun-alun tidak sesuai dengan konsep RTH karena lebih banyak lahan terbangun untuk sejumlah fasilitas dibandingkan dengan proporsi area terbuka hijau. Dengan begitu, perlu adanya pengukuran efektivitas pada implementasi kebijakan RTH di Kota Depok terutama pada pengembangan Alun-alun. Penelitian ini menggunakan metode post positivist, data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi yang kemudian diolah menjadi narasi yang deskriptif. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikator yang masih kurang efektif, di mana tingkat kepentingan kelompok sasaran dan pemanfaatan tata ruang menjadi permasalahan dalam implementasi kebijakan ruang terbuka hijau di Alun-alun kota. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan indikator tersebut tidak efektif di antaranya kurang partisipasi masyarakat, kurang sumber daya, dan adanya konflik kepentingan antar pelaksana. Oleh karena itu, pengembangan Alun-alun sebagai instrumen kebijakan ruang terbuka hijau dapat dikatakan masih kurang efektif sehingga perlu adanya penambahan ruang atau Alun-alun untuk memenuhi kebutuhan RTH di Kota Depok.

Green open space is one of the essential elements that must exist in every urban area. The benefits derived from the existence of green open space are as the lungs of the city which function as water catchment area, maintain soil balance, and become air circulation. The City Government of Depok, as one of the areas considered to need improvement in the provision of green open space, has made a policy strategy by building city squares and parks in each village. However, in practice, the development of the Alun-Alun is different from the space concept because there is more built-up land for several facilities compared to the proportion of green open areas. Thus, this research aims to analyze the effectiveness of the development of the town square as an instrument of green open space policy in the city of Depok. The research uses a post-positivist method where data is collected through interviews and observations, which are then processed into descriptive narratives. The results show that some indicators still need to be improved, where the level of interest of the target group and spatial use is a problem in implementing green open space policies in town squares. Several factors cause these indicators to be ineffective, including lack of community participation, lack of resources, and conflict of interest between executors. Therefore, the development of the Alun-Alun as an instrument of green open space policy is still ineffective, so there is a need for additional space or Alun-Alun to meet the needs of green open space in Depok City."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Abdurrohim
"Ruang Terbuka Hijau RTH adalah bagian dari ruang terbuka dalam suatu kota yang didominasi oleh tetumbuhan yang memiliki manfaat ekologis. Kota Depok sebagai kawasan perkotaan dan juga kota penyangga Ibukota DKI Jakarta mengalami alih fungsi lahan karena pembangunan yang menyebabkan berkurangnya tutupan vegetasi menjadi wilayah terbangun, RTH Eksisting tercatat dalam Perda No.1/2015 seluas 3.271,26 ha 16,33 dari luas wilayah Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan RTH pada pola ruang Kota Depok dan Wilayah Potensial RTH untuk pemenuhan target 30 pada tahun 2032 melalui Analisis Overlay Variabel Penggunaan Tanah, Nilai Tanah, dan Ketersediaan RTH Menurut Jumlah Penduduk per kelurahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 39 kelurahan yang masih belum tersedia luasan RTH menurut jumlah penduduk. Wilayah sangat potensial dan cukup potensial pengembangan RTH di Kota Depok seluas 397,40 ha dan 1.312,87 ha 8,54 luas kota Depok dominan di Kawasan permukiman kepadatan sedang 662,11 ha , Kawasan konservasi 448.63 ha dan Kawasan permukiman kepadatan rendah 423,85 ha yang cenderung berada di Kecamatan Tapos, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Bojongsari, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Limo, Kecamatan Pancoran Mas, dan Kecamatan Beji.

Green Open Space GOS is part of open space that dominated by vegetation with ecological function. Depok City as urban area and city buffer of DKI Jakarta and having development that causing the reduction of vegetation to developed region that in the year of 2015 has GOS covering an area of 3.271,26 ha 16,33 . This study aims to determine the availability of green space in Depok city and Potential of GOS for the fulfillment of target 30 in 2032 with Overlay analysis of Land Use Variable, Land Value Variable, and Availability of GOS.
The results showed that there are 39 urban villages are still not available by the amount of GOS according to the population needs which has a tendency in the Central Business District, Industrial and medium or high density residential areas. Very Potential and potential region of GOS development covering 397,40 ha and 1,312.87 ha 8.54 of Depok area are dominant in medium density settlements 662.11 ha, conservation areas 448.63 ha and Low density settlement areas 423,85 ha tend to be in subdistrict of Tapos, subdistrict of Cimanggis, subdistrict of Bojongsari, subdistrict of Sukmajaya and subdistrict of Limo, subdistrict Pancoran Mas and subdistrict Beji.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Arifiani
"Pembangunan Alun-alun Kota Depok merupakan bentuk kontribusi pemerintah dalam penyediaan lingkungan layak huni bagi masyarakat. Namun, masih terdapat permasalahan yang timbul diantaranya adalah kritik mengenai Alun-alun Kota Depok yang belum sesuai dengan konsep ruang terbuka hijau, kurangnya performa kinerja petugas, dan kemacetan area sekitar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas ruang terbuka hijau di Alun-alun Kota Depok. Metode penelitian ini dilakukan dengan mix method yaitu menggabungkan antara teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara melakukan survey kuesioner menggunakan skala likert, observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan puas terhadap fasilitas ruang terbuka hijau di Alun-alun Kota Depok. Namun dalam beberapa hal masyarakat masih merasa kurang puas, seperti pada kinerja petugas yang mendapat nilai cukup dari responden sehingga perlu adanya perbaikan. Saran yang dapat diberikan kepada pengelola Alun-alun yaitu UPTD Tahura adalah agar dapat menambah unsur flora, memperbanyak sumber daya manusia dalam pengelolaan area, memberikan wadah untuk kritik dan saran dari masyarakat, mengatasi kemacetan, dan menambah moda transportasi umum kearah lokasi Alun-alun.

.The construction of Depok City Town Square is a form of govenment contribution in providing a liveable environtment for the community. However, there are still problems that arise, including criticism about Depok City Town Square which is not in accordance with the concept of green open space, performances of officers, and congestion in the surrounding area. Therefore, the purpose of this study was to analyze visitor’s satisfaction on green open space facilities of Depok City Town Square. The method of this research is carried out with a mix method that combines quantitative and qualitative data collection techniques. The instrument that used in this study was by conducting a questionnaire survey with likert scale, observation, interviews, and library research. The result showed that the majority of respondents expressed satisfaction with green open space facilities of Depok City Town Square. However, in some cases the visitor is still felt unsatisfied, such as the performance of officers who received sufficient scores from the respondents, and it needs to be improved. Suggestions that can be given to UPTD Tahura as management of Depok City Town Square, are to be able to add flora elements, increase human resources in management area, provide a forum for criticism and suggestions from community, solve highway congestion, and add public transportation to the Town Square’s location."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhurandhara Hidimbyatmaja Kartika Putra
"[ABSTRAK
Tesis ini mengambil studi kasus kegiatan keagamaan yang dilakukan Majelis Rasulullah di Pancoran, Kebayoran Lama dan Monumen Nasional. Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk data penguat, penelitian ini menemukan jika meskipun Majelis Rasulullah menggunakan ruang publik untuk kegiatannya, namun masyarakat di sekitarnya tidak terganggu karena berimbas positif kepada kegiatan sosial dan ekonomi mereka. Temuan lapangan kemudian dianalisis menggunakan 3 konsep ruang Henry Lefebvre: tindakan keruangan, konsep serta representasi ruang, dan ruang yang dihidupi atau ruang representasi. Tindakan keruangan dilakukan dengan kegiatan keagamaan di ruang publik, dengan adanya simbol-simbol yang ditunjukkan melalui bendera Majelis Rasulullah hingga pakaian muslim di ruang representasi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan konsep akan ruang oleh Majelis Rasulullah berupa Jakarta kota Sayyidina Muhammad SAW.;

ABSTRACT
This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW., This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Gina Fawziyah
"Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, terutama karena masifnya pembangunan di perkotaan. Ruang Terbuka Hijau dapat memberikan manfaat untuk manusia melalui pepohonan yang ditanam di RTH tersebut. Pohon dengan karakteristik yang sesuai dapat menyediakan fungsi ekologis yang lebih optimal. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi jenis pohon yang terdapat di tiga jenis RTH di Kecamatan Beji (tepi jalan, taman, dan pemukiman warga), membandingkan keanekaragaman jenis pohon yang terdapat di masing-masing RTH, serta menganalisis pohon sebagai penyedia fungsi ekologis berdasarkan karakter morfologisnya. Parameter lingkungan berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan pH di tiga jenis RTH diukur. Pepohonan di tiga jenis RTH tersebut diamati dan dicatat karakter morfologisnya. Selanjutnya dilakukan analisis keanekaragaman dengan Indeks Shannon-Wiener (H’) dan analisis fungsi ekologis sesuai dengan kriteria lima fungsi ekologis, yaitu modifikasi suhu sebagai penaung, kontrol kelembaban udara, peredam kebisingan, penahan angin, serta penghadir satwa (burung). Ditemukan 235 sampel yang terdiri dari 40 spesies dan 22 famili, dengan spesies yang paling banyak ditemukan di ketiga rute RTH, yaitu Swietenia macrophylla, Tectona grandis, dan Nephelium lappaceum. Diperoleh indeks Shannon-Wiener tertinggi hingga terendah berturut-turut pada rute pemukiman warga dengan nilai 2,72 (keanekaragaman sedang), tepi jalan dengan nilai 2,32 (keanekaragaman sedang), dan taman dengan nilai 1,49 (keanekaragaman rendah). Dilakukan analisis fungsi ekologis pepohonan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Secara keseluruhan, diperoleh rerata nilai Key Performance Index (KPI) lima fungsi ekologis dari yang tertinggi hingga terendah yaitu tepi jalan dengan nilai 64,17%, pemukiman warga dengan nilai 61,16%, dan terakhir taman dengan nilai 59,15%. Seluruh nilai masuk ke dalam kategori Baik. Selain itu, penilaian fungsi ekologis untuk seluruh spesies pohon dilakukan secara representatif dengan spesies pohon yang jumlahnya paling banyak di tiga rute dan dua spesies yang memiliki nilai KPI terendah. Diperoleh hasil rerata nilai KPI 62,23% untuk S. macrophylla, 60,14% untuk T. grandis, 65,52% untuk N. lappaceum sebagai spesies dengan jumlah terbanyak. Selain itu, diperoleh pula nilai rerata KPI 52,22% untuk Syzygium myrtifolium dan 51,11% untuk Stereospermum tetragonum sebagai dua spesies dengan rerata KPI terendah. Seluruh KPI tergolong ke dalam kategori Baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pepohonan di ketiga Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kecamatan Beji, Kota Depok, sebagai penyedia lima fungsi ekologis tergolong Baik serta memiliki karakteristik yang cukup sesuai dengan regulasi dan literatur terkait.

Urban Green Space (RTH) is a public need that must be met, especially due to the massive development in the cities. Urban green space can provide benefits to humans through the trees planted in the RTH. Trees with the appropriate characteristics can provide an optimal ecological function, and the evaluation is yet to be done. This study aimed to recird the tree species found in three types of RTH in Beji District (roadside, park, and residential areas), compare the diversity of each RTH, and analyze the trees as providers of ecological functions based on their morphological characteristics. Environmental parameters such as temperature, humidity, light intensity, and pH in three types of RTH space were measured. The trees in the three types of RTH were observed and their morphological characters were recorded. Furthermore, an analysis of diversity was carried out with the Shannon-Wiener Index (H') and an analysis of ecological functions according to the criteria of five ecological functions, namely temperature modification as a shade tree, humidity control, noise reduction, windbreak, and presence of animals (birds). There were 235 samples consisting of 40 species and 22 families, with the most abundant species found in the three routes are Swietenia macrophylla, Tectona grandis, and Nephelium lappaceum. The H’ index from the highest to the lowest was obtained on residential routes with a value of 2.72 (medium diversity), roadside with 2.32 (medium diversity), and parks with 1.49 (low diversity). Analysis of the ecological function of trees was carried out based on predetermined criteria. Overall, the average value of the Key Performance Index (KPI) for the five ecological functions from the highest to the lowest was obtained, namely roadsides with a value of 64.17%, residential areas with 61.16%, and parks with 59.15%. All scores fall into the Good category. In addition, the assessment of ecological function for all tree species was carried out in a representative manner with the species with the highest number in the three routes and two species with the lowest KPI. The results obtained an average KPI value of 62.23% for S. macrophylla, 60.14% for T. grandis, 65.52% for N. lappaceum as the species with the highest number. In addition, an average KPI value of 52.22% was also obtained for Syzygium myrtifolium and 51.11% for Stereospermum tetragonum as the two species with the lowest average KPI. All KPIs fall into the Good category. These results indicate that the ability of trees in three Urban Green Spaces (RTH) in Beji District, Depok City, to provide five ecological functions is classified as Good and has sufficient characteristics according to regulations and related literature."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzy Habiby Prasetya
"Kota Depok merupakan salah satu kota metropolitan terbesar di Indonesia, dan termasuk kedalam Kawasan Megapolitan Jabodetabek, Ibukota Jakarta beserta dengan semua kota penyangga yang beririsan dengannya. Salah satu konsekuensi yang ditimbulkan sebagai kota metropolitan adalah jumlah penduduk yang besar. Kondisi ini mendorong berbagai macam permasalah lingkungan, salah satunya tingginya emisi karbon yang dihasilkan, hingga banyaknya perubahan tutupan lahan dalam utamanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomis masyarakat. Perubahan tutupan lahan ini seringkali mengabaikan kebutuhan masyarakat terkait interaksi bersama dengan lingkungan dan alam. Salah satu yang menjadi efek besar dari perubahan tutupan lahan perkotaan ini adalah berkurangnya jumlah Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Ruang Terbuka Hijau memiliki peran penting bagi masyarakat, utamanya di wilayah perkotaan. Selain menjadi ruang interaksi antar masyarakat dan alam, Ruang Terbuka Hijau juga memiliki fungsi ekologis, sebagai zona serap gas rumah kaca. Gas Rumah Kaca di perkotaan banyak dihasilkan melalui emisi karbon aktivitas manusia. Emisi karbon menjadi masalah bagi wilayah perkotaan dikarenakan adanya aktivitas manusia dalam jumlah besar. Estimasi biomassa banyak dimanfaatkan salah satunya untuk memperkirakan jumlah serapan karbondioksida vegetasi yang terdapat di suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok, menghitung korelasi beragam indeks vegetasi terhadap karakteristik vegetasi pada ruang terbuka hijau di kota Depok (lebar diameter batang pohon), dan mengestimasi jumlah biomassa simpanan dan daya serap karbon dioksida di Kota Depok. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa total simpanan biomassa yang ada di Kota Depok adalah sebesar 2.524.116,991 Kg, dengan kemampuan daya serap karbondioksida sebesar 3.710.451,976 Kg Gas CO2, dan stok karbon sebesar 1.186.334,986 Kg C.

Depok City is one of the largest metropolitan cities in Indonesia, and is included in the Jabodetabek Megapolitan Area, which is The capital city, Jakarta along with all the supporting cities intersecting with it. One of the consequences being a metropolitan city is a large number of population. This condition creates various kinds of environmental problems, one of which is the high carbon emissions produced, to the many changes in land cover, to meet the economic needs of the public community. Changes in land cover often ignores public community needs regarding interaction with the environment and nature. One of the major effects of changes in urban land cover is the reduced number of green open spaces in urban areas. Green Open Space has an important role for society, especially in urban areas. Besides of being an open space for interaction between people and nature, Green Open Spaces also have an ecological role, as a greenhouse gas absorption zone. Many greenhouse gases in urban areas are produced through carbon emissions from human activities. Carbon emissions are a problem for urban areas due to large amounts of human activity. Estimation of biomass is widely used, one of which is to estimate the amount of carbon dioxide absorbed by vegetation in an area. This study aims to identify the distribution of green open space in Depok City, calculate the correlation of various vegetation indices on vegetation characteristics in green open spaces in Depok city (diameter at breast height), and estimate the amount of biomass stored and carbon dioxide sequestration capacity in Depok city. The results of this study indicate that the total biomass savings in Depok City is 2,524,116.991 Kg, with a carbon dioxide sequestration capacity of 3,710,451.976 Kg of CO2 gas, and a carbon stock of 1,186,334.986 Kg C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Dewi Kurnia
"Kota Depok sebagai Kota Hinterland merupakan wilayah yang sedang tumbuh dan berkembang sejak pemekaran dari Kabupaten Bogor pata tahu 1999. Akibat dari perkembangan dan pertumbuhan yang semakin pesat maka Kota Depok juga mengalami peningkatan guna memenuhi berbagai kebutuhan kota dan penduduknya. Jumlah penduduk Kota Depok yang saat ini dengan jumlah penduduk 1.738.570 juta jiwa per tahun 2010 dan lahan yang seluas 118,50 km², tergolong padat yang cukup padat. Dengan jumlah penduduk dan luas wilayah tersebut maka kondisi RTH sudah mulai jauh dari kata cukup untuk perbandingan kebutuhan RTH dengan jumlah wilayah dan jumlah penduduk. Dalam meningkatkan kualitas hidup Kota Depok perlu peningkatan luas RTH. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kurang tersedianya RTH Publik di Kota Depok.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara terstruktur yang dilakukan pada dinas-dinas yang terkait, faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab kurang tersedianya RTH Publik adalah faktor keterbatasan lahan, faktor lemahnya pengawasan, faktor keterbatasan dana, faktor fokus perencanaan, faktor implementasi perencanaan, faktor peraturan yang menjadi acuan, faktor kinerja kelembagaan.

City of Depok city as a Hinterland region growing and evolving since the expansion of the Bogor Regency pata know 1999. As a result of the development and rapid growth of the city of Depok also increased in order to meet the various needs of the city and its inhabitants. The population of the city of Depok is currently with a population of 1,738,570 million people per year in 2010 and a land area of 118.50 km ², which is relatively dense solid enough. With the population and the area of the green space conditions have started far from enough for comparison with the amount of green space needs of area and population. Improve the quality of life in the city of Depok need vast improvement RTH. Therefore this study aimed to determine the factors that influence the lack of public green space in the city of Depok.
Based on the results of research conducted structured interviews were conducted with the relevant agencies, the factors that were identified as the cause of the lack of public green space is a factor of limited land, weak supervision factors, factors limited funds, focus factor of planning, implementation planning factors, factors regulations to be a reference, institutional performance factor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farizka Al Wahida
"Fenomena urbanisasi mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan di wilayah perkotaan, terutama di wilayah perkembang seperti Kota Tasikmalaya sehingga dapat berdampak pada penyediaan RTH. Pentingnya berbagai fungsi RTH, pemenuhan RTH 30% perlu segera dilakukan, karena tantangan dalam pemenuhan RTH terus meningkat seiring dengan terus berkembangnya kota terutama semakin tingginya biaya pembebasan lahan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terkait dengan kondisi RTH, status kepemilikan RTH, wilayah prioritas dan rencana pengembangan RTH yang dilakukan oleh pemerintah kota sehingga dapat disusun konsep pemenuhan RTH yang sesuai untuk Kota Tasikmalaya. Metode analisis yang digunakan didalam penelitian ini ialah menggunakan analisis spasial, pengamatan lapangan wawancara dengan stake holder dan serta analisis dokumen peraturan daerah. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa total RTH di Kota Tasikmalaya masih relatif tinggi yaitu 12.097 hektar atau 66% dari total wilayah, namun terdapat tren penurunan dari tahun 2014 hingga tahun 2021 yang diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan. Total RTH publik ialah seluas 131,9 hektar atau 0,7% dari total luas wilayah. Di wilayah priortias perlu dilakukan perbaikan komposisi vegetasi. Pemerintah kota telah memiliki rencana yang baik namun belum hasil implementasinya belum maksimal, sehingga perlu melibatkan instansi yang tidak terlibat langsung dalam pemenuhan RTH.

The urbanization accelerates the change of land use in urban areas, especially in developing city such Tasikmalaya, which could impact the provision of Urban Green Space (UGS). Due to its crucial functions, the fulfillment of 30% UGS needs to be done immediately, the challenges in UGS provision are progressing along with the increasing cost of land acquisition. In this study, an analysis was carried out related to the condition of UGS, ownership, priority areas and its development plans carried out by the city government so that a suitable UGS provision concept can be developed. The analytical method used in this research are spatial analysis, field observations, interviews with stake holders and analysis of local regulations documents. The result show that the total UGS in Tasikmalaya is 12,097 hectares or 66% of the total area, but depleting trend from 2014 to 2021 was indentified, mainly due to land conversion. The total UGS owened by goverment is 131.9 hectares or 0.7% of the total area. In priority areas it is necessary to improve the vegetation composition. The city government already has relatively positive UGS provision plan, but the implementation is still not very optimal. It is necessary to involve other goverment official that are not directly involved in UGS provision to increase public awareness and improve provision process for future development."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanthi Wahyu Kusumaningrum
"Pembangunan sarana dan infrastruktur di Kota Malang mengakibatkan terjadinya konversi ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun. Pembangunan ini menimbulkan fenomena urban heat island (UHI). Adanya fenomena UHI menyebabkan suhu udara semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pengembangan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi RTH eksisting di Kota Malang, mengidentifikasi wilayah dengan UHI di Kota Malang dan menentukan wilayah pengembangan RTH di Kota Malang. Identifikasi RTH eksisting berbasis data tutupan lahan dihasilkan melalui digitasi pada aplikasi Google Earth sedangkan identifikasi UHI dihasilkan dari analisis suhu permukaan darat (land surface temperature). Hasil menunjukkan bahwa luas RTH Kota Malang secara keseluruhan sebesar 4.214 hektar terdiri dari RTH privat seluas 3635 hektar (34%) dan RTH publik seluas 579 hektar (5%). Hasil analisis RTH eksisting menunjukkan bahwa RTH privat sudah memenuhi ketentuan yaitu melebihi 10%, sedangkan RTH publik masih perlu penambahan karena masih dibawah ketentuan yaitu 20%. Sementara fenomena UHI di Kota Malang sudah mencakup 59% dari luas Kota Malang yaitu seluas 6421 hektar. Pengembangan RTH publik difokuskan pada kelurahan-kelurahan yang masih memiliki RTH privat cukup luas karena salah satu cara pengembangan RTH yang dapat dilakukan adalah mengonversi lahan RTH privat menjadi RTH publik. Pengembangan RTH publik diprioritaskan pada kelurahan-kelurahan yang memiliki kelas suhu paling tinggi yaitu lebih dari 32°C. Dengan mempertimbangkan kriteria tersebut, terdapat 30 kelurahan yang dapat dilakukan pengembangan RTH dan disusun menjadi tiga kelompok prioritas menjadi prioritas 1 meliputi 4 kelurahan, prioritas 2 meliputi 14 kelurahan dan prioritas 3 meliputi 12 kelurahan

The development of facilities and infrastructure in Malang are trigerring the conversion of green open space (GOS) into built-up land. The development causes the urban heat island phenomenon (UHI). The existence of the UHI phenomenon causes the air temperature to increase. Therefore, to overcome the increase in environmental temperature it is necessary to develop green open space. This study aims to identify existing green open spaces in Malang City, identify areas with UHI in Malang City and determine areas for the developing of green open spaces in Malang City. Identifying existing green open space based on the data from land use analysis obtained from digitizing on Google Earth. Meanwhile, the identification of UHI is generated from analysis of land surface temperature. The result shows that the total area of green open space in Malang City is 4214 hectares, consisting of private green open space covering 3635 hectares (34%) and public green open space covering 579 hectares (5%). The analysis of existing green open space, it shows that private green open space has met the requirements, which is more than 10%, while public green open space is still below the stipulation of 20%. Meanwhile, the UHI phenomenon in Malang City already covers 59% of the area of Malang City. The development of public green open space is focused on villages with relatively large private green open spaces because one way to develop green open spaces that can be done is to convert private green open spaces into public green open spaces. The development of public green open space is focused on villages with a high temperature of more than 32°C. By considering these criteria, 30 urban village can be developed with green open space and arranged into three priority groups to become priority 1 covering 4 villages, priority 2 covering 14 villages and priority 3 covering 12 villages."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>