Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166750 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Permata Indah Novitarini
"Penelitian ini dilakukan untuk menentukan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian eye strain pada dokter radiolog seperti jumlah interpretasi radiologis metode interpretasi radiologis PACS atau foto polos usia kelainan refraksi cara kerja dan desain perangkat kerja terhadap timbulnya eye strain Data dikumpulkan dengan cara anamnesis mengenai identitas umum pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan Snellen chart dan penilaian derajat nyeri di sekitar mata menggunakan visual analoq scale yang dilakukan oleh peneliti dengan sebelumnya berkonsultasi dengan dokter spesialis mata Pemeriksaan ketajaman penglihatan dilakukan oleh peneliti menggunakan kartu Snellen pada jarak 6 meter dengan pencahayaan yang optimal di ruang perpustakaan Departemen Radiologi RSCM Derajat nyeri di sekitar mata dinilai menggunakan visual analoq scale Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum melakukan aktivitas dan 6 jam setelahnya Data dianalisis menggunakan SPSS versi 11 5 untuk analisis univariat menghitung risiko relatif dan analisis multivariat Penelitian ini telah lulus kaji etik oleh Komite Etik FKUI RSCM No 419 H2 F1 Etik 2014 Didapatkan sebanyak 9 68 dari 62 responden mengalami eye strain Rentang usia 27 37 tahun Faktor risiko yang memiliki hubungan yang bermakna dengan eye strain yaitu residen radiologi p 0 034 jumlah interpretasi radiologis lebih dari 50 buah dalam sehari p 0 001 dan lama kerja p 0 167 Faktor risiko yang memiliki hubungan yang paling bermakna dengan eye strain setelah dilakukan analisis multivariat hanya jumlah interpretasi radiologis lebih dari 50 buah dalam sehari Dari analisis hubungan antara beberapa faktor risiko yang disebutkan di atas dengan eye strain disimpulkan bahwa hanya jumlah interpretasi radiologis dalam sehari yang merupakan faktor risiko yang signifikan untuk eye strain Kata kunci dokter radiologi eye strain jumlah interpretasi radiologis.

Eye strain has a big influence in medical services including radiology examination Accuration of radiology interpretation will decrease if radiologist has eye strain To determine risk factors contributing to eye strain among radiologists we examined the influence of the case volume viewing method Picture Archiving and Communication System PACS and hard copy film age refractive abnormalities work habits and workstation design on eye strain Data were collected by work and disesase s history and examination of visual acuity with Snellen eye chart and assessment of the degree of pain in eyes using visual analog scale by researcher who has been trained by ophthalmologist The questionnaire has been informed by researcher before being filled by respondents Vision objective examination was conducted by researcher using the Snellen chart in a distance of 6 meters with optimal lighting in the library room of Radiology Department RSCM The degree of pain around the eyes was assessed using visual analog scale Respondents was asked by researcher about the pain arises around the eyes in a scale of 0 to 10 then the results were plotted on a visual analog scale ruler with the same scale of 0 to 10 The assesments were done before doing the activity and 6 hours after Data was analyzed using SPSS version 11 5 for univariat relative risk and multivariate analysis This study has been approved by Ethical Committe FKUI RSCM no 419 H2 F1 ETIK 2014 The adjusted response rate was 9 68 62 respondents The range of age was 27 37 years old Significant risk factors to eye strain were radiologists p 0 034 had case volume more than 50 pcs in a day p 0 005 and working hours p 0 167 for interpreting radiologic images Significant risk factor to eye strain by using multivariate analysis only case volume more than 50 pcs in a day Eye strain was common among the radiologists in our study population From the analysis of the relationship between some of the risk factors mentioned above with eye strain it was concluded that only the number of case volume in a day was significant risk factor to eey strain Keywords eye strain radiologist case volume."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Cornelius Terty Jani
"Keadaan pencahayaan yang melampaui standar maupun keadaan pencahayaan dibawah standar akan memaksa mata bekerja lebih berat. Keadaan seperti ini bila berlangsung secara terus menerus maka akan menimbulkan kelelahan mata yang apabila dipaksakan dapat menurunkan produktifitas kerja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pencahayaan di ruang kantor PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang dan kesesuaiannya dengan tingkat pencahayaan yang ada dengan KepMenKes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002.
Dari hasil penelitian gambaran intensitas pencahayaan dan keluhan subjektif kelelahan mata pada pekerja di ruang kantor PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa tingkat pencahayaan di ruang kerja PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Jakarta Grup Instalasi Plumpang belum sesuai dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 tentang Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Setiawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran keluhan subjektif kelelahan mata serta hubungannya dengan faktor karakteristik pekerja, durasi kerja, alat kerja, dan tingkat pencahayaan pada pengguna komputer di PT. Surveyor Indonesia tahun 2012. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah 98 pengguna komputer di PT. Surveyor Indonesia.
Pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan pengukuran tingkat pencahayaan lokal di meja kerja. Analisis univariat dilakukan menggunakan nilai proporsi untuk menjelaskan gambaran keluhan subjektif kelelahan mata dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata, sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square (X2) dengan tingkat kemaknaan 5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 82 responden atau 83,7% mengalami keluhan subjektif kelelahan mata. Dari 6 variabel independen yaitu usia, gangguan penglihatan, durasi kerja, tampilan monitor, penggunaan anti-glare, dan tingkat pencahayaan hanya variabel gangguan penglihatan yang berhubungan secara signifikan dengan keluhan subjektif kelelahan mata.

This study was conducted to know the description of the subjective complaints of eyestrain and its relationship with worker‟s characteristics, working duration, working tools, and the lighting levels among computer users at PT. Surveyor Indonesia in 2012. This study was a quantitative study with a cross sectional study design. The sample was 98 computer users at PT. Surveyor Indonesia.
Data was collected by distribute the questionnaires and measure the local lightning on the desk. Univariate analysis performed using the proportion to clarify the prevalence of subjective complaints of eyestrain and factors related to eyestrain, while the bivariate analysis performed by chi-square test (X2) with a significance level of 5%.
Result showed that 82 respondents or 83.7% had subjective complaints of eyestrain. From the six independent variables which are age, visual impairment, working duration, display monitors, the use of anti-glare, and lighting levels, only visual impairment that significantly associated with subjective complaints of eyestrain.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rustiati, Sri
"Ruang lingkup dan metodologi penelitian : Penggunaan komputer sebagai alat bantu aktivitas kerja sudah sangat luas karena kemampuannya yang sangat tinggi, namun komputer juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada operatornya. Masalah gangguan kesehatan yang paling sering dikeluhkan oleh operator komputer adalah gangguan mata, yang meliputi 67% dari semua jenis gangguan kesehatan akibat penggunaan komputer. Diantara beberapa jenis gangguan mata tersebut, kelelahan mata merupakan keluhan yang terutama ditemukan. Bagian perangkat komputer yang paling berpengaruh terhadap kesehatan mata pemakai komputer adalah monitor komputer. Hal tersebut terjadi karena mata operator komputer menatap monitor, yang merupakan objek yang mengeluarkan cahaya berwarna secara terus menerus untuk jangka waktu tertentu. Penelitian ini merupakan suatu studi intervensi untuk mengetahui adanya kelelahan mata dan faktor yang mempengaruhinya. pada operator komputer serta upaya untuk mengatasinya. Intervensi dilakukan dengan pemberian istirahat selama 15 menit tidak menatap layar monitor komputer setelah 1 {satu} jam bekerja, dan penyuluhan tentang cara menggunakan komputer dengan baik. Sampel untuk penelitian ini diambil secara purposive dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi, sebanyak 13 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik, pengukuran amplitude akomodasi, serta penerangan dan kesilauan di tempat kerja.
Hasil penelitian dan kesimpulan : Terdapat kelelahan mata subyektif dan obyektif setelah 2 jam bekerja menggunakan komputer pada semua responden. Umur dan tingkat pendidikan tidak tampak mempengaruhi terjadinya kelelahan mata. Jenis kelamin, lama kerja, tingkat penerangan dan kesilauan tempat kerja turut mempengaruhi terjadinya kelelahan mata. Intervensi pemberian istirahat tampaknya dapat mengurangi terjadinya kelelahan mata dan intervensi pemberian penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang cara kerja yang baik menggunakan komputer.

Scope and Methodology : Computer as human's working assisting device has been widely utilized because of its high capability. However, computer can also cause health problems to the operators. Eye problem is the most common problem found among the computer workers (i.e. 67%) of all health problems caused by computer operation. Eye strain is the most commonly found amongst the eye problems. The part of computer hardware which has the highest effect on eyes health was the computer screen. It happens as the operator's eyes gaze at the object which emits colorful lights. This study intervention objective is to identify the prevalence of eye strain and its affecting factors on computer workers and the remedy efforts through interventions of fifteen minute rest (break) by not watching the computer monitor during one working hour, and improving the behavior of computer use. A number of thirteen computer operators were purposively selected, among the computer workers at PT NK. The study was undertaken through interview, physical examination, amplitude accommodation as the objective measurement of eye strain and working environment factors (i.e. illumination and glare).
Result and conclusion: The study revealed that subjective and objective of eye strain occurred on all subject after two hours working with computer. Sex, working time with computer, the levels of illumination and glare in working place were also contributing factors for the occurrence of eye strain. Age and education were show as non contributing factors for the occurrence of eye strain. Intervention by giving working rest can reduce the recurrence of eye strain. It was also show that education increased the knowledge of the respondent how to use the computer on the right way.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyanti
"Aktivitas administrasi di dalam ruang kantor seperti menulis, membaca, mengetik dan menggunakan komputer merupakan pekerjaan yang dilakukan terus menerus dan membutuhkan tingkat pencahayaan yang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pencahayaan dan keluhan subjektif kelelahan mata pada pekerja di ruang kantor PT. XYZ tahun 2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pencahayaan, usia, lama kerja, kelainan refraksi, perilaku berisiko terhadap kesehatan mata, durasi kerja, kekontrasan, dan tampilan layar monitor. Sedangkan variabel dependen adalah keluhan subjektif kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan kepada 45 orang pekerja dengan desain studi cross sectional.
Hasil pengukuran tingkat pencahayaan menggunakan lux meter diketahui bahwa 80 area kerja tidak memenuhi standar Permenkes No. 48 Tahun 2016, dimana terdapat 82,2 pekerja mengalami keluhan subjektif kelelahan mata. Hasil penelitian ini tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik individu usia, lama kerja, kelainan refraksi, perilaku berisiko terhadap kesehatan mata, faktor pekerjaan durasi kerja, kekontrasan,tampilan layar monitor, dan tingkat pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata.

Administrative activities in office such as writing, reading, typing and using computers are work that are done repetitively and require adequate lighting levels. This study aims to analyze the lighting level and subjective complaints of eye fatigue in workers in the office of PT. XYZ in 2017. The independent variables in this study are the lighting level, age, duration of employment, refractive abnormalities, risky behavior, duration of work, contrast, and monitor screen display. While the dependent variable is subjective complaints of eye fatigue. This research was conducted to 45 workers with cross sectional study design.
From the measurement of ligthing level using lux meter, 80 work area is known to not meet the standard of Permenkes. 48 of 2016, where 82.2 of workers are experiencing eyestrain due to insufficient level of lighting. The results of this study did not show any significant relationship between individual characteristics age, duration of work, refractive abnormalities, risky behavior to eye health, occupational factors duration of work, contrast, monitor screen display and lighting level with subjective complaints of eyestrain on workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Rosalyna
"Astenopia adalah kondisi kelelahan mata yang ditandai oleh kumpulan gejala yang disebabkan usaha berlebihan dari sistem penglihatan untuk memperoleh ketajaman penglihatan optimal. Pekerja konveksi merupakan salah satu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kerapihan dalam melakukan pekerjaan detil sehingga dapat menyebabkan astenopia yang diakibatkan oleh karena konvergensi dan akomodasi yang berlebihan. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kuat pencahayaan dan faktor resiko lain terhadap astenopia pada penjahit perempuan di konveksi PT. X Jakarta.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang yang dilakukan pada 92 responden menggunakan kuesioner dan mengukur nilai Near Point of Accomodation dan Near Point of Convergence responden. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi astenopia setelah bekerja 5 jam sebanyak 75%. Gejala terbanyak yang dikeluhkan penjahit di konveksi X terkait astenopia adalah mata merah, mata berair, mata gatal dan kering. Penelitian ini menemukan tidak adanya hubungan bermakna antara kuat pencahayaan, usia, tingkat pendidikan, unit kerja dan status gizi terhadap astenopia.

Asthenopia is a condition characterized by a collection of symptoms caused by excessive work of the visual system to obtain optimal visual acuity. Garment workers require precision and neatness in doing detailed work that can cause asthenopia due to excessive convergence and accommodation. This thesis aims to determine the relationship of lighting intensity and other risk factors to asthenopia on female tailors in garment fabric PT. X Jakarta.
This research is a quantitative research with cross-sectional design conducted in 92 respondents using a questionnaire and measuring the value of Near Point of Accommodation and Near Point of Convergence. This study reported prevalence of asthenopia after working 5 hours is 75%. Female tailors mostly complained red eyes, watery eyes, itchy and dry eyes. This study found no significant relationship between lighting intensity, age, level of education, nutritional status, work units and asthenopia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Puspa Ayu
"Pencahayaan dibutuhkan untuk mendukung aktivitas kerja, salah satunya di konveksi. Penelitian ini meneliti gambaran intensitas pencahayaan dan keluhan subyektif kelelahan mata pada pekerja di Konveksi Jeans Daerah Kemayoran Jakarta Pusat. Jenis penelitian adalah semi kuantitatif, berupa pengukuran instensitas pencahayaan dan wawancara mendalam dengan pekerja dan pemilik konveksi jeans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing titik pengukuran tidak sesuai dengan Kepmen No 1405 Tahun 2002 yaitu 1000 Lux untuk kategori pekerjaan halus dan terdapat keluhan subyektif kelelahan mata pada pekerja yang dipengaruhi oleh durasi kerja, istirahatakan mata, masa kerja, riwayat pekerjaan, dan faktor prilaku pekerja.

Illumination is needed to support the work activities, one of them in the garment. This study examines the illumination intensity and subjective complaints of eyestrain in workers in jeans’ garment Kemayoran, Central Jakarta. The design study of this research is semi-quantitative; measurements of illumination intensity and in-depth interviews with workers and owners of jeans’ garment. The results showed that each measurement point is not in accordance with Secretary Decree No. 1405 of 2002 which is 1000 Lux for smooth job categories and there are subjective complaints of eyestrain in workers who are affected by the duration of the work, break eyes, tenure, employment history, and behavioral factors workers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Syafira
"Kurangnya pencahayaan di tempat kerja berdampak pada kesehatan mata. Penelitian ini membahas tentang gambaran tingkat pencahayaan terhadap keluhan subjektif kelelahan mata pekerja di ruang security and safety PT. XYZ tahun 2016. Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan desain studi cross sectional. Data didapat dari penyebaran kuesioner dan melakukan pengukuran tingkat pencahayaan di ruang kerja yang kemudian dibandingkan dengan tingkat pencahayaan yang ada pada KepMenKes No.1405/MENKES/SK/XI/2002. Hasil penelitian menunjukkan tingkat cahaya 81,3% tidak memenuhi NAB dan mengalami keluhan mata sebesar 87,5%. Faktor tampilan layar monitor dan kelainan refraksi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kelelahan mata.

The lack of illumination in the workplace have an impact on eye health. This study are discussed about illumination level overview based subjective complaints on eyestrain workers in the security and safety's room of PT. XYZ year 2016. The study are descriptive by using cross sectional study design's approach. Data have been obtained from questionnaires and measuring of the illumination's level in the workspace and then compared with the illumination's level standard based on Kepmenkes No.1405/Menkes/SK/XI/2002. Based on the research showed that 81.3% of the lighting's level didn't meet NAB (Illumination's Threshold Value) and experiencing eye's complaints reach out to 87.5%. Factors of display's screen and abnormal refraction have a significant impact to human's eyestrain.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Same Betera
"Malaria telah menciptakan krisis kebangkitan kembali dalam kontinum eliminasi di Zimbabwe, yang berbeda dari komitmen global untuk eliminasi malaria pada tahun 2030. Penelitian kohort retrospektif ini bertujuan untuk menentukan faktor risiko yang terkait dengan malaria berat di distrik Beitbridge dan Lupane. Pengambilan sampel multistage digunakan untuk merekrut 2414 orang yang tercatat dalam database Perangkat Lunak Informasi Kesehatan Distrik2 Tracker. Penelitian ini menggunakan IBM SPSS 29.0.2.0 (20) untuk analisis data, dan rasio odds (OR) untuk memperkirakan risiko relatif (RR; 95% CI; p <0,05). Studi ini mengungkapkan risiko relatif yang signifikan (p-value<0,05) untuk individu yang tidak memiliki Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (Beitbridge 47,4; Lupane 12,3), mereka yang memiliki tetapi tidak menggunakan LLIN (Beitbridge 24,9; Lupane 7,83), mereka yang tidur di luar rumah pada malam hari (Beitbridge 84,4; Lupane 1,93), dan orang dewasa (Beitbridge 0,18; Lupane 0,22) dibandingkan dengan kelompok referensi yang sesuai. Faktor-faktor lain menunjukkan RR yang bervariasi: jenis kelamin (Beitbridge 126,1), pengobatan yang cepat (Beitbridge 6,78), pengunjung yang menjadi tuan rumah (Lupane 6,19), dan tempat tinggal (Lupane 1,94) dibandingkan dengan kelompok referensi yang sesuai. Manajemen faktor risiko perlu difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat setempat tentang malaria, cakupan universal LLINs pada ruang tidur di dalam dan di luar ruangan, program berbasis masyarakat tentang penggunaan LLIN yang tepat dan konsisten, skrining pengunjung dari daerah endemis malaria, kegiatan entomologi yang komprehensif, intervensi malaria campuran di titik-titik rawan di daerah pedesaan, dan penelitian di masa depan tentang dinamika penularan malaria lokal. Meskipun Zimbabwe memiliki potensi untuk mencapai tujuan global eliminasi malaria, keberhasilannya tergantung pada upaya mengatasi faktor-faktor risiko untuk mempertahankan kemajuan yang telah dicapai di antara daerah-daerah yang telah dieliminasi dari malaria.

Malaria has created a resurgence crisis in Zimbabwe’s elimination continuum, diverging from global commitment to malaria elimination by 2030. This retrospective cohort study aimed to determine the risk factors associated with severe malaria in the Beitbridge and Lupane districts. Multistage sampling was used to recruit 2414 individuals recorded in the District Health Information Software2 Tracker database. The study used IBM SPSS 29.0.2.0(20) for data analysis, and odds ratios (ORs) to estimate the relative risk (RR; 95% C.I; p < 0.05). The study revealed significant relative risks (p-value< 0.05) for individuals who had no Long-Lasting Insecticidal Nets (Beitbridge 47.4; Lupane 12.3), those who owned but used the LLINs (Beitbridge 24.9; Lupane 7.83), those who slept outdoors during the night (Beitbridge 84.4; Lupane 1.93), and adults (Beitbridge 0.18; Lupane 0.22) compared to the corresponding reference groups. Other factors showed varying RR: sex (Beitbridge 126.1), prompt treatment (Beitbridge 6.78), hosting visitor(s) (Lupane 6.19), and residence (Lupane 1.94) compared to the corresponding reference groups. Risk factor management needs to focus on increasing local awareness of malaria, universal LLINs coverage of indoor and outdoor sleeping spaces, community-based programs on proper and consistent LLIN usage, screening of visitors from malaria-endemic areas, comprehensive entomological activities, mixed malaria interventions in rural hotspots, and future research on local malaria transmission dynamics. While Zimbabwe has the potential to meet the global goal of malaria elimination, success depends on overcoming the risk factors to sustain the gains already made among malaria elimination districts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afni Fadhila
"Eye strain, atau asthenopia, merupakan suatu kondisi di mana mata mengalami ketegangan akibat terlalu sering digunakan dalam waktu yang lama, terutama pada aktivitas yang melibatkan penggunaan komputer. NIOSH menyebutkan bahwa sekitar 75 – 90% pengguna komputer yang menghabiskan waktu selama tiga jam atau lebih mengeluhkan gangguan penglihatan. Sebuah studi oleh Kowalska et al (2011) terhadap pekerja kantoran yang menggunakan komputer secara intens menyebutkan bahwa prevalensi eye strain pada pekerja wanita sebesar 50,7% dan pada pria sebesar 32,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pencahayaan, reflektansi, dan kekontrasan area kerja terhadap keluhan eye strain pada karyawan office di PT. X. Penelitian dilakukan dari April – Juni 2023 dengan total sampel sebanyak 134 orang secara simple random sampling. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross- sectional serta pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, yang diadopsi dari Haeny (2009) dan Ramadhani (2012), dan pengukuran langsung menggunakan lux meter. Adapun variabel independen yang diteliti yaitu tingkat pencahayaan, reflektansi, kekontrasan area kerja, durasi kerja, usia, gangguan penglihatan, dan riwayat gangguan kesehatan mata sedangkan variabel dependennya yaitu keluhan eye strain. Hasil uji analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat 113 orang karyawan (84,3%) mengalami keluhan eye strain dengan gejala yang paling sering dirasakan yaitu terasa tegang di bagian leher dan bahu (43,3%) dan gejala yang paling jarang dirasakan yaitu terasa nyeri di bagian kelopak mata (8,2%). Sementara, dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pencahayaan (p-value = 0,000), reflektansi (p-value = 0,001), kontras area kerja (p-value = 0,027), durasi kerja (p-value = 0,000), dan usia (p-value = 0,022), namun tidak terdapat hubungan antara gangguan penglihatan (p-value = 0,749) dan riwayat gangguan kesehatan mata (p- value = 0,918) terhadap keluhan eye strain.

Eye strain, or asthenopia, is a condition where the eyes are strained due to prolonged overuse, especially in computer-based activities. NIOSH states that about 75 - 90% of computer users who spend three hours or more complaining of visual impairment. A study by Kowalska et al (2011) on office workers who use computers intensely stated that the prevalence of eye strain in female workers was 50,7% and in men was 32,6%. This study aims to determine the relationship between illuminance, reflectance, and work area contrast on eye strain complaints in office employees at PT. X. This research was conducted from April - June 2023 with a total sample of 134 employees by simple random sampling. The design used in this research is cross-sectional and data collection is carried out by distributing questionnaires, which were adopted from Haeny (2009) and Ramadhani (2012), and direct measurements using a lux meter. The independent variables included illuminance, reflectance, work area contrast, work duration, age, visual impairment, and history of eye health problems related to eye strain complaints as the dependent variable in this research. Results showed that there were 113 employees (84,3%) complaining of eye strain with the most common symptom felt by them was tension in the neck and shoulders (43,3%) and the least common symptom was pain in the eyelids (8,2%). While, the results of bivariate analysis showed that there was a relationship between illuminance (p-value = 0,000), reflectance (p-value = 0,001), work area contrast (p-value = 0,027), work duration (p-value = 0,000), and age (p-value = 0,022), but there was no relationship between visual impairment (p-value = 0,749) and history of eye health problems (p-value = 0,918) to eye strain complaints."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>