Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Alfida Hanum
"

Perilaku menggemari selebritas disebut dengan celebrity worship, yang tergambarkan melalui perilaku mulai dari mendiskusikan selebritas bersama teman hingga memuja selebritas ke tahap yang lebih ekstrem. Celebrity worship ditandai dengan adanya keterlibatan emosional antara penggemar dengan selebritas. Namun, ikatan dan paparan pada selebritas secara terus menerus dapat menimbulkan kecenderungan penggemarnya untuk melakukan perbandingan diri. Perbandingan diri tersebut dapat memicu ketidakpuasan pada citra tubuh yang kemudian dapat mengarah pada perilaku makan terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran Body Image Dissatisfaction (BID) sebagai mediator hubungan antara celebrity worship dengan perilaku makan terganggu pada sampel penggemar K-Pop usia emerging adulthood (18-25 tahun). Hasil penelitian pada penggemar K-Pop (N = 219) menggunakan Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) menunjukkan bahwa terdapat indirect effect yang signifikan antara celebrity worship dan perilaku makan terganggu melalui BID (𝛽 = .07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian bahwa BID memediasi hubungan antara celebrity worship dan  perilaku makan terganggu. Temuan ini mengimplikasikan bahwa semakin tinggi celebrity worship pada penggemar K-Pop, maka semakin tinggi pula BID yang dirasakan, hingga meningkatkan perilaku makan terganggu pada penggemar K-Pop. 


Celebrity worship is a form of idolizing celebrities that ranges from discussing celebrity with friends to worshiping celebrities to a more extreme level. Celebrity worship is referred to as a one-sided emotional attachment to a celebrity. However, continuous exposure to celebrities could lead to a tendency for fans to do self-comparisons that trigger dissatisfaction with body image and further become disordered eating behavior. This study aims to see whether Body Image Dissatisfaction (BID) mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior among emerging adulthood (18-25 years of age) K-Pop fans. The results of this study (N = 219) using Celebrity Attitude Test (CAS), Eating Attitude Test-8 (EAT-8), dan Body Shape Questionnaire-Revised-10 (BSQ-R-10) showed that there was a significant indirect effect between celebrity worship and disordered eating behavior through BID (𝛽 = . 07, BootSE = .01, CI = [.0425 – .0987]). The results of this study proved that BID mediates the relationship between celebrity worship and disordered eating behavior. This finding implies that the higher the celebrity worship of K-Pop fans, the higher the perceived BID, which then increases the tendency of disordered eating behavior among K-Pop fans.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniella Geona Margaretta Bangun
"Maraknya paparan terhadap internet dan sosial media, khususnya selama pandemi COVID-19, meningkatkan popularitas Korean Wave di Indonesia. Bertebarnya konten budaya pop Korea di internet dan sosial media meningkatkan penggemar K-Pop. Salah satu selebriti yang berhasil menarik banyak penggemar adalah girl group K-Pop. Tidak hanya remaja laki-laki, girl group K-Pop juga berhasil menarik remaja perempuan untuk menjadi penggemar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemujaan selebriti girl group K-Pop dan body dissatisfaction pada remaja perempuan. Partisipan penelitian ini merupakan 418 remaja perempuan berusia 15–19 penggemar girl group K-Pop. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, non-eksperimental korelasional. Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara pemujaan selebriti komponen entertainment-social (r(418) = 0,120, p<0,01, d=0,242) dan borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) dan body satisfaction. Effect size untuk analisis ini merupakan small effect untuk kedua komponen. Sehubungan dengan tujuan penelitian yang bermaksud untuk melihat body dissatisfaction pada remaja perempuan penggemar girl group K-Pop, hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa pemujaan terhadap girl group K-Pop yang tinggi pada komponen entertainment-social dan borderline-pathological berhubungan dengan menurunnya body dissatisfaction pada remaja perempuan.

The rise of exposure to the internet and social media, especially during the COVID-19 pandemic, has increased the popularity of the Korean Wave in Indonesia. The spread of Korean pop culture content on the internet and social media has increased K-Pop fans. The type of celebrity that has managed to attract a lot of fans is the K-Pop girl group. Not only teenage boys, K-Pop girl groups have also succeeded in attracting adolescent girls to become their fans. This study aims to examine the relationship between K-Pop girl group celebrity worship and body dissatisfaction among female adolescents. The participants in this study were 418 female adolescents aged 15–19 who are fans of K-Pop girl groups. This study uses a quantitative research method, non-experimental correlation. The results showed a significant positive correlation between celebrity worship with the entertainment-social component (r(418) = 0,120, p <0,01, d=0,242) and borderline-pathological (r(418) = 0,109, p <0,05, d=0,219) and body satisfaction. The effect size of both components are considered as small effects. According to the research objective, which examines body dissatisfaction among female adolescent fans of K-Pop girl group, the results of this study indicate that worshiping K-pop girl groups, with particularly high in entertainment-social and borderline-pathological components, result in lower body dissatisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Armani
"Penelitian ini tentang hubungan dibalik makna dan loyalitas yang terbina dalam fandom Carat sebagai seorang penggemar grup K-Pop Seventeen. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara mendalam, observasi partisipan yang dilakukan kepada Carat yang sudah tergabung minimal tiga tahun serta didukung oleh metode otoetnografi untuk membantu menyelaraskan interpretasi dari hasil temuan dengan pengalaman pribadi. Hasil penelitian pada lima Carat ini menunjukan bahwa mereka yang menjadi seorang penggemar adalah mereka yang memiliki obsesi, memiliki keterikatan secara emosional sehingga gabungan keduanya dapat menghasilkan hubungan yang kompleks antara Carat dengan Seventeen. Lebih lanjut lagi, hubungan kompleks ini merujuk kepada bagaimana makna dan loyalitas dapat dilihat sebagai fondasi dari kontinuitas fandom Carat. Keberadaan Seventeen bagi para Carat sendiri tercermin melalui empat fungsi makna yaitu, (1) Seventeen menjadi representasi atas momen dalam hidup Carat, (2) Seventeen dapat membimbing Carat, (3) Seventeen menjadi role model Carat,(4)Seventeen dapat menggugah perasaan. Loyalitas di sisi lain, sangat bergantung pada keterlibatan emosional yang berperan penting dalam memicu rasa peduli, afiliasi dan dedikasi para Carat. Loyalitas mampu mendobrak para Carat untuk melakukan sesuatu di luar yang biasa dilakukan dan dinilai sebagai wujud dedikasi mereka kepada Seventeen. Hal unik lainnya yang ditemukan adalah betapa besar dampak personal yang dirasakan oleh masing-masing informan selama menyukai Seventeen.

This study will explore the relationships behind the meanings and loyalties built into Carat's fandom as a fan of the K-Pop group Seventeen. The research employs three methods: in-depth interviews, participant observation conducted with Carat, and otoethnography. The latter method is used to harmonise the interpretation of the findings with personal experience. The research findings on five Carats clearly show that those who become fans are those who have an obsession and an emotional attachment. This combination produces a complex relationship between Carat and Seventeen. Furthermore, this complex relationship demonstrates how meaning and loyalty are the foundation of Carat's fandom continuity. Seventeen plays a significant role in Carat's life. It represents moments in Carat's life, guides Carat, acts as a role model, and evokes feelings. Loyalty, on the other hand, relies heavily on emotional engagement, which is the key to triggering Carat's sense of care, affiliation, and dedication. Loyalty motivates Carat to go above and beyond, demonstrating a dedication to Seventeen that is unparalleled. Another striking finding was the personal impact each informant felt when liking Seventeen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Ardirachmaputri
"Visualisasi yang estetis menjadi salah satu daya tarik bagi penggemar musik Korean Pop (K-Pop). Ketertarikan penggemar ditunjukkan melalui keinginan untuk menirukan gaya busana artis K-Pop dengan menggunakan pakaian dan aksesori yang mirip dengan mode busana yang dikenakan idolanya. Artis K-Pop menggunakan produk dari merek terkemuka serta mengeluarkan official merchandise dengan warna, bentuk, dan logo yang mencirikan identitasnya. Penggunaan produk replika menjadi cara alternatif bagi penggemar untuk dapat melakukan peniruan mode busana dengan harga terjangkau. Penggemar mengunggah foto diri menggunakan pakaian dan aksesori replika pada media sosial sebagai bentuk penguatan identitas diri sebagai penggemar. Jurnal ini menggunakan metode studi literatur untuk mengulas bentuk identitas yang ditampilkan penggemar ketika menggunakan pakaian dan aksesori replika K-Pop. Penulis menemukan bahwa penggunaan pakaian dan aksesori replika bertujuan untuk memenuhi tujuan spesifik produk yang berkaitan dengan kepuasan yang didapatkan individu secara emosional. Penggemar menggunakan pakaian dan aksesori K-Pop untuk menunjukkan identitas dirinya sebagai penggemar K-Pop di lingkungannya. Dengan demikian, produk replika K-Pop digunakan untuk menunjukkan atribut yang dapat memperkuat identitas diri sebagai penggemar dalam lingkungannya.
Aesthetic visualization is one of the attractions for Korean Pop (K-Pop) fans. Fans try to mimic the fashion style by using clothes and accessories that are similar to their idol fashion. K-Pop artists use products from luxury brands and release official merchandise with colors, shapes, and logos that characterize their identities. This makes the use of counterfeit products an alternative way to imitate K-Pop artists fashion at affordable prices. Fans upload photos of themselves using K-Pop products on social media to strengthening their identity as fans. This journal uses the literature study method to review the form of identity displayed by fans when using K-Pop counterfeit products. The writer found that the use of K-Pop counterfeit products aims to meet the specific objectives of the product, which is to get emotional satisfaction. Fans use K-Pop products to show their identity as K-Pop fans in their neighborhood. Thus, K-Pop counterfeit products are used to show attributes that can strengthen self-identity as fans in their environment."
2019: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Syukriya Maharani
"Penelitian ini bertujuan melihat kontribusi relasi parasosial terhadap tingkat well-being remaja penggemar idola K-Pop di Indonesia. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat kontribusi yang signifikan dari relasi parasosial terhadap well-being. Penelitian dilakukan menggunakan metode korelasional regresi dengan teknik analisis simple regression pada 566 partisipan WNI berusia 15–19 tahun yang merupakan penggemar K-Pop. Alat ukur yang digunakan adalah Parasocial Interaction Scale Short Version untuk relasi parasosial dan EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, dan Happiness) untuk well-being. Penyebaran kuesioner dilakukan secara daring menggunakan Google Form. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi parasosial (M =2.90, SD = 0.39) berkontribusi secara positif dan signifikan sebesar 3.4% terhadap well-being (M = 3.04, SD = 0.47), F(1, 566) = 20.09, p < 0.001, R2 = 0.034. Kesimpulannya, hasil penelitian mendukung hipotesis, yaitu relasi parasosial berkontribusi terhadap tingkat well-being remaja penggemar idola K-Pop di Indonesia. Implikasi penelitian ini adalah penambahan pengetahuan terkait kontribusi yang dapat diberikan oleh relasi parasosial terhadap well-being.

This study aims to examine the contribution of parasocial relationship to Indonesian adolescence K-Pop idol fans’ well-being. The hypothesis stated that there is a significant contribution of parasocial relationship to well-being. This study was conducted using correlational regression method on 566 Indonesia citizens aged 15–19 years old who are K-Pop fans. The measuring instrument used is Parasocial Interaction Scale Short Version for parasocial relationship and EPOCH (Engagement, Perseverance, Optimism, Connectedness, and Happiness) for well-being. The questionnaire was distributed online using Google Form. Result showed that parasocial relationship (M = 2.90, SD = 0.39) positively contributed as significant as 3.4% to one’s well-being (M = 3.04, SD = 0.47), F(1, 566) = 20.09, p < 0.001, R2 = 0.034. In conclusion, the result of this study supports the hypothesis that parasocial relationship contributed to Indonesian adolescence K-Pop idol fans’ well-being. The implication of this study is to gain more knowledge related to the contribution of parasocial relationship to well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Purnama Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana remaja perempuan kelas menengah di Jakarta memberikan pemaknaan terhadap K-pop.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, pendekatan kualitatif, reception studies, Encoding-DecodingStuart Hall, serta didasarkan pada perkembangan studi pemaknaan dari seeing is believing menjadi believing is seeing, dalam arti khalayak memaknai sesuatu bukan diawali dari program yang dilihatnya tetapi diawali dengan konteks sosial atau karakter sosial yang sudah ada sebelumnya pada diri mereka.
Hasil penelitian menemukan pemaknaan remaja perempuan kelas menengah terhadap K-pop terkait dengan persepsi awal yang dilatarbelakangi konteks budaya dan peer group. Pemaknaan cenderung dominan ketika persepsi awal sejalan dengannilai dan gaya hidupdalam K-pop. Pemaknaan negosiasi terbentuk ketika faktor ekternal yang melatarbelakangi persepsi awal lebih berperan dibandingkan media.
The aim of this research is to understand the reception of Jakarta middle class teenage girls in K-pop phenomenon.
This research used constructivism paradigm, qualitative approach, reception studies, Stuart Hall's Encoding-Decoding model, and the changing view in reception studies fromseeing is believing to believing is seeing, which means the reading process does not start from the programviewing but from the social context or social characters that audiences have hadbefore they watch the program.
The findings show the reception of Jakarta middle class teenage girls in K-pop phenomenon is mostly influenced by their previous perception formed by theirculturalandpeer groupcontext. Dominant reading occurs when theirpreviousperceptionsuits thevaluesand lifestylesin K-pop. Meanwhile, in negotiated reading the external factors that formed previous perception are more influental than the media itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadillah Agy Wahyuni
"Eating disorders merupakan suatu jenis penyakit mental dan fisik yang serius dimana penderitanya mengalami gangguan perilaku makan yang parah dan bisa berakibat fatal, seperti meningkatkan risiko melahirkan bayi BBLR, pendarahan selama kehamilan, hipertensi, aborsi spontan, kelahiran prematur, hingga kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan K-Pop, body image dan faktor lainnya terhadap risiko eating disorders pada remaja putri pnggemar K-Pop di DKI Jakarta Tahun 2022. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan metode quota sampling melalui pengisian kuesioner online oleh responden (n=140). Hasil penelitian menunjukkan 92,1% responden memiliki risiko eating disorders. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara paparan K-Pop (p value 0,042), body image (p value 0,027) dan tingkat stres (0,018) terhadap risiko eating disorders. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyarankan untuk dilakukan pembuatan media edukasi bagi remaja agar lebih bijak dalam bermedia sosial dan menyaring budaya asing yang diterima, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap eating disorders.

Eating disorders are serious mental and physical illnesses in which sufferers experience severe eating disorders that can be fatal, such as increasing the risk of giving birth to a low birth weight baby, bleeding during pregnancy, hypertension, spontaneous abortion, premature birth, and even death. This study aims to determine the relationship between exposure to K-Pop, body image, and other factors on the risk of eating disorders in young female K-Pop fans in DKI Jakarta in 2022. The study used quantitative methods with a cross-sectional study design. Data collection was carried out online using the quota sampling method by filling out online questionnaires by respondents (n = 140). The results showed that 92.1% of respondents had a risk of eating disorders. The results of the chi-square test showed that there was a significant relationship between exposure to K-Pop (p-value 0.042), body image (p-value 0.027), and stress level (0.018) on the risk of eating disorders. Based on the results of this study, the authors suggest creating educational media for teenagers to be wiser in using social media and filtering foreign cultures that are accepted as well as increasing awareness about eating disorders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadi Pradana
"ABSTRAK
Lirik-lirik lagu K-Pop merupakan salah satu medium untuk menyebarkan dan melanggengkan budaya patriarki. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai patriarki dalam budaya musik populer seperti musik rock, rock and roll, pop, musik Indonesia, dan juga K-Pop. Penelitian ini melihat pada bagaimana penggemar lagu K-Pop di Indonesia memaknai lirik-lirik lagu K-Pop yang berisi nilai-nilai patriarki lewat terjemahan lirik lagu terkait. Berangkat dari konsep Stuart Hall 1991 mengenai situated audiences, artikel ini berargumen bahwa penggemar K-Pop di Indonesia merupakan pembaca yang tersituasi secara hegemonic-dominant pada lirik lagu mengenai perempuan pasif, negotiated pada lirik lagu mengenai perempuan yang melakukan balas dendam pada pacarnya, dan oppositional pada lirik lagu yang merendahkan perempuan secara vulgar, dan bergantung pada struktur makna individu. Temuan artikel ini adalah pembaca memaknai lirik lagu passive women secara hegemonic-dominant, lirik lagu distrust of women secara negotiational, dan lirik lagu derogatory naming and shaming of women dan sexual objectification of women secara oppositional. Artikel ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan berfokus pada studi gender karena banyak terdapat pembahasan mengenai reproduksi budaya patriarki dalam industri musik. Peneliti berfokus pada penggemar musik K-Pop di Indonesia.

ABSTRACT
K-Pop lyrics are one of many mediums to perpetuating and spreading patriarchal culture. Previous studies have discussed patriarchy on popular culture music such as rock, rock roll, pop, Indonesian pop, and also K-Pop. This article discussing on how Indonesian K-Pop fans interpreting K-Pop patriarchal lyrics based on the translation. Using Stuart Hall rsquo;s 1991 situated audiences concept, this article argue that K-Pop fans interpreting with hegemonic-dominant toward the lyrics implying passive women, negotiated toward the lyrics about a woman who took revenge againts her boyfriend, dan oppositional toward the lyrics that are sexually degrading to women depends on their meaning structures. This article rsquo;s findings are readers interpret lyrics about passive women with hegemonic-dominant, lyrics about distrust of women with negotiational, and lyrics about derogatory naming and shaming of women with oppositional. This study is written based on qualitative approach with in-depth interview to collects data, and focused mainly on gender studies due to many discussion about reproduction of patriarchal culture on music industry and also on Indonesian K-Pop fans. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Rahadanti
"Kurangnya hubungan sosial di dunia nyata dapat mendorong remaja untuk membangun kedekatan dengan sosok idola atau biasa disebut relasi parasosial. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah kesepian berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menyasar pada sampel remaja penggemar K-Pop (N=575) yang berkewarganegaraan Indonesia dan berusia 15-19 tahun. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Product Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian tidak berhubungan dengan kepemilikan relasi parasosial pada remaja penggemar K-pop. Adapun implikasi dari penelitian ini adalah sebagai sumber pengetahuan dan sarana refleksi diri terkait kesepian dan kepemilikan relasi parasosial di usia remaja.

Lack of social relations in the real world would encourage adolescence to build closeness with idol figures through parasocial relationships. This study aims to find out whether loneliness is related to having parasocial relationships in adolescent K-pop fans. This research was conducted using a quantitative method and targeted a sample of young K-Pop fans (N=575) who are Indonesian citizens aged 15-19. The Pearson Correlation analysis technique is used to do data analysis. This study shows that loneliness is not related to parasocial relationships in adolescent K-pop fans. However, this study could be used as a source of knowledge and self-reflection related to loneliness and ownership of parasocial relations in adolescence"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>