Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Rodko
"Lingkungan dunia otomotif terus berubah dan persaingan juga semakin tinggi dan PT.PM berupaya menjawab tantangan perubahan tersebut. Masuknya pesaing-pesaing baru ke dalam pasar otomotif Indonesia dari Korea Selatan seperti Hyundai dan Kia menambah beban persaingan. Kenaikan harga bahan bakar solar pada awal tahun 2003 yang sempat berada di atas harga bensin memukul penjualan Isuzu Panther sampai akhir tahun 2003. Dan pada tahun 2004 ini persaingan bertambah ketat lagi dengan hadirnya kendaraan MPV (multi purpose vehicle) kecil dengan hara relative murah di bawah 100 juta rupiah yakni Toyota Avanza clan Daihatsu Xenia.
Dampak langsung dari ketatnya persaingan dan lingkungan yang berubah adalah penurunan penjualan Isuzu Panther dalam tiga tah1m terakhir ini. Penjualan tahun 2001, 2002 dan 2003 masing-masing 26.634, 21.035 dan 14.498 unit atau penjualan turun berturut-turut dari tahun 2001 ke 2002 dan 2002 ke 2003 masing-masing 21% dan 31%. Salah satu upaya menanggapi kecenderungan penurunan tersebut adalah dengan melakukan diversifikasi produk pick-up 4x4 CBU yakni Isuzu D-Max.
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti dalam karya akhir ini adalah, pertama mengevaluasi pelaksanaan pemasaran yang dilakukan oleh PM sebagai implementor produk global Isuzu D-Max di Indonesia. Kedua untuk mengidentifikasi internal resources yang perlu diperbaiki baik di PM maupu AI-ISO agar dapat mendukung pencapaian target penjualan. Dan ketiga adalah memberikan inisiatif yang perlu dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam analisis permasalahan tersebut maka ruang lingkup akan dibatasi pada dua area dalam rangka pemasaran Isuzu D-Max. Pertama adalah perencan.aan pemasaran, mulai dari lingkup eksternal dan internal perusahaan. Dan kedua adalah implementasi pemasaran terutama ditinjau dari lingkup penjualan dan layanan purnajualnya.
Dalam kondisi penjualan Panther yang cenderung terus menurun, PM membutuhkan alternatif peningkatan penjualan. Salah satu alasan adalah kekhawatiran adanya kevakuman produk selama kira-kira empat tahun mulai 2004 sampai 2008. Hal ini terjadi katena product life cycle Panther yang hampir mendekati waktu jenuh dan peluncuran produk Panther baru terancam terlambat akibat masalah dana dari prinsipal. Oleh karena itu Isuzu D-Max diharapkan menjadi produk andalan di masa mendatang dan bukan sekedar pengisi kevakuman produk semata.
Pasar pick-up 4x4 CBU penting bagi PM dan hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor yakni potensi pasainya relatif besar, pertumbuhan pasar sampai 10% per tahun dan peluang meraih marjin Iaba yang Iebih besar. Disamping itu kebijakan pemerintah juga mendukung serta pertumbuhan ekonomi semakin membaik. Akan tetapi tingkat persaingan cukup tinggi karena sudah adanya empat pemain besar yakni Ford Ranger, Mistubishi Strada, Nisan Frontier dan Mazda B200. Selain itu posisi tawar menawar konsumen juga besar karena mereka umumnya adalah konsumen fleet user.
Kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda dengan rencana dalam implementasi pemasaran produk Isuzu D-Max. Target yang direncanakan tidak dapat tercapai akibat kurangnya persiapan serta adanya masalah internal baik PM maupun Al-ISO. Beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain koordinasi PM dengan AI dalam implementasi promosi, belum adanya SOP yang baku, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan sales force, service advisor maupun mekanik.
Peluang besar yang ada tidak dapat diraih dengan baik oleh PM sehingga perlu dilakukan inisiatif untuk meningkatkan performa penjualan D-Max. Inisiatif dalam jangka pendek dilakukan untuk mencapai target penjualan tahun 2004. Sedangkan inisiatif jangka panjang dilakukan agar pertumbuhan penjualan D-Max dapat stabil.
Dalam jangka pendek ada empat aspek yang harus segera diperbaiki. Pertama adalah negosiasi waktu pemesanan dengan lsuzu Thailand dari empat bulan menjadi dua bulan, Kedua adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sales force, service advisor dan mekanik di cabang-cabang. Ketiga adalah pengembangan database konsumen untuk melayani konsumen lebih baik dan untuk mencukupi kebutuhan suku cadang konsumen fleet user. Dan keempat adalah pemenuhan permintaan konsumen terutama untuk modifikasi yang lebih cepat oleh divisi product development.
Sedangkan dalam jangka panjang ada dua aspek yang perlu dilakukan. Pertama adalah menempatkan positioning D-Max dengan benar di masyarakat melalui promosi yang menonjolkan keunggulan teknologi D-Max. Kedua adalah menggali potensi pasar terutama potensial konsumen yang memiliki peluang besar untuk mengganti produknya, baik dari pemilik Daihatsu Hiline atau Jeep Rocky maupun penggantian reguler. Pengalaman dalam implementasi pemasaran pick-up 4x4 diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi manajemen PM untuk lebih baik lagi dalam implementasi pemasaran produk CBU di masa mendatang."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Prameswari
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan dan memperbesar pangsa pasar diperlukan langkah-langkah yang inovatif. Walaupun untuk melakukan perubahan bukan merupakan suatu hal yang mudah, namun harus tetap dilakukan untuk memperpanjang siklus hidup perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya sangat menentukan agar perusahaan tetap bertahan dan berkembang dalam industri yang semakin kompetitif. Hal yang harus diperhatikan adalah setiap perusahaan harus memiliki visi dan misi yang jelas serta perencanaan yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk mengakomodir perubahan tersebut, perusahaan memerlukan suatu sistem manajemen strategis yang melibatkan seluruh bagian dalam perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan sistem yang terstruktur dalam mengimplementasikan strategi perusahaan. Salah satu konsep manajemen yang dapat digunakan dalam proses perencanaan strategis adalah Balanced Scorecard. Sebagai sebuah system manajemen, Balanced Scorecard juga digunakan untuk sistem dan alat untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan Balanced Scorecard, pengukuran kinerja manajemen perusahaan dapat dilihat dari sisi keuangan dan non keuangan secara komprehensif dan seimbang.
Penulis mengangkat topik bahasan ini yang akan dibatasi pada satu perusahaan yang bernama PT. SI. PT. SI adalah sebuah perusahaan yang memproduksi produk-produk elektronik. Dalam perusahaan yang menghasilkan produk yang memiliki tingkat inovasi tinggi perusahaan harus mampu memberikan produk yang memiliki nilai tambah dan mampu memberikan kepuasan pada pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengevaluasi kinerja perusahaan dengan optimal. Pengukuran kinerja yang dilakukan oleh PT. SI selama ini berfokus pada analisis kuantitatif. Dengan pengukuran yang demikian,
manajemen puncak mengharapkan dapat memacu pertumbuhan pendapatan perusahaan. Pada kenyataannya, pengukuran seperti ini kurang efektif. Hal ini dikarenakan kinerja perusahaan tidak dapat diukur secara optimal hanya dengan aspek kuantitatif saja, melainkan ada aspek-aspek kualitatif yang selama ini belum terukur dengan baik.
Balanced Scorecard membedah strategi perusahaan secara mendalam, yaitu melalui perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, mulai dari tahap perumusan strategis hingga tahap implementasi dan pengawasan. Hal ini memacu setiap karyawan dalam perusahaan untuk berpikir secara strategis dan inovatif.
Evaluasi dan perubahan yang dihasilkan dari aplikasi dan implementasi Balanced Scorecard yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan membuat perusahaan memiliki nilai lebih dibandingkan para kompetitornya.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widirianto Hendro T.
"ABSTRAK
Satelindo telah berkembang menjadi penyedia pelayanan seluler terbesar di
Indonesia, melewati saingan terdekatnya PT. Telkomsel. Hal ini Lebih dikarenakan
kebijakan pemerintah yang memungkingkan PT. Satelindo untuk meraup pasar terbesar,
seperti area Jakarta dan sekelilingnya. Sedangkan PT. Telkomsel Lebih menitik beratkan
meratanya investasi di seiuruh Indonesia.
Namun pada perkembangannya pada akhir 1996 muncul pesaing baru, PT.
Excelcomindo Pratama yang juga meluncurkan pelayanan teknologi seluler yang secara
teknologì memberikan kapabilitas yang lebih baik.
Persaingan ketiga operator ini menjadi semakin ketat dengan munculnya krisis
ekonomi pada akhir 1996 yang mendorong konsumen untuk memotong cost yang mereka
miliki. Munculnya isu bad-debt pada sistem pascabayar menjadi salah satu hal yang
mendorong dipakainya satu sistem yang belum matang, bahkan untuk negara Eropa
sekalipun. Sistim tersebut dikenal dengan sistim prabayar (prepaid system).
Dengan sistim ini Satelindo sangat mengandalkan strategi diferensiasi harga
(pricing-differentiation) pada strategi pemasaran kedua produk tersebut. Pembedaan yang
hanya dilakukan pada atribut harga, jelas merupakan solusi temporer bagi pelanggan
yang sangat price-sensitive karena krisis, dan mencegah brand switching ke produk lain.
Namun kondisi ini secara teknis juga membuat Satelindo harus menerima revenue yang
lebih rendah karena margin keuntungan prabayar yang sangat tipis. Selain itu strategi ini
hanya menguntungkan di jangka pendek.
Bahkan karena strategi pemasaran diatas muncul bias di pasar dimana produksen
sendiri tidak dapat mendefinisikan secara jelas profil pasar masing-masing produk dan
bagaimana perceived-value konsumen pada masing-masing produk. Untuk itu pada karya
akhir ini penulis melakukan riset untuk membaca persepsi konsurnen pada produk selular
yang beredar di pasar, khususnya produk GSM.
Diketahul beberapa atribut yang dipersepsikan konsumen sebagai hal terpenting
dalam pemilihan produk. dua urutan teratas adalah kemampuan jelajah dan harga. Hal
tersebut rnenjeíaskan mengapa Telkomsel dapat menjadi market-leader walaupun secara
atribut tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dengan produk Satelindo. Beberapa
hal yang harus diperhatikan didasarkan pada persepsi konsumen atas produk yang ada
akan sangat membantu menjelaskan kondisi pasar untuk kemudian menentukan strategi
pemasaran yang tebraik untuk PT Satelindo.
Sudah menjadi keharusan untuk Satelindo melakukan regenerasi strategi
pemasarannya dengan memperhatikan kompopsisi inti mereka. Dimana strategi ini
menjadikan perusahaan mernpunyai daya saing tinggi dan kepemimpinan global pada
industri teleokomunikasi selular.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T2617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeseno Bong
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Herman Ginting
"PT X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam sektor agroindustri, yang telah dikenal luas di Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak di industri pengolahan susu. Salah satu produk andalan PT X adalah mentega yang dihasilkan dari lemak susu melalui suatu proses fermentasi. Mentega sebagai salah satu bentuk diversifikasi produk PT X, telah diproduksi sejak tahun 1972 dan hingga kini PT X telah mengeluarkan lima merek mentega dalam berbagai ukuran dan kemasan, seperti OB, GC, AB,IB dan Al.
Perkembangan pasar mentega di daiam negeri sendiri tidak terlalu cepat dengan rata-rata peningkatan sebesar 4 - 5 persen per tahun. Walaupun demikian pasar mentega tetap menarik bagi pelaku pasar untuk ikut serta memenuhi kebutuhan konsumsi mentega di dalam negeri. Hal ini dítunjukkan dengan banyaknya mentega impor dengan berbagai merek yang masuk ke dalam negeri, seclangkan untuk produsen lokal, PT X hanya menghadapi persaingan dan satu produsen lokal lainnya.
Dalam memasuki masa knisis ekonomi yang dthadapi Indonesia sejak akhir semester kedua tahun 1997, PT X praktis mengbadapi situasi yang berbeda dengan tahun tahun sebelumnya dimana pada masa krisis ini tingkat persaingan semakin tajam. Di satu sisi ancaman yang muncul semakin besar dan tidak terduga sebelumnya sedangkan di sisi yang lain peluang yang ada semakin kecil. Hal ini semua memaksa PT X untuk mengkaji ulang semua lcebijaksanaan yang telah diterapkan dan berusaha mencari solusi terhadap permasalahan yang ada.
Salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan lingkungan usaha yang cepat adalah dengan melakukan analisis terhadap perkembangan industri mentega itu sendiri dan berbagai fktor eksternal dan internal yang mempengaruhi keunggulan daya saing PT X. Analisis industri dilakukan terhadap lima komponen penting dalam industri, yakni persaingan antar penisahaan yang ada, pendatang bani yang potensial, kekuatan tawar menawar dan penibeli, ancaman produk pengganti dan kekuatan tawar-menawar dan pemasok.
Faktor-faktor eksternal merupakan ancaman dan peluang yang datang dan luar PT X sedangkan faktor-faktor internal adalab kekuatan dan kelemahan yang dimiliki PT X. Keempat faktor ini dianalisis dengan menggunakan berbagai perangkat analisis seperti EFE Matrix; IFE Matrix, SWO T Matrix, SPACE Matrix, Internal-Fctemal Matrix, Grand Startegy Matrix dan Quantitative Strategic Planning Matrix.
Berdasarkan analisis industri yang dilakukan dapat disimpulkan PT X menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dalam pasar mentega dalam negeri terutama dan masuknya produk-produk mentega impor dan ancaman produk substitusi yakni margarine sedangkan kekuatan tawar-menawar terhadap pembeli dan pemasok relatif lemah. Kondisi ini lebih diperburuk ¡agi dengan lebih dominannya faktor ancaman dan kelemahan dibanclingkan faktor peluang dan kekuatan. Kesemuanya itu menempatkan PT X pada posisi bertahan.
Pada kondisi tersebut alternatif terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan melalcsanakan perampingan terhedap uni produk mentega yang dihasilkan, Perampìngan ini diniaksudkan untuk melakukan penghematan biaya dan lebih meningkatkan daya saing PT X dengan Iebih memfokuskan produk menteganya hanya pads merek OB yang menjadi produk andalan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Satrio Leksono
"PT X merencanakan untuk mengadakan sebuah bentuk investasi hotel di lokasi yang sama dengan suatu obyek yang sudah dimiliki oleh perusahaan, yang bertempat di kota Bandung bagian utara. Obyek yang sudah ada tersebut berbentuk sebuah gedung Serba Guna (yang dalam Karya Akhir ini disebut sebagai SG) yang didalamnya terdiri dari fasilitas olah raga dan kebugaran, fasilitas ruangan untuk disewakan, fasilitas hiburan, sebuah restoran, bar dan salon. Fasilitas tersebut nantìnya akan digabung dengan hotel yang akan dibangun (dalam Karya Akhir ini disebut sebagai ABC), dengan harapan dapat bersinergi untuk memberikan revenue yang menguntungkan bagi perusahaan.
Mengingat pasar industri hotel yang demikian menarik karena perkembangan ekonomi dan pariwisata Indonesia pada umumnya, tentu akan banyak investor yang akan menjadi pesaing potensial bagi PT X. Untuk mengantisipasi hal tersebut PT X harus menyiapkan sebentuk strategi bersaing yang nantinya dapat digunakan oleh ABC sehingga kemampulabaan dapat tercapai untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Sebelum melangkah lebih jauh, dilakukan analisis terhadap lokasi dan karakteristik dan pada tempat dimana ABC akan didirikan, dan melalui pertimbangan keunggulan serta kelemahan lokasi tersebut maka diusulkan sebuah konsep untuk ABC berbentuk resort hotel.
Dengan menganalisis market attractiveness, dimana dapat digunakan ALU (Analisis Lingkungan Usaha), baik dengan pertimbangan Iingkungan terjauh. industri maupun operasi daya tarik pasar sebenarnya untuk industri perhotelan dapat diketahui, yang ternyata memang menarik untuk dimasuki karena lingkungan yang ada mayoritas mendukung, walaupun ada diantaranya yang juga merupakan ancaman.
Selanjutnya pada analisis competitive position dilakukan pemetaan competitive setting industri hotel di Bandung, yang memberikan informasi penting mengenai figur pesaing-pesaing yang ada serta posisi masing-masing pesaing dalam industri tersebut. Dari sini juga didapatkan suatu informasi yang dapat dijadikan dasar untuk mengadakan analisis keuangan (bagian bawah) dan inforrnasi untuk melakukan pemetaan posisi ABC pada saat mulai beroperasi pada tahun 2000 yang ternyata masih berada di question mark, tetapi dengari suatu competitive position yang kuat. Pada analisis keuangan, proyek ABC ini memberikan NPV positif dengan IRR sebesar 15 persen (dalam US$) serta periode pengembalian selama 9,6 tahun.
Langkah selanjutnya adalah analisis competitive advantage, disini dapat digunakan analisis value chain, dan karena ABC belum berbentuk nyata maka hasil analisis pada bagian ini lebih berbentuk sebuah anjuran agar ABC kelak dapat bersaing. Anjurannya adalah bahwa ABC harus mempunyai keunggulan kompetitif pada aktivitas utamanya di bagian operasional dan bagian pengembangan sumber daya manusia untuk aktivitas pendukungnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heinrich Agustinus
"Industri Sewa Guna Usaha (SOU) di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan ditandai oleh peningkatan nilai kontrak iease dari tahun ke tahun. Iklim perkembangan yang pesat ini menimbulkan persaingan yang sentakin tajam di antara perusahaan SG-U yang ada. Untuk menunjang keberhasilan operasi perusahaan SGU ini diperlukan kemampuan untuk dapat beradaptasi secara cepat dengan perubahan lingkungan dunia usaha. Adaptasi dengan lingkungan usaha ini diwujudkan dengan mengimplenentasikan pereneanaan strategis, yang dikembangkan melalui penyusunan sistem anggaran. Oleh karena itu, sistem yanggaran menoadi salah satu alat yang penting bagi manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah dicanangkan.
Dari beberapa studi diketahui bahwa penganggaran meru-pakan bagian dari dari proses manajemen. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sebagai bagian dari rangkaian siklus manajemen, penganggaran memiliki fungsi sebagai alat peren-canaan, karena lebih berorientasi pada masa yang akan da-tang dari pada masa larapau. Namun demikian, penganggaran juga berfungsi sebagai alat pengendalian dan evaluasi atas hasil yang dicapai serta membantu dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Secara ideal, penganggaran dapat dite-rapkan pada setiap alur produk dan setiap pusat pertang-gungjawaban (responsibility center) yang sesuai dengan struktur organisasi yang ada.
Untuk raenunjang efektifitas pelaksanaan suatu peng-anggaran sebagai alat perencanaan, koordinasi, pengendalian dan evaluasi sangat ditentukan oleh beberapa aspek yang fundamental. Pada dasarnya aspek-aspek ini mengaou pada sistem pengendalian manajemen. Berikut ini merupakan beberapa aspek fundamental yang mendasari studi kasus yang di-lakukan pada perusahaan leasing PT "X", yaitu:
1. Struktur organisasi dan gaya kepemimpinan;
2. Partisipasi dari manajemen puncak;
3. Motivasi;
4. Komunikasi;
5. Kewajaran.
Tujuan dari studi kasus yang dilakukan pada PT "X" adalah untuk mengetahui dan menganalisa proses penyusunan anggaran sebagai alat implementasi dari perencanaan strate-gis manajemen dengan mendasarkan pada aspek-aspek fundamental di atas. Adanya aspek-aspek fundamental ini secara me-madai merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi agar memungkinkan proses penyusunan anggaran dapat dilakukan secara cermat, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi keseluruhan organisasi. Berkaitan dengan tujuan studi tersebut, maka penulis merumuskan hipotesa sebagai berikut: "Penyusunan anggaran yang cermat akan dapat meningkatkan prestasi keseluruhan organisasi dan mengakibat-kan tercapainya perencanaan laba (profit planning) yang telah ditetapkan.
Untuk mencapai tujuan studi di atas, maka beberapa pertanyaan dikembangkan dalam studi kasus yang dilakukan pada perusahaan leasing PT "X" ini, yaitu:
1. Bagaimana manajemen perusahaan leasing PT "X" menyusun sistem anggaran untuk mengimplementasikan perencanaan strategis yang akan dicapai oleh manajemen ?
2. Bagaimana manajemen perusahaan leasing PT "X" mengguna-kan sistem anggaran sebagai alat bantu untuk merencana-kan dan mengendalikan serta mengevaluasi prestasi dari mas ing-masing pusat pertanggungjawaban ?
3. Bagaimana pengaruh penerapan sistem anggaran terhadap rencana jangka pendek terhadap pada masing-masing pusat pertanggungjawaban ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas dan menguji hipotesa penulis, maka dalam studi ini digunakan pendekatan studi kepustakaan, dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan pimpinan dan staf PT "X", serta dilakukan metode penelitian deskriptif-analisis.
Dengan menggunakan analisa SWOT dan analisa key success factors maka PT "X" dapat dengan cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan usaha. Dengan didukung oleh kemampuan ini, maka manajemen PT "X" dapat memformulasikan perencanaan strategis perusahaan secara ceroat. Perencanaan strategis ini dituangkan ke dalam suatu perencanaan laba yang kemudian dikembangkan ke dalam rencana operasi secara lebih rinci. Kecermatan perencanaan strategis yang dilaku-kan manajemen FT "X" ini ternyata sangat menunjang kewajar-an dari perencanaan laba yang dilakukan sehingga dengan demikian perencanaan laba ini lebih mudah untuk direalisa-sikan.
Dalam proses penyusunan anggaran PT "X", nampak bahwa partisipasi dari manajemen puncak sangat berperan. Peranan dari manajemen puncak ini tercermin dari tugasnya untuk memotivasi kegiatan seluruh divisi, dan melakukan koordina-si melalui mekanisme anggaran yang ditetapkan.
Berdasarkan karakteritik dari kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan ini, maka mekanisme anggaran yang diterapkan mengacu pada pedoman spread yang ditetapkan oleh manajemen (management guidelines'). Pedoman spread memung-kinkan manajemen untuk mengevaluasi performansi dari ma-sing-masing divisi. Pedoman ini juga memungkinkan setiap divisi termotivasi untuk mencapai target anggaran yang te-lah ditetapkan. Sedang untuk menerapkan pengendalian, mana-jemen PT "X" mengembangkan sistem laporan secara periodik dan melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan.
Dengan demikian implikasi umum dari studi kasus ini adalah bahwa dengan ditunjang oleh beberapa aspek yang fundamental dalam penganggaran akan cemungkinkan dilakukan proses penyusunan anggaran secara cermat sebagai implemen-tasi perencanaan strategis manajemen sehingga dapat diting-katkan prestasi keseluruhan organisasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeseno Adi
"Gas bumi atau gas aiam yang merupakan bahan bakar dan bahan baku industri adalah salah satu kekayaan alam Indonesia dan menjadi sumber daya alam andalan bagi negara Indonesia terutama untuk menghasilkan devisa yang sangat besar bagi pemerintah. Sumber daya alam ini juga telah menjadikan Indonesia dikenal sebagai produsen dan pengekspor gas alam cair terbesar di dunia selama lebih dan sepuluh tahun terakhir ini.
Namun demikian, gas bumi yang dihasiikan tersebut tidak bisa dinikmati secara optimal oleh masyrakat Indonesia sendiri. Alokasi penjualan gas bumi lebih banyak disalurkan ke luar negeri dari pada ke dalam negeri dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor gas alam cair ke luar negeri. Ketimpangan alokasi gas bumi ini secara jangka panjang akan banyak merugikan bangsa Indonesia sehingga sebaiknya ketimpangan alokasi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja mengingat manfaat gas bumi yang sangat banyak. Bahkan gas bumi mampu menciptakan keunggulan kompetitif nasionat Indonesia dalam persaingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
PT Perseroan Gas Negara (Persero), selanjutnya disingkat PGN, diberi tugas dan kewenangan secara eksklusif (exclusive assignment] oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 1994, untuk mengembangkan dan mendistribusikan gas bumi ke pasar domestik. Berdasarkan hal tersebut, PGN memfokuskan bisnisnya pada lini bisnis distribusi dan lini bisnis transmisi gas bumi. Distribusi gas berkaitan dengan bisnis retail gas untuk konsumsi rumah tangga, kepentingan komersial, dan industri kecil lainnya melalui * pipa distribusi, sementara itu transmisi gas berkaitan dengan bisnis gas untuk konsumsi industri berskala besar dan jasa transportasi gas melalui pipa transmisi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, PGN membutubkan kejelasan visi, misi, dan strategi bisnis jangka panjang PGN sehingga PGN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan public utility company mampu memberikan layanan yang lebih merata dan dinikmati oleh banyak kalangan di Indonesia baik secara langsung melalui konsumsi gas untuk rumah tangga, komersial, dan industri domestik maupun secara tidak langsung melalui perolehan devisa hasil penjualan ke pasar luar negeri. Selain itu, PGN perlu memiliki strategi yang tepat guna mendukung penciptaan keunggulan kompetitif nasional.
Penelitian ini menghasilkan saran pengembangan strategi bagi PGN agar melakukan refonnulasi visi dan misi PGN guna mendukung penciptaan keunggulan kompetitif nasional, merintis penciptaan keunggulan kompetitif nasional dalam industri gas bumi dan penguasaan teknologi dan manajemen pemanfaatan gas bumi, melakukan strategi penetrasi pasar dalam negeri yang secara proaktif memberi masukan kepada Pemerintah dan DPR untuk memberi dukungan politik, dan menciptakan aliansi stratejik antara PGN dan produsen gas bumi di Indonesia mengingat posisi PGN sebagai penjual atau penyalur gas bumi dan bukan sebagai produsen gas bumi akan banyak dilemahkan oleh pemberlakuan UU Migas No. 22 tahun 2001. Strategi ini harus secara konsisten dan terus menerus dikerjakan oleh PGN dengan dukungan Pemerintah agar manfaat gas bumi bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Akhir Priatmaja
"PT. Pos Indonesia (Pos Indonesia) adalah salah satu BUMN yang mengemban dua tugas penting negara, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pelayanan pos yang terjangkau di seluruh pelosok nusantara, sekaligus juga memberikan keuntungan bagi negara. Namun, akibat persaingan yang sangat ketat, serta biaya operasional yang semakin meningkat, Pos Indonesia mengalami kinerja keuangan yang kurang baik. Untuk menghadapi permasalahan teresbut, Pos Indonesia memformulasikan strategi yang memiliki sasaran strategis 3G, yaitu ?Good place to work, Good place to shop, Good place to invest?.
Strategi adalah hal penting agar perusahaan dapat bersaing dan memenangkan persaingan. Namun hal yang terpenting adalah justru implementasi strategi itu sendiri. Untuk memformulasikan dan mengimplementasikan strategi, dibutuhkan suatu sistem manajemen stratejik yang dapat menterjemahkan misi, visi, strategi pada tindakan nyata dalam bentuk program kerja. Sesuai dengan sasaran strategis 3G tersebut, Pos Indonesia berencana untuk menerapkan sistem pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard. Sistem tersebut akan digunakan untuk memonitor dan mengendalikan kinerja Pos Indonesia setiap saat seperti layaknya dashboard pada sebuah mobil.
Dalam perkembangannya, balanced scorecard sesungguhnya merupakan suatu sistem manajemen stratejik yang tidak hanya mencakup sistem pengendalian kinerja saja. Lebih dari itu, balanced scorecard dapat dimanfaatkan untuk menerjemahkan strategi ke dalam program kerja. Selain itu, penerapannya juga membutuhkan usaha yang spesifik, agar dapat efektif dijalankan. Untuk itu, consulting paper ini akan membahas upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh Pos Indonesia dalam menerapkan balanced scorecard sebagai sistem manajemen stratejiknya. Namun sebelum itu, akan di bahas terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Pos Indonesia kurang dapat mengimplementasikan strateginya secara efektif dengan menggunakan model manajemen stratejik yang dimilikinya saat ini.
Berdasarkan hasil study, dilihat bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Pos Indonesia dalam mengimplementasikan strateginya adalah penentuan sasaran dan pengukuran kinerja. Pos Indonesia memang telah memiliki berbagai sasaran strategis, namun masih belum cukup jelas dan kurang terfokus. Pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) disebutkan banyak sekali sasaran strategis yang kurang terfokus. Selain itu, pengukuran kinerjanya pun masih belum cukup jelas untuk mendukung pencapaian sasaran strategis 3G. Pos Indonesia pun terlihat kurang dapat mengimplementasikan strateginya, karena program kerja dan anggaran yang dicanangkan terlihat masih belum terkait dengan strateginya.
Dari analisa tersebut, consulting paper ini mengusulkan agar Pos Indonesia menerapkan balanced scorecard sebagai lebih dari sekedar sistem pengendalian kinerja, melainkan menjadikannya sebagai sistem manajemen stratejik. Ini dilakukan untuk memudahkan Pos Indonesia mengimplementasikan strateginya dalam bentuk program kerja. Selain itu, balanced scorecard memiliki framework yang cukup lengkap sehingga organisasi dapat berfokus pada strategi. Di sini juga ditekankan bahwa penerapan balanced scorecard membutuhkan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dan pemberdayaan, serta didukung oleh budaya perusahaan yang kuat.

PT. Pos Indonesia (Pos Indonesia) is one of state owned enterprise that has two major mission. First they should provide postal service, with affordable price and reach nationwide (known as Universal Service Obligation). Second they should be a profitable company. With fierce competition and increasing operational expenses, Pos Indonesia lately has a unfavorable financial performance. Therefore, Pos Indonesia formulated a new strategy which has the strategic objectives namely 3G: ?Good place to work, Good place to shop, Good place to invest?.
Strategy is one of the important thing that a company should have in order to be competitive. But the most important thing is the implementation itself. To implement the strategy, it requires a strategic management system that can translate the mission, vision, and strategy into operational terms in initiative programs. According to the strategic objective, Pos Indonesia plans to implement a performance measurement system based on balanced scorecard. The system will be used for monitoring and controlling the performance of Pos Indonesia in a real time, like a dashboard system.
Balanced scorecard has evolved from a measurement system to a strategic management system. It requires commitment at all levels and strong leadership to implement the system. Therefore, this consulting paper will explain the principles that have to be done by Pos Indonesia in order to implement balanced scorecard as its strategic management system. Before that, it will be explained the factors that makes Pos Indonesia unable to implement its strategy.
Based on the study, it can be concluded that the problem that Pos Indonesia in implementing its strategy is its disability to set clear and focus strategic objectives and its performance measurement. In the Company Long Term Plan (Rencana Jangka Panjang Perusahaan), there are many unfocused strategic objectives mentioned. Instead, the performance measurement is not clear enough to support its strategy. It is obviously seen that Pos Indonesia has problems with implementing its strategy. It?s initiative programs and budget seems not linked with the strategy. From the analysis, it will be suggested that Pos Indonesia should implement balanced scorecard, not only as a performance measurement system, but as a strategic management system.
It is suggested because balanced scorecard could alleviate Pos Indonesia to formulate and implement strategy into a concrete initiative programs. Instead of that, balanced scorecard has an adequate framework so that it can create a strategy focused organization. One thing that should be taken into consideration that its implementation needs a strong communicating and empowering leadership style and supported by strong corporate culture."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25481
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elvina Afny
"Pasar mobil niaga kategori I merupakan pasar yang paling menarik, disebabkan oleh jumlah pemain terbanyak dan tingkat pennintaan yang paling besar. Hal ini mengakibatkan situasi persaingan di pasar ini cukup ketat, dengan diferensiasi pemain yang berbeda-beda.
Studi ini mempelajari mengenai pemasaran mobil Toyota Kijang di Indonesia. Toyota Kijang pertama kali diperkenalkan di pasar Indonesia^raa Juni 1976 oleh PT. Toyota-Astra Motor. Dalam kurun waktu 11 tahun semenjak pertama kali dipasarkan, Toyota Kijang telah mengubah situasi persaingan di industri mobil Indonesia. Merek Toyota yang biasanya menduduki posisi ketiga atau keempat, berhasil menggeser Daihatsu dan Mitsubishi untuk menjadi pemimpin pasar. Namun, Toyota Kijang juga menghadapi pesaing-pesaing tangguh yang berusaha untuk merebut pangsa pasarnya, misalnya Isuzu Panther yang fokus pada mesin diesel. Isuzu Panther yang diperkenalkan pada tahun 1981 semakin mantap posisinya dengan menduduki posisi kedua di pasar mobil niaga kategori 1 ini. Dalam upaya untuk memperpanjang siklus hidup Toyota Kijang, serta untuk mengantisipasi laju Isuzu Panther, PT. TAM telah melakukan beberapa kali modifikasi produk. Pada Januari 1997, diluncurkan generasi kelima dengan menambah beberapa varian bermesin diesel.
Namun demikian, prestasi generasi kelima belum cukup memuaskan. Tujuan semula penambahan varian diesel, Krista serta Rangga untuk mengambil pangsa yang hilang akibat Isuzu Panther, Suzuki Escudo dan Daihatsu Feroza, belum tercapai. Sehubungan dengan hal tersebut, strategi pemasaran yang tangguh akan sangat berperan untuk memantapkan posisi * Toyota Kijang. Sehingga permasalahan dirumuskan secara spesifik dengan judul "Strategi pemasaran Toyota Kijang untuk memantapkan posisinya dalam pasar mobil niaga kategori I di Indonesia".
Dalam kajian ini dilakukan analisis terhadap lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi pasar mobil niaga kategori I. Lingkungan eksternal yang dianalisa meliputi ekonomi, demografi, hukum dan politik, teknologi, industri otomotif, persaingan serta konsumen. Sementara lingkungan internal meliputi tingkat produktivitas serta pencapaian target penjualan. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menyusun strategi pemasaran Toyota Kijang dalani upaya untuk memantapkan posisinya di pasar mobil niaga kategori 1.
Faktor ekonomi yang mempengaruhi permintaan terhadap mobil niaga kategori 1 meliputi tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, tingkat investasi dan nilai kurs. Sementara itu tingkat kestabilan politik dan sosial sangat mempengaruhi permintaan mobil. Begitu juga dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan Pemenntah sangat mempengaruhi perkembangan industri mobil niaga kategori I ini.
Walaupun terdapat sekitar 30 merek mobil di Indonesia, namun struktur industrinya bersifat oligopoli, yang disebabkan oleh terkelompoknya merek-merek tersebut di tujuh perusahaan. Industri sendiri masih mengalami over capacity.
Pesaing terdekat Toyota Kijang adalah Isuzu Panther dilihat dari segi bentuk, kegunaan dan harga. Toyota Kijang sebagai pemimpin pasar, sering mengalami frontal attack yang dilancarkan Isuzu Panther si penantang pasar. Beberapa pesaing potensial Toyota Kijang adalah Mitsubishi Kuda dan Daihatsu Taruna yang akan diluncurkan pada tahun 1999.
Konsumen menggunakan mobil niaga kategori I sebagai mobil tambahan ataupun mobil pengganti mobil sebelumnya. Persepsi konsumen terhadap Toyota Kijang adalah mobil yang memiliki kualitas tinggi, menggunakan teknologi canggih, nyaman dikendarai, memiliki nilai jual kembali yang tinggi, tingkat keamaan yang tinggi, kinerja yang tinggi dan biaya pemeliharaan yang rendah. Berdasarkan psikografi, terdapat lima segmen di pasar mobil niaga kategori I, yaitu segmen value for money, pencari kualitas produk dan image, pencari kesenangan dan segmen pemerhati harga.
Berdasarkan ukuran segmen dan kekuatan perusahaan, maka sebaiknya sasaran pengguna bagi Toyota Kijang meliputi segmen pencari kesenangan, value for money, pencari kualitas dan image serta segmen pemerhati harga. Semenrara untuk membedakan dirinya dan para pesaing dan menyesuaikan dengan karakter segmen sasaran sebaiknya dipilih strategi bertahan dengan posisi diri sebagai mobil keluarga yang paling nyaman dengan standar mutu internasional.
Sementara itu, agar sesuai dengan sasaran pengguna, strategi produk yang dipiiih meliputi pengaturan kembali varian-varian yang telah ada, modifikasi dari segi bentuk eksterior dan interior serta meningkatkan layanan purna jual.
Dari segi komunikasi sebaiknya diterapkan strategi menarik (pull strategy) yang dijabarkan ke dalam pemilihan iklan dan penggunaan media yang tepat, penggunaan sarana artikel suratkabar ataupun majalah dan penyelenggaraan acara-acara spesial. Sementara strategi promosi yang terbaik dalam masa krisis moneter meliputi pemberian diskon dan servis gratis.
Strategi harga yang diterapkan didasarkan pada segmen konsumen pengguna varian-varian yang ada. Varian-varian atas menggunakan strategi harga nilai tinggi, varian tengah menggunakan strategi harga nilai medium dan varian bawah menggunakan strategi harga nilai baik. Saluran distribusi sebaiknya distribusi intensif. Namun demikian, strategi bauran pemasaran di atas hanya merupakan garis besar yang memerlukan penjabaran febih lanjut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>