Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Ketut Mirra Betri A
"ABSTRAK
Paparan panas yang ekstrem bisa mengakibatkan penyakit akibat kerja dan luka. Iklim kerja yang tinggi bisa mengakibatkan sengatan panas, panas yang berlebihan, kram panas, atau ruam panas. Panas juga dapat meningkatkan risiko cedera pada pekerja karena dapat menyebabkan telapak tangan berkeringat, kacamata pengaman yang berkabut, dan pusing. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perakitan suku cadang yang memiliki proses produksi panas yang dapat memajan pekerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat tekanan panas pada lapangan kerja 2, bagaimana keluhan subjektif akibat panas yang dirasakan para pekerja dan faktor apa saja yang berpengaruh. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan melakukan pengukuran langsung tekanan panas pada 10 titik pengukuran dan pengukuran langsung terhadap pekerja menggunakan kuesioner. Pengambilan data di dilakukan pada 129 pekerja shift 1. Analisis data digunakan uji statistik menggunakan perangkat lunak statistik. Dan didapatkan hasil berupa seluruh pekerja di lapangan kerja 2 seluruhnya merasakan iklim kerja yang panas melebihi NAB yang berlaku di Indonesia dan seluruhnya merasakan keluhan subjektif akibat panas. Faktor kovariat yang memiliki hubungan signifikan dengan keluhan subjektifnya adalah status hidrasi p value = 0,000 dan status kesehatan p value = 0,002 . Dikarenakan adanya pajanan panas berlebih pada lapangan kerja 2 maka perusahaan harus melakukan pengendalian teknis, administrated dan personal pekerja untuk meminimalisir kejadian tekanan panas dan keluhan subjektif yang dirasakan pekerja.

ABSTRACT
Exposure to extreme heat can result in occupational illnesses and injuries. Heat stress can result in heat stroke, heat exhaustion, heat cramps, or heat rashes. Heat can also increase the risk of injuries in workers as it may result in sweaty palms, fogged up safety glasses, and dizziness. This study was conducted on a spare parts assembly company that has a hot production process that can expose its workers. This study aims to see the description of the level of heat stress on work area 2, how subjective complaints caused by the heat felt by workers and what factors are influential. This study uses cross sectional method by conducting direct measurement of heat pressure at 10 points of measurement and direct measurement to workers using questionnaire. Data collection was done on 129 workers shift 1. Data analysis used statistical test using statistical software. And the results obtained in the form of all workers in work area 2 entirely exposed to heat pressure and entirely feel the climate is hot overpass Indonesia rsquo s TLV subjective complaints due to heat. Covariate factors that have significant relationship with subjective complaints are hydration status p value 0,000 and health status p value 0,002 . Due to excessive heat exposure in work area 2, the company must perform technical, administrated and personal controls to minimize the incidence of heat stress and subjective complaints felt by workers."
2017
T48198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safiera Amelia
"PT XYZ adalah industri manufaktur yang memiliki proses produksi yang menghasilkan panas dan berpotensi menimbulkan heat stress bagi pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja di area fermentasi kedelai dan pemasakan PT XYZ. Penelitian dilakukan pada 55 responden dengan desain studi cross sectional deskriptif. Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) digunakan untuk mengukur risiko tekanan panas. Kuesioner menilai keluhan subjektif pekerja akibat tekanan panas.
Hasil menunjukkan indeks WBGT rata-rata di area adalah 27,35°C - 32,29°C. Terdapat 70,9% responden mengalami tekanan panas dan 54,5% mengalami keluhan ringan. Keluhan subjektif utama yaitu banyak berkeringat (67,3%) dan merasa haus (50,9%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keluhan subjektif, yaitu kejadian tekanan panas (p value= 0,001) dan beban kerja (p value= 0,019). Rekomendasi dari segi teknis, administratif, maupun personal dibutuhkan untuk meminimalisasi keluhan subjektif dan dampak kesehatan akibat tekanan panas.

PT XYZ is a manufacturing industry which has production process that produces heat and potentially cause heat stress for workers. The purpose of this study was to determine factors related to the level of subjective complaints due to heat stress among workers in soybean fermentation and cooking area. This study performed on 55 workers using cross sectional descriptive study design. Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) were used to quantify risk of heat stress. Questionnaires assessed worker's subjective complaints from heat stress.
Results showed WBGT index in the average area are 27,35°C - 32,29°C. About 70,9% respondents experienced heat stress and 54,5% suffered minor complaints. The most subjective complaints were excessive sweating (67,3%) and feeling thirsty (50,9%). Factors related to the level of subjective complaints were heat stress (p value= 0,001) and workload (p value= 0,019). Hence, the recommendation such as engineering, administrative, and personal control are needed to minimize the subjective complaints and adverse health effect of heat stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Mediawanto Limaksana
"Latar Belakang: Adanya sumber bising di tempat kerja tidak bisa dihindari. Dampak kesehatan yang paling menonjol adalah gangguan pendengaran/tuli yang merupakan penyakit akibat kerja yang seharusnya dapat dicegah. Deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan audiometri secara rutin pada high risk worker, merupakan salah satu kunci dalam mencegah terjadinya penyakit akibat kerja ini.
Metoda: Cross sectional dengan jumlah sampel 114, membandingkan data hasil audiometri Desember 2011 dengan audiometri Desember 2013 pada medical check up, serta data dari Tim P2K3 berupa data pajanan bising, jenis APD, ketaatan APD dan program pemeliharaan mesin.
Hasil:. Didapatkan korelasi cukup kuat peningkatan ambang dengar tahun 2011 dan 2013 (uji Spearman p < 0.001, r + 0.486 pada telinga kanan dan + 0.598 pada telinga kiri). Prevalensi peningkatan ambang dengar tahun 2011-2013 adalah 63.2%, dengan tipe unilateral lebih banyak (65.3%). Secara umum besar peningkatan ambang dengar adalah 5 dB (73.6%). Peningkatan ambang dengar ≥ 10 dB sebanyak 44% pada tipe bilateral, dan 17% pada tipe unilateral. Pada telinga kanan besar peningkatan ambang dengar antara 5 - 45 dB dan pada telinga kiri antara 5 - 35 dB. Faktor bidang okupasi dan non okupasi tidak didapatkan hubungan yang bermakna pada penelitian ini. Faktor Kesesuaian APD, Ketaatan APD dan maintenance mesin tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena mempunyai kesamaan data.
Kesimpulan: Terdapat 63.2% pekerja terpajan bising mengalami peningkatan ambang dengar selama tahun 2011-2013, tetapi tidak didapatkan hubungan bermakna antara peningkatan ambang dengar dengan faktor-faktor yang terkait.

Background : It is undeniable that there are sources of noise in the working area. The effects that is commonly seen are hearing loss/deafness that is considered as a occupational disease which actually can be prevented. Early detection using audiometry examination routinely on high risk worker, is an important key in preventing the occupational disease.
Methods : Cross-sectional method was used with 114 samples that compares the audiometry data from December 2011 to December 2013 from medical check up, and data from the P2K3 company team that is noise-exposure data, PPE types, PPE obedience and machine service programme.
Results: There is a moderate correlation between an increased hearing threshold in the year 2011 and 2013 (Spearman test p<0.001, r+0.486 on the right ear and +0.598 on the left ear). The prevalance of the increased in hearing threshold from the year 2011-2013 is 63.2% with the unilateral type is higher (65.3%). Commonly the amount of deviation of the hearing threshold is 5 dB (73.6%). An increased in the hearing threshold of ≥ 10 dB is 44% on bilateral type, and 17% on unilateral type. On the right ear the hearing threshold increased between 5-45dB and left ear between 5-35 dB. There is no significance relationship between occupational and non-occupational factors in this research. PPE acceptance factor, PPE obedience and machine maintenance couldnot be analyze any further because they have a similar data.
Conclusion: There were 63.2% workers that had increased in hearing threshold around the year 2011 and 2013, but there is no significance relationship between the increased hearing threshold and the factors associated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meriza Wulandari
"Tekanan panas di tambang bawah tanah PT Cibaliung Sumberdaya terjadi karena kombinasi dari temperatur lingkungan kerja, panas metabolik tubuh, pakaian kerja, dan karakteristik pekerja. Tekanan panas dapat menimbulkan berbagai keluhan kesehatan yang dirasakan secara subjektif oleh pekerja. Penelitian dilakukan pada 52 pekerja dengan desain studi cross-sectional. Dari 9 titik pengukuran di underground menunjukkan indeks WBGT indoor berkisar antara 29,1°C hingga 35,5°C. Setelah dilakukan analisis berdasarkan Permenkes No. 70 Tahun 2016, didapatkan hasil bahwa dari 52 responden, terdapat 48 responden 92,3 mengalami tekanan panas. Sebanyak 50 responden 96,2 merasa temperatur lingkungan kerja mereka panas dan 46 responden 88,5 merasa tidak nyaman dengan kondisi panas tersebut. Seluruh responden menyatakan pernah mengalami keluhan subjektif akibat pajanan tekanan panas dengan frekuensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan berbagai upaya pengendalian tekanan panas untuk meminimalisasi risiko keluhan kesehatan yang dirasakan pekerja.

Heat stress in underground mining at PT Cibaliung Sumberdaya happens because of combination of workplace temperature, body metabolic heat, clothing, and workers rsquo characteristics. Heat stress can cause various health complaints that perceived by workers. This study performed on 52 workers using cross sectional study design. The measurement result of 9 points in underground showed that WBGT indoor index range from 29,1°C until 35,5°C. After analyzing based on Permenkes No. 70 Tahun 2016, the result showed that from 52 respondents, there are 48 respondents 92,3 experiencing heat stress. Besides that, 50 out of 52 respondents 96.2 feel that their workplace temperature is hot and 46 respondents 88.5 feel uncomfortable with that hot conditions. All respondents claimed experiencing subjective complaints due to heat stress exposure with different frequencies. Therefore, company needs to undertake various efforts of heat stress control and prevention to minimize the risk of health complaints that perceived by workers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarah Defi Saputri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tekanan panas dan keluhan subjektif yang ada di PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas. Bahaya panas merupakan salah satu hazard yang ada di dunia industri saat ini. Bahaya panas yang tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan yang biasa disebut heat-related disorders. Pajanan panas ke tubuh pekerja akan direspon tubuh melalui heat strain. Indeks WBGT Indoor di area produksi PT Frisian Flag Indonesia menunjukkan nilai antara 23,920C sampai 32,780C. Setelah dilakukan analisis, didapatkan bahwa 50 responden yang menjadi subjek penelitian, 24 responden termasuk kelompok berisiko mengalami tekanan panas. Seluruh responden penelitian pernah mengalami keluhan akibat pajanan tekanan panas tetapi dengan frekuensi yang berbeda-beda.

This study aims to determine heat stress and subjective complaints in PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas. Heat is one of the hazards that exist in the industry today. Heat stress that are not addressed properly will cause a variety of health problems commonly called heat-related disorders. Heat exposure to the worker's body will be responded by body through heat strain. Indoor WBGT index in the production area of PT Frisian Flag Indonesia showed values between 32.780C- 23.920C. After analysis, it was found that 50 respondents which is the subject of research, 24 respondents including groups at risk of heat stress. The entire study respondents have experienced complaints due to exposure to heat stress but with different frequencies."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Helien Puspita
"Tekanan panas merupakan salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap produktivitas, performa kerja, juga berpotensi menimbulkan berbagai keluhan kesehatan (heat strain) bagi pekerja di area produksi pelumas Jakarta PT Pertamina (Persero). Penelitian dilakukan pada 122 pekerja menggunakan desain studi cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan semua responden mengalami keluhan akibat pajanan panas dengan mayoritas keluhan ringan (73.8%) dan pengukuran menggunakan Thermal Environment Monitor menunjukkan bahwa secara umum temperatur di area produksi pelumas melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian kondisi temperatur lingkungan kerja sampai batas yang dapat diterima pekerja untuk meminimalisasi risiko keluhan yang dirasakan.

Heat stress is one of physical factors that affect productivity, working performance, also potentialy caused various health problems (heat strain) for workers in PT Pertamina (Persero) Production Unit Jakarta - Lubricants. This study performed on 122 workers using cross sectional study design.
Result showed all respondents had complaints due to heat exposure with the majority of minor complaints (73.8%) and measurement using Thermal Environment Monitor showed in general, temperature at lubricants production area exceeds the permitted threshold value. Therefore, efforts are needed to control the temperature conditions of the working environment to acceptable limits of workers to minimize the perceived risk of complaints.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Syadzwina
"Penelitian ini membahas kajian pengukuran fatigue secara subjektif di Departemen Produksi bagian Die Casting PT TACI pada periode Mei sampai Juni 2016. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan observasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan fatigue pada pekerja shift. Hasil penelitian mendapatkan pekerja shift bagian die casting mengalami keluhan fatigue dengan kategori fatigue ringan dan kategori fatigue berat. Faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan dengan keluhan fatigue adalah desain kerja, kerja lembur, beban fisik, waktu perjalanan, dan tingkat kesehatan. Peneliti merekomendasikan upaya peningkatan berkelanjutan untuk perusahaan dan karyawan dalam mengatasi keluhan kesehatan kerja.

The focus of this research is the measurement of subjective fatigue at Production Department on Die Casting Unit PT TACI in may to june 2016. This research is a cross sectional study with observational approach. The purpose of this research is to determine the factors associated with complaints of fatigue in shift workers. The result of this research is the shift workers of die casting unit was complainting of fatigue on mild and severe level. The risk factors which have significant related of complaint fatigue are job design, overtime, physical workload, commuting time and health status. The researcher suggests that corporation and their employees are ought to implement the continous improvement for occupational heatlh issues.
"
Depok: Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ratnaning Pamungkas
"Penelitian pada 4 lokasi di area PT United Tractors Tbk. yang terdiri atas Warehouse Head Office, Yard Marketing, Workshop Jakarta dan UTR menunjukkan indeks WBGT Indoor antara 28.56°C sampai dengan 30.84°C dan indeks WBGT Outdoor antara 29.77°C hingga 29.88°C. Setelah dilakukan analisis indeks WBGT, beban kerja dan pola kerja berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, didapatkan hasil bahwa dari 115 responden yang menjadi subyek penelitian, 25 responden (21.7%) termasuk kelompok berisiko mengalami pajanan tekanan panas. Sebanyak 110 responden (95.7%) merasakan temperatur lingkungan tempat mereka bekerja adalah panas serta 79.1% responden merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi tersebut. Seluruh responden yang menjadi subyek penelitian pernah mengalami keluhan akibat pajanan tekanan panas tetapi dengan frekuensi yang berbeda-beda. Jenis keluhan yang sangat sering (setiap hari) dirasakan oleh responden adalah banyak mengeluarkan keringat (64.3%) dan merasa cepat haus (43.5%) sedangkan jenis keluhan yang tidak pernah dirasakan oleh pekerja adalah rasa ingin pingsan (90.4%) dan kram/kejang otot perut (82.6%).

The research is conducted in 4 locations: Warehouse Head Office, Yard Marketing, Workshop Jakarta and UTR. The result of environmental monitoring showed that the WBGT indoor index range from 28.56°C until 30.84°C and WBGT outdoor from 29.77°C until 29.88°C. The measurement results of WBGT index, workload and work rate are being analyzed and compared with Permenakertrans No. 13 Tahun 2011. The comparison result showed that 25 respondent (21.7%) are including into risky group due to exposure of heat stress. 110 out of 115 respondents (95.7%) feel that their workplace is hot and 79.1% respondents feel uncomfortable with that hot conditions. Besides that, many subjective complaints due to exposure of heat stress are experienced by the workers with different frequency. The subjective complaints that experienced everyday by the workers are excessive sweating (64.3%) and quickly feel thirsty (43.5%), beside that the complaints that never being experienced by the workers are collapse (90.4%) and muscle abdominal cramps (82.6%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45881
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Rafifa
"Ground handling service merupakan bagian penting dalam operasional bandar udara. Airport taxiways, ramps, dan aprons merupakan lingkungan yang kompleks yang berpotensi membahayakan karyawan ground handling. Karyawan ground handling yang bekerja untuk memastikan ketepatan waktu dan operasional penerbangan berisiko mengalami kelelahan kerja.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keluhan subjektif kelelahan kerja dan faktor risikonya pada karyawan ground handling, sekaligus mengidentifikasi faktor risiko yang paling relevan dalam memprediksi kelelahan kerja pada responden. Kuesioner yang telah divalidasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keluhan subjektif kelelahan, faktor individu (jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, riwayat penyakit), faktor gaya hidup (durasi tidur, kualitas tidur, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi kafein), faktor terkait kerja (masa kerja, shift kerja, jam kerja, waktu istirahat), dan faktor psikososial (tuntutan di tempat kerja, kontrol terhadap pekerjaan, dukungan sosial di tempat kerja, kepuasan kerja, stress kerja, dukungan keluarga) dari 130 responden.
Penelitian ini mendapatkan skor rata-rata kelelahan kerja responden, yang diukur dengan kuesioner Checklist Individual Strength, sebesar 73,69 (standard deviasi 15,146; nilai min. 28 maks. 124). Analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda menunjukkan kualitas tidur yang buruk (8,785; 95% CI 1,958 - 15,613), shift malam (5,576; 95% CI 0,987 - 10,165), shift siang/sore (6,177; 95% CI 1,617 - 10,738), tuntutan di tempat kerja (1,128; 95% CI 0,612 - 1,644), dan overcommitment (1,602; 95% CI 0,829 - 2,376) sebagai faktor risiko yang paling bisa memprediksi kenaikan keluhan subjektif kelelahan kerja pada karyawan ground handling. Sementara itu, durasi tidur (-3,171; 95% CI -5,375 - -0,967) dan kebiasaan merokok (-3,454; 95% CI -6,843 - -0,065) menjadi faktor protektif karena memiliki asosiasi negatif dengan keluhan subjektif kelelahan kerja.

Ground handling services are an essential part of airport operations. Airport taxiways, ramps, and aprons are complex environments potentially hazardous to ground handling crews or workers. Ground handling crews working at airports to ensure flight operation punctuality and arrangement are at risk of experiencing work-related fatigue.
This study was performed to evaluate subjective fatigue severity among ground handling crews and its risk factors, as well as to identify the most relevant risk factors in predicting fatigue. A validated questionnaire was used to obtain information on subjective fatigue, individual factors (sex, age, body mass index, fatigue-inducing illness history), lifestyle factors (sleep duration, sleep quality, physical activity, smoking habit, caffeine consumption), work-related factors (work tenure, shift work, work hours, resting time), and psychosocial factors (demand at work, control of work, social support at work, work satisfaction, work stress, family support) from 130 participants.
Average subjective fatigue score, measured using Checklist Individual Strength, was 73.69 (with standard deviation of 15.146, min. value of 28 and max. value of 124). Multivariate analysis using multiple linear regression showed that bad sleep quality (8.785, 95% CI 1.958 - 15.613), night shift (5.576, 95% CI 0.987 - 10.165), afternoon shift (6.177, 95% CI 1.617 - 10.738), demands at work (1.128, 95% CI 0.612 - 1.644), and overcommitment (1.602, 95% CI 0.829 - 2.376) as the risk factors that best predict the increase of subjective fatigue in ground handling crews. Meanwhile, sleep duration (-3.171, 95% CI -5.375 - -0.967) and smoking habit (-3.454, 95% CI -6.843 - -0.065) were found to be a protective factor from subjective fatigue since it is negatively associated with subjective fatigue.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Sarah Andriyari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran keluhan subjektif akibat kejadian tekanan panas yang memajan pekerja di area penatu dan dapur Crowne Plaza Hotel Jakarta pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 105 orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 12 responden (11,4%) mengalami kejadian tekanan panas. Selain itu, hasil penelitian ini pun menunjukkan bahwa terdapat tujuh keluhan yang dirasakan oleh lebih dari 50% responden yaitu, cepat haus (93,3%), banyak berkeringat (91,4%), merasa cepat lelah (67,6%), jarang buang air kecil/air seni sedikit (65,7%), lemas (59,0%), tidak nyaman dalam bekerja (56,2%), dan pusing atau berkunang-kunang (50,5%). Berdasarkah hal tersebut, perlu dilakukan pengendalian baik dari segi teknis, administratif, maupun personal untuk meminimalisasi keluhan subjektif dan risiko kesehatan akibat tekanan panas.

ABSTRACT
This study aims to explain the overview of subjective complaints caused by heat stress exposure among workers in laundry and kitchen area of Crowne Plaza Hotel Jakarta in 2015. This study uses observational method with cross sectional study design. 105 workers from laundry and kitchen area becomes the respondents of this study. This study shows that 12 respondents (11,4%) experienced heat stress. Moreover, there are seven subjective complaints which are felt by more than 50% workers are feeling thirsty (93,3%), sweating (91,4%), feeling tired (67,6%), jarang infrequent urination (65,7%), feeling limp (59,0%), feeling uncomfortable while working (56,2%), dan headache (50,5%). Therefore, efforts such as technical and administrative control, personal control are needed to minimize the subjective complaints and adverse health effect of heat stress.
"
2015
S60747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>