Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59437 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nia Nurita
"ABSTRAK
Implikasi krisis ekonomi tahun 1998 terhadap industri jasa keuangan Indonesia melatarbelakangi perubahan struktur pengawasan jasa keuangan Indonesia menjadi pengawasan terpadu unified supervision . Melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan OJK dibentuk dengan tujuan melaksanakan regulasi, pengawasan, dan perlindungan industri jasa keuangan yang semula dilakukan oleh Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, OJK didukung pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan/atau Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dengan mempertimbangkan ruang APBN yang terbatas saat ini, maka perlu dicari alternatif lain dari pembiayaan OJK. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus melalui simulasi serta analisa data dan regulasi yang berlaku. Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa diperlukan adanya kontribusi dari lembaga sejenis seperti BI dan/atau LPS dalam pembiayaan OJK, sebagai salah satu upaya mitigasi pengamanan industri jasa keuangan Indonesia.

ABSTRACT
The implications of the 1998 economic crisis to Indonesia 39 s financial services were triggering the reform of Indonesia 39 s financial supervision structure into unified supervisory model. According to Act No. 21 of 2011, the Indonesia Financial Services Authority OJK has a duty to regulate, supervise, and protect financial industries which were formerly performed by Bank Indonesia and the Ministry of Finance. In performing these functions, OJK is financially funded by government budget APBN and or the levies from parties who conduct their businesses in the financial services sector. Considering the current budget limitation of APBN, there should be other financing alternatives to support OJK. This research is conducted by using case study methodology through simulation and analysis of data and applicable regulations. According to the result, there should be financing contribution from other institutions such as BI and LPS as a preventive mitigation to protect financial services industry in Indonesia from instability."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arieda Humardani
"Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang dihadapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga negara yang dirancang untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap industri jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB). OJK menjalankan perannya sebagai regulator industri jasa keuangan di Indonesia dengan sumber pembiayaan dari APBN dan/atau Pungutan. Namun pada tahun 2015, OJK ditetapkan sebagai Wajib Pajak (WP) Badan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang mengharuskan OJK untuk melakukan kewajiban perpajakan seperti WP Badan komersial lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pungutan yang dilakukan oleh OJK merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) dan apakah penetapan OJK sebagai WP Badan sudah tepat, serta mengetahui dampak yang ditimbulkan atas penetapan tersebut. Penulis menggunakan metode kualitatif untuk menyampaikan data-data yang didapatkan di lapangan berupa hasil wawancara dan tinjauan literatur untuk menganalisis status penetapan OJK sebagai WP Badan beserta dampaknya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Perpajakan, OJK tidak dikecualikan sebagai WP Badan, maka dari itu OJK ditetapkan sebagai WP Badan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dampak atas penetapan tersebut adalah perhitungan PPh Badan OJK tidak sesuai dengan prinsip pengakuan pendapatan Pungutan OJK sehingga menimbulkan beban administratif dan beban anggaran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa OJK merupakan lembaga independen yang menjalankan fungsi pemerintahan sesuai amanat UU OJK, selain itu terdapat pandangan bahwa Pungutan OJK kepada Industri Jasa Keuangan sama dengan pajak sehingga penetapan OJK sebagai WP Badan kurang tepat.

This study discusses the problems faced by the Financial Services Authority (OJK) as a state institution designed to conduct integrated regulation and supervision of the financial services industry in the Banking sector, Capital Market sector, and Non-Bank Financial Industry (IKNB) sector. OJK carries out its role as regulator of the financial services industry in Indonesia with funding sources from the state budget and/or levies. However, in 2015, the OJK was determined as a Corporate Taxpayer by the Directorate General of Taxes which required the OJK to perform tax obligations like other commercial corporate taxpayers. This study aims to determine whether the levies carried out by OJK is an object of income tax and whether the determination of OJK as a corporate taxpayer is appropriate, and to know the impact caused by the determination. The author uses a qualitative method to convey data obtained in the field in the form of interviews and literature review to analyze the status of the establishment of OJK as a corporate taxpayer and their impact. The results of this study show that based on the Indonesian Tax Regulation, OJK is not exempt from being a Corporate Taxpayer, hence OJK is designated as a Corporate Taxpayer by Directorate General of Taxation. The impact of this determination is that the calculation of OJK Corporate Income Tax is not in accordance with the principle of recognizing OJK levies income, which creates administrative and budget burdens. The results also show that OJK is an independent institution that carries out government functions in accordance with the mandate of the OJK Law, moreover there is another point of view stating that OJK levies on the Financial Services Industry are the same as taxes so that the determination of OJK as Corporate Taxpayer is not quite right."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Kejahatan Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Wira Immanuel
"Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Micro Finance Institution (MFI) sebagai bahagian dari Lembaga Keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, khususnya perekonomian masyarakat kecil dan menengah yang secara umum berada di wilayah pedesaan. Lembaga Keuangan Mikro melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pelaku usaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dengan memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman ataupun pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, dan pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata–mata mencari keuntungan. Oleh sebab itu Lembaga Keuangan Mikro haruslah dikelola dengan baik berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Good Coorporate Governance. Dengan demikian diperlukan Lembaga Pengawas, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengeluarkan pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki tanggung jawab untuk memastikan pengelolaan dan kegiatan usaha LKM, yang mana salah satu bahagiannya adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), agar berjalan sesuai aturan yang berlaku. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi LKM di Indonesia dan implementasi pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap Lembaga Keuangan Mikro.
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis. Pendekatan masalah yang digunakan adalah normatif-terapan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier, kemudian analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan OJK dalam mengawasi LKM melakukan fungsi pengawasan dengan berkordinasi kepada Kementerian Koperasi dan UMKM dan kepada Kementerian dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro, pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan oleh OJK kepada pemerintah kabupaten/kota dan apabila pemerintah kabupaten/kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan LKM kepada pihak lain yang ditunjuk. Disisi lain terhadap BPR, OJK melakukan penyehatan terhadap BPR bermasalah melalui mekanisme Bail in berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Microfinance Institutions (MFI) as part of Financial Institutions have a very important role in the development of the country's economy, especially the economy of small and medium-sized communities who are generally located in rural areas. Microfinance Institutions carry out activities of providing financial services to small and micro business actors as well as low-income communities based on Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions by providing business development services and community empowerment, both through loans and micro-scale financing. business to members. and the community, manage deposits, and provide consulting services for business development that are not solely for profit. Therefore, Microfinance Institutions must be managed properly based on the principles of prudence and Good Corporate Governance. Therefore, a supervisory agency is needed, namely the Financial Services Authority (OJK) which was established based on Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority as the institution that issues regulation and supervision of the financial services sector. The Financial Services Authority has the responsibility to ensure the management and business activities of MFI, The Financial Services Authority has the responsibility to ensure that the management and business activities of MFI, including Rural Bank (BPR), run according to applicable regulations. The formulation of the problem in this study is about the role of OJK in monitoring MFI in Indonesia and implementation of OJK supervision on Microfinance Institutions.
This research is a normative juridical law research with analytical descriptive research type. The problem approach used is normative application. The data used is secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, then the data analysis is carried out qualitatively.
The results of the study show that OJK in supervising MFI performs a supervisory function in coordination with the Ministry of Cooperatives and MSME and the Ministry of Home Affairs as stipulated in Article 28 of Law Number 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions. Meanwhile, based on the provisions of Article 2 paragraph (2) and (3) of the Financial Services Authority Regulation Number 14/POJK.05/2014 concerning the Guidance and Supervision of Microfinance Institutions, the guidance and supervision of MFI is delegated by the OJK to the district/city government and if the district/city government the city is not ready. The Financial Services Authority may delegate the guidance and supervision of MFI to other appointed parties. On the other hand, for BPR, OJK has restructured problematic BPR through the Bail-in mechanism based on the mandate of Law Number 9 of 2016 concerning Prevention and Handling of Financial System Crisis.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Chae Bin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan sistem yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, serta membandingkan pengaturan dan sistem pengawasan perbankan antara OJK di Indonesia dengan Financial Supervisory Service (FSS) di Korea selatan, persamaan dan perbedaan pengawasan terhadap keuangan yang dilakukan oleh OJK dan FSS.Perbandingan dalam penelitian ini ditinjau melalui kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya, mengenai independesi lembaga, dan mengenai hubungan anatara lembaga pengawas tersebut dengan bank sentral di negaranya masing-masing dengan cara memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank) serta mengenai analysis terhadap efektivitas pengawasan keuangan dilakukan oleh negara masing-masing.
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskritif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Dari penelitian ini akan diketahui bahwa OJK dan FSS melakukan penganwasan kueangan dengan pengawasan langsung dan tidak langsung, dan akan terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya terkait dengan memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank).

This thesis aims to identify the authority and the system of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in the banking supervision regulatory system as well as to provide comparison on the banking regulatory and supervisory system conducted by OJK in Indonesia and Financial Supervisory Service (FSS) in South Korea, the differences and the similarities identified throughout the analysis between OJK and FSS. The comparison of this research focuses on the Financial Service Authority in carrying out the banking regulatory and supervisory system of each country, namely the independency of the agency, and the relation between supervisory agency with the central banks of each country as well as the effectiveness of financial supervision conducted by each country.
The research method of this paper is normative-descriptive method. Statue approach and comparative approach are used for the research which mainly focuses on the legislation and the comparison. This research is expected to clarify the significant differences between the countries by elaborating the banking supervisory system in the aspect of regulatory system, law enforcement, infrastructure and community (bank).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pitono
"Berlakunya Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UUOJK) telah mengubah kelembagaan pengawasan dan pengaturan sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan pada satu lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu UUOJK telah memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan langkah dan upaya terkait dengan perlindungan konsumen jasa keuangan. Produk dan jasa keuangan dan kegiatan usaha jasa keuangan merupakan bidang/sektor yang sangat pesat mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemasaran produk dan jasa keuangan oleh lembaga jasa keuangan kepada masyarakat sangat beragam dan masif. Disisi lain, pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai sektor jasa keuangan sangat terbatas. Konsumen jasa keuangan terbagi dalam 2 segmentasi yaitu konsumen korporasi dan konsumen individual dengan perbedaan tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang rendah dan akses informasi yang benar dan transparan mengenai produk dan jasa serta lembaga jasa keuangan relatif terbatas.
Dengan demikian, adalah penting untuk mengkaji bagaimana peranan OJK dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan konsumen individual mengenai sektor jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada konsumen individual merupakan upaya yang sangat penting agar konsumen dapat memilah dan memilih serta menentukan produk dan jasa keuangan apa serta lembaga jasa keuangan mana yang akan digunakan. Segmen konsumen individual sangat rentan terhadap kegiatan usaha jasa keuangan yang menyimpang karena jumlah konsumen individual sangat banyak dan beragam. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kepanikan pasar keuangan dalam hal terjadi praktek-praktek jasa keuangan yang merugikan konsumen. Potensi kerugian tidak hanya disebabkan karena yang rendah pendidikan dan akses informasi yang benar dan transparan tetapi juga kegagalan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan dan sengketa konsumen.
Dengan mendasarkan pada teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, penelitian ini menggunakan metode pendekatan diskriptif kualitatif berupa penelitian kepustakaan dengan analisis yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan edukasi untuk mencapai literasi keuangan oleh OJK sangat diperlukan dan menjadi langkah terpenting untuk melindungi konsumen jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada masyarakat dan konsumen akan meningkatkan keyakinan konsumen terhadap sistem keuangan yang akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan dan menjaga stabilitas keuangan. Selain itu juga penanganan pengaduan dan keluhan konsumen secara pasti melalui mekanisme internal dispute resolution (IDR) dan mediasi merupakan upaya yang sangat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan.

Applicability of Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority (hereinafter referred to UUOJK) has changed the institutional supervision and regulation of the financial services sector from Bank Indonesia and the Ministry of Finance on a body called the Financial Services Authority (FSA). Additionally, UUOJK has given authority to the FSA to undertake measures and efforts related to the protection of consumers of financial services. Financial products and services and business activities of financial services is an area / sector has developed very rapidly in line with the development of science and technology. Marketing of financial products and services by financial services institutions to the community is very diverse and massive. On the other hand, knowledge and understanding of the financial services sector is very limited. Consumer financial services is divided into two segments are corporate customers and individual consumers with different levels of education. This is due to poor education and access to proper and transparent information regarding products and services as well as financial services institutions are relatively limited.
Thus, it is important to examine how the role of FSA in an effort to increase understanding and knowledge of the individual consumer financial services sector. Consumer financial education efforts of the individual is very important so that consumers can pick and choose and determine what financial products and services as well as financial services institution which will be used. Individual consumer segments are particularly vulnerable to the financial services business activities which deviate due to the number of individual consumers are many and varied. This is potentially causing panic in the event of financial market practices that harm consumers of financial services. Potential losses are not only due to low education and access to information that is correct and transparent but also the failure of financial institutions to resolve consumer complaints and disputes.
With a legal system based on the theory of Lawrence M. Friedman, this study used a qualitative descriptive approach library research with normative analysis.
The results showed education to achieve financial literacy by the FSA becomes very necessary and important step to protect consumers of financial services. Financial education to the public and consumers will increase consumer confidence in the financial system that will result in increased community participation in development finance and maintain financial stability. In addition, the handling of complaints and consumer complaints with certainty through the internal dispute resolution mechanisms (CAD) and mediation is an attempt which help increase public trust in financial services institutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Bill Clinton
"Aktivitas pembiayaan konsumen dapat mengalami kendala apabila salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian pembiayaan yang telah dibuat sehingga terjadi sengketa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Para Pihak adalah menyelesaikan masalah tersebut di luar pengadilan seperti LAPS Sektor Jasa Keuangan dan BPSK.
POJK No. 61 Tahun 2020 membuat LAPS Sektor Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Sedangkan, BPSK dapat menyelesaikan sengketa terkait konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Adanya 2 (dua) lembaga ini dapat menimbulkan beberapa pandangan tentang kepastian hukum lembaga yang tepat demi menyelesaikan sengketa pembiayaan konsumen. Tujuan penulisan tesis ini adalah menganalisis kewenangan LAPS Sektor Jasa Keuangan, bagaimana pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen, dan bagaimana akibat hukum putusan LAPS Sektor Jasa Keuangan terhadap penyelesaian sengketa oleh BPSK di sektor pembiayaan konsumen.
Metode penerapan penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penulisan ini adalah kedudukan LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak melanggar ketentuan UU Perlindungan Konsumen, pemilihan penyelesaian sengketa pembiayaan konsumen melalui LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak melanggar UU Perlindungan Konsumen, dan kewenangan LAPS Sektor Jasa Keuangan tidak mengurangi efektivitas lembaga BPSK dalam menyelesaikan sengketa pembiayaan Konsumen

Consumer financing activities can face problems if one of the parties does not comply with the financing agreement that has been made, resulting in a dispute. One of the efforts that can be made by the Parties is to resolve the issue out of court, such as the LAPS Financial Services Sector and BPSK.
POJK No. 61 of 2020 makes the LAPS Financial Services Sector have the authority to resolve consumer financing disputes. While BPSK can resolve consumer disputes based on Law no. 8 of 1999 concerning Consumer Protection.
The existence of these 2 (two) institutions can give rise to several views about the legal certainty of the right institution to resolve consumer financing disputes. The purpose of writing this thesis is to analyze the authority of the LAPS Financial Services Sector, how to implement consumer financing agreements, and how the legal consequences of the LAPS Financial Services Sector decision on BPSK's dispute resolution in the consumer finance sector.
The method of applying this thesis is normative juridical with a statutory approach. The results of this thesis are that the position of the LAPS Financial Services Sector does not violate the provisions of the Consumer Protection Law, the selection of consumer financing dispute resolution through the LAPS Financial Services Sector does not violate the Consumer Protection Law, and the authority of the Financial Services Sector LAPS does not reduce the effectiveness of the BPSK institution in resolving consumer financing disputes.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Michael Endha Bastari
"ABSTRAK
Setiap manusia membutuhkan uang untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sehari-hari, namun terkadang dalam keadaan mendesak, seseorang perlu
mendapatkan uang secara cepat untuk dapat mengatasi kebutuhan mendesak
tersebut. Oleh sebab itu, pergadaian swasta seringkali menjadi pilihan untuk
menggadaiakan barang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan uang tanpa
menjual barang yang dimilikinya tersebut. Di Indonesia, sebelum adanya
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, tidak ada peraturan yang mengatur mengenai
pergadaian milik swasta, oleh sebab itu keberlakuan peraturan ini memberikan
pengaruh bagi pergadaian swasta di Indonesia, salah satunya dengan diaturnya
dan diawasinya pergadaian swasta di Indonesia. Hal ini didasarkan oleh penelitian
mengenai pengaturan dan pengawasan jasa usaha gadai swasta di Indonesia pasca
berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, serta dalam penerapan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini, terdapat dampak hukum bagi pergadaian swasta di
Indonesia.

ABSTRACT
Every person needs money to fulfill their daily needs, but sometimes in
urgent circumstances, a person needs to get money quickly to be able to meet the
immediate needs. therefore, private pawnshops is often becomethe solution for
some person to earn money without selling their owned. in Indonesia, before the
Regulation of Financial Services Authority, there are no regulations for the private
pawnshops, therefore, the encatment of these regulations, will impactthe private
pawnshops in Indonesia, one of them isthe private pawnshops regulates and
supervises in Indonesia. It is based on research on the regulation and supervision
of private pawn business services in Indonesia after the enactment of the Financial
Services Authority, as well as in the implementation of the Financial Services
Authority's regulation, there are legal ramifications for private pawnshops in
Indonesia."
2017
S65847
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reswara Nararya Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan faktor yang mempengaruhi credit spread sukuk dan obligasi di pasar sekunder Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasar sekunder yang didapatkan dari Thomson Reuters Eikon dan CEIC data pada periode 2017–2021. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode unbalanced panel data dengan Fixed-Effect Model. Kemudian penelitian ini juga melakukan analisis parsial untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan faktor penggerak yield spread antara sukuk yang menggunakan struktur ijarah dan mudarabah. Hasil utama dari penelitian ini adalah investor tidak melihat sukuk sebagai alternatif dari obligasi konvensional dari sisi tingkat risiko dan imbal hasil investasi, dikarenakan faktor yang mempengaruhi yield spread di antara keduanya memiliki kemiripan yang tinggi. Hasil parsial dari penelitian ini adalah sukuk mudarabah adalah produk yang distingtif terhadap sukuk ijarah di pasar utang sekunder Indonesia.

This research aims to examine whether there are differences in the factors influencing the credit spread of sukuk and bonds in the secondary market of Indonesia. The data used in this study are secondary market data obtained from Thomson Reuters Eikon and CEIC data for the period 2017-2021. The method employed in this research is the unbalanced panel data method with a Fixed-Effect Model. Furthermore, this study also conducts partial analysis to determine whether there are differences in the driving factors of yield spread between sukuk using ijara and mudarabah structures. The main findings of this study indicate that investors do not perceive sukuk as an alternative to conventional bonds in terms of risk level and investment yield, as the factors influencing the yield spread between the two have high similarities. The partial results of this study reveal that sukuk mudarabah is a distinctive product compared to sukuk ijara in the Indonesian secondary debt market."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>