Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174760 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asri Widyastuti
"ABSTRAK
Meskipun pemerintah telah mengatur perlindungan Anak Berkonflik dengan Hukum ABH melalui Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA , literatur sebelumnya menunjukkan pelaku kekerasan seksual rentan mengalami kekerasan saat proses peradilan pidana. Peneliti ingin mengetahui gambaran stress dan coping saat menjalani proses peradilan pidana pada remaja yang melakukan kekerasan seksual. Untuk memperoleh data mendalam, digunakan pendekatan kualitatif dengan analisis tematik. Tiga partisipan laki-laki berusia 14 dan 18 tahun menunjukkan bahwa saat menjalani proses peradilan pidana, remaja yang melakukan kekerasan seksual mengalami stress jangka pendek dan panjang, memunculkan respon emosional dan peningkatan detak jantung, yang diatasi dengan berupaya aktif menghilangkan stress, dan penerimaan pengalaman.Meskipun pemerintah telah mengatur perlindungan Anak Berkonflik dengan Hukum ABH melalui Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA , literatur sebelumnya menunjukkan pelaku kekerasan seksual rentan mengalami kekerasan saat proses peradilan pidana. Peneliti ingin mengetahui gambaran stress dan coping saat menjalani proses peradilan pidana pada remaja yang melakukan kekerasan seksual. Untuk memperoleh data mendalam, digunakan pendekatan kualitatif dengan analisis tematik. Tiga partisipan laki-laki berusia 14 dan 18 tahun menunjukkan bahwa saat menjalani proses peradilan pidana, remaja yang melakukan kekerasan seksual mengalami stress jangka pendek dan panjang, memunculkan respon emosional dan peningkatan detak jantung, yang diatasi dengan berupaya aktif menghilangkan stress, dan penerimaan pengalaman.

ABSTRACT
Nevertheless the government has regulated the protection of Children who did criminal acts through Children Criminal Justice System, previous research found that sexual abuse perpetrators have a tendency experiencing violence while experiencing criminal justice. This study is conducted to describing stress and coping of experiencing criminal justice among adolescents who did sexual abuse. For acquiring depth data, this study used qualitative method and thematic analysis. Three male participants age 14 and 18 explained they had short term distress and long term distress with emotional and increased heart rate, which coped by active coping and acceptance coping strategies while experiencing criminal justice."
2017
S67776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Dwi Ariyanti
"ABSTRAK
Masa perpindahan dari SD ke SMP umumnya berkaitan dengan perubahan pada
lingkungan sekolah, aktifitas akademis, dan aktifitas sosial, perubahan-perubahan
tersebut dihadapi oleh siswa remaja awal bersamaan dengan perubahan yang
berasal dari dalam dirinya karena masa pubertas. Bagi kebanyakan siswa remaja
awal kondisi tersebut bisa menjadi pemicu munculnya stress (stressor). Dalam
menghadapi stress setiap siswa memiliki perbedaan karena disebabkan oleh
kemampuan coping yang dimilikinya dan dukungan sosial yang diterimanya.
Penelitian dilakukan pada partisipan sebanyak 106 orang yang berasal dari SMP N
2 Depok, dan memiliki karakteristik anak laki-laki maupun anak perempuan yang
sedang menjalani semester pertama sekolah. Seluruh partisipan diukur mengenai
pengalaman stress menggunakan Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, &
Mermelstein, 1983), pengalaman stressor menggunakan lembar checklist,
penggunaan strategi coping menggunakan Cope Scale (Carver, Scheier, &
Weintraub, 1989), dan dukungan sosial menggunakan Social Support
Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua partisipan mengalami stress namun pada tingkat yang berbeda-beda,
situasi khawatir dengan hasil raport jelek merupakan salah satu situasi yang
banyak dialami siswa sekaligus dianggap sebagai stressor, strategi coping terpusat
emosi sering digunakan oleh paling banyak partisipan, dan dukungan sosial yang
sangat sesuai ialah dari orang tua baik dalam bentuk instrumental maupun
emotional. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu seluruh pihak
yang terlibat dalam tumbuh kembang siswa remaja awal untuk bisa lebih
memahami pengalaman stress, stressor, strategi coping, serta dukungan sosial
pada siswa remaja awal di SMP.

ABSTRACT
The transition from elementary school to junior high school is generally
associated with changes in the school environment, academic activities, and social
activities, the changes faced by students in conjunction with the change that
comes from within him or her because of the onset of puberty. For most students
these conditions could trigger the emergence of stress (stressors). In the face of
stress every student has a different because their own capability of coping and
social support their received. Participants totaled 106 people from SMP N 2
Depok, and has the characteristics of boys and girls who are undergoing the first
semester of school. All participants were measured on experience of stress using
the Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, & Mermelstein, 1983), the
experience of stressor using a checklist sheet, the use of coping strategies using
the Cope Scale (Carver, Scheier, & Weintraub, 1989), and social support using
Social Support Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). The results
showed that all participants experienced stress but on a different level, the
situation concerned with the results of bad report cards is one of the situations
experienced by most students at once regarded as a stressor, coping strategies
centered emotions often used by most participants, and social support particularly
appropriate is from parents in the form of instrumental and emotional. From the
results of this research can help all parties involved in the development of early
adolescent students to better understand the experience of stress, stressors, coping
strategies, and social support on early adolescent students in junior high school."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariati Kusmiasih
"ABSTRAK
Saat ini jumlah penderita gagal ginjal di seluruh dunia semakin meningkat. Dari
gagal ginjal dini yang membutuhkan pengobatan untuk waktu sementara sampai
gagal ginjal kronis tahap akhir (terminal) yang memerlukan terapi pengganti
ginjal seumur hidupnya, yaitu hemodialisis atau transplantasi ginjal. Pada
penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal, penulis
menemukan adanya tahapan penderitaan yang menimbulkan stres, yaitu: tahap
gejala awal, tahap diagnosis, tahap dialisis, tahap pencarian donor ginjal, tahap
transplantasi ginjal, tahap adaptasi, dan tahap pemulihan. Pada setiap tahap ada
stres yang terjadi dan coping yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal terminal
yang melakukan transplantasi ginjal. Untuk mengatasi stres yang terjadi sejak
tahap gejala awal hingga tahap pemulihan, diperlukan keterampilan coping untuk
mengatasi stres tersebut. Penelitian ini, bertujuan untuk mengungkap stres dan
perilaku coping yang dilakukan oleh penderita gagal ginjal terminal sejak tahap
gejala awal hingga tahap pemulihan. Metode penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan mengajukan kasus sebanyak 3 orang. Alat ukur yang
dipakai pada penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi sebagai
pendukung data. Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan berbagai
stres dan coping yang dialami oleh penderita gagal ginjal terminal yang
melakukan transplantasi ginjal. Stres yang terjadi pada umumnya berasal dari pai n
& discomfort, frustration, atvciety, dan conflict. Sedangkan coping yang dilakukan
oleh penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal untuk
mengatasi stres yang terjadi adalah Problem-Focnsed Coping dan Appraisal-
Focused Coping, dan Emotion-Focused Coping. Namun, jenis coping yang sering
dipergunakan oleh penderita gagal ginjal yang melakukan transplantasi ginjal
adalah Problem-Focnsed Coping. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan
pada penderita gagal ginjal terminal yang melakukan transplantasi ginjal menjadi
lebih rasional dalam menghadapi penderitaannya dan dapat melakukan peredaman
emosi. Sehubungan dengan adanya keterbatasan dalam penelitian ini, disarankan
untuk dilakukan penelitian lanjutan guna melengkapi keperluan studi ilmiah."
2004
S3345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Maharani
"Coping stress merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi remaja untuk melakukan kekerasan seksual. Beberapa penelitian menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual memiliki coping stress yang tidak efektif dalam menghadapi stres yang dialaminya, sehingga
cenderung memilih untuk melakukan kekerasan seksual sebagai salah satu bentuk coping stress. Kemampuan coping stress yang tidak efektif ini dapat memperbesar kemungkinan seseorang melakukan residivisme di masa depan, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan yang mampu
memperbaiki kemampuan coping stress yang dimiliki remaja pelaku kekerasan seksual.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan intervensi berbasis Good Lives Model (GLM) yang menekankan pada kekuatan atau faktor protektif yang dimiliki oleh individu. Intervensi ini akan dilakukan dalam bentuk kelompok yang bertujuan untuk mengubah coping stress remaja pelaku kekerasan seksual yang tidak efektif (emotion-focused dan avoidance-focused) menjadi lebih efektif (task-focused). Hal ini kemudian diharapkan dapat mengurangi kemungkinan remaja pelaku kekerasan seksual akan melakukan re-offending di masa depan.
Desain penelitian ini adalah quasi experimental yang dilakukan pada 6 partisipan remaja laki-laki pelaku kekerasan seksual berusia 17-19 tahun. Intervensi dilakukan sebanyak 5 sesi dalam jangka waktu 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh partisipan mengalami perubahan coping stress yang dimilikinya, terutama secara kognitif dalam evaluasi kualitatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa intervensi dalam bentuk kelompok memberikan efek keterbukaan dan kebersamaan yang dirasakan oleh seluruh partisipan.

Coping stress is considered as one of the factor that contributes in juvenile sex offending. Several studies have found that juvenile sex offender have ineffective coping stress in dealing with stress they experienced. They tend to commit sexual violence as a form of coping with stress. One of the approach intervention that quite successful to change coping stress is Good Lives Model (GLM). This approach emphasizes the strengths or protective factors that are owned by individuals. Studies found that sex offender in strength-based intervention have lower rate of re-offending compared to sex offender in general risk-based intervention.
In this study, the GLM approach (Good Lives Model) will be conducted in the form of group intervention aimed to change ineffective juvenile sex offender’s coping stress (emotion focused and avoidance-focused) to be more effective (task-focused). It is then expected to reduce the likelihood of juvenile sex offenders will re-offending in the future.
This study design is quasi-experimental. Participants involves were six male prisoners aged 17-19. Interventions conducted in 5 sessions in a period of 1 month. Results in qualitative evaluation showed that all participants experienced a change in the coping stress, especially cognitively. This study also found that group intervention have therapeutic effect such as openness and togetherness that felt by all participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Dian Larasati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keberfungsian keluarga dan coping stres pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun pertama. Sebanyak 315 responden mengisi kuesioner alat ukur keberfungsian keluarga (FACES-II dan Family Communication Scale) dan coping stres (Brief COPE). Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki keberfungsian keluarga yang cukup baik dan coping stres yang cukup adaptif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keberfungsian keluarga dan coping stres (r = .133, p < .05).

The aim of this research was to examine the relationship between family functioning and coping stress among Universitas Indonesia’s first-year college students. A total of 315 respondents complete questionnaires on family functioning (FACES-II and Family Communication Scale) and coping stress (Brief COPE). In this research, the result points out that the respondents have moderate family functioning and moderately adaptive coping stress. The result of this research also indicates a positive and significant relationship between family functioning and coping stress (r = .133, p < .05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmawati
"Mahasiswa merupakan populasi yang rentan terhadap tindak kekerasan seksual dan risiko tersebut meningkat akibat beragam aktivitas, kunjungan tempat, dan interaksi sosial dengan dampak potensial berupa stres, sehingga diperlukan strategi koping efektif dan dukungan sosial untuk mengatasi dampak psikologis yang timbul. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran tingkat stres, strategi koping, dan dukungan sosial pada mahasiswa yang pernah mengalami kekerasan seksual. Metode penelitian adalah penelitian kuantitatif pada 107 responden dengan kriteria inklusi usia 17-23 tahun yang pernah mengalami setidaknya satu dari empat jenis kekerasan seksual dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan Perceived Stress Scale (PSS) yang dikembangkan oleh Cohen, Kamarck, dan Marmelstein (1983), Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997), dan Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) yang dikembangkan oleh Sarason et al (1983). Hasil penelitian menunjukkan 46,7% responden mengalami stres sedang, 50,5% menggunakan strategi koping emotion-focused coping, dan 44,9% menggunakan dukungan emosional. Rekomendasi peneliti bahwa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan jiwa dan pelayanan psikolog memberikan bimbingan dan konseling untuk korban kekerasan seksual sebagai bentuk dukungan sosial dan upaya untuk mengatasi masalah psikologis berupa stres yang dirasakan, menemukan strategi koping yang efektif, serta pentingnya dukungan sosial.

Students are a population that is vulnerable to sexual violence and the risk increases due to various activities, place visits, and social interactions with potential impacts in the form of stress, so effective coping strategies and social support are needed to overcome the psychological impact that arises. This study aims to identify the description of stress levels, coping strategies, and social support in students who have experienced sexual violence. The research method is quantitative research on 107 respondents with inclusion criteria aged 17-23 years who have experienced at least one of the four types of sexual violence using purposive sampling technique. Instruments used Perceived Stress Scale (PSS) developed by Cohen, Kamarck, and Marmelstein (1983), Brief COPE developed by Carver (1997), and Social Support Questionnaire-6 (SSQ-6) developed by Sarason et al (1983). The results showed 46.7% of respondents experienced moderate stress, 50.5% used emotion-focused coping strategies, and 44.9% used emotional support. Researchers recommend that health services, especially mental nursing services and psychologist services provide guidance and counseling for victims of sexual violence as a form of social support and efforts to overcome psychological problems in the form of perceived stress, find effective coping strategies, and the importance of social support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumilar Fajar Rakhman
"Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta
harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan HaI|_1985). Tidak adanya
pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas din dan
aspek Iain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu,
konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri.
Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekeijaan dan dampak
psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif
yang rendah terhadap sires, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan
iuga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan
(stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak
memiiiki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur
akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik
individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres
adaiah pola pengendalian atau disebut locus of control (Parkes,1994).
Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control
internal dan individu yang memiliki locus of control ekstemal selanjutnya juga
mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi sires. Folkman dan
Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang iebih luas meliputi
strategi kognitif dan tingkah Iaku mengatasi suatu situasi yang dapat
menimbulkan sires (probiem~focused coping) dan yang disertai emosi-emosi
negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983)
menyatakan bahwa semakin individu memaharni dan mendekatkan situasi
stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar
kesempatannya untuk berhasii pada coping terhadap masalahnya. Dari
paparan di atas_ peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki
oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya
dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan
Sekoiah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga
diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekoiah
Menengah Kejuruan Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang
terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari
IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan
menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan
menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signinkan
yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused
coping (r = -0,227 dan -0267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri
dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah
menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga
diri dan locus of control signiikan terhadap strategi coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T34231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tololiu, Tinneke A.
"ABSTRAK
Program latihan coping with stress merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan jiwa remaja berbasis komunitas yang dilaksanakan di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang pengaruh Program latihan coping with stress terhadap risiko bunuh diri pada remaja di SMP Kasih kota Depok. Desain penelitian adalah ?Quasi experimental pre-post test with control group?. Teknik Sampel adalah purposive sampling. Besar sampel untuk kelompok intervensi dan kelompok non intervensi masing-masing berjumlah 28 orang yang dibagi dengan teknik simple random sampling. Resiko bunuh diri pada remaja diukur dengan menggunakan Adolesence Depression Rating Scale (ADRS) kemudian dianalisis menggunakan statistik.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan risiko bunuh diri lebih besar secara bermakna pada kelompok remaja yang dilatih dibandingkan dengan kelompok yang tidak dilatih (p-value<0,05). Program latihan coping with stress pada remaja, direkomendasikan untuk dilakukan pada tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat sebagai bentuk pelayanan kesehatan jiwa berbasis sekolah.

ABSTRACT
Coping with stress exercise program is one form of mental health services, community-based youth held at the school. The purpose of this study is to get a view of the influence of coping with stress exercise program against the risk of suicide among adolescents in junior high school love of Depok. Design research is a "Quasi-experimental pre-post test with control group." The sample is a cluster sampling technique with a sample size of 56 junior high school adolescent students. This program aims to train youth to have self-defense capability so that when the stress remains at a low level without destructive behavior. Risk of suicide in adolescents measured by using Adolesence Depression Rating Scale (ADRS) and then analyzed using statistics.
The results showed a reduced risk of suicide significantly in the group of teenagers who were trained compared with those who were not trained (p-value <0.05). Coping with stress exercise program in adolescents, it is recommended to be done in order for mental health services in the community as a form of school-based mental health services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28468
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ayu Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived parenting style dan coping style to school related stress pada remaja. 442 siswa/I SMA kelas 3 turut berkontribusi dalam penelitian ini. Perceived Parenting Style diukur dengan kuesioner Parenting Style Questionaire PSQ yang dikembangkan oleh Lamborn et al 1991, sedangkan Coping style to school Related Stress diukur dengan menggunakan Coping Across Situation Questionaire CASQ yang dikembangkan oleh Seiffge-Krenke et al 2001.
Hasil penelitian memaparkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan F= 2,748, p0,05 antara perceived parenting style dan internal coping style pada remaja. Gambaran mengenai jenis persepsi parenting style juga dapat dilihat dari penelitian ini. Diketahui pula bahwa anak yang menggunakan active coping style cenderung mempersepsikan orang tua mereka dengan gaya pengasuhan yang authoritative dibanding dengan gaya pengasuhan lainnya.

This research was investigated the relationship between perceived parenting style and coping style to school related stress in adolescence. 442 students was participated in this research. Perceived Parenting Style was measured by Parenting Style Questionaire PSQ that previously developed by Lamborn et al 1991, and Coping style to school Related Stress was measured by Coping Across Situation Questionaire CASQ that was developed by Seiffge Krenke et al 2001.
Result of this study found that there was significant correlation F 2,748, p0,05 perceived parenting style and internal coping style in adolsence. Description about type of perceived parenting style also conducted in this study. This research uncover that adolescence who uses active coping style tend to perceived their parents as authoritative parenting style than the others style of parenting.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Clarissa
"Salah satu tekanan yang dirasakan oleh remaja adalah tekanan akademis. Dalam menghadapi masalah tersebut dibutuhkan coping yang baik oleh remaja. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa coping stress dengan jenis active dan internal coping memiliki hubungan dengan dukungan sosial yang didapatkan oleh remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi dukungan sosial dari keluarga dan teman sebaya terhadap gaya coping to school-related stress yang dilakukan oleh remaja khususnya siswa kelas 12 SMA. Penelitian dilakukan pada 452 remaja dengan rentang umur 16-19 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan dari keluarga dan teman memiliki kontribusi terhadap gaya active coping. Dukungan sosial yang dipersepsikan dari keluarga dan teman disisi lain tidak memiliki kontribusi pada internal coping. Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan dari orang tua dan teman memiliki kontribusi pada active coping, sehingga dukungan sosial dari teman dan keluarga baik dilakukan untuk membantu remaja mengatasi tekanan mereka yang berhubungan dengan sekolah.

Studies shown adolescent experiences some stress, one of the stress is academic stress. To deal with the problem, they need an adaptive coping which described as active coping and internal coping. Studies shown that coping stress has a correlation with social support which adolescent get from family and peers. This study aims to find the contribution from social support to adolescent rsquo s coping style to school related stress on 12th grader students. This study was conducted on 452 students, from 16 19 years old.
From the data obtained, study found that perceived social support from family has a contribution to active coping, similarly perceived social support from friend has a contribution to active coping. Meanwhile on the other side, perceived social support from family and friend do not have a contribution to internal coping, and so perceived social support from friend. From the result, we can conclude that perceived social support from friend and family have contribution to active coping. So that it is better to provide a social support from family and friend to help adolescents cope with their school related stress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>