Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124371 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Cahyo Baskoro
"Psikosis adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat memperburuk memori kerja. Teori mengatakan bahwa lama pencarian pengobatan psikosis duration of untreated psychosis, DUP yang panjang menyebabkan memori kerja yang lebih buruk. Namun, hasil penelitian pada pasien dewasa tidak konsisten sementara penelitian pada pasien anak belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan psikosis dengan memori kerja pada anak. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan 45 subjek yang dibagi ke dalam dua kelompok pasien dengan DUP pendek.

Psychosis is a morbid mental disorder which impairs working memory. Theory suggests that longer duration of untreated psychosis DUP results in worse working memory. However, results of previous studies remain inconsistent whereas no study has been conducted in children. This study aims to find out the association between duration of untreated psychosis and working memory in children. This is a cross sectional study with 45 subjects who were divided to two groups of patients with short DUP "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Ariella Nita Hadi
"Psikosis merupakan gangguan jiwa berat yang mengakibatkan gangguan fungsi pengendalian perilaku pada anak. Penelitian sebelumnya menyatakan lama waktu pencarian pengobatan duration of untreated psychosis, DUP yang panjang berhubungan dengan fungsi eksekutif yang lebih buruk. Namun belum ada penelitian mengenai hubungannya dengan fungsi pengendalian perilaku sebagai salah satu komponen fungsi eksekutif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis terhadap fungsi pengendalian perilaku. Desain studi ini adalah potong lintang dengan 48 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan metode consecutive sampling. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu DUP pendek 6 bulan. Orang tua / wali dari subjek diwawancara dengan menggunakan kuesioner Behavior Rating Inventory of executive function- Bahasa Indonesia BRIEF-BI. Dengan uji T-test, didapat fungsi pengendalian perilaku dengan lama waktu pencarian pengobatan dengan beda rerata= 10,12 IK95 = 1,09-19,15; nilai p= 0,029 . Komponen dari fungsi pengendalian perilaku, inhibisi, shift, dan kontrol emosional bernilai p= 0,146; p= 0,007; p= 0,120 secara berurutan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan dengan fungsi pengendalian perilaku. Namun, hanya komponen shift yang menunjukkan hasil signifikan. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidia Ekaputri
"Psikotik merupakan gangguan jiwa berat yang menyebabkan beban ekonomi besar karena menyebabkan berkurangnya produktivitas pada pasien. Luaran skizofrenia dipengaruhi oleh banyak faktor prognostik, diantaranya gejala negatif, lama waktu mencari pengobatan/ duration of untreated psychosis DUP dan fungsi kognitif. Namun demikian, interaksi DUP dengan faktor prognostik lainnya belum dipahami dengan jelas. DUP diduga berhubungan dengan metakognisi karena DUP berhubungan dengan gejala negatif. Metakognisi merupakan mediator antara fungsi kognitif dan luaran fungsional psikotik. Studi ini adalah studi potong lintang untuk meneliti hubungan DUP dengan fungsi metakognisi setelah pengobatan. Sampel merupakan 50 pasien berumur 5-18 tahun penderita gangguan psikotik yang didapatkan melalui consecutive sampling. Fungsi metakognisi diukur dengan indeks metakognisi pada kuisioner Behaviour Rating Inventory of Executive Function versi Bahasa Indonesia BRIEF-BI oleh orangtua dan DUP didapatkan melalui rekam medis atau wawancara. Subjek penelitian memiliki median DUP 2.0 0; 84.0 bulan dan lama pengobatan 12.0 0; 72.0 bulan. Analisis bivariat memperlihatkan hubungan bermakna antara DUP ge;6 bulan dan fungsi metakognisi, inisiasi, perencanaan, dan monitor lebih buruk p.

Psychosis is a serious mental disorder causing big economic burden due to decreased productivity of the patients. Outcome of schizophrenia is influenced by many prognostic factors, including negative symptoms, duration of untreated psychosis DUP , and neurocognition. Yet, interaction between DUP and other prognostic factors is not fully understood. DUP is thought to have a relationship with metacognition since DUP is associated with negative symptoms. This is a cross sectional study which aims to study the relationship between DUP and metacognition after antipsychotic treatment. Sample consists of 50 patients aged 5 18 years old with psychotic disorder which was selected by consecutive sampling. Metacognition was measured as metacognition index of Behaviour Rating Inventory of Executive Function Indonesian Version questionnaire by parents and DUP is obtained from medical records or interview. The median DUP is 2.0 0 84.0 months and duration of treatment is 12.0 0 72.0 months. Bivariate analysis showed significant relationships between DUP ge 6 months and worse metacognition, initiation, planning, dan monitor p."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi
"

Latar belakang: Proses belajar penting bagi seorang anak dalam perkembangannya. Anak dapat belajar dengan baik bila didukung kondisi yang baik pula. Salah satu faktor pendukung tersebut adalah fungsi memori kerja. Penelitian menunjukkan memori kerja merupakan prediktor kapasitas belajar yang lebih bermakna daripada intelligence quotient (IQ). Bila fungsi ini terganggu, anak dapat mengalami kesulitan belajar. Studi melaporkan gangguan memori kerja banyak ditemukan pada gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mendapatkan data proporsi gangguan memori kerja pada anak GPPH dan perbandingan dengan anak tanpa GPPH. Data ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi pengembangan intervensi selanjutnya.

 

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang pada bulan Mei 2017 hingga Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode randomized sampling menggunakan program SPSS. Instrumen Mini International Neuropsychiatry Interview KID (M.I.N.I. KID) digunakan untuk membantu menegakkan 24 diagnosis gangguan jiwa anak dan remaja yang terdapat di DSM-IV dan ICD-10 secara komprehensif dan Working Memory Rating Scale (WMRS) dgunakan untuk menentukan ada tidaknya defisit memori kerja pada anak berusia 5-11 tahun dan telah divalidasi dalam Bahasa Indonesia oleh Wiguna, dkk. (2012).

 

Hasil: Proporsi gangguan memori kerja pada kelompok anak dengan GPPH berbeda bermakna dibandingkan kelompok anak tanpa GPPH (44% vs 0%, p<0,05). Pada uji analisis, didapatkan prevalence ratio (PR) sebesar 40,4 (95%CI 2,22 - 738,01), artinya anak dengan GPPH berisiko mengalami gangguan memori kerja 40,4 kali lebih besar dibandingkan anak tanpa GPPH. Rerata WMRS juga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH dan kelompok subjek tanpa GPPH [50,48 (SB=11,08) vs 30,60 (SB=8,04), p<0,05] namun tidak berbeda bermakna antara kelompok subjek dengan GPPH yang mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida  dan yang tidak mengkonsumsi metilfenidat hidroklorida [50,93 (SB=10,25) vs 50,09 (SB=11,26), p=0,85].

 

Simpulan: Gangguan memori kerja lebih banyak ditemukan pada anak dengan GPPH. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan memori kerja pada anak dengan GPPH sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi kesulitan belajar yang mungkin timbul di kemudian. Intervensi tambahan, seperti game therapy dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki gangguan memori kerja yang ditemukan pada anak-anak dengan GPPH.


Background: Learning process is important in child’s development. Children may learn well if supported by good conditions. One of the supporting factors is working memory. Research shows working memory is more meaningful learning capacity’s predictor than intelligence quotient (IQ). If this function is interrupted, children can experience learning difficulties. Studies reporting working memory impairment often found in attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Therefore, this study tried to obtain data on the proportion of working memory impairment in ADHD children and its comparison with healthy children. Results is expected to be the basic data for the development of further interventions.

 

Method: This study was conducted in a cross-sectional design in May 2017 to May 2019. Sampling was done by randomized sampling method using the SPSS program. The Mini International Neuropsychiatry KID Interview Instrument (MINI KID) was used to establish 24 diagnoses of child and adolescent mental disorders comprehensively as in the DSM-IV and ICD-10, and the Working Memory Rating Scale (WMRS) was used to determine the presence or absence of working memory deficits in children aged 5-11 years and have been validated in Indonesian by Wiguna et al. (2012).

 

Results: Proportion of working memory impairments in ADHD group was significantly different compared to group without ADHD (44% vs 0%, p <0.05). Analysis test shows children with ADHD were at risk of experiencing working memory impairment 40.4 times greater than children without ADHD (prevalence ratio 40.4, 95% CI 2.22 - 738.01). The average WMRS scores also showed significant difference between group with ADHD and without ADHD [50.48 (SD = 11.08) vs 30.60 (SD = 8.04), p <0.05]

but not significantly different between who consumed and those who did not consume methylphenidate hydrochloride [50.93 (SD = 10.25) vs 50.09 (SD = 11.26), p = 0.85].

 

Conclusions: Working memory disorders are more common in children with ADHD. This finding is in accordance with the results of other studies. Therefore, examination of working memory in children with ADHD should be done to anticipate learning difficulties that may arise later. Additional interventions, such as game therapy, can be considered to improve working memory impairment found in children with ADHD.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiola Rizanti
"World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Dari jumlah 65.929 bayi di Jakarta Timur, hanya 18.801 (28,52 %) yang menerima ASI eksklusif (Depkes, 2007). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan lama pemberian ASI eksklusif pada anak. Penelitian dilakukan di Jakarta Timur pada tanggal 1 Maret 2011 sampai 1 April 2012. Didapatkan 454 orang responden yang memenuhi kriteria, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan sedang (72,7%).
Dari 401 orang responden yang memberikan ASI eksklusif pada anaknya, 198 orang memberikan ASI eksklusif selama kurang dari 6 bulan (43,6%), 66 orang memberikan ASI eksklusif selama lebih dari 6 bulan (14,6%), dan 137 orang memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan (30,1%). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,692) antara tingkat pendidikan ibu dengan lama pemberian ASI eksklusif. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif oleh para ibu.

World Health Organization (WHO) recommended exclusive breastfeeding for six months long. From 65.929 infants in East Jakarta, only 18.801 (28,52%) were exclusively breastfed (Depkes, 2007). The purpose of this research is to find whether or not a relationship exists between mothers’ level of education and the duration of exclusive breastfeeding in children. The research was conducted in East Jakarta from March 1st 2011 to April 1st 2012. 454 respondents who met the criterias were acquired, most have moderate level of education (72,7%).
From the 401 respondents who exclusively breastfed their children, 198 did for less than 6 months (43,6%), 66 did for more than 6 months (14,6%), and 137 did for 6 months (30,1%). No significant relationship was found (p=0,692) between the level of mothers’ education and the duration of exclusive breastfeeding in their children. This result suggests that there are other factors that affect mothers’ behavior on exclusive breastfeeding.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Evawani
"Gangguan fungsi kognitif pada gangguan afektif bipolar timbul bersamaan dengan gejala episode mood dan diharapkan dapat pulih seiring remisi gejala episode mood. Penelitian-penelitian menemukan fungsi kognitif yang menetap pada fase remisi gejala dan diduga dapat memengaruhi fungsi psikososial. Salah satu fungsi kognitif yang terganggu selama fase remisi adalah memori verbal. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan hubungan antara fungsi memori verbal dengan fungsi psikososial pada pasien dengan gangguan afektif bipolar fase remisi dan nonremisi. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Poli Psikiatri Dewasa RSCM. Subyek yag digunakan sebanyak 64 orang, terdiri atas 32 pasien fase remisi dan 32 pasien fase nonremisi. Memori verbal diukur dengan Rey Auditory Verbal Learning Test (RAVLT), fungsi psikososial diukur dengan The World Health Organization Disability Assessment Schedule 2.0 (WHODAS 2.0). Kedua kelompok tidak memerlihatkan perbedaan performa fungsi memori verbal, kecuali pada performa fungsi pemanggilan kembali segera (p 0,046). Tidak didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik antara memori verbal dengan fungsi psikososial pada pasien dengan gangguan afektif bipolar fase remisi dan nonremisi. Performa memori verbal yang sama antara kelompok pasien remisi dan nonremisi menunjukkan bahwa memori verbal pada gangguan afektif bipolar dapat terganggu meskipun gejala mood sudah remisi. Fungsi psikososial dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor selain fungsi memori verbal yang perlu diteliti lebih lanjut.

Cognitive impairment in bipolar affective disorders happens during mood epsisode symptoms and are expected to recover within remission of mood episode symptoms. Studies have found cognitive functions that settled during remission phase of symptoms and are thought to affect psychosocial function. One of the impaired cognitive functions during the remission phase is verbal memory. The purpose of this study was to prove the relationship between verbal memory and psychosocial function is patients with bipolar disorder currently in remission and nonremission ones. This study was a cross-sectional study conducted at Adult Psychiatry Policlinics at Ciptomangunkusumo Hospital. The subjects were 64 patients, consisting of 32 remitted patients, and 32 nonremitted patients. Verbal memory is measured using Rey Auditory Verbal Learning Test (RAVLT). Psychosocial functions were measured by the World Health Organization Disability Assessment Schedule 2.0 (WHODAS 2.0). The two groups showed no differences in the performance of verbal memory, eccet for immediate recall function (p 0,046). There was no statistically significant relationship between verbal memory and psychosocial function in both groups. Verbal memory performnace may still impaired bipolar disorder during remission. Psychosocial functions can be influenced by various factors other than verbal memory fucntion and need to be investigated further."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanungkalit, Siska Ruthvina
"ABSTRAK
Peresepan dosis hemodialisis meliputi frekuensi, lama waktu hemodialisis dan kecepatan aliran darah. Peresepan dilakukan untuk menghitung pencapaian adekuasi dengan menggunakan rumus Kt/V. Adekuasi hemodialisis berperan penting dalam penilaian keefektifan tindakan hemodialisis yang diberikan kepada pasien gagal ginjal terminal. Penelitian deskritif korelasi dengan pendekatan cross-sectional bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi, lama waktu hemodialisis dan kecepatan aliran darah dengan adekuasi hemodialisis. Pengambilan data diperoleh dari data yang sudah berlangsung retrospektif dari bulan Maret-Mei 2015. Jumlah sampel pada penelitian adalah 96 orang yang ditentukan berdasarkan total sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi, lama waktu hemodialisis dan kecepatan aliran darah p=0,008, ?=0,05 dengan adekuasi hemodialisis. Perawat perlu memperhatikan pedoman pengaturan kecepatan aliran darah dalam pencapaian adekuasi hemodialisis.Kata Kunci: Adekuasi, frekuensi, kecepatan aliran darah

ABSTRACT
The prescribing of hemodialysis dose cover the frequency, duration of hemodialysis and quick of blood. Prescribing was conducted to calculate the adequacy outcome by using the formula Kt V. Hemodialysis adequacy has an important role in assesing the effectiveness of hemodialysis actions to patients with end stage of renal disease.Correlation descriptive inquiry through cross sectional aims to know the correlation between frequency, duration of hemodialysis and quick of blood with adequacy hemodialysis. Data collection retrieved from retrospective data from March to May 2015. The number of samples were 96 people who are determinated based on total sampling. The results indicated that there was a significant correlation between the frequency, duration of hemodialysis and quick of blood p 0,008, 0,05 with adequacy of hemodialysis p 0.008 . Nurses need to pay attention to the guidelines of regulation of quick of blood in the outcome of hemodialysis adequacy."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Prabowo
"ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Persentase ibu yang memberikan ASI terus mengalami penurunan meskipun sudah diketahui bahwa manfaat ASI sangat banyak. Ibu bekerja adalah salah satu golongan ibu yang mempunyai masalah dalam memberikan ASI. Penelitian sebelumnya telah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi lama pemberian ASI pada ibu bekerja, namun penelitian tersebut hasilnya belum memadai. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara faktor anak dibawa ke tempat kerja dan fasilitas laktasi di tempat kerja dengan lama pemberian ASI. Metode yang digunakan adalah potong lintang dengan wawancara melalui pengisian kuesioner pada ibu-ibu bekerja sebagai pegawai negeri sipil di beberapa kantor dan rumah sakit pemerintah di Jakarta dalam kurun waktu Desember 2008 hingga Juni 2009. Penelitian ini melibatkan 88 subyek yang memenuhi kriteria. Peneliti kemudian melakukan uji chi square pada sampel tersebut, jika memenuhi syarat uji chi-square. Namun jika tidak memenuhi syarat uji chi square, peneliti akan melakukan uji kolmogorov smirnov. Hasil dari pengujian tersebut adalah tidak terdapat hubungan antara anak dibawa ke tempat kerja (p=0.955), tersedianya TPA di sekitar tempat kerja (p=0.127), tersedianya ruang menyusui di tempat kerja (p=0.965), tersedianya ruang kerja sendiri (p=0.910), dan adanya lemari pendingin (p=0.884) dengan lama pemberian ASI. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara faktor anak dibawa ke tempat kerja dan faktor fasilitas laktasi dengan lama pemberian ASI.

Breastmilk is the best food for babies. Although the advantages of breastmilk are well known, the percentage of breastfeeding mother keep on declining. Working mother is a group of mother who having some problems in breastfeeding. Prior research had assess factors that could affect breastfeeding period in working mother, but that research was not adequate. The purpose of this research is to know the proportion of working mother as a civil servant in association with breastfeeding period and other assosiated factors. The method used in this research is cross-sectional with interview through questionnaire. The samples taken was civil servants working mother in some offices and government hospitals in Jakarta from December 2008 to June 2009. This research involving 88 subjects that meet the criteria. Researcher test those samples using chi-square statistical test, if it meets the chi square’s requirements. But, if the samples doesn’t meet the chi square’s requirements, researcher will test it using kolmogorov smirnov test. The result of this research is no association between parent who bring their children tho work (p=0.955), the availability of child care service around the office (p=0.127), the availability of lactating in the office (p=0.965), the availability of private working area (p=0.910), and the availability of refrigerator (p=0.884) with the breastfeeding period. Researcher concludes there is no association between parent who bring their children to work factor and lactating facility factor with breastfeeding period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviana
"Latar Belakang: Pada penderita epilepsi dapat terjadi gangguan memori dan dipengaruhi oleh etiologi, tipe kejang, usia saat awal bangkitan, frekuensi kejang, factor herediter, dan akibat pengobatan epilepsi. Cognitive Event Related Potentials (ERPs) atau pemeriksaan P300 merupakan salah satu metode pemeriksaan fungsi kognitif (seperti atensi, memori, fungsi eksekutif). Pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendeteksi penurunan fungsi memori. Pada penelitian sebelumnya terdapat pemanjangan masa laten P300 auditorik penderita epilepsi dibandingkan individu normal.
Tujuan: Mengetahui rerata masa laten gelombang P300 auditorik pads penderita epilepsi umum sekunder dengan gangguan memori dibandingkan epilepsi umum sekunder tanpa gangguan memori.
Disain dan Metode: Studi potong lintang dengan perbandingan internal pada aspek pemanjangan masa laten gelombang P300 auditorik antara kelompok yang mengalami gangguan memori dan yang tidak mengalami gangguan memori,
Hasil: Dan 93 penderita didapatkan 21 (22,6%) penderita mengalami gangguan memori. Faktor yang berpengaruh terhadap gangguan memori adalah frekuensi kejang>4 kali per bulan (p=0,009). Rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada penderita epilepsi 340,81±32,84 milidetik, pada pasien dengan gangguan memori 385,1±12,81 milidetik, dan pada pasien tanpa gangguan memori 327,89+24,53 milidetik. Terdapat perbedaan bermakna antara gangguan memori dengan rerata masa laten P300 auditorik (p=0,000), Faktor yang berpengaruh terhadap masa laten gelombang P300 secara independen adalah frekuensi bangkitan > 4 kali per bulan (p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara gangguan memori pada penderita epilepsi sekunder dengan pemanjangan masa laten gelombang P300 auditorik.

Background: Memory impairment could be present in epilepsy, which is affected by etiology, seizure type, age at first seizure, seizure frequency, hereditary factors, and anti-epilepsy drugs, Cognitive Event Related Potentials (ERPs) or P300 examination is one of the methods to examine cognitive function (i.e. attention, memory, and executive function). This method is accurate enough, especially to detect reduction in memory function. Previous studies showed prolonged auditory P300 latency in epilepsy patients compared to normal population.
Purpose: To perceive the mean latency of auditory P300 in secondary generalized epilepsy with memory impairment compare to secondary general epilepsy without memory impairment.
Design and method: Cross sectional study with internal comparison in latency of auditory P300 aspect between group with and without memory impairment.
Result: From 93 patients, we have 21 (22.6%) patients suffering from memory impairment. The influencing fact to these circumstances is frequency of seizure which is more than 4 times per month (p=0.009). Mean latency of auditory P300 in secondary generalized epilepsy is 340,81±32.84 ms, in patients with memory impairment it is 385.1±12.81ms, and in patients without memory impairment it is 327.89+24.53ms. There is a significant correlation between memory impairment and mean latency of auditory P300 (p-O.000). The independently influencing facts to auditory P300 latency is frequency of seizure which is more than 4 times per month (p
Conclusion: A significant difference between memory impairment in secondary generalized epilepsy and elongation of auditory P300 latency is proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Tuahta Syalom
"Latar belakang: GPPH merupakan neurodevelopmental disorder dengan prevalensi dan tingkat disabilitas tertinggi pada kelompok anak dan remaja. Kondisi ini umumnya ditatalaksana dengan menggunakan metilfenidat untuk meningkatkan derajat fungsionalitas pada aspek fisik, psikis, maupun sosial. Meskipun demikian, penggunaan metilfenidat secara kronis (≥1 tahun) dinilai berpotensi menimbulkan efek samping berupa peningkatan gejala ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM, serta variabel luar yang dapat berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek penelitian.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilakukan pada 64 anak dan remaja berusia 7 – 17 tahun dengan GPPH di RSCM (32 subjek pada masing-masing kelompok dengan durasi penggunaan metilfenidat < 1 tahun dan ≥1 tahun). Penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar data responden yang dikonfirmasi dengan rekam medis elektronik pasien untuk mengetahui durasi penggunaan metilfenidat serta variabel luar yang dapat mempengaruhi tingkat ansietas pada subjek (jenis kelamin, tatalaksana nonfarmakologi, tingkat pendidikan, tipe GPPH, derajat keparahan GPPH) serta kuesioner tervalidasi CSAS-C yang telah dimodifikasi untuk menilai tingkat ansietas subjek. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk menilai hubungan antara variabel durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas. Analisis hubungan antara variabel luar dengan tingkat ansietas dilakukan dengan uji Mann-Whitney (variabel jenis kelamin, variabel tatalaksana nonfarmakologi), uji Kruskal-Wallis (variabel tingkat pendidikan, variabel tipe GPPH) dan uji korelasi Spearman (variabel derajat keparahan GPPH).
Hasil: Sebagian besar subjek memiliki jenis kelamin laki-laki (78,1%) dengan median usia 10 tahun (7 – 17 tahun), rerata usia diagnosis 7 ± 3,04 tahun, tipe diagnosis GPPH-NOS (46.9%), dan mendapatkan tatalaksana nonfarmakologi berupa konseling (100%) dan psikoterapi (98,4%). Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap tingkat ansietas dibandingkan dengan faktor durasi penggunaan metilfenidat menunjukkan distribusi tidak normal (p<0,05), dengan median 26 (20 – 50). Variabel luar yang berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek adalah tipe diagnosis GPPH (p = 0,021). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dan tingkat ansietas pada subjek (p = 0,814).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM.

Introduction: ADHD is a neurodevelopmental disorder with the highest prevalence and disability level among children and adolescents. It is usually treated with methylphenidate to increase the degree of functionality in physical, psychological, and social aspects. However, chronic methylphenidate treatment (≥1 year) is considered to have a potential side effect of increasing anxiety levels. Therefore, this study aims to determine the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in children and adolescents with ADHD and the associations between other extraneous variables and anxiety levels of the samples.
Method: This study used a cross-sectional design and was conducted on 64 children and adolescents aged 7-17 years old with ADHD that were treated with methylphenidate in RSCM. Equal 32 subjects were included in each group based on the duration of methylphenidate treatment (< 1 and ≥1 year of duration). This study used a respondent data sheet, confirmed with the patient’s EMR, to gain information regarding the duration of methylphenidate treatment and other extraneous variables which potentially affect anxiety levels of the samples (gender, nonpharmacological treatments, level of education, ADHD subtypes, severity of the ADHD). This study used a validated questionnaire (modified CSAS-C) to evaluate the anxiety levels of the samples. Data analysis was conducted using the Mann-Whitney test to evaluate the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels. Associations between extraneous variables and anxiety levels in samples were also analyzed using the Mann-Whitney test for gender & nonpharmacological treatments variables, Kruskal-Wallis test for the level of education & ADHD subtypes variables, and the Spearman correlation test for severity of the ADHD variable.
Result: The majority of the samples were male (78,1%) with a median age of 10 years (7 – 17), average diagnosis age of 7 ± 3,04 years, predominantly ADHD-NOS subtypes, and were majorly treated with counseling (100%) and psychotherapy (98,4%). Kolmogorov-Smirnov test for anxiety levels showed that the data is not normally distributed (p<0,05), with a median score of 26 (20 – 50). An extraneous variable that was significantly associated with anxiety levels of the samples is the ADHD subtypes (p = 0,021). The Mann-Whitney test showed no significant association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in the samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>