Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Friget Wiyanto
"ABSTRAK
Perbatasan perairan suatu negara seringkali menimbulkan suatu konflik apabila
wilayah suatu negara tidak memiliki kejelasan yang pasti, hal tersebut dikarenakan
dalam hukum internasional wilayah negara mempunyai peran yang sangat penting
dalam melaksanakan yurisidiksi suatu negara. Seperti halnya delimitasi maritim zona
ekonomi eksklusif Indonesia dengan Vietnam di Laut Natuna Utara, yang sedang
berkembang saat ini adalah belum adanya kesepakatan (undelimited area) batas zona
ekonomi eksklusif di laut Natuna Utara Indonesia dengan Vietnam. Sehingga
mengakibatkan saling klaim terhadap pemanfaatan sumber daya alam hayati
perikanan di zona ekonomi eksklusif tersebut begitu pula dengan penegakan
hukumnya (law enforcement), seperti halnya kejadian saling tangkap antara aparat
penegak hukum di laut baik oleh Indonesia maupun aparat penegak hukum di laut
Vietnam ataupun terhadap nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan di
zona ekonomi eksklusif laut Natuna Utara tersebut. UNCLOS 1982 menawarkan
beberapa mekanisme penyelesaian sengketa sambil menunggu kesepakatan perjanjian
delimitasi maritim tersebut, salah satunya dengan kerjasama antar negara pantai
berdasarkan pembentukan perjanjian delimitasi ZEE yang saling tumpang tindih,
serta adanya penyelesaian secara diplomatik oleh pihak ketiga dan penyelesaian
secara hukum melalui ITLOS maupun ICJ/Mahkamah International.

ABSTRACT
The borders of a country's waters often cause a conflict if the territory of a country
does not have definite clarity, this is because in international law the territory of the
country has a very important role in carrying out the jurisdiction of a country. As
with the maritime delimitation of Indonesia's exclusive economic zone with Vietnam
in the North Natuna Sea, which is currently developing, there is an undelimited area
of exclusive economic zone boundaries in the North Natuna Sea of Indonesia and
Vietnam. Thus resulting in mutual claims against the utilization of the living natural
resources of fisheries in the exclusive economic zone as well as law enforcement (law
enforcement), as well as the occurrence of mutual arrest between law enforcement
officers in the sea both by Indonesia and law enforcement officers in the Vietnamese
sea or fishermen Vietnam is fishing in the exclusive economic zone of North Natuna
UNCLOS 1982 offers several dispute resolution mechanisms while awaiting the
agreement of the maritime delimitation agreement, one of which is cooperation
between coastal countries based on the formation of overlapping exclusive economic
zone delimitation agreements, and diplomatic settlement by third parties and legal
settlement through ITLOS and International Court of Justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shannet Febriyanti
"Indonesia merupakan negara Kepulauan yang diakui oleh internasional menentukan batas wilayah menurut hukum Internasional UNCLOS 1982. Saat ini masih memiliki batas wilayah yang belum ditentukan dengan negara tetangga salah satunya batas wilayah ZEE dengan Negara Vietnam di Laut Natuna Utara. Hal ini dapat menimbulkan insiden dalam penegakan hukum di ZEEI. Penelitian menggunakan metode kualitatif eksplanatory dengan analisis data menggunakan Soft System Methodology (SSM). Penegakan hukum oleh Negara Indonesia di Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Vietnam terkendala dengan belum adanya Provisional Arrangement tentang penegakan hukum antara Indonesia dengan Vietnam hal ini diatur di dalam Pasal 74 UNCLOS 1982, untuk mengatasi insiden dalam penegakan hukum di perbatasan ZEE yang belum disepakati maka ditegaskan terkait tentang wilayah tumpang tindih antara negara Indonesia dan Vietnam agar berpedoman pada Surat Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Nomor B-142/LN00.00/7/2019 tanggal 23 Juli 2019 tentang Pedoman Penegakan Hukum di Wilayah Tumpang Tindih."
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dzaki Fadhiil
"Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 menetapkan 111 PPKT yang menetapkan perairan Kepulauan Natuna berdampingan dengan Laut Tiongkok Selatan yang rentan pelanggaran hak berdaulat ZEE. Perairan Kepulauan Natuna berpotensi mengalami pelanggaran hak berdaulat ZEE yang merugikan Indonesia sebagai negara pantai. Permasalahan penelitian berfokus pada tolak ukur dan pengaruh pembangunan Mako Guspurla Koarmada I menguatkan penegakan hak berdaulat ZEE Indonesia serta kepatuhan Indonesia mewujudkan rencana zonasi kawasan antar wilayah Laut Natuna Utara berdasarkan UNCLOS 1982. Penelitian menggunakan metode hukum normatif, tipologi penelitian data lapangan, jenis data sekunder, bahan hukum primer perundangan-undangan sektor kelautan dan kewilayahan, bahan hukum sekunder adalah buku dan jurnal hukum terkait, dan bahan hukum tersier kamus hukum dan ensiklopedia lainnya. Hasil penelitian disimpulkan tolak hukum pembangunan Mako Guspurla Koarmada I didasarkan pada potensi ancaman pelanggaran hak berdaulat ZEE, disamping Mako Guspurla Koarmada I berpengaruh terhadap penegakan hak berdaulat ZEE dan batas maritim nasional termasuk memaksimalkan kepatuhan Indonesia terhadap pengelolaan ruang laut nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 yang selaras dengan UNCLOS 1982.

Presidential Decree Number 6 of 2017 stipulates 111 PPKT which stipulates the waters of the Natuna Islands with the South Sea which are vulnerable to violations of the sovereign rights of the EEZ. The waters of the Natuna Islands may experience a violation of the sovereign rights of the EEZ which is detrimental to Indonesia as a coastal state. The research problem focuses on the measurement and influence of the development of Mako Guspurla Koarmada I to strengthen the enforcement of Indonesia's EEZ sovereign rights and Indonesia's compliance with the regional zoning plan between the North Natuna Sea regions based on UNCLOS 1982. The research uses normative legal methods, typology of field data research, secondary data, legal materials primary law on maritime and territorial sectors, secondary legal materials are related legal books and journals, and tertiary legal materials in legal dictionaries and other encyclopedias. Based on the key words, Mako Guspurla Koarmada I's development law is based on the potential threat of violating the EEZ sovereign rights, in addition to Mako Guspurla Koarmada I's influence on the enforcement of EEZ sovereign rights and national maritime boundaries, including maximizing Indonesia's compliance with the management of marine space, Presidential Regulation Number 41 of 2022 which in line with UNCLOS 1982."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haposan, Filipus
"Penangkapan ikan ilegal (Illegal fishing) merupakan praktik yang telah menjadi masalah bersama negara-negara di dunia. Salah satu zona maritim yang paling banyak terjadi Illegal fishing adalah zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang terdapat yurisdiksi eksklusif suatu negara untuk kegiatan eksploitasi, eksplorasi, serta konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati lautnya, termasuk juga sumber daya perikanannya. Banyaknya praktik Illegal fishing di ZEE tidak terlepas dari lemahnya penegakan hukum terhadap praktik tersebut, sehingga dibutuhkan pengaturan yang tegas mengenai penegakan hukum terhadap praktik tersebut dalam hukum internasional dan juga hukum nasional.
Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana pengaturan hukum internasional serta pengaturan hukum nasional negara-negara mengenai penegakan hukum terhadap praktik Illegal fishing di ZEE. Dengan metode penelitian yuridis-normatif dalam bentuk deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh Illegal fishing, serta penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh setiap negara, dalam rangka memberantas praktik tersebut di ZEE negara bersangkutan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat batasan-batasan tertentu terhadap penegakan hukum yang dapat dilakukan negara berdasarkan hukum internasional.

Illegal fishing has become a common issue for all countries in the world. One of the maritime zones which many illegal fishing occur is exclusive economic zone (EEZ), where there are some exclusive jurisdiction for the purpose of exploiting, exploring, conserving, and managing the living resources, including fisheries. The number of illegal fishing practices in EEZ can not be saparated from the weakness of the law enforcement. Therefore, it needs a strict regulation regarding the law enforcement towards such practices, both in the international law and the national legislation.
The purposes of this research are to examine how the international and national law of states arranging the law enforcement towards illegal fishing practices in EEZ. Using juridical-normative method and descriptive form, this research is addresed for serving a comprehensive description concerning the impacts and damage caused by illegal fishing, and actions may be taken by states, as a law enforcement, for the purpose of eradicating such practices in EEZ. The result of this research shows that there are certain limitations on the implementation of the law enforcement can be conducted by states based on the international law.
"
2016
S65533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyo Rizka Darmawan
"Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berbatasan dengan sepuluh negara. Hal tersebut menyebabkan delimitasi batas maritim merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Namun demikian proses delimitasi batas maritim seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama hingga ber tahun-tahun. Permasalahan yang sering timbul ketika proses negosiasi delimitasi batas maritim sedang berlangsung adalah apabila terjadi pelanggaran kenentuan hukum nasional dari kedua negara, sehingga sering menimbulkan ketidak pastian hukum terkait siapa yang memiliki kewenangan untuk menegakkan ketentuan hukum nasional di perairan perbatasan yang belum ditentukan diantara kedua negara. Ketidak pastian tersebut sering berakibat pada saling tangkap terhadap pelanggaran yang terjadi di perairan perbatasan yang belum ditentukan oleh kedua negara yang bersengketa. Terkait hal tersebut UNCLOS hanya memberikan kewajiban kepada kedua negara untuk membentuk pengaturan sementara di perairan perbatasan yang belum ditentukan untuk mencegah terjadinya konflik. Skripsi ini lebih lanjut akan menganalisa mengenai regulasi nasional dan Internasional serta praktek negara-negara terkait penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan. Adapun penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu penegakan hukum secara preventif, Kuratif dan Represif. Berdasarkan praktek negara dan hukum internasional tindakan represif oleh negara di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat menimbulkan konflik dan memperlambat penyelesaian delimitasi batas maritim antara kedua negara. Sehingga dapat disarankan bahwa di perairan perbatasan yang belum ditentukan negara hanya dapat melakukan penegakan hukum secara preventif dan juga kuratif.

Indonesia as the largest archipelagic country in the world has a very long coastline and is bordered by ten countries. This makes delimitation of the maritime boundary is genuinely important for Indonesia. Nevertheless, the process of maritime boundary delimitation often takes a very long time. The problem that often arises when the maritime boundary delimitation negotiation process is underway is if there is a violation of the provisions of the national law of both countries, which often leads to legal uncertainty over who has the authority to enforce national law provisions in the unresolved maritime boundary between the two countries. Such uncertainty often results in interception of violations occurring in undefined border waters by the two disputing countries. In this regard, UNCLOS only provides obligations to both countries to establish provisional arrangements in undefined border waters to prevent conflicts. This thesis will further analyze the national and international regulations as well as the practice of law enforcement related countries in undefined border waters. The law enforcement in unspecified border waters can be divided into three forms preventive law enforcement, curative and repressive. Based on country practice and international law, repressive action by the state in undefined border waters can lead to conflict and slow the completion of the delimitation of the maritime boundary between the two countries. So it can be suggested that in the undefined border waters country can only do law enforcement in a preventive and also curative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Imam Santoso
"Konflik Laut Cina Selatan (LCS) yang hingga saat ini belum terselesaikan antara Cina, dan negara anggota ASEAN, telah berdampak terhadap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara. Cina sebagai salah satu claimant state merupakan great power yang sering melakukan aksi agresif di LCS. Pemerintah Indonesia mengirimkan nota protes diplomatik, namun Cina sebaliknya menegaskan klaim kedaulatannya atas wilayah ZEEI tersebut. Panglima TNI mengeluarkan perintah langsung untuk melaksanakan operasi siaga tempur laut. Permasalahannya adalah strategi apa yang terbaik dan efektif bagi TNI untuk mengatasi aksi agresif Cina di ZEEI tersebut, sehingga tidak memicu eskalasi konflik dengan militer Cina menjadi konflik bersenjata secara terbuka dan permasalahan bisa diselesaikan dengan cara damai serta berkelanjutan. Berdasarkan permasalahan tersebut, yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini antara lain adalah (1) perkembangan isu LCS dan aksi agresif Cina; (2) posisi Indonesia pada ZEEI di Laut Natuna Utara; dan (3) strategi TNI dalam menjamin yurisdiksi nasional di ZEEI. Tulisan ini merekomendasikan peningkatkan interoperabilitas antar Satgas TNI yang bertugas dan antara Satgas TNI dengan unit-unit lapangan dari K/L terkait langsung di Laut Natuna Utara, terutama dalam bentuk ROE integratif/kontinjensi agar tindakan-tindakan yang dilakukan lebih cepat, tepat dan terpadu dalam koridor aturan hukum."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2020
321 JKLHN 41 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Joe Christian Yesaya
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi ketentuan prompt release pada Konvensi Hukum Laut pada zona ekonomi eksklusif negara Australia, Malaysia, dan Indonesia. Permasalahan ini ditinjau dari perbandingan hukum dengan metode penelitian yuridis normative dan penulisan yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitan ini didapat dengan melakukan studi dokumen sebagai data utama dari penulisan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik Australia, Malaysia, dan Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dan perbedaan dalam implementasi ketentuan prompt release. Implementasi tersebut juga ditemukan tidak sesuai dengan perkembangan interpretasi yang dilakukan oleh ITLOS terhadap ketentuan prompt release.

This thesis discusses the implementation of the prompt release provisions of the Law of the Sea Convention in the exclusive economic zones of Australia, Malaysia, and Indonesia. With normative legal research method and descriptive writings, the data in this study were obtained by conducting a document study as the main data of qualitative writing. The results showed that both Australia, Malaysia, and Indonesia have their own characteristics and differences in the implementation of prompt release provisions. The implementation was also found to be inconsistent with the development of the interpretation made by ITLOS on the prompt release provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Topan Raimundus Caesar Renyaan
"Tesis ini membahas tentang kegiatan illegal fishing di Indonesia, terutama dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang mencakup wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kesesuaian antara kebijakan dan peraturan perundangan Internasional dan Nasional juga dibandingkan untuk mendapat pemahaman secara menyeluruh terhadap aplikasi Undang-Undang Nasional Indonesia. Praktik penegakan hukum oleh Indonesia dan negara lain juga dibahas dalam Tesis ini, termasuk tugas dan fungsi dari tiga penegak hukum yang berwenang di ZEEI yaitu TNI AL, PPNS Perikanan dan BAKAMLA. Penelitian dalam tesis ini juga menghasilkan sebuah penemuan bahwa pidana pengganti denda tetap dilaksanakan walaupun tidak diperbolehkan dalam ketentuan nasional maupun internasional. Pidana pengganti denda dilakukan agar memberikan efek jera termasuk jurisdiksi kewenangan pengadilan yang memutus perkara illegal fishing yang terjadi di ZEEI. Jenis penelitian kuantitatif dalam tesis ini menggunakan data numerik yang dianalisis mengenai Data Penanganan Awak Kapal yang Melakukan Pelanggaran di WPP RI yang mencantumkan WNA yang ikut dalam kapal penangkap ikan yang ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Cara yang dilakukan adalah dengan penelitian tindakan (action research) yang digunakan untuk mencari hubungan antara penerapan UNCLOS dan penerapan Undang-Undang Perikanan Nasional dalam menangani awak kapal asing yang melakukan tindak pidana di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia dengan tujuan mengembangkan suatu metode kerja yang efisien. Secara umum, penerapan hukum nasional seperti yang tercantum dalam beberapa ketentuan seperti dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan telah sesuai dengan UNCLOS 1982.

The thesis is discussing illegal fishing activities in Indonesia, specifically illegal activity in Fisheries Management Area which covers Indonesian Exclusive Economic Zone. The compatability of International and National laws and regulatios is also being compared to create full comprehension about the application of Indonesian laws on fisheries. Practices in enforcing the law from other states within their EEZ, including the function and roles of Indonesian Navy, Coast Guard and Fisheries Inspectors in enforcing the law at sea is also being discussed in this Thesis. The research from this thesis produce a finding that several cases decided by Indonesian Court are still applying imprisonment for unpaid balance on penalty imposed by the Judges, although this decision by court is considered as in contrary with International laws and regulations, however this subsidiary imprisonment is perceived as application of detterent effect and application of jurisdiction by the Judges. Quantitative method was used by using numeric data analyzed through Violation Handling Data, Crews Apprehended by Indonesian Authority, Ministry of Marine Affairs and Fisheries. Action research was conducted to find relation between application of UNCLOS and application of National Law relevant with criminal activities conducted by foreign vessel crews Cara yang dilakukan adalah dengan penelitian tindakan (action research) yang withing Fisheries Management Area of Indonesia with the purpose to develop efficient working method. In general, the application of National Law as defined in several provisions of Law Number 31 Year 2004 as Amended by Law Number 45 Year 2009 concerning Fisheries has been in line with the provision as defined in UNCLOS 1982.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Satria Butiano
"Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data primer dan sekunder. Berdasarkan analisis peneliti dengan menggunakan teori simbiosis kedaulatan dan keamanan Makinda, penelitian ini menunjukkan bahwa ancaman yang datang di Laut Natuna Utara membuat pemerintah melakukan upaya pencegahan berupa diplomasi, pembuatan peta baru, dan pembangunan pertahanan di daerah perbatasan negara. Upaya pencegahan ancaman ini juga merupakan usaha untuk meningkatkan kedaulatan negara. Hal ini dilakukan untuk mendukung Visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo yang merupakan arah dari geopolitik Indonesia.

This thesis analyzes the efforts made by the government to maintain state sovereignty. This study uses qualitative methods with primary and secondary data. Based on the analysis of researchers using the theory of symbiosis of sovereignty and security of Makinda, this study shows that the threats that came in the North Natuna Sea made the government make prevention efforts in the form of diplomacy, making new maps, and building defense in the border areas of the country. Efforts to prevent this threat are also efforts to increase the country's sovereignty. This is done to support the World Maritime Axis Vision launched by President Joko Widodo which is the direction of Indonesia's geopolitics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christou Imanuel
"Indonesia sedang merundingkan penetapan batas laut dengan Palau karena terdapat klaim yang tumpang tindih antara kedua negara. Wilayah yang belum didelimitasi kerap menyimpan potensi pelanggaran hukum oleh negara yang sama-sama memiliki klaim atau bahkan negara ketiga. Untuk itu UNCLOS memberikan kewajiban bagi negara pihak untuk berusaha membuat provisional arrangement/pengaturan sementara di wilayah yang delimitasinya belum ditentukan. Kini Indonesia dan Palau belum memiliki pengaturan sementara. Penelitian ini bertujuan untuk menilik keberadaan urgensi untuk dibentuknya pengaturan sementara di wilayah yang sedang dirundingkan oleh Indonesia dan Palau. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menyarikan norma internasional terkait pengaturan sementara dari UNCLOS dan praktik negara-negara. Inti yang disarikan adalah urgensi yang biasa menjadi dasar pemicu dibentuknya pengaturan sementara. Hasilnya akan disandingkan dengan kondisi terkini di wilayah perbatasan Indonesia dan Palau. Kecocokan antara dasar pengaturan sementara dan kondisi setempat akan menjadi dasar analisis urgensi. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa kecocokan antara kondisi di lapangan dan norma serta praktik terkait pengaturan sementara namun belum cukup untuk menjadi dasar pembentukan pengaturan sementara. Meskipun demikian, aspek keamanan, perlindungan lingkungan, sumber daya, dan negosiasi perlu diperhatikan untuk antisipasi dibutuhkannya pengaturan sementara.

Indonesia is negotiating the delimitation of maritime boundaries with Palau because there are overlapping claims between the two countries. Territories that have not been delimited often harbor the potential for legal violations by countries that share claims or even third countries. For this reason, UNCLOS provides an obligation for state party to try to make provisional arrangements in areas whose delimitations have not been determined. Currently Indonesia and Palau do not yet have a provisional arrangement. This research aims to examine the existence of urgency for the establishment of provisional arrangements in the region currently being negotiated by Indonesia and Palau. To achieve this goal, this research summarizes international norms regarding the provisional arrangements of UNCLOS and the practices of countries. The essence that is extracted is the urgency which is usually the basis for triggering the formation of provisional arrangements. The results will be compared with current conditions in the border areas of Indonesia and Palau. The match between the basis of provisional arrangements and local conditions will form the basis of the urgency analysis. This research found that there is partial alignment between field conditions and the norms and practices related to provisional arrangements but not enough to be the basis for establishing provisional arrangements. However, aspects of security, environmental protection, resources and negotiations need to be considered to anticipate the need for provisional arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>