Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Winarto
"Infeksi HIV terus bertambah. Angka kesakitan dan angka kematian infeksi HIV dapat dihambat dengan terapi ARV. Terapi ARV efektif menekan viral load namun dapat menimbulkan dampak ketidaknyamanan. Kenyamanan spiritual merupakan aspek sentral untuk kesehatan. Pengkajian kenyamanan spiritual digunakan untuk menentukan masalah keperawatan. Penelitian ini ditujukan untuk membentuk instrumen kenyamanan spiritual pada pasien HIV positif. Metode penelitian menggunakan mixed methode. Hasil penelitian kenyamanan spiritual pasien HIV terdapat tiga faktor kenyamanan spiritual yaitu intrapersonal, interpersonal dan transpersonal. Instrumen kenyamanan spiritual pasien HIV positif valid dan reliabel untuk digunakan. Hasil respon regulator tekanan darah sistolik dan denyut jantung berhubungan dengan kenyamanan spiritual dengan tekanan darah sistolik dapat mendeteksi kenyamanan spiritual pada faktor intrapersonal (sensitivitas 70,8%), faktor interpersonal (spesivisitas 70,4%) dan faktor transpersonal (spesivisitas 81,5%). Uji diagnostik perubahan denyut jantung dapat mendeteksi kenyamanan spiritual pada faktor intrapersonal (sensitivitas 60%), faktor interpersonal (spesivisitas 61,5%) dan faktor transpersonal (spesivisitas 80,8%).

The infection of HIV increases continuously with morbidity and mortality rates can be inhibited through the provision of ARV therapy. Giving ARV therapy suppresses effectively the viral load even though it has an impact on patients' discomfort. However, spiritual comfort is a central aspect in health care. Therefore, spiritual comfort needs to be determine nursing problems. This research intended to produce a spiritual comfort instrument to patients with HIV positive. The research used a mixed-method. The HIV patients' spiritual comfort consisted of three factors which are intrapersonal, interpersonal and transpersonal. The instrument of spiritual comfort for patients with HIV positive valid and reliable to use.  The regulator response of systolic blood pressure and heart rate related to the spiritual comfort. The systolic blood pressure detect the spiritual comfort for intrapersonal factor 70.8% sensitivity, interpersonal factor 70.4% specificity, and transpersonal factor 81.5% specificity. The heart rate changes in diagnostic test detect spiritual comfort in intrapersonal factor 60% sensitivity, interpersonal factor 61.5% specificity, and transpersonal factor 80.8% specificity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
D2580
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Indika Royani
"Pendahuluan. Para penderita HIV diketahui memiliki risiko kanker yang lebih tinggi di banding populasi umum, dan kondisi itu mempengaruhi morbiditas dan mortalitas populasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran prevalensi ADC dan NADC selama 8 tahun terakhir di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia.
Metode. Penelitian ini menggunakan 149 sampel yang diambil secara konsekutif. Karakteristik demografis yang dinilai yaitu jenis kelamin, usia, faktor risiko, CD4+, terapi ARV, stadium kanker dan obat ARV yang diberikan.
Hasil. Dari seluruh pasien didapatkan Limfoma Non Hodgkin (LNH) sebagai kanker terbanyak, yaitu 45 pasien (30%) dari seluruh kanker dan diikuti kanker serviks sebanyak 30 (20%) pasien. Kanker tipe NADC terbanyak meliputi kanker tipe sarkoma dan kanker hati sebanyak masing masing 10 (6%) dari seluruh kasus. Sebanyak 119 (79,9%) pasien memiliki usia kurang dari 50 tahun dan 82 (55,03%) dalam terapi ARV. CD4+ pada 102 (68,46%) pasien berada dibawah 200 sel/uL dan CD4+ > 350 sel/uL dimiliki oleh 16 (17,45%) pasien.
Simpulan. Pada penelitian kami, didapatkan ADC lebih banyak dari NADC (87 vs 62). Peningkatan terapi ARV, skrining kanker dini dan tatalaksana komorbiditas akan membantu peningkatan kualitas hidup dan kesintasan terkait kanker pada pasien HIV.

Introduction. Patients with HIV are known to possess a higher risk of malignancy compared to the general population. The purpose of this study was to get an overwiew of the prevalence of ADC and NADC over the last 8 years at Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods. This study used 149 samples consecutively. Demographic characteristics assessed were sex, age,risk factors, CD4+, ARV therapy, malignancy stadium and ARV consumed.
Results. Of all patients, Non-Hodgkin’s Lymphoma (LNH) was the most common malignancy with 45 patients (30%) of all cancers, followed by cervical cancer with 30 patients (20%). Most common NADC included sarcoma type cancer and liver cancer each with 10 patients (6%) of all cases. One-hundred and nineteen patients (79.9%) were younger than 50 years old and 82 patients (55.03%) were taking ARV therapy. Serum CD4+ count in 102 patients (68.46%) were <200 cells/uL and 16 patients (17.45%) had CD4+ count >350 cells/uL.
Conclusion. In our study, the number for ADC was larger than NADC (87 vs 62). Increasing ARV therapy, early cancer screening and management of comorbidities will help improve the quality of life and cancer-related survival in HIV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Salsabila
"Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem imun dengan tahap akhir berupa AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Penyebab kematian pada penderita HIV dapat dikelompokkan menjadi terkait AIDS dan tidak terkait AIDS. Sejak digencarkannya pemberian ARV, beberapa penelitian menunjukkan penurunan tren mortalitas serta perubahan tren penyebab mortalitas menjadi penyakit yang tidak terkait dengan AIDS. Penelitian terbaru diperlukan untuk mengevaluasi penyebab kematian pada pasien HIV rawat inap di RSCM selama periode 2020-2023. Metode Penelitian deskriptif observasional dengan metode kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medis rawat inap RSCM periode Juli 2020-Juni 2023. Variabel yang diamati diantaranya adalah luaran, status terapi ARV, dan penyebab kematian. Hasil Dari total 497 pasien yang dianalisis dalam penelitian ini, proporsi mortalitas pasien sebesar 21,1% dengan proporsi tertinggi pada tahun 2020 (25,9%) dan mengalami penurunan hingga tahun 2023. Penyebab mortalitas didominasi oleh penyebab terkait AIDS (76,2%), dengan penyebab terbanyak berupa syok sepsis (20%). Sebanyak 81,6% pasien yang tidak pernah/putus terapi ARV mengalami kematian akibat penyebab terkait AIDS. Kesimpulan Proporsi mortalitas pasien HIV rawat inap RSCM mengalami penurunan dari tahun 2020 hingga 2023. Penyebab mortalitas masih didominasi oleh penyebab terkait AIDS, khususnya pada kelompok tidak pernah/putus terapi.

Introduction Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that attacks the immune system, with the final stage being Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). The causes of death in HIV patients can be categorized as AIDS-related and non-AIDS-related. Since the intensification of ARV administration, several studies have indicated a shift in the trend of mortality causes towards non-AIDS related cause of death. New research is needed to evaluate the causes of death in HIV inpatients at RSCM during the period 2020-2023. Method This observational descriptive study with a retrospective cohort design utilizes medical records data of hospitalized patient at RSCM from July 2020 to June 2023. Observed variables include outcomes, ARV therapy status, and causes of death. Results Of the total 495 patients analyzed in this study, the patient mortality rate was 21.1%, with the highest mortality rate in 2020 (25,9%) and continue to decrease until 2023. Mortality causes were predominantly AIDS-related (76,2%), with the most common cause being septic shock (20%). A total of 81,6% of patients who never/discontinued ARV therapy experienced death due to AIDS-related causes. Conclusion The proportion of mortality in HIV inpatients at RSCM has decreased from 2020 to 2023. The causes of mortality are still predominantly AIDS-related, especially in the group with no/interrupted therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviana
"Pendahuluan: Prevalensi neuropati sensorik HIV (NS-HIV) di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2006 adalah 33%, saat seluruh pasien mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) stavudine. Walaupun stavudine tidak digunakan lagi, pasien masih mengeluhkan gejala NS-HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan NS-HIV dan nyeri neuropatik; kadar kemokin CCL5 plasma dan antibodi IgG CMV pada NS-HIV dan nyeri neuropatik. Tujuan lain adalah untuk mengetahui dan gambaran intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) dan makrofag CD14+ perineural pada NS-HIV.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilakukan di RSCM pada tahun 2015-2017. Didapatkan 197 pasien HIV dalam terapi ARV tanpa stavudin >12 bulan. NS-HIV ditegakkan berdasarkan The AIDS Clinical Trial Group Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool (ACTG-BPNST/BPNST), sedangkan nyeri neuropatik dinilai menggunakan kuesioner Douleur Neuropathique 4 (DN4). Dilakukan pengambilan darah untuk mengukur hitung sel T CD4+, viral load, CCL5, antibodi IgG CMV. Dilakukan pemeriksaan nerve conduction study (NCS) dan Stimulated SkIin Wrinkle (SSW) test. Biopsi kulit dilakukan pada 9 pasien NS-HIV dan 5 pasien tanpa NS (NS-) untuk menilai intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) dan makrofag CD14+ perineural dan dibandingkan kontrol sehat.
Hasil: Prevalensi NS-HIV adalah 14,2% sedangkan prevalensi nyeri neuropatik 6,6%. Faktor yang berhubungan dengan NS-HIV adalah viral load >500 kopi/ml dan meningkatnya usia. Faktor yang berhubungan dengan nyeri neuropatik adalah penggunaan ARV Protease Inhibitor (PI) dan durasi ARV< 2 tahun. Kadar CCL5 plasma dan antibody IgG CMV tidak berhubungan terhadap NS-HIV dan nyeri neuropatik. Median IENFD pada pasien NS-HIV lebih rendah dibandingkan pasien HIV tanpa neuropati (3 vs 5,8 /mm2); median IENFD pasien HIV dengan dan tanpa neuropati sensorik lebih rendah dibandingkan kontrol sehat (11,2/mm2). Empat dari lima pasien NS-HIV dengan INEFD rendah mempunyai hitung CD4+ nadir yang rendah. Makrofag CD14+ dapat diidentifikasi perineural pada pasien NS-HIV dan pasien HIV tanpa neuropati sensorik.
Kesimpulan: Prevalensi NS-HIV menurun jauh saat stavudin tidak lagi digunakan. Prevalensi nyeri neuropatik lebih rendah dari prevalensi NS-HIV. Meningkatnya usia dan terdeteksinya viral load berhubungan dengan NS-HIV; PI dan durasi penggunaan ARV yang lebih pendek berhubungan dengan nyeri neuropatik. IENFD pasien HIV lebih rendah dibandingkan kontrol sehat. Pasien NS-HIV dengan IENFD rendah memiliki hitung CD4+ nadir yang rendah. Makrofag CD14+ perineural di epidermis dapat diidentifikasi pada pasien HIV dengan dan tanpa neuropati sensorik.

Introduction: Prevalence of HIV associated sensory neuropathy (HIV-SN) in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) was 33% in 2006 where all patients used stavudine. Despite stavudine use has been reduced; some patients still complain the symptom of HIV-SN. This study aimed to explore the prevalence and associated factors of HIV-SN and neuropathic pain; to know plasma CCL5 chemokine level and CMV IgG antibody in HIV-SN and neuropathic pain; to study the pattern of intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) and perineural CD14+ macrophage in HIV-SN.
Method: It was a cross sectional study carried out at CMH from 2015 until 2017. We tested 197 HIV patients who had antiretroviral treatment (ART) without stavudine for >12 months. The AIDS Clinical Trial Group Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool (ACTG-BPNST/BPNST) and Douleur Neuropathique 4 (DN4) questionnaire were used to assess HIV-SN and neuropathic pain respectively. Nerve conduction study (NCS) and Stimulated Skin Wrinkle (SSW) test were performed. The current CD4+ T-cell counts, viral load, CCL5 and IgG CMV antibidoy were measured. Skin biopsy was performed in 5 HIV-SN and 9 HIV-NoSN to assess IENFD and CD14+ macrophage compare to healthy control subjects.
Result: The prevalence of HIV-SN was 14.2% and neuropathic pain was 6.6%. Viral load >500 copies HIV-RNA/ml and increasing age were associated with HIV-SN, while protease inhibitor (PI) and ART duration<2 years were associated with neuropathic pain. CCL5 plasma level and CMV IgG antibody were not associated with HIV-SN and neuropathic pain. IENFDs in HIV-SN were lower than HIV-NoSN (3 vs 5.8/mm2, respectively); IENFDs in HIV patients generally were lower than healthy control (11.2/mm2). Four of 5 HIV-SN patients with low IENFD had low nadir CD4+ T-cell count. CD14+ macrophage can be identified around the nerves of both HIV-SN and HIV-NoSN patients.
Conclusion: Prevalence of HIV-SN in the era without stavudine is lower. Prevalence of neuropathic pain is lower than prevalence of HIV-SN. Increasing age and detectable viral load are associated with HIV-SN; PI and shorter duration of ART are associated with neuropathic pain. IENFDs in HIV patients are lower than healthy control. HIV-SN patients with low IENFD tend to have low nadir CD4+ T-cell count. CD14+ macrophage is present in both HIV patients with and without sensory neuropathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Rivana
"ABSTRAK
Latar belakang: Risiko terjadinya tuberkulosis TB pada pasien HIV adalah 20 dan 37 kali lebih besar dibandingkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV dan menyebabkan kematian sebesar 25 . Organisasi kesehatan dunia WHO telah merekomendasikan penggunaan isoniazid sebagai pencegahan TB bagi pasien HIV, namun bukti yang menyatakan efektivitasnya pada populasi di Indonesia setelah 3 tahun belum ada.Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan besar sampel sebesar 20 orang pasien HIV yang telah menerima IPT yang berobat ke poliklinik VCT Penyakit Dalam RS Persahabatan periode Juli 2016-Februari 2017. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, kemudian didata faktor-faktor demografinya. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif.Hasil: Angka kejadian TB pada pasien HIV yang telah mendapat IPT sebesar 20 , 3 diantaranya 75 TB-MDR. Subjek yang terkena TB 75 berusia antara 18-40 tahun, seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan berpendidikan SD-SMA dengan 75 berpendapatan
ABSTRACT Background The risk of having tuberculosis TB in HIV patients is 20 to 37 times higher than normal population, and causes 25 of death in HIV. World Health Organization WHO recommends isoniazid as a preventive therapy IPT for TB in HIV patients. However, to date, no study has proven the effectivity of IPT in HIV patients in Indonesia after 3 years.Methods A cross sectional study was conducted. Twenty HIV patients who had received IPT from VCT outpatient clinic, Persahabatan Hospital from July 2016 to February 2017 were recruited. Subjects undergone anamnesis and supporting examination and the demographic factors related to TB were recorded. Data then analyzed using descriptive statistics.Results The rate of TB in IPT given HIV patients was 20 , 3 of which 75 were MDR TB. Seventy five percent of the subjects were 18 40 years old, all were male and low educated, and 75 had "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Fakhtur Ramadhan
"Saat ini Antiretroviral Therapy (ART) merupakan satu-satunya tatalaksana pada pasien HIV yang dilakukan untuk mengendalikan atau menekan replikasi virus di dalam darah. Setelah tes HIV dinyatakan positif, orang dengan HIV harus mendapatkan informasi dan bimbingan yang akurat dan tepat untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang HIV, termasuk pencegahan, dan keyakinan diri untuk memulai ARV. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan pasien baru positif HIV untuk memulai minum obat ARV di masa pasca pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional melalui pendekatan survei, dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner pada 109 responden. Hasil uji statsitik didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang ARV (p value = 0,000, α = < 0,05), cemas (p value = 0,000, α = < 0,05), spiritual (p value = 0,001, α = < 0,05), dan dukungan keluarga (p value = 0,001, α = < 0,05) dan ke empat variabel ini memiliki interaksi yang kuat (p va-lue=0,000; <0,05) dengan keyakinan pasien baru positif HIV untuk memulai obat ARV. Keyakinan diri memiliki peran penting dalam mengelola situasi secara efektif, memoti-vasi diri, dan mengontrol emosi sehingga tahu apa yang harus dilakukan, oleh karena itu pengkajian secara komprehensif pada awal diagnosa pasien sangat penting agar tindakan yang dilakukan dapat tepat sasaran.

Currently Antiretroviral Therapy (ART) is the only treatment for HIV patients that is carried out to control or suppress viral replication in the blood. After testing positive for HIV, people living with HIV must receive accurate and appropriate information and guidance to increase their knowledge about HIV, including prevention, and the confidence to start ARVs. The purpose of this study was to identify the factors that influence the confidence of new HIV positive patients to start taking ARV drugs in the post-Covid-19 pandemic. This study used a descriptive analytic method with a cross sectional design through a survey approach, using an instrument in the form of a questionnaire on 109 respondents. Statistical test results found that there was a significant relationship between knowledge about ARVs (p value = 0.000, α = <0.05), anxiety (p value = 0.000, α = <0.05), spiritual (p value = 0.001, α = <0.05), and family support (p value = 0.001, α = <0.05) and these four variables have a strong interaction (p value = 0.000; <0.05) with new HIV positive patients' beliefs about starting ARV drugs. Self-confidence has an important role in managing situations effectively, motivating yourself, and controlling emotions so you know what to do, therefore a comprehensive assessment at the initial diagnosis of a patient is very important so that the actions taken can be right on target."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Berliana
"Stigma terhadap ODHA menjadi salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan, perawatan, pengobatan, dan dukungan HIV/AIDS. Pengetahuan mempengaruhi terjadinya stigma terhadap ODHA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap ODHA di kalangan remaja usia 15-19 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia SDKI Tahun 2012 dengan disain cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 8.316 orang total sampling.
Hasil studi menunjukkan 71,63% remaja mempunyai stigma terhadap ODHA, 49,10% remaja mempunyai pengetahuan yang kurang tentang HIV. Pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS berhubungan dengan stigma terhadap ODHA (PR= 1,210 95% CI: 1,149-1,273) setelah dikontrol oleh keterpaparan media massa. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja guna mengurangi stigma terhadap ODHA.

Stigma towards people living with HIV/AIDS is one of biggest obstacle in HIV/AIDS prevention, treatment, care, and support. HIV/AIDS knowledge affected stigma towards people living with HIV/AIDS. This study aimed to identify the relationship HIV/AIDS knowledge related stigma towards people living with HIV/AIDS among adolescent 15-19 years old in Indonesia. The study used Indonesian Demographic and Health Survey IDHS in 2012 with cross sectional design. Subject of the study were as many as 8.316 persons.
The result showed 71,63% adolescent had stigma towards people living with HIV/AIDS, 49,10% adolescent had lack of HIV/AIDS knowledge. Lack of HIV/AIDS knowledge were significantly related to stigma towards people living with HIV/AIDS (PR= 1,210 95% CI 1,149 1,273) after controlling exposure to mass media. Need to improve HIV/AIDS knowledge among adolescent to reduce stigma towards people living with HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrahwati Sudarmo
"ABSTRAK
Pneumocystis jirovecii adalah penyebab infeksi oportunistik di saluran pernapasan
bawah pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, terutama pada
pasien HIV. Pemeriksaan infeksi P.jirovecii di Indonesia masih berdasarkan
pemeriksaan klinis dan mikroskopis, yang memerlukan waktu yang cukup lama,
kurang sensitif dan spesifik. Karena alasan tersebut dalam penelitian ini
dikembangkan uji molekuler real time PCR (rPCR) yang lebih sensitif dan
spesifik. Uji rPCR telah berhasil dioptimasi dengan kemampuan deteksi minimum
DNA 6,55 copy/μl dan tidak bereaksi silang dengan mikroorganisme yang diuji
pada penelitian ini. Dibandingkan dengan uji mikroskopis, uji rPCR memberikan
hasil positif 20% lebih tinggi daripada uji mikroskopis. Uji rPCR dapat
mendeteksi P.jirovecii pada sampel klinis sputum dan sputum induksi dari pasien
HIV dengan pneumonia dengan jumlah sel CD4+ > 200 maupun ≤ 200. Oleh
karena itu, uji rPCR yang telah dioptimasi dalam studi ini dapat mendeteksi
P.jirovecii pada sampel klinis sputum dan sputum induksi dari pasien HIV dengan
pneumonia dengan jumlah sel CD4+ > 200 maupun ≤ 200

ABSTRACT
Pneumocystis jirovecii is the cause of opportunistic infections in the lower
respiratory tract in individuals with weakened immune systems, especially in
patients with HIV. Examination P.jirovecii infection in Indonesia was based on
clinical and microscopic examination, requiring considerable time, less sensitive
and specific. Because of these reasons in this study developed a molecular test
real time PCR (rPCR) is more sensitive and specific. rPCR test has been
successfully optimized with minimum DNA detection capabilities 6.55 copy/μL
and do not cross-react with the microorganisms were tested in this study.
Compared with microscopic test, test rPCR gives positive result 20% higher than
the microscopic test. rPCR test can detect P.jirovecii on clinical samples of
sputum and sputum induction of HIV patients with pneumonia with CD4+ cell
counts > 200 or ≤ 200. Therefore, rPCR test which has been optimized in this
study can detect P.jirovecii in clinical sputum samples and sputum induction of
HIV patients with pneumonia with CD4+ cell counts > 200 or ≤ 200"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Shafira
"Sebanyak 12,3% dari kasus HIV pada tahun 2014-2018 di wilayah Asia dan Pasifik merupakan penasun. Hasil Laporan STBP sejak 2007 selalu menunjukkan kelompok kunci yang memiliki prevalensi tertinggi adalah penasun. Pada tahun 2015 prevalensi HIV pada penasun sebanyak 28,7%. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kejadian HIV pada penasun adalah perilaku berisiko penasun, perilaku berisiko seks dan penggunaan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosiodemografi, pengetahuan dan persepsi, perilaku penggunaan napza, perilaku berisiko seks, dan perilaku pencegahan dengan kejadian HIV pada kelompok kunci pengguna narkotika suntik (penasun) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder STBP 2018-2019. Sampel yang digunakan adalah penasun yang ada diseluruh Indonesia yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel sebanyak 1.364. data dianalisis secara univariat dan bivariat. Prevalensi HIV sebanyak 13,7%. Angka ini menglami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan hasil tahun sebelumnya. Terdapat hubungan signifikan antara umur (p-value 0,001; PR= 15,3) dan lama menjadi penasun (p-value 0,001; PR= 7,1). Diharapkan program cakupan PTRM dan LASS dapat menjangkau lebih luas untuk mengurangi perilaku berisiko yang penasun lakukan.

As many as 12.3% of HIV cases in 2014-2018 in the Asia and Pacific region were IDUs. The results of IBBS (STBP) reports since 2007 have always shown that the key group with the highest prevalence is IDU. In 2015 the HIV prevalence among IDU was 28.7%. One of the factors that can influence the incidence of HIV among IDUs is the risk behavior of IDUs, sexual risk behavior and the use of condoms. This study aims to determine the relationship between sociodemographic factors, knowledge and perceptions, drug use behavior, sexual risk behavior and HIV prevention behavior in key groups of injecting drug users (IDUs) in Indonesia. This study uses secondary data from the 2018-2019 IBBS. The sample used was IDU throughout Indonesia in accordance with the inclusion and exclusion criteria with a total sample size of 1,364. data were analyzed by univariate and bivariate. The HIV prevalence was 13.7%. This figure has decreased significantly compared to the previous year's results. There was a significant relationship between age (p-value 0.001; PR = 15.3) and length of time to be IDU (p-value 0.001; PR = 7.1). PTRM and NSP coverage programs can reach more widely to reduce the risky behavior that IDUs engage in."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Damayanti
"Hidup sebagai perempuan single parent dengan HIV positif memunculkan beragam stigma dimasyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran stigma pada perempuan single parent dengan HIV positif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriftif dengan pendekatan konten analisis. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang dilakukan pada 13 partisipan. Tehnik sampling yang digunakan purposive sampling. Data dianalisis dengan tehnik analisis konten konvensional.
Hasil penelitian membentuk 5 tema yaitu:1) mengalami stigma internal, 2) mengalami stigma eksternal dan diskriminasi, 3) memiliki anak sebagai motivator hidup tertinggi, 4) mengalami kelelahan fisik berlebih, 5) mengalami masalah dalam memulai interaksi dengan calon pasangan hidup baru.
Kesimpulan penelitian ini adalah perempuan single parent mengalami stigma ganda dengan status sebagai single parent dan HIV positif. Pada penelitian ini direkomendasikan bahwa perempuan single parent dengan HIV membutuhkan dukungan yang lebih, dibandingkan perempuan HIV yang lain, oleh karena double stigma yang mereka emban.

Life as a single parent women with HIV positive experienced various stigma in community. This study aimed to obtain a picture stigma felt by single parent women with HIV-positive. This study used qualitative methods with the content analysis approach. The participants ware recruited with purposive sampling. In depth interviews conducted with 13 participants, single parent woman with HIV positive in Bandar Lampung city Lampung province. Data were analyzed by conventional content analysis techniques.
Finding showed five themes, as follows : 1) having an internal stigma, 2) having external stigma and discrimination, 3) having children as a highest life motivator, 4) excessive physical fatigue, 5) having problems in getting started interaction with prospective new life partner.
The finding highlight that single parent women experience double stigma , due in their status as HIV positive and as single parent. The present study suggest that single parent women need more support stsyems, compared with women living with HIV another, because of the double stigma they have.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>