Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nancy Indriyani Dida
"ABSTRAK
Saat ini proporsi kejadian terinfeksi HIV pada perempuan semakin meningkat. Kualitas hidup pada ibu rumah tangga dengan HIV rendah, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti HIV disclosure, stigma dan stres. Tujuan : Mengidentifikasi hubungan HIV disclosure, stigma dan stres terhadap kualitas hidup ibu rumah tangga dengan HIV di Kupang, menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 120 ibu rumah tangga dengan HIV di poli VCT Sobat yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Hasil : Ada hubungan antara stres (p=0,011;α=0,005) dan stigma (p=0,001;α=0,005) dengan kualitas hidup ibu rumah tangga dengan HIV. Faktor paling dominan yang mempengaruhi kualitas hidup ibu rumah tangga dengan HIV adalah tingkat stres sedang (p=0,009;α=0,005; OR=7,667; 95% CI= 1,678-35,032). Kesimpulan : Stres dan stigma berhubungan dengan kualitas hidup ibu rumah tangga denfan HIV di Kupang. Direkomendasikan untuk dilakukan deteksi dini tingkat stres pada ibu rumah tangga dengan HIV agar dapat dilakukan intervensi awal untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kualitas hidup.

ABSTRACT
The proportion of HIV-infected women currently increases. Quality of life in housewives with HIV is low, this can be caused by many factors such as HIV disclosure, stigma and stress. Objective: To identify the relationship between HIV disclosure, stigma and stress on the quality of life of housewives with HIV in Kupang, using a cross sectional study design. The sample consisted of 120 housewives with HIV in poly VCT friends who were selected by consecutive sampling technique. Results: There was a relationship between stress (p = 0.011; α = 0.005) and stigma (p = 0.001; α = 0.005) with the quality of life of housewives with HIV. The most dominant factor affecting the quality of life of housewives with HIV is the moderate stress level (p = 0.009; α = 0.005; OR = 7.667; 95% CI = 1.678-35.032). Conclusion: Stress and stigma are associated with quality of life of housewives with HIV in Kupang. Early detection of stress levels in housewives with HIV is recommended so that early intervention can be carried out to reduce stigma and improve quality of life.

 

"
2019
T53071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Diah Pusparini Pendet
"Salah satu aspek penting penanganan pasien HIV/AIDS, khususnya lansia adalah kualitas hidup. Hal ini karena penuaan mengganggu fungsi fisik, psikologis, dan sosial terutama masalah depresi dan stigma yang mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa hubungan depresi dan stigma terhadap kualitas hidup lansia dengan HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang, jumlah responden 67, dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengalami depresi 64.2 dan stigma 76.1 namun masih memiliki kualitas hidup baik 64.2 . Pada analisis korelasi didapatkan hubungan bermakna depresi dan stigma dengan kualitas hidup p=0.021, p=0.031, ?=0.05 . Hasil uji regresi logistik adalah stigma dan depresi mempengaruhi kualitas hidup buruk OR=7.380, OR=4.466 setelah dikontrol jenis kelamin, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan, stadium, komorbid, lama menderita penyakit, dan living and marital status. Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan screening depresi dan stigma serta upaya promotif dan preventif untuk meminimalisir stigma pada pasien lansia HIV/AIDS.

One of crucial aspect for managing patient with HIV AIDS, especially for elderly people is quality of life. Due to impairment of physical, pshycosocial, and social function, notably depression and stigma which lead to decrease quality of life. The purpose of this study was to identify the relationship between depression and stigma with quality of life of elderly patient with HIV AIDS. This study used cross sectional study, total sample was 67 by purposive sampling methode. The result of this study showed that the mayority of respondents had depression 64.2 and stigma 76.1 , but most of the respondent have good quality of life 64.2 . Analysis of correlation showed significant relationship between depression and stigma with quality of life p 0.021, p p 0.031, 0.05 . Logistic regression showed that stigma and depression had influence bad quality of life OR 7.380, OR 4.466 after adjusted by gender, occupational status, income, education, marital and living status, stage, comorbid, and duration of disease. Recommendation of this study are performing depression and stigma screening, implementing health promotion and prevention to minimalize stigma and for elderly patient with HIV AIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Jayanthi Desyani
"Kualitas hidup Orang Dengan HIV/AIDS ODHA pada Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki-Laki LSL telah menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stigma, tingkat stres dan kepatuhan terapi ARV terhadap kualitas hidup ODHA LSL di kota Medan.
Penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data diperoleh dengan pengambilan data primer meliputi data demografi, stigma, tingkat stres, kepatuhan terapi ARV dan kualitas hidup. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April- Mei 2018 dengan jumlah sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 175 subjek.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stigma dengan kualitas hidup p=0.004, terdapat hubungan antara tingkat stres dengan kualitas hidup p value=0.030. Sedangkan pada analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup pada ODHA LSL di kota Medan adalah penghasilan p value=0.001.
Temuan ini menunjukkan bahwa stigma dan stres merupakan prediktor kualitas hidup yang kurang baik, sementara penghasilan perbulan yang lebih tinggi dikaitkan dengan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan interdisipliner diperlukan dalam perencanaan perawatan kesehatan dan layanan sosial sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada ODHA LSL.

The quality of life of People Living with HIV AIDS PLWHA in Men Who Have Sex with Men LSL has been a concern in recent years. This study aimed to determine the relationship between stigma, stress level and antiretroviral therapy adherence to the quality of life of PLWHA in Medan.
This was an analytic observational study with cross sectional approach. Demographic data, stigma, stress level, ARV adherence and quality of life were obtained directly from the samples. Data were taken from April to May 2018. There were 175 subjects who met the criteria.
Bivariate analysis found that there was a significant correlation between stigma with quality of life p 0.007, there was relationship between stress level and quality of life p value 0.030. While in the multivariate analysis found that the most influential variable on the quality of life in PLWHA in Medan was income p value 0.001.
These findings suggest that stigma and stress are a predictor of poor quality of life, while higher monthly income is associated with better quality of life. An interdisciplinary approach is needed in health care planning and social services to improve the quality of life of PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suryaman
"Keterbukaan status HIV menjadi faktor penting bagi ODHA LSL, selain dapat meningkatkan support system juga dapat mencegah transmisi HIV diantara kelompok kunci ODHA LSL, namun perceived stigma HIV dan harga diri dapat menjadi faktor penghambat pengungkapan status HIV pada ODHA LSL. Tujuan penelitian ini untuk mengindentifikasi hubungan perceived stigma HIV dan harga diri dengan keterbukaan status HIV pada ODHA LSL. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan melalui online dan melibatkan sampel sebanyak 250 ODHA LSL di Kota Bandung. Instrumen yang digunakan yaitu Brief Scale for HIV Self Disclosure, 12 Item Short Version of the HIV Stigma Scale, dan Rosenberg Self Esteem Scale. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perceived stigma HIV dengan keterbukaan status HIV (p-value 0.013), dan terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan keterbukaan status HIV (p-value 0.024). Namun pada saat pemodelan akhir multivariat dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan secara langsung antara perceived stigma HIV (p-value 0.910) dan harga diri (p-value 0.930) dengan keterbukaan status HIV. Hanya pada saat kedua variabel tersebut berinteraksi hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan dengan keterbukaan status HIV (p value 0.017). Hubungan perceived stigma HIV dan keterbukaan status HIV akan lebih besar lagi, jika ODHA LSL memiliki harga diri rendah (OR=4.02). Intervensi untuk perawatan lanjutan yang memfokuskan pada peningkatan harga diri dan menurunkan perceived stigma HIV perlu dilakukan kedepannya dalam upaya meningkatkan tingkat keterbukaan status HIV pada populasi ODHA LSL.

HIV status Disclosure is an important factor for MSM-PLWHA, besides being able to improve the support system it can also prevent HIV transmission among key groups of MSM-PLWHA, but the perceived HIV stigma and self-esteem can be a factor inhibiting HIV status disclosure in MSM-PLWHA. The purpose of this study was to identify relationship between perceived HIV stigma and self-esteem with HIV status disclosure among MSM-PLWHA. This research is a quantitative research with cross sectional design which is conducted online and involves a sample of 250 MSM-PLWHA in Bandung. The instruments used were the Brief Scale for HIV Self Disclosure, 12 Item Short Version of the HIV Stigma Scale, and Rosenberg Self Esteem Scale. The results of bivariate analysis showed that there was a significant relationship between perceived HIV stigma and HIV status disclosure (p-value 0.013), and there was a significant relationship between self-esteem and HIV status disclosure (p-value 0.024). However, when the final multivariate modeling was carried out, the results showed that there was no direct relationship between perceived HIV stigma (p-value 0.910) and self-esteem (p-value 0.930) with HIV status disclosure. Only when the two variables interacted did the results show a significant relationship with HIV status disclosure (p value 0.017). The relationship between perceived HIV stigma and HIV status disclosure would be even greater if MSM-PLWHA had low self-esteem (OR = 4.02). Interventions for follow-up care that focus on increasing self-esteem and reducing the perceived stigma of HIV need to be done in the future in an effort to increase the level of HIV status disclosure in the population of MSM-PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Intan Qolbiyah
"Infeksi Virus Human Immunodeficiency mungkin memiliki dampak psikososial pada penderitanya. Penyakit ini menciptakan stigma, yang membuat orang dengan HIV / AIDS (ODHA) cenderung menutupi status HIV mereka di masyarakat. Ketakutan ditolak dan diperlakukan secara berbeda membuat ODHA menyembunyikan perlakuan mereka. Jenis perilaku dapat mengganggu pengobatan mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan kepatuhan dengan obat yang seharusnya 95% -100% dari dosis obat yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan status HIV dan stigma dengan kepatuhan pengobatan antiretroviral. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 112 Odha di RSKO Jakarta dan Puskesmas Pasar Rebo. Instrumen yang digunakan termasuk Skala Singkat Pengungkapan HIV untuk menilai pengungkapan status HIV, Skala Stigma HIV Berger untuk menilai stigma, dan Skala Kepatuhan Pengobatan Morisky (item MMAS 4) untuk menilai kepatuhan ARV.
Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan chi-square dan menunjukkan tidak ada hubungan antara pengungkapan status HIV dengan kepatuhan menggunakan ARV, (nilai p = 1.000; α = 0,05) dan tidak ada hubungan antara stigma dan kepatuhan ARV (nilai p = 0,849 ; α = 0,05). Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk layanan perawatan kesehatan agar lebih memperhatikan kepatuhan pengobatan pasien mereka dan memberikan dukungan kepada mereka untuk meningkatkan pengobatan mereka. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan studi orientasi seksual terlebih dahulu.

Human Immunodeficiency Virus Infection may have a psychosocial impact on the sufferer. This disease creates a stigma, which makes people with HIV / AIDS (PLWHA) tend to cover their HIV status in the community. Fear of being rejected and treated differently makes PLHIV conceal their treatment. This type of behavior can interfere with their treatment, so they do not get compliance with drugs that should be 95% -100% of the drug dose given.
This study aims to determine the relationship between disclosure of HIV status and stigma with adherence to antiretroviral treatment. This study used a cross-sectional design for 112 people living with HIV in RSKO Jakarta and Pasar Rebo Health Center. Instruments used included the HIV Disclosure Brief Scale to assess HIV status disclosure, the Berger HIV Stigma Scale to assess stigma, and the Morisky Treatment Compliance Scale (MMAS 4 item) to assess ARV compliance.
The results of this study were analyzed using chi-square and showed no relationship between disclosure of HIV status with adherence using ARVs (p value = 1,000; α = 0.05) and no relationship between stigma and ARV compliance (p value = 0.849; α = 0.05). This research is expected to be useful for health care services to pay more attention to the treatment compliance of their patients and provide support to them to improve their treatment. Suggestions for further research is to conduct a sexual orientation study first.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Martiana
"Pendahuluan: Kelompok LSL merupakan salah satu kelompok beresiko dengan persentase tertinggi dengan peningkatan yang cepat untuk HIV . Terapi satu-satunya yaitu ARV untuk menurunkan mortalitas, mengalami kendala tentang kepatuhan konsumsi obat. Pengetahuan tentang ARV, stigma, dan keterbukaan status HIV pada kelompok LSL dinyatakan sebagai penghalang dari kepatuhan terapi ARV.
Metode : Cross sectional study pada 175 ODHA LSL. Hasil: Mayoritas responden memiliki pengetahuan ARV baik 76,6 , stigma tinggi 51,4 , keterbukaan status HIV rendah 70,9, dan tidak patuh ARV 52. Pada analisis bivariat ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada tingkat pengetahuan dan stigma terhadap kepatuhan ARV p=0,010; p=0,043. Pada analisis multivariat, tingkat pengetahuan menjadi faktor paling signifikan OR=2,817 kemudian stigma OR=0,510.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukannya intervensi untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang terapi ARV dan mencegah internalisasi stigma. Keterbukaan status HIV tetap menjadi hal penting untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyebaran HIV.

Introduction The MSM group is one of the highest risk groups with the fastest increase in HIV . The only therapy for HIV, antiretroviral therapy ART to reduce mortality is having difficulty to maintanance the adherence. Knowledge of ART, stigma, and disclosure of HIV status is known as barriers prior ART adherence.
Method Cross sectional study with 175 PLWH MSM. Results The majority of respondents had good ART knowledge 76,6, high stigma 51,4, low disclosure 70,9, and non adherence to ART 52. In bivariate analysis, there was significant correlation in ARV knowledge and stigma to ART adherence p 0,010 p 0,043. In multivariat analysis, knowledge of ARV became the most significant factor OR 2,817 and stigma OR 0,510.
Suggestions from this study are necessary to increase patient rsquo s knowledge about ART and prevent stigma internalization. The disclosure of HIV status remains important part of providing health care and HIV prevention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Samjunanto
"Latar Belakang: Infeksi HIV/AIDS merupakan penyakit yang kronis dan tidak dapat disembuhkan namun gejalanya masih dapat dikendalikan. Oleh karena itu, kualitas hidup menjadi luaran terapi yang penting untuk diperhatikan. Berbagai faktor psikosial seperti stigma, citra diri, gangguan depresi, risiko bunuh diri dan mekanisme koping merupakan faktor yang diduga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS dan dapat diintervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stgima, citra diri, gangguan depresi, risiko bunuh diri dan mekanisme koping terhadap kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian diambil dengan menggunakan consecutive sampling pada pasien dewasa yang berobat di poliklinik khusus HIV/AIDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni 2023. Instrumen swaperiksa digunakan untuk menilai variabel kualitas hidup (WHOQOL-Bref), stigma (Berger HIV Stigma Scale), mekanisme koping (Brief-COPE) dan citra diri (RSES). Wawancara semi terstruktur juga dilakukan untuk menilai gangguan depresi (MINI-ICD) dan risiko bunuh diri (CSSRS). Analisis regresi liner multipel digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan luaran kualitas hidup.
Hasil: Dari 207 subjek penelitian yang diteliti, didapatkan hubungan yang bermakna antara stigma diri dengan kualitas hidup pada ranah kesehatan fisik (B:-0.15; IK95%: -0.23– -0.07), hubungan sosial (B:-0.19, IK95%:0.27– -0.10) dan lingkungan (B:-0.12; IK95% -0.20– -0.04). Didapatkan hubungan yang bermakna antara citra diri dengan kualitas hidup pada ranah kesehatan fisik (B:1.12; IK95%:0.71– 1.67), psikologis (B:1.73; IK95%:1.21– 2.26), hubungan sosial (B:0.91, IK95%:0.35– 1.46) dan lingkungan (B:1.27; IK95%:0.77– 1.77). Didapatkan hubungan yang bermakna antara gangguan depresi dengan kualitas hidup pada ranah kesehatan fisik (B:-4.59; IK95%:-7.41– -1.77), psikologis (B:-5.64; IK95%:-8.72– -2.56),  dan hubungan sosial (B:-4.92, IK95%:-8.17– -1.66). Didapatkan hubungan yang bermakna antara mekanisme koping dengan kualitas hidup pada ranah kesehatan fisik (B:5.97; IK95%:1.71–10.24), psikologis (B:9.65; IK95%:4.99– 14.31), hubungan sosial (B:12.99, IK95%:8.07– 17.91) dan lingkungan (B:10.79; IK95%:6.39– 15.18) Koefisen determinasi pada penelitian ini sebesar 43.5-54.4%.
Simpulan: Terdapat hubungan antara stigma, gangguan depresi, risiko bunuh diri, citra diri dan mekanisme koping terhadap tiap ranah kualitas hidup pada pasien dengan HIV/AIDS. Citra diri dan mekanisme koping yang berfokus pada masalah menjadi faktor protektif sedangkan stigma dan gangguan depresi menjadi faktor risiko.

Background: HIS/AIDS is a chronic incurable yet controllable diseases. Thus, quality of life is a pivotal clinical outcame that must be evaluated other than its morbidity and mortality. Some psychosocial factors, such as  stigma, self-esteem, depressive disorder, sucidality, and coping mechanism, are prominent indicators that affect quality of life and could be intervened. This study aim to elaborate the relationship of stigma, self-esteem, depressive disorder, sucidality, and coping mechanism to the quality of life in patient with HIV/AIDS.
Method: A cross-sectional study was conducted in June 2023 in outpatient HIV/AIDS clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Consecutive sampling was used in adult patients. Self rating instrument was used to measure quality of life (WHOQOL-Bref), stigma (Berger HIV Stigma Scale), coping mechanism (Brief-COPE) and self esteem (RSES). Semi-structured interview was used to assess depressive disorder (MINI-ICD) and suicide risk (CSSRS). Multiple linear regression was used to explore the relationship between the independent variables and quality of life.
Results: There are 207 respondents in this study. The results showed significant relationship between stigma and quality of life in physical health (B:-0.15; CI95%:-0.23– -0.07), social relationship (B:-0.19, CI95%:0.27– -0.10) and environment domains (B:-0.12; CI95% -0.20– -0.04) There was a significant relationship between self esteem and quality of life in physical health domain (B:1.12; CI95%:0.71– 1.67), psychological (B:1.73; CI95%:1.21– 2.26), social relationship (B:0.91, CI95%:0.35– 1.46) and environment domains (B:1.27; CI95%:0.77– 1.77). Significant relationships were found between depressive disorder and quality of life in physical health domain (B:-4.59; CI95%:-7.41– -1.77), (B:-5.64; CI95%:-8.72– -2.56), and social relationship domains (B:-4.92, CI95%:-8.17– -1.66). There was a significant relationship between coping mechanism and quality of life in physical health domain (B:5.97; CI95%:1.71–10.24), psychological (B:9.65; CI95%:4.99– 14.31), social relationship (B:12.99, CI95%:8.07– 17.91)  and environment domains (B:10.79; CI95%:6.39– 15.18). The determinant coefficient in this study were 43.5-54.4%.
Conclusion: There is relationship relationship of stigma, self-esteem, depressive disorder, sucidality, and coping mechanism with the quality of life in patient with HIV/AIDS in each domains. Stigma and depressive disorder are risk factors while self-esteem and problem focused coping mechanism are the protective factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhe Herawaty
"Pengungkapan status HIV/AIDS adalah suatu tindakan yang belum seluruhnya dilakukan para penderita SIDA. Hal ini dipengaruhi banyak faktor yang melatarbelakanginya. Tindakan pengungkapan ini dapat memengaruhi munculnya psikopatologi pada seorang penderita SIDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keputusan seorang penderita SIDA dalam mengungkapkan status HIV/AIDS serta psikopatologi yang ditimbulkan dari tindakan ini. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner sosiodemografi, Berger HIV rating scale untuk menilai stigma diri, instrumen COPE untuk menilai mekanisme coping dan SCL-90 untuk menilai psikopatologi pada subjek penelitian. Uji statistik digunakan untuk menganalisis hubungan masing-masing variabel terhadap pengungkapan status HIV/AIDS. Faktor sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan tidak mempunyai hubungan bermakna terhadap pengungkapan status HIV/AIDS. Hal ini ditunjukan dengan nilai p masing-masing variabel yaitu pada variabel usia didapatkan nilai p=1,000, variabel jenis kelamin dengan nilai p=1,000, variabel pendidikan dengan nilai p=0,401, variabel status pernikahan dengan nilai p=0,850 dan nilai p=0,519 untuk variabel pekerjaan. Faktor mekanisme coping dianalisis juga tidak mempunyai hubungan bermakna terhadap pengungkapan status HIV/AIDS dengan nilai p=0,406 active coping , p=0,148 acceptance dan p=0,568 religious focused . Terdapat hubungan antara stigma diri dengan pengungkapan status HIV/AIDS dengan nilai p=
Disclosure of HIV AIDS status is an action that has not been fully done by SIDA rsquo s patients. This is influenced by many factors that lie behind it. This act of disclosure may affect the emergence of psychopathology in a SIDA rsquo s patients. This study aims to determine the factors that influence the decision of a SIDA rsquo s patients in disclosing the status of HIV AIDS and psychopathology arising from this action. Research subjects did fill out demographic questionnaires and several other questionnaires. Researchers used the Berger HIV rating scale instrument to assess self stigma, the COPE instrument to assess coping mechanisms and SCL 90 to assess psychopathology in the study subjects. Statistical tests were used to analyze the relationship of each variable to HIV AIDS status disclosure. Sociodemographic factors such as age, sex, education, occupation, marital status have no significant association with HIV AIDS status disclosure. This is indicated by the p value of each variable that is the age variable obtained p value 1,000, the gender variable with the value p 1,000, the education variable with the value p 0,401, marital status variable with the value p 0.850 and the value p 0,519 for job variables. The coping mechanism factors analyzed also had no significant relationship to HIV AIDS status disclosure with p 0,406 active coping , p 0,148 acceptance and p 0,568 religious focused . There is a relationship between self stigma and HIV AIDS status disclosure with p "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juita
"Pendahuluan: stigma terhadap ODHA dapat terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di pelayanan kesehatan. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemauan ODHA untuk mengungkapkan status HIV nya sehingga berdampak pada banyaknya ODHA yang tidak rutin mengakses layanan kesehatan.
Tujuan: mengkaji hubungan antara stigma dan keterbukaan status HIV dengan akses layanan kesehatan bagi ODHA di Bangka Belitung, Indonesia.
Metode: menggunakan desain cross-sectional, melibatkan 175 responden. Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner sosiodemografi, kuesioner 12 Item Short Version of the HIV Stigma Scale dan kuesioner Brief Scale For HIV Disclosure and Access to Healthcare. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2023 hingga Juni 2023 .
Hasil: didapatkan hasil bahwa stigma HIV berhubungan signifikan dengan akses pelayanan kesehatan (p value= 0,001;OR = 0,128) dan keterbukaan status HIV menunjukkan hubungan dengan akses pelayanan kesehatan (p value= 0,029;OR =3,972).
Kesimpulan: stigma dan keterbukaan status HIV memiliki hubungan yang bermakna dengan akses pelayanan kesehatan bagi ODHA. Oleh karena itu, perlu intervensi lebih lanjut untuk mengurangi stigma dan mendorong status HIV bagi ODHA, sehingga mereka memiliki akses yang memadai terhadap pelayanan kesehatan untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Introduction: stigma on PLWHIV can occur in the family, community and in health services. This has reduced the willingness of PLWHIV to disclose their HIV status so that it has an impact on many PLWHIV who do not routinely access health services.
Purpose: to asses relationship between stigma and HIV disclosure and access to health services for PLWHIV in Bangka Belitung, Indonesia.
Methods: using a Cross-sectional design, involved 175 respondents. The instruments used : sociodemographic data questionnaires, 12-item short version of the HIV Stigma Scale , Brief Scale For HIV Disclosure and Access to Healthcare . This research was conducted from March 2023 to June 2023 .
Results: This study shows that HIV stigma had a signifianct relationship with access to health service (p value = 0,001; OR= 0,128) and HIV disclosure shows a relationship with access to health services (p value = 0,029 ; OR =3,972).
Conclusion : stigma and HIV disclosure had a significant relationship with access to health services for PLWH. Therefore, need further intervention to reduce stigma and to encourage HIV status for PLWH , so they can have adquate access to health service in order to have better quality of life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fallon Victoryna
"Kualitas hidup merupakan indikator penting bagi kesehatan dan banyak aspek kehidupan ODHA LSL. Kualitas hidup dapat terganggu karena berbagai kondisi stres yang dialami ODHA LSL. Stres pada ODHA LSL terjadi karena masalah yang terkait dengan penyakit dan status orientasi seksual. Kondisi stres yang terus menerus terjadi, dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup.
Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara tingkat stres dengan kualitas hidup ODHA LSL di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode purposive sampling, jumlah sampel penelitian 176 responden. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Perceived Stress Scale dan WHOQOL-HIV BREF. Rata-rata responden berusia dewasa awal 18-40 tahun, berpendidikan menengah SMP-SMA, sebagian besar bekerja, terbanyak sebagai karyawan swasta, dan rata-rata terdiagnosis HIV selama 12 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat stres dengan kualitas hidup ODHA LSL p=0,021. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya memperhatikan aspek psikososial ODHA LSL, mengembangkan intervensi yang berkontribusi lebih positif dalam menurunkan stres serta mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA LSL.

Quality of life is an important indicator for health and many aspects of MSM living. Quality of life can be disrupted due to various stress conditions experienced by PLWHA MSM. Stress on MSM is due to problems related to disease and sexual orientation status. Stressful conditions that occur continuously can have an impact on the decline in quality of life.
The purpose of this study was to see the relationship between stress level and quality of life of PLWHA in Medan City. This research uses cros sectional design with purposive sampling method, the number of research sample is 176 respondents. The instruments used are the Perceived Stress Scale questionnaire and WHOQOL HIV BREF. The average early adult respondents 18 40 years old, middle schooled SMP SMA, mostly worked, most were private employees, and were on average diagnosed with HIV for 12 months.
The result of this research that there is a correlation between stress level and quality of life of PLWHA p 0,021. This study recommends the importance of taking into account the psychosocial aspects of PLWHA MSM, developing interventions that are more positive in reducing stress and identifying other factors that affect the quality of life of PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>