Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Primadestia Kusumawardani
"Ketahanan keluarga memiliki fungsi untuk mengukur apakah keluarga telah menjalankan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan bagi anggotanya. Tingkat perceraian yang semakin tinggi setiap tahunnya di Kota Depok mencerminkan tidak kuatnya ketahanan keluarga di Kota Depok. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Depok melakukan langkah konkret yakni membuat dan menetapkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Peraturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan keluarga di Kota Depok. Penelitian ini membahas mengenai formulasi kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang dari kebijakan ketahanan keluarga di Kota Depok serta menjelaskan bagaimana analisis proses formulasi dari Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Ketahanan Keluarga. Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengambilan data melalui wawancara dan studi pustaka. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori formulasi kebijakan yang disampaikan oleh Dunn dan Easton. Hasil penelitian menujukkan bahwa dalam proses formulasi kebijakan peningkatan ketahanan keluarga Kota Depok melalui empat tahapan yakni perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan serta mencakup tiga dimensi formulasi kebijakan. Namun keterlibatan akademisi dan unsur masyarakat dalam proses formulasi kebijakan masih sangat kurang.

Family resilience has a function to measure whether the family has carried out its roles, functions, duties and responsibilities in realizing the welfare of its members. The higher of divorce rate every year in Depok City reflects the lack of strong family resilience in Depok City. Therefore, the Depok City Government took concrete steps to make and establish Depok City Regulation Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. The regulation aims to improve the quality of life and family livelihood in Depok City. This study discusses the formulation of policies as outlined in the Regional Regulation of Depok City Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. This study aims to explain the background of family resilience policies in Depok City and explain how the analysis of the formulation process of Depok City Regulation Number 9 of 2017 about Increasing Family Resilience. The approach of this research is post-positivist with data collection techniques through interviews and literature. The main theory used in this study is the theory of policy formulation delivered by Dunn and Easton. The results of the study show that in the process of formulating a policy of increasing family resilience in Depok City through four stages, namely the formulation of problems, policy agendas, selection of policy alternatives, and policy setting and covering three dimensions of policy formulation. However, the involvement of academics and community elements in the process of policy formulation is still very lacking."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantoruan, Devi Ana
"Skripsi ini membahas mengenai formulasi retribusi pengendalian menara telekomunikasi di Kota Depok. Maraknya pembangunan menara telekomunikasi mengurangi estetika kota, sehingga pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menambahkan satu jenis retribusi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yaitu retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Hasil penelitian yaitu formulasi kebijakan melewati beberapa tahapan yaitu identifikasi masalah, agenda kebijakan, formulasi kebijakan, dan mendesain kebijakan. Faktor-faktor penghambatnya adalah perbedaan pendapat diantara para tim perumus kebijakan dalam menentukan regulasi persyaratan teknis menara telekomunikasi dan regulasi menara yang sudah berdiri sebelum tahun 2011.

This undergraduate thesis is talking about the formulation of telecommunication tower controlling charges in Depok City. The vast growing of telecommunication tower constructions is reducing aesthetics of the city so that the government makes many efforts to solve this problem. One of the efforts that has been made by the government is adding a new charges called telecommunication tower controlling charges on Indonesian Republic Laws of Local Tax and Local Retribution Number 28 Year 2009.
The result obtained in this research are the policy was formulated through several stages, namely: the identification of problems, agenda setting, public policy formulation, and policy design. The inhibitors factor are the differences among the policy makers in determining the technical requirements of telecommunications tower regulation and the previous regulation about towers that have been built before 2011.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Wiwit Saptianti
"Penelitian dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan formulasi kebijakan perluasan objek pajak restoran dan menganalisis hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Depok dalam proses implementasi. Peneliti mengambil usaha warteg sebagai contoh perluasan objek pajak restoran. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa formulasi Perda sudah melewati tahap-tahap sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010. Dalam proses implementasinya, Pemerintah Depok baru sampai pada tahap pendataan karena mengalami berbagai hambatan antara lain pengusaha warteg yang tidak antusias dengan informasi yang diberikan oleh pemerintah, jumlah tenaga pendataan yang kurang, serta masih banyak warteg yang tidak memiliki ijin usaha. Sebaiknya pemerintah Depok menambah jumlah petugas pendataan dan memberikan informasi mengenai pajak restoran terlebih dahulu kepada pelaku usaha dan konsumen jasa warteg.

The study was conducted to describe the formulation of policies aimed at expanding restaurant tax objects and analyze the barriers faced by the Government in the implementation process Depok. Researchers took as an example of the expansion of the business object warteg restaurant tax. The study was conducted with a qualitative approach and qualitative data collection. The survey results revealed that the formulation of legislation has passed the stages in accordance with Government Regulation No. 16 of 2010. In the process of implementation, the Government of Depok still in data collection stage due to various constraints such as a lack of enthusiasm warteg entrepreneurs with the information provided by the government, the less amount of employee data collection, and many warteg who do not have a business license. Depok government should increase the number of personnel data and provide information on prior restaurant tax to businesses and consumers warteg services."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvany Yohana
"Skripsi ini membahas tentang formulasi suatu kebijakan publik yaitu Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 10 tahun 2011 tentang pendirian PDAM Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal yang melatarbelakangi pemerintah daerah Kota Depok mencetuskan ide untuk mendirikan PDAM Kota Depok pada tahun 2011 dan meneliti mengapa kebijakan ini belum dapat terimplementasi.
Melalui pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, peneliti dapat mengetahui dan melakukan analisis terhadap proses formulasi dengan menggunakan tipikal model formulasi kebijakan yang ada dalam proses formulasi ini dan berbagai alasan yang membuat kebijakan ini belum terimplementasi.
Hasil dari penelitian ini adalah proses formulasi yang dilakukan melalui empat tahap dengan tipikal model formulasi yaitu model campuran antara model elite dan model kelembagaan. Sementara itu, hal-hal yang menyebabkan kebijakan ini belum terimplementasi adalah belum adanya landasan hukum untuk mengambil alih aset yang dimiliki Kota Depok di PDAM Tirta Kahuripan dan manajemen organisasi yang belum disusun strukturnya.

This thesis discusses the formulation of public policy is a Regional Regulation No. 10 of Depok in 2011 on the establishment of PDAM in Depok City. This study aims to determine and analyze the things that are behind the regional government of Depok City PDAM had the idea to establish the city of Depok in 2011 and examines why this policy can not be implemented.
Through the approach used in this study is a qualitative approach, researchers can learn and perform analysis on the process of formulation by using a typical model of policy formulation is in the process of this formulation and a variety of reasons that make this policy has not been implemented.
The results of this study is the formulation process carried out through four stages of a typical model of the mixed model formulation of the elite models and institutional models. Meanwhile, things that cause this policy has not been implemented is the absence of legal basis to take over the Depok City?s assets held in PDAM Tirta Kahuripan and organizational management structure that has not been compiled.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Dwi Aprillian
"Skripsi ini menjelaskan analisis tentang formulasi kebijakan kenaikan Harga Air Baku (HAB) Pajak Air Tanah di Kota Depok. Pengenaan pajak air bawah tanah disebabkan oleh pemakaian air tanah dalam jumlah besar di Kota Depok dapat menimbulkan eksternalitas negatif pada lingkungan seperti penurunan permukaan air tanah, terbentuknya cekungan-cekungan air tanah kritis dibeberapa wilayah, serta akan menimbulkan kelangkaan air pada waktu mendatang. Maka pajak air bawah tanah diharapkan dapat mengurangi pemakaian air tanah yang berlebihan. Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengumpulan data kualitatif dan analisis deskriptif serta menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa proses formulasi kebijakan HAB ini diatur dalam Peraturan Walikota dibedakan menjadi empat tahapan. Tahap identifikasi masalah, tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, hingga pada tahap mendesain kebijakan. Kebijakan kenaikan harga air baku sebagai salah satu cara untuk mendukung fungsi regulern pajak air bawah tanah dimana tujuan dari kebijakan kenaikan harga air baku selain untuk meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) namun untuk mendukung fungsi regulern seperti mendorong orang pribadi atau badan untuk mengurangi penggunaan air bawah tanah dan merubah kebiasaan untuk beralih dengan menggunakan atau mengkonsumsi air PDAM untuk mencegah dampak eksternalitas negatif serta untuk melindungi konservasi air tanah.

This thesis explains the analysis of the policy formulation of the Price of Basic Water (HAB) Groundwater Tax in Depok City. The imposition of underground water tax caused by the use of large amounts of groundwater in the city of Depok can cause negative externalities in the environment such as a decrease in groundwater level, the formation of critical groundwater basins in some areas, and will cause water scarcity in the future. So the underground water tax is expected to reduce the excessive use of groundwater. This type of research was conducted using a post-positivist approach with qualitative data collection methods and descriptive analysis as well as using literature study data collection techniques and in-depth interviews. The results of the research analysis show that the HAB policy formulation process is regulated in the Mayor Regulation divided into four stages. The problem identification stage, the agenda-setting stage, the policy formulation stage, to the policy design stage. The policy of increasing the price of raw water as one way to support the regulern function of underground water taxation where the purpose of the policy to increase the price of raw water is to increase the Regional Original Revenue (PAD) but to support the regulern function such as encouraging individuals or entities to reduce the use of lower water land and changing habits to switch by using or consuming PDAM water to prevent negative externalities and to protect groundwater conservation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Dovi Pradana
"Penelitian ini membahas formulasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Depok yang di dalamnya terdapat unsur kenaikan tarif retribusi. Akan tetapi atas kenaikan tarif retribusi tersebut ditolak oleh beberapa pedagang di pasar. Atas hal tersebut terdapat 2 Pokok permasalahan pada penelitian ini yaitu pertama, apa latar belakang ditetapkannya Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar pada Perda Kota Depok No 11 Tahun 2012, dan kedua, bagaimana proses formulasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan data kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur, studi lapangan (wawancara mendalam) serta observasi.
Hasil penelitian ini yaitu, pertama, latar belakang dari ditetapkannya Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar adalah adanya kenaikan target PAD, terjadinya perubahan kondisi ekonomi, dan diperlukannya biaya untuk perbaikan pasar. Kedua, proses formulasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar diawali dari pembuatan draft Raperda oleh Dinas Koperasi, UMKM, dan Pasar (DKUP), kemudian draft Raperda tersebut disempurnakan menjadi Raperda yang siap dibahas dalam sidang paripurna di DPRD Kota Depok. Setelah Raperda disetujui bersama dalam sidang paripurna, maka dilakukan pembahasan Raperda bersama Pansus yang atas hasilnya adalah berupa draft Perda yang siap untuk dievaluasi dan disahkan.

This undergraduate thesis discussed about formulation of Market Services User Charge Policy in Depok which have increasing tariff. However the increasing tariff was rejected by some seller in the market. Based on it, there were 2 cores of problem, first, what backgrounds for setting market services user charge were, second, how formulation process for setting market services user charge policy was. This undergraduate thesis used qualitative research method with literature study, field research (depth in interview) and observation.
The result were, first, the backgrounds of this policy were increasing on target of Local Genuine Revenue, changes of economy condition, and funding for repair the market. Second, the formulation process for this policy was started from draft of Local Regulation Design that was made by DKUP, and then it was fixed to be Local Regulation Design which would be discussed in plenary session on Depok’s House of Representatives. Furthermore, when Local Regulation Design was accepted, it would be discussed by Specific committee and the result was draft of Local Regulation which ready to be evaluated and ratified.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Raudatul Jannah
"Ketahanan keluarga menjadi salah satu faktor tidak langsung permasalahan gizi balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketahanan keluarga dengan status gizi pada balita usia 2–5 tahun di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan pengambilan sampel sebanyak 121 keluarga dengan balita usia 2-5 tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawangan menggunakan instrumen Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) dan Standar Antropometri Kementerian Kesehatan RI. Data dianalisis menggunakan Uji Spearman Correlation dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna searah dengan kekuatan yang sangat lemah antara ketahanan keluarga dengan status gizi pada balita usia 2-5 tahun (p value = 0,025) dan (r = 0,204). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga maka semakin baik juga status gizi balita. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan ketahanan keluarga guna meningkatkan status gizi balita.

Family resilience is an indirect factor in children under five nutrition problems. This study aims to determine the relationship between family resilience and nutritional status in children aged 2–5 years in Depok City. This study used a cross-sectional method with a sample of 121 families with children aged 2-5 years at the Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Sawangan using the Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) instrument and the Anthropometric Standards Kemenkes RI. Data were analyzed using the Spearman Correlation Test with the result that there was a significant unidirectional relationship with very weak strength between family resilience and nutritional status in toddlers aged 2-5 years (p-value = 0.025) and (r = 0.204). This shows that the higher the level of family resilience, the better the nutritional status of children under five. This is important to increase family resilience to improve the nutritional status of children aged 2-5 years."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku M. Yusuf Syah Putra
"Tanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga warisan budaya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Kota Depok karena perkembangannya sangat cepat menuju kota modern. Kolaborasi bersama komunitas Kaoem Depok sebagai living heritage bersama seluruh stakeholder merupakan keniscayaan untuk menjadikan wilayah Depok Lama sebagai destinasi wisata sejarah Depok Lama dan menjadi ikon serta ruang publik baru bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif studi kasus pada lokus cagar budaya Depok Lama fokus secara yuridis empiris. Penelitian ini menghadirkan kebaruan terhadap urgensi kebijakan yang sinkron serta komprehensif serta adaptif dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat pada obyek bangunan cagar budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat. Memaknai identitas perlu formulasi hibrid yang multikultur, bukan milik suatu entitas/etnis tertentu. Secara geobudaya, Depok Lama menunjukkan kekhasan pola berdasarkan alam budaya terkait residu budaya kolonialisme Belanda. Bahkan, menjaga warisan budaya itu akan meningkatan kohesi sosial mengingat kota tanpa bangunan tua seumpama dengan manusia tanpa ingatan.

The responsibility to maintain and protect cultural heritage is a challenge for the government and the people of Depok City because of its very fast development towards a modern city. Collaboration with the Kaoem Depok community as Living Heritage with all stakeholders is a necessity to make the Old Depok area a historical tourist destination for the Old Depok and become an icon and a new public space for the community. This study uses a qualitative case study approach at the Depok Lama cultural heritage locus, with a juridical and empirical focus. This research brings novelty to the urgency of policies that are synchronous as well as comprehensive and adaptive to the pace of community economic growth on cultural heritage objects that involve community participation. Making sense of identity requires a hybrid formulation that is multicultural, not belonging to a particular entity/ethnicity. According to geoculture, Old Depok shows a distinctive pattern based on cultural nature related to the cultural residues of Dutch colonialism. In addition, preserving this cultural heritage will increase social cohesion considering that a city without old buildings is like a human without memory."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Putra Dewantoro
"Pencanangan Kota Layak Pemuda tidak bisa dilepaskan dari Program Nawacita Presiden RI Periode 2014-2019. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong terpenuhinya hak pemuda guna mengembangkan potensi dan perannya melalui penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Kebijakan Kota Layak Pemuda yang dicanangkan Menteri Pemuda dan Olah Raga ini diharapkan dapat memperkuat pembinaan dan pemberdayaan pemuda di tiap wilayah Indonesia melalui pendampingan penyusunan regulasi kepemudaan, kompetisi, serta penghargaan. Kota Bandung menjadi kota percontohan. Kajian ini menggunakan pendekatan riset tindakan berbasis Soft Systems Methodology dengan tujuan menganalisis perumusan kebijakan Kota Layak Pemuda di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Pemerintah Kota Bandung menurut Anderson 2010 . Hasil kajian menunjukkan indikator pengembangan Kota Layak Pemuda sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Pemuda dan Olahraga Nomor 11 Tahun 2017 mengacu pada 4 empat kluster, yakni life, play, work/school dan health/welfare masih memerlukan rencana aksi. Untuk Pemerintah Kota Bandung sendiri telah melaksanakan fungsinya menuju Kota Layak Pemuda dengan penyediaan regulasi, anggaran, program dan partisipasi kepemudaan di dalam Perda No. 1 Tahun 2016 tentang Kepemudaan. Namun, masih perlu menambahkan BAB Kota Layak Pemuda dalam Peraturan Daerah tersebut. Keberlanjutan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, khususnya Pemerintah Kota Bandung mengenai kebijakan Kota Layak Pemuda.

Declaration of Youth Friendly City can rsquo t be separated from the Indonesia Presidential Nawacita Program Period 2014 2019. This policy aims to encourage the fulfillment of youth rights to develop their potential and role through awareness, empowerment and development as part of national development. Youth Friendly City policy that launched by the Minister of Youth and Sports is expected to strengthen youth development and empowerment in each region of Indonesia through the assistance of the preparation of youth regulation, competition, and awards. Bandung became a pilot project city. This study uses an action research approach based on Soft Systems Methodology with the aim of analyzing policy formulation Youth Friendly City at the Ministry of Youth and Sport and Government of Bandung City by Anderson 2010 . The results show the development indicators Youth Friendly City as stated in Regulation of the Ministry of Youth and Sports No. 11 of 2017 refers to 4 four clusters, namely life, play, work school and health welfare still require action plans. For the Government of Bandung itself has carried out its function towards Youth Friendly City with the provision of regulations, budgets, programs and youth participation within Local Regulation No. 1 of 2016 about Youth. However, still need to add chapters Youth Friendly City in that Local Regulation. The sustainability of the results of this study is expected to be a reference for Local Government District City in Indonesia, especially the Government of Bandung City on Youth Friendly City policy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathurahman
"Penelitian ini memiliki fokus utama yang berusaha melihat formulasi kebijakan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang ada di kabupaten Bekasi. Adapun, hal tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya isu penolakan penetapan upah minimum oleh serikat buruh Kabupaten Bekasi melalui PP 78 Tahun 2015. Perspektif teoritis mengenai hubungan industrial serta formulasi kebijakan publik. Dalam konteks hubungan industrial, penelitian ini melibatkan empat elemen stakeholders yang terdiri atas pemerintah baik pusat maupun daerah, pengusaha maupun asosiasinya, pekerja/buruh maupun serikatnya serta akademisi. Adapun, persoalaan yang dibahas penelitian ini didasarkan pada ketentuan yuridis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Adanya regulasi tersebut kemudian menggantikan ketentuan sebelumnya yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam realitasnya, hal tersebut menimbulkan sejumlah persoalan seperti perbedaan dasar dalam menentukan besaran upah minimum, tidak berperannya fungsi Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta penolakan serikat pekerja/buruh karena dianggap telah merugikan hak-hak yang dimilikinya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merujuk kepada proses perumusan kebijakan publik dan juga akto-aktor yang terkait dari Anderson serta teori hubungan industrial dari Payman Simanjuntak dalam menjaga hubungan harmonis para pihak yang terikat dalam hubungan industrial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dan studi kepustakaan sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan regulasi dalam kebijakan penetapan upah minimum dilakukan semata-mata dalam menjaga kondusifitas hubungan industrial dan juga kestabilan ekonomi sosial serta iklim investasi di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka pihak pemerintah yaitu Kementrian Ketenagakerjaan RI khususnya Direktorat Pengupahan disarankan dapat menjaga konflik kepentingan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dengan melakukan pertemuan bersama membahas latar belakang serta tujuan dari regulasi kebijakan penetapan upah minimum sehingga dapat diketahui dan dipahami oleh semua pihak.

This study has a main focus that seeks to look at the formulation of policies for the determination of Regency/City Minimum Wages (UMK) in Bekasi district. Meanwhile, this is motivated by the issue of the rejection of the determination of minimum wages by trade unions in Bekasi Regency through PP 78 of 2015. Theoretical perspective on industrial relations and the formulation of public policies. In the context of industrial relations, this research involves four elements of stakeholders consisting of central and regional governments, employers and their associations, workers/laborers and their unions and academics. Meanwhile, the issues discussed in this study are based on juridical provisions stipulated in Government Regulation (PP) Number 78 of 2015 concerning Wages. The existence of this regulation then replaced the previous applicable provisions, namely Law Number 13 of 2003 concerning Labor. In reality, this raises a number of problems such as the basic difference in determining the minimum wage, the role of the Provincial and District/City Wages Council and the refusal of trade unions because they are considered to have detrimental to their rights. The theory used in this study refers to the process of public policy formulation and also related actors from Anderson and the industrial relations theory of Payman Simanjuntak in maintaining the harmonious relations of parties bound in industrial relations. The approach used in this research is a qualitative approach and conducts data collection by conducting in-depth interviews and literature studies as secondary data. The results of this study indicate that changes in regulation in the minimum wage setting policy are carried out solely in maintaining the conduciveness of industrial relations as well as social economic stability and the investment climate in Indonesia. Based on the results of the research above, the government, namely the Ministry of Manpower of the Republic of Indonesia, especially the Directorate of Wages, is advised to maintain conflicts of interest between employers and workers by holding joint meetings to discuss the background and objectives of minimum wage setting policy regulations so that all parties can know and understand ."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>