Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Zaky
"ABSTRAK
Penggunaan bahan kimia berbahaya di laboratorium pengujian kimia seperti Laboratorium X terkadang tak terhindarkan. Sementara itu, penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa pekerja laboratorium yang telah bekerja lebih dari 20 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara, kanker ovarium, leukemia, melanoma, kanker prostat, dan kanker tiroid dibandingkan jenis pekerja lain di laboratorium. Oleh karena itu, penilaian risiko kesehatan dari penggunaan bahan kimia berbahaya sangat penting dilakukan di Laboratorium X untuk memastikan kesehatan pekerja laboratorium di masa depan. Tujuan dari penilaian ini untuk mengevaluasi risiko yang timbul dari aktivitas di laboratorium dan untuk mengevaluasi tindakan pengendaliannya. Penilaian risiko kualitatif ini telah dilakukan di Laboratorium X yang diklasifikasikan sebagai berbahaya menurut lembar data keselamatannya dan telah dilakukan dengan menggunakan alat yang dikembangkan oleh Jabatan Keselamatan dan Kesihatan Pekerjaaan, Kementerian Sumber Manusia, Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat bahaya yang terdapat pada Laboratorium X sangat bervariasi sebagian besar bahaya yang ada pada bahan kimia yaitu bersifat iritan. Hasil evaluasi risiko menunjukkan bahwa pekerja laboratorium memiliki risiko kesehatan yang signifikan dari bahan kimia berbahaya yang digunakan baik pada pajanan inhalasi dan dermal juga langkah-langkah pengendaliannya yang diterapkan untuk mengontrol pajanan bahan kimia di laboratorium dapat ditingkatkan dan beberapa di antaranya sudah memadai.

ABSTRACT
The use of hazardous chemicals in a chemical testing laboratory such as Laboratory X sometimes inevitable. Meanwhile, previous research concluded that laboratory workers who have worked more than 20 years have a higher risk of developing breast cancer, ovarian cancer, leukemia, melanoma, prostate cancer, and thyroid cancer than other types of workers in the laboratory. Therefore, a health risk assessment from using hazardous chemicals is very important to be done in Laboratory X to ensure the health of laboratory workers in the future. The purpose of the assessment is to evaluate of risk arise from activity in the laboratory and to evaluate its control measures. This qualitative risk assessment has been conducted in Laboratory X that uses chemicals that are classified as hazardous according to its safety data sheets and has been done using the tool developed by the Department of Safety and Health, Ministry of Human Resources, Malaysia. The results show that the hazard levels found in Laboratory X vary greatly in the majority of the hazards present in chemicals which are irritants. From the risk evaluation results show that laboratory workers have significant health risks from hazardous chemicals used both in inhalation and dermal exposures also the control measures applied to control exposure to chemicals in the laboratory can be increased and some of them are adequate."
2019
T52739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Noer Haliza
"Pekerja pada unit produksi minyak dan gas bumi berisiko terpajan berbagai bahaya kimia. Salah satu komponen bahan kimia dari minyak bumi adalah volatile organic compounds (VOC), dengan contoh bahan yang terkenal akan toksisitasnya adalah benzene, toluene dan xylene. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan terkait pajanan benzene, toluene dan xylene pekerja kilang minyak san gas di PT. X. Penelitian ini menganalisis data sekunder pajanan personal BTX melalui rute inhalasi menggunakan active sampler. Dengan menggunakan metode Chemical Health Risk Assessment (CHRA) dari Department of Safety and Health, Malaysia ditemukan bahwa risiko pajanan benzene pada SEG CDU (crude distillation unit) terkategori risiko sangat tinggi. Untuk pajanan toluene dan xylene berada pada tingkat risiko kesehatan rendah pada hampir seluruh SEG. Berdasarkan hasil penelitian, diperlukan pengendalian yang tepat untuk mengatasi pajanan benzene, toluene dan xylene. Salah satu pengendalian yang direkomendasikan adalah meningkatkan konsistensi penggunaan alat pelindung diri, monitoring pajanan secara kontinu, melaksanakan biomonitoring dan pemeriksaan sel darah tepi.

Workers in oil and gas production units are at risk of exposure to various chemical hazards. One of the chemical components of petroleum is volatile organic compounds (VOC), with examples of materials known for their toxicity being benzene, toluene and xylene. This study aims to analyze health risks related to exposure to benzene, toluene and xylene of oil and gas refinery workers at PT. X. This study analyzes secondary data on personal exposure to BTX via the inhalation route using an active sampler. Using the Chemical Health Risk Assessment (CHRA) method from the Department of Safety and Health, Malaysia, it was found that the risk of benzene exposure in the SEG CDU (crude distillation unit) was categorized as very high risk. Exposure to toluene and xylene is at a low health risk level in almost all SEGs. Based on the research results, appropriate control is needed to overcome exposure to benzene, toluene and xylene. One of the recommended controls is increasing the consistent use of personal protective equipment, continuous monitoring of exposure, carrying out biomonitoring and examining peripheral blood cells."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book, written by two outstanding scientists in the field, describes the basic principles of toxic mechanisms and organ toxicity, providing detailed information on specific mechanisms or chemicals for exemplification. The goal is to provide sufficient information that the reader becomes familiar with the basic concepts in toxicology to enable him or her to understand the basic principles in toxicology and to evaluate the risks at given exposures. With this basic understanding the reader also will be able to critically evaluate the available information on a chemical and to identify data gaps."
Chichester, West Sussex, England: John Wiley & Sons, 2008
e20395853
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Kusumawardhani
"Bahan kimia meliputi bermacam – macam bahan organik dan non organik yang dapat mempengaruhi kesehatan dalam waktu pendek maupun panjang. Salah satu bidang pekerjaan yang industri yang menggunakan bahan kimia dalam operasionalnya adalah laboratorium. Semakin meningkatnya jumlah sampel uji akan meningkatkan pajanan pajanan bahan kimia yang akan berdampak pada kesehatan pekerja. Tujuan dari penilitian ini adalah melakukan penilaian risiko kesehatan bahan kimia pada pajanan inhalasi dan dermal di Laboratorium Petroleum X Jakarta Timur tahun 2023. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juni 2023 dengan menggunakan pendekatan kualitatif mengacu pada Manual of Recommended Practice on the Assessment of The Health Risks Arising from the Use of Chemicals Hazardous to Health at the Workplace 3rd Edition dari Department of Occupational Safety and Health, Ministry of Human Resources, Malaysia. Hasil penilaian risiko kesehatan rute pajanan inhalasi untuk bahan kimia dari seluruh tahap pengujian bervariasi dari rendah, sedang dan tinggi. Namun di dominasi oleh risiko sedang. Sementara, hasil penilaian risiko kesehatan rute pajanan dermal untuk seluruh bahan kimia dari seluruh tahap pengujian didominasi dengan risiko tinggi. Perlu dilakukannya pemantauan terhadap pengendalian yangs udah ada dan pengendalian tambahan berdasarkan hierarki pengendalian untuk bahan kimia dengan risiko tinggi dan kecukupan pengendalian yang belum memadai

Chemicals are a wide range of organic and inorganic compounds that might have a short or long term impact on health. The laboratory is an industrial work sector that utilises chemicals in its activities. The increased quantity of test samples will increase workers' exposure to chemical compounds, which will have an effect on their health. The goal of this research was to assess the health hazards of chemicals through inhalation and skin exposure at the X Petroleum Laboratory East Jakarta in 2023. This study was carried out from April to June 2023 utilizing a qualitative method using the Manual of Recommended Practice on the Assessment of Health Risks Arising from the Use of Hazardous to Health Chemicals in the Workplace, 3rdEdition from Department of Occupational Safety and Health, Ministry of Human Resources, Malaysia. The health risk assessment scores for compounds via the inhalation route ranged from low to high across all levels of testing. However, Mod risk dominates. Meanwhile, high hazards dominated the results of the dermal exposure route health risk assessment for all compounds from all phases of testing. For high-risk chemicals and insufficient control adequacy, it is required to monitor current controls and implement new controls based on the control hierarchy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dana Hidayat
"Indonesia telah mengadopsi GHS sejak tahun 2010 yang mengacu pada Buku Ungu GHS UN edisi ke-4 mengenai klasifikasi bahaya, label dan penyusunan Lembar Data Keselamatan (SDS) kimiawi. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 23 / M-IND / PER / 4/2013 dan Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor 04 / BIM / PER / 1/2014 dirancang untuk mengatur penerapan GHS di Indonesia. Namun belum ada evaluasi terkait penerapan GHS di Indonesia, terutama terkait kelengkapan dan keakuratan informasi yang terdapat dalam SDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan dan keakuratan informasi 42 bahan kimia LDK yang telah dilaporkan ke Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dengan menggunakan checklist yang dikembangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Hodson et al. (2013), meliputi (1) pengujian kelengkapan informasi mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 23 / M-IND / PER / 4/2013 dan Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor Pangkal. 04 / BIM / PER / 1/2014, dan (2) menguji keakuratan informasi yang mengacu pada klasifikasi bahaya yang terdaftar oleh European Chemicals Agency (ECHA). Evaluasi terkait uji ketuntasan informasi pada SDS menunjukkan bahwa seluruh SDS (100%) termasuk dalam kategori tidak tuntas. Subelemen yang berkaitan dengan jalur pemaparan dan gejala yang berkaitan dengan sifat fisik, kimia dan toksikologi bahan kimia memiliki nilai total terendah yaitu 0. Sedangkan evaluasi mengenai keakuratan informasi pada SDS menunjukkan proporsi yang sama yaitu 21 SDS (50%) termasuk kategori. akurat dan 21 SDS (50%) termasuk dalam kategori tidak akurat. Sehubungan dengan pengujian kelengkapan dan keakuratan informasi yang telah dilakukan, maka semua SDS yang dievaluasi termasuk dalam kategori tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan agar SDS dapat dijadikan acuan mengenai penanganan bahan kimia yang aman di tempat kerja.

Indonesia has adopted GHS since 2010 which refers to the 4th edition of the Purple GHS UN Book regarding hazard classification, labels and preparation of chemical Safety Data Sheets (SDS). Regulation of the Minister of Industry of the Republic of Indonesia Number 23 / M-IND / PER / 4/2013 and Regulation of the Director General of Manufacturing Industry Base Number 04 / BIM / PER / 1/2014 are designed to regulate the implementation of GHS in Indonesia. However, there has been no evaluation regarding the implementation of GHS in Indonesia, especially regarding the completeness and accuracy of the information contained in the SDS. This study aims to evaluate the completeness and accuracy of information on 42 LDK chemicals that have been reported to the Ministry of Industry of the Republic of Indonesia using a checklist developed from research conducted by Hodson et al. (2013), including (1) testing the completeness of information referring to the Regulation of the Minister of Industry of the Republic of Indonesia Number 23 / M-IND / PER / 4/2013 and Regulation of the Director General of Manufacturing Industry Base Number. 04 / BIM / PER / 1/2014, and (2) testing the accuracy of the information referring to the hazard classifications listed by the European Chemicals Agency (ECHA). The evaluation related to the due diligence of information on SDS shows that all SDS (100%) are in the incomplete category. The sub-elements relating to the pathway of exposure and symptoms related to the physical, chemical and toxicological properties of chemicals had the lowest total value of 0. While the evaluation of the accuracy of information on the SDS showed the same proportion, namely 21 SDS (50%) including categories. accurate and 21 SDS (50%) were in the inaccurate category. In connection with the testing for the completeness and accuracy of the information that has been carried out, all SDS evaluated are in the unreliable category. Therefore, it is necessary to make improvements so that SDS can be used as a reference for safe handling of chemicals in the workplace."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Wardhana Hasanuddin Suraadiningrat
"Penelitian ini memusatkan perhatian pada segi perencanaan sistem pengelolaan kedaruratan bahan beracun dan berbahaya (SPKB3). Bahan beracun dan berbahaya (B3) yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi bahan yang mempunyai golongan tabiat corrosive, flammable, infectious, radioactive, reactive (termasuk explosive), dan toxic. SPKB3 adalah bagian dari pengelolaan B3, sekaligus juga bagian dari sistem pengelolaan lingkungan dan keselamatan, kesehatan kerja (K3). Ia juga unsur pelengkap serangkaian upaya pencegahan pencemaran lingkungan sehari-hari. Suatu kedaruratan B3 dapat terjadi baik akibat suatu kecelakaan, peperangan, maupun akibat terorisme yang melibatkan B3. Suatu kedaruratan B3 dapat meningkat menjadi suatu bencana. Karena itu ia dianggap suatu ancaman baik terhadap K3, lingkungan, maupun keamanan negara.
Berbagai peristiwa kedaruratan B3 telah mengakibatkan kerugian jiwa dan jasmani yang sangat besar baik pada manusia maupun hewan dan unsur lingkungan lainnya.
Pada dasarnya kerugian yang lebih besar terhadap lingkungan yang dapat terjadi akibat kecelakaan atau terorisme dapat dicegah apabila ditanggulangi dengan cepat dan sangkil (effective). Hal ini dapat tercapai apabila pihak pengelola lingkungan, baik pemerintah, masyarakat industri maupun masyarakat luas di sekitar suatu tempat kejadian perkara (TKP) sudah memiliki kesiagaan dan kemampuan penanggulangan yang memadai. Serangkaian upaya kesiagaan dan penanggulangan kedaruratan B3 ini dapat menjadi lebih sangkil dan mangkus (efficient) apabila dikelola dengan pendekatan sistemik yaitu dalam suatu SPKB3. Dalam rangka mendukung kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan di bidang pencegahan dan perusakan lingkungan, berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Eropa telah menunjukkan kesungguhan upaya meningkatkan kinerja SPK83-nya. Salah satu kunci penting sistem ini adalah penyusunan dan pelaksanaan rencana pengelolaan kedaruratan B3 (RPKB3) baik pada taraf antarabangsa (international), nasional (national) maupun taraf yang lebih rendah. Untuk memastikan kesangkilan sistemnya, mereka juga menetapkan dan memberlakukan berbagai peraturan, bakuan (standard) SPKB3, termasuk bakuan perencanaannya, dan berbagai pedoman pendukungnya. Berbagai peraturan, bakuan, dan pedoman itu berlaku sebagai perangkat kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan untuk diterapkan oleh pemerintah, masyarakat industri dan masyarakat luas.
Di Indonesia, kewajiban atas pengadaan suatu SPKB3 bagi tiap pengelola kegiatan yang melibatkan B3 dilandasi berbagai peraturan perundang-undangan seperti PP No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 74 Tahun 2001. Namun, peraturan perundang-undangan itu tidak menetapkan persyaratan atas unsur-unsur suatu SPKB3 dan RPKB3 sehingga tidak memastikan tersedianya landasan yang kuat bagi suatu SPKB3 yang sangkil. Selain itu, sampai saat berita ini diturunkan, tidak terdapat bukti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah mempunyai suatu RPKB3 baik yang bertaraf provinsial mau pun nasional. Ketiadaan suatu RPKB3 tidak memastikan kejelasan susunan dan wacana operasi suatu SPKB3, termasuk segi penyertaan peran masyarakat. Karena itu, hal ini juga tidak memastikan kesiagaan NKRI untuk menghadapi berbagai kemungkinan ancaman dari berbagai sumber yang melibatkan B3 terhadap lingkungan dan pertahanan negara.
Bertolak dari keadaan tersebut di atas, dan sebagai pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat untuk berperanserta dalam pengelolaan lingkungan, peneliti memilih permasalahan pengelolaan kedaruratan B3 nasional sebagai bahan penelitiannya. Penelitian ini secara umum bertujuan mendukung penyempurnaan SPKB3 nasional, dan secara menjenis (specific) bertujuan: (1) memperoleh pendapat para pakar lingkungan mengenai beberapa segi penting SPKB3 nasional; (2) menetapkan pokok-pokok penting suatu RPKB3 yang layak dan sangkil berdasarkan pengalaman negara-negara maju dan pedoman/konvensi antarabangsa, dan (3) menetapkan taraf penting tiap pokok RPKB3 berdasarkan perannya dalam mencapai kesangkilan operasinya dengan mempertimbangkan rona lingkungan umum NKRI dan keadaan sumberdaya pendukungnya dewasa ini. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai: (1 ) gambaran mengenai perencanaan sistem tanggap darurat B3 nasional di Indonesia pada masa penelitian; (2) gambaran.mengenai perencanaan sistem tanggap darurat B3 nasional di beberapa wilayah hukum lain yang dikenal lebih maju pada masa penelitian; (3) bahan masukan bagi pembuat kebijakan mengenai beberapa segi penting yang patut dipertimbangkan dalam penyusunan atau penyempurnaan rencana SPKB3; (4) bahan dasar suatu bakuan RPKB3 yang selayak-layaknya, baik untuk digunakan langsung mau pun untuk disempurnakan lebih lanjut; dan (5) maklumat (information) tambahan dalam kaidah ilmu pengetahuan.
Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas metode kajian dokumen (desktop/documentation review) dan pendapat pakar (expert opinion). Perinciannya: (1) metode sigi (survey) untuk memperoleh pendapat pakar atas beberapa segi penting SPKB3 dengan perangkat berupa senarai pertanyaan (questionnaire): (2) metode kajian dokumen untuk menetapkan pokok-pokok penting RPKB3 dengan perangkat telaah wacana (conceptual analysis), serta analogi dan pendapat pakar dalam penyusunan strukturnya; (3) metode pendapat pakar untuk penetapan taraf penting pokok-pokok RPKB3 nasional dengan perangkat senarai pertanyaan dan prosedur Analytic Hierarchy Process (AHP). Data yang diperoleh diolah dengan operasi statistikal sederhana. Ada pun data yang diperoleh dengan prosedur AHP diolah dengan perangkat lunak (software) khusus.
Responden atau pakar lingkungan dan K3 yang dipilih untuk berperanserta dalam penelitian ini berasal dari: (1) berbagai lembaga pemerintah yang dianggap terkait dengan SPKB3 pada taraf nasional, provinsial dan lokal; (2) kalangan praktisi dari berbagai jenis industri; (3) kalangan pakar (konsultan dan pengajar perguruan tinggi). Jumlah responden yang direncanakan sebanyak 99 orang - digolongkan sebagai kelompok umum - untuk penelitian mengenai beberapa segi penting SPKB3, 23 orang di antaranya - digolongkan sebagai kelompok khusus - dipilih sebagai responden penelitian mengenai taraf penting pokok-pokok RPKB3. Selain itu, pakar lingkungan yang menjadi narasumber dalam menentukan struktur atau susunan pokok RPKB3 bakuan, dipilih sebanyak 3 orang- digolongkan sebagai tim kecil - yang diketahui peneliti masing-masing mempunyai pengalaman praktikal yang memadai baik dalam sistem pengelolaan lingkungan, sistem pengelolaan K3, mau pun pengelolaan kedaruratan B3. Ketiga anggota tim kecil itu masing-masing berasal dari lembaga negara (regulator), lembaga konsultansi (consultant), dan lembaga industrial swasta (practician).
Senarai pertanyaan diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan secara resmi kepada seluruh responden yang telah ditentukan. Dari 99 responden kelompok umum, 82 di antaranya mengembalikan senarai pertanyaan. Ke-23 orang responden kelompok khusus mengembalikan senarai pertanyaan khusus. Namun, hanya 15 responden yang memenuhi batas inconsistency rate yang ditetapkan bagi jawaban responden dalam penelitian ini, yaitu 0, 15. Prosedur AHP memberikan pedoman batas inconsistency rate ≤ 0,1 . Toleransi batas maksimum inconsistency rate pada penelitian ini didasarkan pada kelangkaan pakar, keterbatasan dana, ketersediaan waktu sangkil, dan segi-segi operasional penelitian.
Hasil penelitian atas beberapa segi penting mengenai sistem pengelolaan kedaruratan B3 nasional, di antaranya, menunjukkan bahwa:
1. suatu sistem pengelolaan kedaruratan B3 mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam kaidah sistem pengelolaan lingkungan;
2. unsur perencanaan dalam suatu sistem pengelolaan kedaruratan B3 mempunyai peran sangat tinggi dalam menentukan kesangkilan operasinya apabila dilaksanakan;
3. suatu bakuan (standard) nasional bagi sistem dan perencanaan sistem pengelolaan kedaruratan B3 yang berlaku secara nasional sudah sangat dibutuhkan pada saat ini;
4. suatu pusat operasi pengelolaan kedaruratan B3 bertaraf nasional sangat dibutuhkan di Indonesia saat ini;
5. sungguh pun telah ada lembaga nasional yang berperan sebagai suatu pusat operasi bencana, yaitu BaKorNas PBP, ternyata taraf popularitasnya sangat rendah;
6. suatu bakuan kecakapan sumberdaya manusia dan kurikulum pelatihannya yang berlaku secara nasional sangat diperlukan untuk menjamin peran serta tiap orang yang ditugaskan dalam suatu sistem pengelolaan kedaruratan B3 secara sangkil dan sesuai dengan peran dan tugasnya;
7. penyertaan peran masyarakat dalam sistem pengelolaan kedaruratan B3 mempunyai landasan hukum yang kuat di Indonesia dan sangat dianjurkan pelaksanaannya sebagaimana dicontohkan di berbagai negara maju seperti negara-negara anggota Komisi Eropa, Amerika Serikat dan Kanada.
Hasil penelitian ini mengenai penetapan pokok penting suatu RKB3 yang layak menyimpukan bahwa suatu rencana sistem pengelolaan kedaruratan B3 pada umumnya mempunyai unsur berupa pokok-pokok ketentuan mengenai perencanaan pra-kedaruratan, organisasi dan pengelolaan sumberdaya, pengelolaan operasi kedaruratan lapangan, pengelolaan pasca-kedaruratan, serta perbaikan dan penyempurnaan sistem. Ada pun pokok perencanaan yang paling penting sehingga ketentuan-ketentuannya perlu ditetapkan secara seksama dan terperinci dalam rencana pengelolaan kedaruratan B3 nasional di Indonesia, menurut hasil penelitian ini, adalah pokok mengenai pengelolaan operasi kedaruratan lapangan. Hal ini berbeda dengan rencana nasional di wilayah hukum rujukan penelitian ini yang lebih memperinci ketentuan-ketentuan mengenai struktur organisasional dan pengelolaan sumberdayanya.

National Hazardous Materials Emergency Management System (A Study on System Planning Criteria)This research focuses on the planning aspect of a hazardous materials emergency management system. In the context of this research, a hazardous material is defined as a material or substance possessing one or more of the following characteristics: corrosive, flammable, infectious, radioactive, reactive (including explosive), and toxic. A hazardous materials emergency management system is part of hazardous materials management and environmental, health & safety management systems as well. It is also a supplement to the normal measures for pollution prevention. A hazardous materials emergency may be resulted from an accident, warfare, or terrorism involving hazardous materials. It may lead to a disaster. Therefore, it is considered a sort of threat to occupational safety & health, the environment, and national security.
Various hazardous material emergency events have resulted in significant impacts, both psychologically and physically, on either human or animals and materials emergency management. The absence of such a plan does not ensure the clarity of the operational concept and arrangements of a system, including the community involvement arrangement. Therefore, this also does not ensure the country's preparedness to respond to any possible threats involving hazardous materials from any sources to the country's environment and security.
Based on the abovementioned situation, and in order to meet the community right and obligation to participate in environmental management, the author has taken the national hazardous materials emergency management issue as the object of this research. The overall objective of this research is supporting the national hazardous materials emergency management system improvement and specifically: (1) gaining the environmental experts' opinion on some critical aspects of the national hazardous materials emergency management system; (2) identifying the essential components of an appropriate and effective hazardous materials emergency management plan based on the experience of some of the developed countries and international conventions / guidelines; and (3) assessing the relative importance of each essential component of the plan based on its role in determining the effectiveness of its implementation by taking into accounts the common environmental setting and the currently available resources in Indonesia.
It is hoped that the results of the research will be useful as: (1) a source of basic information on the current national hazardous materials emergency management planning status in Indonesia; (2) a description on national plans in the other jurisdictions known to be proved more effective; (3) inputs to policy makers in developing and or improving hazardous materials emergency management plans; (4) a basis for developing an appropriate standard for hazardous materials emergency management plan by either adoption or adaptation; and (5) additional information in the context of science.
The principal methods used in this research comprised desktop/documentation review and survey. Here are the details (1) survey method was used to collect expert opinions on some important aspects of the current national hazardous materials emergency management system through questionnaire instrument; (2) documentation review method was used to identify the essential elements of a hazardous materials emergency management plan or planning criteria through conceptual analysis, continued with expert opinion on establishing the structure of the plan; (3) survey method was used again to obtain professional judgment on the relative importance of the principal elements of a national plan through questionnaire instrument under the procedure of Analytic Hierarchy Process (AHP). The collected data were processed with simple statistical operations A special software was used to process the data obtained under the AHP procedure.
The respondents in this research were selected to represent groups of (I) various government institutions related to hazardous materials emergency management system at national, provincial and local levels; (2) practiclans from various types of industry; (3) experts in environmental, health & safety management from consulting firms and universities. The number of designated respondents was 99 - categorized as the general group - in the survey for some critical aspects of hazardous materials emergency management system, 23 of which were - categorized as the specialized group - selected to participate in the assessment of the relative importance of the system elements. In addition to the research advisor, 3 respondents - known by the author to possess practical experience in either environmental, health & safety, or hazardous materials management systems - selected to participate in developing the structure of the system planning criteria. Each of the small team members consecutively represented a government institution (regulator), a consulting firm (consultant), and a private industrial company (practicion).
The last draft of the questionnaires was first tried out by a selected respondent prior to the final release to the designated respondents. 82 out of the 99 respondents in the general group returned the responded questionnaires. The entire 23 respondents in the special group returned the responded questionnaires completely. However, only 15 respondents have their judgment met the inconsistency rate standard set out in this research, which is 0. l5. The standard maximum limits under AHP procedure is normally 0. 1. The author set out a higher tolerance to the inconsistency rate limit in this research by considering the scarcity of the hazardous materials emergency management experts in the country, available fund, available effective time, and operational aspect of the research.
The results of the research on some critical aspects of the national hazardous materials emergency management system indicate that:
1. The existence of a hazardous materials emergency management system ranked extremely high in the context of environmental management system;
2. The planning component in a national hazardous materials emergency management system is extremely important in determining the effectiveness of an emergency operation when implemented properly;
3. The current need for a national standard for hazardous materials emergency management system and its planning is extremely high;
4. An operational center (focal point) for hazardous materials emergency management is extremely required within a national system;
5. Although there is a government institution already established to serve as a focal point for disaster response at the national level, namely BaKorNas PBP, its popularity is extremely low;
6. A nation-wide standard for personnel qualifications and training curricula is extremely needed to ensure that each personnel assigned to a hazardous materials emergency management system is competent and able to participate effectively in accordance to his/her designated roles;
7. The involvement of the communities' roles in hazardous materials emergency management systems has a strong legal basis in Indonesia as it does in European Union's countries, the US, and Canada, but, the mechanisms or procedures for its implementation are still to be established and promoted.
According to this research, a hazardous materials emergency management system typically consists of provisions for pre-emergency planning organization and resources management, field emergency operations management procedures, post-emergency management, and system correction and/or improvement In addition, the field operations management procedures is judged to have the highest relative importance so that the provisions of the element should be specified more intensively than the other elements within the national plan in Indonesia. On the contrary, the most intensively detailed element within a national plan in the reference jurisdictions is the organizational structure and resources management."
2003
T11163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medonna Febrina Putri
"Tesis ini membahas mengenai penilaian risiko kesehatan berdasarkan task analysis pada aktivitas well services industri pengeboran minyak bumi di PT X Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian semikuantitatif dengan desain deskriptif berdasarkan HRA model PT Pertamina (2018) berdasarkan factor tingkat pajanan dan tingkat. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi aktivitas well services berdasarkan task yang ada pada SOP dan JSA, walkthrough survey dan menilai risiko. Berdasarkan penilaian risiko kesehatan didapatkan tingkat risiko tinggi (high) untuk bahaya bising terhadap SEG floorman, driller, derrickman, dan mechanic dan bahaya ergonomi terhadap SEG floorman, driller, derrickman, dan operator dozer. PT AB dan PT CD perlu melakukan pengendalian tambahan terhadap bahaya bising dan bahaya ergonomi antara lain: Hearing Loss Prevention Program (HLPP), audit terhadap SOP & peralatan, melakukan pengukuran dosis personal bahaya bising, pembatasan jam kerja, pengukuran audiometri, melakukan supervisi dilapangan terhadap pengunaan earplug, pengunaan double earplug & earmuff, melakukan sosialisasi bahaya bising secara konsisten, menyediakan perancah (scafolding) pada aktivitas nipple up & nipple down horse head, melakukan pelatihan posisi tubuh yang ergonomi serta menambahkan Ergonomic Postur Assessment sebagai salah satu item dalam pemeriksaan kesehatan berkala. Bahaya gas H2S terhadap SEG floorman, driller dan derrickman dan bahaya gas CO terhadap SEG mechanic mendapatkan tingkat risiko medium, sehingga perlu dilakukan pemantauan implementasi pengendalian yang sudah ada serta pengendalian tambahan secara konsisten. Selanjutnya bahaya getaran mendapatkan tingkat risiko low terhadap SEG mechanic dan bahaya gas O2 terhadap SEG floorman, driller, derrickman, mechanic dan operator Dozer mendapatkan tingkat risiko very low, oleh karena itu PT AB dan PT CD melalui HES departemen perlu melakukan monitoring secara berkala dan konsisten terhadap impelementasi pengendalian yang sudah ada. Selain itu hasil penelitian ini juga menyarankan bahwa identifikasi potensi bahaya lainnya seperti pencahayan, radiasi gamma, heat stress, welding fume, bahaya biologi dan bahaya psikososial pada pekerjaan well services berdasarkan task analysis.

This thesis discusses the health risk assessment based on task analysis on the well services activities of the petroleum drilling industry at PT X 2019. This research is a semiquantitative study with a descriptive design based on the HRA model of PT Pertamina (2018) bases factor exposure level and hazard level. The first step is to identify performed the task well services based on SOP and JSA, walkthrough survey and risk assessment. Based on the health risk assessment, there is a high risk level for noise hazards to similar exposure group (SEG) floorman, driller, derrickman, and mechanic and ergonomic hazards to floorman, driller, derrickman, and dozer operators. PT AB and PT CD need to conduct additional controls for noise hazards and ergonomic hazards, including: Hearing Loss Prevention Program, auditing SOPs & equipment, measuring personal dose of noise hazards, limiting working hours, audiometric measurements, conducting field supervision of the use of earplugs, using double earplugs and earmuffs, disseminating noise hazards consistently, providing scaffolding for Nipple Up and Nipple Down Horse Head activities, conducting ergonomic body position training, and adding Ergonomic Posture Assessment as an item in periodic health checks. The hazard of H2S gas to the SEG floorman, driller and derrickman and the danger of CO gas to the SEG mechanic has a medium level of risk, it is necessary to monitor the implementation of existing controls as well as additional controls consistently. Furthermore, the vibration hazard gets a low risk level for the SEG mechanic and the danger of O2 gas against the SEG floorman, driller, derrickman, mechanic and Dozer operators get a very low risk level, therefore PT AB and PT CD through the HES department need to monitor regularly and consistently the implementation of existing controls. In addition, the results of this study also suggest that the identification of other potential hazards such as lighting, gamma radiation, heat stress, welding fume, biological hazards and psychosocial hazards in well-service work based on task analysis."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Johari
"Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di laboratorium terutama di bagian Mikrobiologi merupakan hal penting yang harus dijalankan, dimana laboratorium di bagian Mikrobiologi merupakan salah satu tempat kerja yang mengandung bahaya kesehatan mudah terjangkit penyakit, risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Tujuanya adalah diketahuinya tingkat risiko K3 pada aktivitas pemeriksaan sampel yang rutin dilakukan seperti pemeriksaan kultur darah, sputum dan memberikan rekomendasi. Tahapan manajement risiko dilakukan berdasarkan pendekatan manajemen risiko AS/NZS 4360:2004, metode identifikasi hazard yang digunakan adalah Generic Model dan untuk penentuan level risiko metode analisa risiko semikuantitatif mengunakan nilai berupa skor berdasarkan W.T. Fine dalam Cross Jean, 1998. Existing risk (dengan memperhitungkan pengendalian yang telah ada) pada aktivitas pemeriksaan kultur darah dan sputum dikelompokan menurut tahapan kerja dan dilakukan skoring berdasarkan Fine untuk menentukan level risikonya, didapatkan level risiko Besar sebanyak 13, level risiko Prioritas 3 sebanyak 17, dan level risiko Diterima sebanyak 6. Untuk mengurangi risiko K3 pada petugas analis kesehatan di bagian Mikrobiologi dilakukan engineering control, administrative control, dan alat pelindung diri (APD).

Implementation of Occupational Health and Safety in the Microbiology laboratory is especially important to be performed, where the Microbiology laboratory isone of workplace helath hazards easily contract the disease, the risk of occupational accidents and occupational diseases. The aim is to know the level of risk k3 activity routine sample check such as checking blood culture, sputum and provide recommendations. Stages of Management of risk approach to risk management i based on AS/NZS 4360:2004, hazard identification methods used are Generic Model for determinaation of the level of risk and risk analysis methods semiquantitatively using a score based on the value in WT Fine in Jean Cross, 1998. Existing risk (taking into account existing controls) on the activityof blood and sputum culture examination are grouped according to the stages of labor and scoring done by Fine to determine the level of risk, Great risk levels obtained were 13, the risk level Priority 3 as many as 17, and as Acceptable risk levels 6. To reduce the risk of K3 on workers health analyst at the Microbiology conducted engineering controls, administrative controls, and personal protective equipment (PPE)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vilandi Putri Poedjimartojo
"

Unit Gawat Darurat pada RS X berfungsi untuk melayani pemeriksaan selama 24 jam yang diklasifikasikan sebagai zona kuning (infeksius) dan merah (berisiko terjadi kebakaran dan ledakan). Pada unit tersebut, tenaga kesehatan terpajan oleh berbagai bahaya. Skripsi ini menilai risiko keselamatan dan kesehatan kerja di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit X Tahun 2019. Identifikasi bahaya menggunakan Job Safety Analysis (JSA) dan analisis risiko menggunakan standar semikuantitatif W.T Fine, pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan observasi langsung dan wawancara kepada tenaga kesehatan terkait. Penilaian risiko dilakukan dengan menghitung risiko residual dan risiko prediktif sehingga diketahui tingkat risiko pada setiap penilaian tersebut dengan mempertimbangkan pengendalian yang sudah ada selanjutnya diberikan rekomendasi pengendalian. Hasil telitian mendapatkan 60 tugas kerja memiliki bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial dengan jumlah risiko sebanyak 175 risiko. Nilai risiko residual kategori very high, priority 1, substantial, priority 3, dan acceptable masing-masing sebanyak 1, 6, 33, 80, dan 55. Hasil juga menunjukkan perlu adanya perhatian lebih pada bahaya ergonomi karena masih didapatkan tingkat risiko very high dan priority 1.


Hospital X emergency unit functions to serve 24 hour check up that is classified as yellow zone (infectious) and red zone (probable risk of fire and explosion). In that unit, health workers are exposed to varieties of hazards. This thesis evaluates occupational safety and health risk assessment of Hospital X emergency unit in 2019. Risk identification was conducted using Job Safety Analysis (JSA) and risk analysis using W.T Fine semi-quantitative standard. The data was collected through direct observation and interview to the health workers. The assessment of risk is conducted by counting residual and predicted risks so that the risk level of every evaluation is known as referring to the already existing and recommended control and then to be given recomendation control. The results identified that 60 job duties have physical, chemical, biological, ergonomical, and psychosocial risks with 175 risks in total. Residual risk assessment includes categories of very high, priority 1, substantial, priority 3, and acceptable, each as many as 1, 6, 33, 81, and 56 respectively. The results also show the need of extra attention in the area of ergonomic risk as very high and priority 1 risks are still found in this area.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni Miranda Savira
"Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pembuatan alas kaki berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia, namun sayangnya peran UMKM tersebut masih belum diimbangi dengan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kepada para pekerjanya. Setiap hari para pekerja di UMKM pembuatan alas kaki terpajan dengan berbagai bahan kimia baik melalui inhalasi maupun dermal yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi mata dan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko kesehatan terkait penggunaan bahan kimia pada pekerja di UMKM pembuatan alas kaki di Ciomas Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan di tiga UMKM pembuatan alas kaki di Ciomas – Bogor dengan menggunakan desain penelitian cross sectional dan menggunakan metode Chemical Hazard Risk Assessment dari Department of Safety and Health Malaysia Tahun 2018. Bahan kimia yang dianalisis dibatasi hanya untuk benzene dan toluene. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mix-method, di mana tahap rekognisi bahaya dan evaluasi pajanan melalui dermal dilakukan dilakukan secara kualitatif, sementara evaluasi pajanan melalui inhalasi dilakukan secara kuantitatif berdasarkan pengukuran personal air sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level risiko bahan kimia melalui pajanan inhalasi termasuk kedalam level risiko moderat dan tinggi, di mana pajanan inhalasi yang tinggi dapat menyebabkan efek karsinogenik. Sementara melalui pajanan dermal masuk kedalam level risiko moderat, dengan efek kesehatan yang dapat terjadi yaitu, iritasi kulit dan mata. Tingginya pajanan yang diterima pekerja di UMKM alas kaki diperburuk dengan minimnya pengendalian yang dilakukan UMKM terhadap pajanan bahan kimia.

Micro Small Medium Enterprises (MSME’s) in footwear manufacturing sector contribute to provide jobs in Indonesia, but the role is still not balanced with the protection of Occupational Health and Safety (OHS) for workers. Workers are daily exposed to extensive range of potential chemical occupational hazards either through inhalation or dermal which may lead to respiratory problem, eye and skin irritation. The research aimed to analyze health risks related to the use of chemicals among workers in MSME’s in footwear manufacturing. This research was conducted in three MSME’s in Ciomas - Bogor using cross sectional design and the Chemical Health Risk Assessment method by the Department of Safety and Health Malaysia Year 2018. The chemicals analyzed were limited to benzene and toluene. The data collection technique was carried out using mixmethod: qualitative method for hazard recognition and evaluation of exposure through dermal; and quantitative method for evaluation of exposure through inhalation, based on measurement of personal air sampling. The results showed that the level of risk of chemicals through inhalation exposure is included to the level of moderate and high risk, where high exposure can cause carcinogenic effects. While through dermal exposure is included to the level of moderate risk, with health effects that can occur, namely, skin and eye irritation. The high exposure received by workers in MSME footwear is exacerbated by the lack of control by MSMEs on exposure to chemicals."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>