Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahma Novitasari
"Prevalensi pasien TB yang mengalami vestibulotoksik akibat streptomisin sulfat menurut literatur tercatat sebesar 30-70%. Berbagai modalitas pemeriksaan dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan keseimbangan, di antaranya dizziness handicap inventory (DHI),
dynamic visual acuity (DVA), dan video head impulse test (VHIT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil DHI, DVA, dan VHIT dalam menilai gangguan keseimbangan pada pasien TB yang mendapat terapi streptomisin. Metode penelitian ini merupakan pre and post study design untuk mengetahui kesesuaian hasil
pemeriksaan fungsi keseimbangan pada ketiga modalitas pemeriksaan pada satu kelompok pasien TB pada hari ke-14 dan setelah selesai pemberian streptomisin atau bila timbul keluhan gangguan keseimbangan. Rancangan studi prospektif digunakan untuk melihat kesesuaian ketiga penilaian sebelum pemberian streptomisin, pada hari ke-14, dan hari ke-56 di mana pemberian streptomisin telah selesai. Pada akhir terapi didapatkan 5 dari 24 subjek memiliki handicap dalam melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan pemeriksaan DHI, 5 dari 24 subjek mengalami kelemahan vestibular perifer bilateral berdasarkan pemeriksaan DVA dan pada pemeriksaan VHIT didapatkan 9 dari 24 subjek menderita kelemahan vestibular perifer bilateral. Kesesuaian antara pemeriksaan DVA
dengan VHIT dan DHI dengan VHIT sebesar 83,3%, sedangkan kesesuaian antara DHI dengan DVA sebesar 100% dalam menilai gangguan keseimbangan pada subjek dan tidak didapatkan perbedaan bermakna pada ketiga modalitas tersebut. Dari hasil tersebut mendukung DVA untuk digunakan sebagai pemeriksaan penapisan gangguan vestibular perifer bilateral pada pasien tuberkulosis yang mendapat terapi streptomisin.

Balance disorders can be caused by several medications and one of those is streptomycin sulphate used as treatment of category II lung TB. Prevalence of streptomycin-induced vestibulotoxicity amongst patients with TB is recorded around 30-70%. Besides history taking and physical examination, other modalities can be used to diagnose balance disorders, including dizziness handicap inventory (DHI), dynamic visual acuity (DVA), and video head impulse test (VHIT). This pre and post study design aims to determine the
conformity between DHI, DVA, and VHIT in assessing balance disorders in TB patients
treated with streptomycin on the 14th day and the end of treatment or whenever the balance disorders symptoms arise. Prospective research design used to compare the three methods of measurement before streptomycin administration, on the 14th day, and on the 56th day when completion of treatment is declared. There are 5 subjects (20.8%) recorded experienced handicap during daily activities according to DHI examination, 5 subjects (20.8%) diagnosed with bilateral vestibular weakness dan from VHIT examination and 9 (37.5%) subject diagnosed with bilateral vestibular weakness. The concordance rate between DVA and VHIT, DHI and VHIT in assessing vestibular disorders was 83.3% meanwhile the concordance rate between DHI and DVA was 100% and there was no significant differences between this three modalities. Thus we can conclude that DVA can
be used as a screening modality for bilateral peripher vestibular disorders in TB patients
who receive streptomycin therapy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novra Widayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran tes dynamic visual acuity (DVA) dan tes kalori dalam menilai gangguan keseimbangan pada pasien tuberkulosis (TB) yang mendapat terapi streptomisin. Metode penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental untuk mengetahui perubahan hasil pemeriksaan fungsi keseimbangan vestibuler pada satu kelompok pasien TB sebelum dan setelah 56 kali pemberian streptomisin atau bila timbul keluhan gangguan keseimbangan dengan tes DVA dan tes kalori. Digunakan rancangan uji diagnostik untuk membandingkan kedua carapengukuran setelah pengobatan. Setelah pemberian terapi didapatkan 31 (77,5%) dari 40 subyek mengeluhkan gangguan keseimbangan. Kelemahan fungsi vestibuler perifer bilateral sebanyak 6 (15%) subyek dengan pemeriksaan kalori dan 30 (75%) dengan pemeriksaan DVA. Rerata nilai kalori sebelum terapi sebesar 93,5 ± 32,07 °/detik dan setelah terapi sebesar 82.30 ± 38,43 °/detik, terjadi perubahan sebesar -11,25 ± 50,55 °/detik.Median nilai kenaikan DVA sebelum terapi adalah 0 (minimal 0 ? maksimal 2) baris dan setelah terapi adalah 3 (minimal 0 - maksimal 6) baris, terjadi perubahan sebesar 3 (minimal 0-maksimal5) baris. Sensitivitas pemeriksaan DVA 83%, spesifisitas 27%, nilai duga positif 17%, nilai duga negatif 90%, rasio kemungkinan positif 1,13 dan rasio kemungkinan negatif 0,63 dengan pemeriksaan kalori sebagai baku emas.Pemeriksaan DVA dapat digunakan sebagai skrining pemeriksaan kelemahan vestibuler perifer bilateral pada pasien tuberkulosis yang mendapat terapi streptomisin.

This study aimed to determine the role of dynamic visual acuity (DVA) and caloric test for assessing balance disorders in patients with tuberculosis (TB) which received streptomycin therapy. An pre-experimental study was used to determine changes in the vestibular function test results in a group of patients withTB before and after 56 times administration of streptomycin or when subjects complaint of balance disorders with DVA test and caloric test. We used diagnostic test designed to compare the two methods of measurement after treatment. After therapy there was 31 (77.5%) of 40 subjects who complained of balance disorder. The weakness of bilateral peripheral vestibular function was found in 6 (15%) subjects with caloric examination and in 30 (75%) with DVA examination. The mean value of caloric examination before therapy was 93.5 ± 32.07 °/sec and after therapy was 82.30 ± 38.43 °/sec, the change was -11.25 ± 50.55 °/sec. The median value of increased DVA line before therapy was 0 (minimum 0 - maximum 2) line and after therapy was 3 (minimum 0 - maximum 6) line, there is a change of 3 (minimum 0 - maximum 5) line. DVA examination has sensitivity 83%, specificity 27%, positive predictive value 17%, negative predictive value90%, positive likelihood ratio1.13 and a negative likelihood ratio0.63 with caloric examination as the gold standard. DVA testing can be used as a screening tool in bilateral peripheral vestibular weakness in tuberculosis patients which received streptomycin therapy."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Daneswarry
"Dizziness merupakan keluhan gangguan keseimbangan yang sulit untuk diukur. Individu dengan keluhan dizziness sering memiliki kesulitan untuk melakukan aktifitas sehari-hari sehingga mengganggu kualitas hidup. Perangkat yang paling sering digunakan untuk menilai handicap pasien gangguan keseimbangan adalah kuesioner Dizziness Handicap Inventory (DHI). Sampai saat ini belum pernah dilakukan adaptasi kuesioner DHI ke bahasa Indonesia. Dizziness Handicap Inventory versi adaptasi yang valid dan reliabel dipergunakan untuk mengukur kualitas hidup, serta sebagai modalitas untuk menilai efektifitas hasil terapi pasien gangguan keseimbangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan instrumen DHI adaptasi bahasa Indonesia yang sudah divalidasi dan reliabilitas yang teruji untuk menilai kualitas hidup pasien gangguan keseimbangan. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT divisi Neurotologi FKUI-RSCM dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Februari 2013 terhadap pasien gangguan keseimbangan usia dewasa.
Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi Spearman dan mendapatkan korelasi yang bermakna pada seluruh butir pertanyaan pada tingkat signifikansi p<0,1, dengan nilai r sebesar 0,409-0,783. Uji reliabilitas mendapatkan hasil nilai Cronbach Alpha 0,7752-0,9265. Instrumen DHI adaptasi bahasa Indonesia valid menurut kaidah validasi transcultural WHO, valid dan juga reliabel sebagai instrumen psikometrik kualitas hidup pasien gangguan keseimbangan.

Dizziness is a symptom of balance disorder that is difficult to assess. Patients with such manifestation often complains about disturbances in daily living activities. The Dizziness Handicap Inventory (DHI) is the most frequent tool used for measuring handicap of patients with balance disorder. At present, the Indonesian version of DHI is not available, the valid and reliable adapted version can be applied to determine quality of life also a modality to value its effectiveness therapy of balance disorder.
This study is aimed to receive Indonesian adaptation of DHI that is also tested in validity and reliability to measure the quality of life in patients with balance disorder. Cross-sectional design is entirely used in this study, conducted at Neurotology division of ENT department out-patient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital between Agustus 2012 and February 2013 towards adult patients with balance disorder.
The validity test is determined by Spearman correlation and yield a significance correlation in all questions items with significance level of p<0,01, while the r-value was 0,409-0,783. The reliability test resulted a Cronbach-Alpha ranged 0.7752-0.9265. Dizziness Handicap Inventory Indonesian version is valid based on the WHO trancultural validity guidelines, which also valid and reliable as a quality of life psychometric instrument for balance disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvyra Yulia
"ABSTRAK
Gangguan keseimbangan merupakan masalah klinis yang sering dijumpai dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari sampai dengan menurunnya kualitas hidup penderita. Sistem vestibuler merupakan salah satu dari 3 sistem yang berfungsi untuk mempertahankan posisi tubuh dan keseimbangan. Kelainan vestibuler sangat berperan menimbulkan masalah klinis karena memberikan kontribusi sebesar 65 dalam mempertahankan keseimbangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas terapi kombinasi akupunktur manual dan terapi VRT Vestibuler Rehabilitation Therapy dibandingkan dengan akupunktur sham dan terapi VRT terhadap perrbaikan gejala dan kualitas hidup penderita gangguan keseimbangan. Terapi VRT dapat memperbaiki kulaitas hidup penderita gangguan keseimbangan. DHI berguna untuk menetukan jenis intervensi bagi pasien dengan disfungsi vestibuler karena dapat menilai individu tentang derajat handycap akibat gangguan keseimbangan. Uji klinik acak tersamar ganda melibatkan 40 pasien, dialokasikan pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Tindakan akupunktur dilakukan pada titik GB20 Fengchi bilateral, LI4 Hegu bilateral, LR3 Taichong bilateral, ST36 Zusanli bilateral, DU20 Baihui, EX-HN1 Sishenchong. SI19 Tinggong bilateral. Dilakukan sebanyak 4 sesi selama 8 hari. Evaluasi penilaian skor DHI dilakukan sebanyak 3 kali sebelum dan setelah terapi ke 2 dan ke 4 . Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna pada rerata skor DHI dengan delta penurunan skor lebih besar pada kelompok terapi akupunktur manual dan VRT dibandingkan kelompok akupunktur sham dan VRT p = < 0,001 . Dapat disimpulkan Terapi kombinasi Akupunktur manual dan terapi VRT lebih efektif dalam mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup penderita gangguan keseimbangan dibandingkan dengan terapi VRT.

ABSTRACT
Imbalance Disorder represent clinical problem as oftenly seen that effect daily activities and will decline the patient quality of live. Vestibuler system is one of three system function to maintain body balance. Vestibuler disorder contribute 65 of clinical problem in maintaining body balance. This study aims to determine the effectiveness of the combination therapy between manual acupuncture and VRT Vestibuler Rehabilitation Therapy compare with sham acupuncture and VRT therapy for improving symptom and quality of life of imbalance disorder vertibuler perifer non BPPV. Rehabilitation therapy VRT will be able to improve quality of life of body balance patience. DHI Dizziness Handicap Inventory will be used to determined neccesary intervention for patient in vestibuler disfunction. Double blind randomized clinical trial carried out on 40 patient allocated to the cased group and control group. Acupuncture action perfom on point GB20 Fengchi bilateral, LI4 Hegu bilateral, LR3 Taichong bilateral, ST36 Zusanli bilateral, DU20 Baihui, EX HN1 Sishenchong. SI19 Tinggong bilateral. It takes 4 session for 8 days. DHI Evaluation is measured 3 times before and after the 2nd and 4th therapy . The result of the research show significant difference on DHI score between manual acupuncture group and VRT therapy compare with sham acupuncture and VRT therapy p 0,001 . It can be conclude that combination on manual acupuncture and VRT therapy is proved to be more effective in reducing symptom and improve the quality of life of imbalance disorder patient in compare to sham acupuncture and VRT therapy. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sevi Aristya Sudarwin
"Vestibulo Ocular Reflex VOR merupakan salah satu refleks keseimbangan vestibuler perifer yang berfungsi menjaga stabilitas visual saat bergerak sehingga VOR dapat menggambarkan keadaan vestibular perifer pada seseorang. Video Head Impulse Test VHIT merupakan pemeriksaan fungsi keseimbangan yang menilai fungsi VOR sehingga dapat menilai fungsi vestibuler perifer. Rentang nilai VOR yang dijadikan acuan pada pemeriksaan VHIT saat ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, belum ada nilai VOR berdasarkan pengukuran di dalam negeri yang dapat dijadikan acuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan VHIT dan nilai VOR gain pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan. Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan desain deskriptif pada 65 percontoh yang diambil secara konsekutif.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna rerata VOR gain berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia 18 60 tahun. Rerata VOR gain lateral sebesar 1,11 dengan standar deviasi 13,5 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,08 1,14. Rerata VOR gain anterior sebesar 1,11 dengan standar deviasi 0,28 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,05 1,15. Rerata VOR gain posterior sebesar 1,01 dengan standar deviasi 0,26 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 0,97 1,06. Pemeriksaan VHIT dapat melengkapi pemeriksaan keseimbangan yang sudah ada sehingga tatalaksana gangguan keseimbangan menjadi lebih baik.

Vestibulo Ocular Reflex VOR is one of the peripheral vestibular balance reflexes that serves to maintain visual stability while moving with the result VOR can describe the state of a peripheral vestibular system in a person. The Video Head Impulse Test VHIT is an examination of the balance function that assesses the function of the VOR in order to assess peripheral vestibular function. The range of VOR scores referenced that used in the current VHIT examination is the result of research abroad, there is no VOR value based on the domestic measurements that can be used as reference for VHIT examination. This study aims to determine the VHIT overview and know the value of VOR gain in adults without disturbance of balance. This study is a cross sectional study with descriptive design on 65 samples taken consecutively.
The result of this study were there was no significant differences of average VOR gain between age and sex group. Average of lateral VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 13.5 and the 95 confidence interval ranged from 1.08 to 1.14. The average of anterior VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 0.28 and the 95 confidence interval ranged from 1.05 to 1.15. The average of posterior VOR gain is 1.01 with the standard deviation of 0.26 and the 95 confidence interval ranges from 0.97 to 1.06. VHIT examination complement the existing balance test so that the management of balance disorder is better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harry
"Tinitus adalah sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, yang berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik, berlangsung sedikitnya selama lima menit, dan terjadi lebih dari sekali dalam satu minggu. Sampai saat ini pengobatan tinitus masih bersifat empiris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka keberhasilan akupunktur terhadap penurunan skor tinnitus handicap inventory THI pada pasien tinitus setelah 10 kali penusukan. Juga untuk mengetahui rerata penurunan skor THI setelah 10 kali terapi. Peneltian ini menggunakan metode uji klinis sebelum dan sesudah terapi before and after study . Peneltian ini terdiri atas 16 pasien yang diberikan 10 kali terapi akupunktur. Penilaian keberhasilan terapi dilihat dari penurunan skor THI. Angka keberhasilan terapi akupunktur adalah 56,3 . Rerata skor THI sebelum terapi akupunktur adalah 30, sesudah terapi akupunktur turun menjadi 21,63 p < 0,05 . Akupunktur mempunyai efek terhadap penurunan skor THI pada pasien tinitus.

Tinnitus is a sensation of a sound without any stimulation from external enviroment, which form as electrical signals as well as mechano acustic, it occurs at least for five minutes, and more than once a week. Until now, treatment of tinnitus is still empirical. The purpose of this study to determine the success rate of acupuncture in decreasing of the tinnitus handicap inventory scores THI in patients with tinnitus after 10 times of therapy. Also to find out the mean THI score depression after 10 times of therapy. This research using clinical trials before and after therapy. This research consisted of 16 patients given 10 times the acupuncture therapy. Assessment of therapeutic success seen from the decrease in THI scores.Success rate of acupuncture therapy is 56.3. The mean THI score before acupuncture teraphy is 30, decreased to 21.63 after acupuncture therapy p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athia Asparini
"Degenerasi makula yang berhubungan dengan penuaan (age-related macular degeneration: AMD) adalah kelainan degeneratif pada makula yang ditandai oleh satu atau lebih dari beberapa gejala berikut, yaitu pembentukan drusen, kelainan epitel pigmen retina yang berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, atrofi geografik epitel pigmen retina dan koriokapiler yang melibatkan bagian sentral fovea, makulopati neovaskular (eksudatif). AMD terbagi menjadi 2 tipe, dry AMD dengan angka kejadian mencapai 80-90% kasus AMD, dan sisanya adalah tipe kedua yaitu wet AMD. Pengobatan dry AMD sendiri, hingga saat ini belum menunjukkan hasil efektif dalam mencegah progresifitasnya. Dry AMD sampai saat ini belum memiliki pengobatan standar, disebabkan oleh patofisiologi penyakit yang belum terlalu jelas, oleh karena itu penelitian untuk menemukan terapi untuk dry AMD terus dilakukan. Akupunktur terbukti dapat mengurangi gejala dry AMD, meningkatkan visus sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Elektroakupunktur merupakan intervensi yang menstimulasi titik akupunktur menggunakan aliran listrik. Dibandingkan dengan akupunktur manual, elektroakupunktur memiliki kelebihan seperti stimulasi yang dihasilkan lebih intensif, terukur dan konstan. Penelitian ini menilai efek elektroakupunktur terhadap perubahan gambaran foto fundus makula dan perubahan visus pada pasien dry AMD. Tiga puluh empat pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok elektroakupunktur (n = 17) dan kelompok elektroakupunktur sham (n = 17). Kedua kelompok menerima sesi elektroakupunktur yang sama, 2 kali/minggu selama 6 minggu. Penilaian gambaran foto fundus makula dan penilaian visus dilakukan sebelum dan sesudah sesi terapi. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada perubahan foto fundus makula (p=0,001, CI 95%) dan perubahan visus (p=0,001, CI 95%) antara kelompok elektroakupunktur dan kelompok elektroakupunktur sham sebelum dan sesudah sesi terapi. Penemuan ini menunjukkan bahwa terapi elektroakupunktur memberikan efek yang baik terhadap gejala klinis dan visus pasien dry AMD.

Age-related macular degeneration or known as AMD is a macular degeneration that posts certain symptoms such drusens, hypopigmentation or hyperpigmentation on retinal pigment epithelium, geographic atrophy and choroidal capillary that affects fovea centralis, and neovascular maculopathy (exudative). Two types of AMD are dry AMD that covers 80-90% cases of AMD and wet AMD. Until now, dry AMD treatment has not been effective to prevent its progression. Since the pathophysiology has been cleared, the research to cure dry AMD must be conducted. Acupuncture is proven to prevent the symptoms of dry AMD, increase the visual acuity, and patients life quality. Electroacupuncture is a form of intervention that stimulates the point using electric current. Compared to manual acupuncture, electroacupuncture can produce more intensive, measurable and constant. This research assesses the changes in the macular fundus photography and visual acuity on dry AMD patient. Thirty-four patients are divided into two groups; Electroacupuncture group (n=17) and sham group (n=17). Both groups receive the same amount of electroacupuncture session which is twice a week for six weeks. Assessment towards the macular fundus photography and visual acuity will be conducted before and after a session. The result shows differences in macular fundus photography (p=0,001, CI 95%) and visual acuity (p=0,001, CI 95%) between electroacupuncture group and sham group before and after sessions. The findings show that electroacupuncture gives positive results towards symptoms in fundus photography and visual acuity of dry AMD patients."
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primahastuti
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi.
Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.

Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed.
Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target.
Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy.
Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Izati Rahmi
"Latar belakang. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatri yang sering terjadi pada pasien epilepsi. Prevalensinya adalah 20-80%. Depresi bukan merupakan suatu pemeriksaan yang rutin dilakukan di poliklinik neurologi karena membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga banyak pasien yang tidak terdiagnosis dan akhirnya tidak terobati, untuk itu diperlukan pemeriksaan yang singkat. The Neurological Disorders Depression Inventory for-Epilepsi (NDDI-E) merupakan pemeriksaan skrining depresi yang terdiri dari 6-aitem.
Tujuan. Menentukan akurasi dan titik potong NDDI-E versi Indonesia sebagai skrining depresi pada pasien epilepsi dewasa.
Metode. Penelitian uji diagnostik yang dilakukan di poliklinik epilepsi RSCM. Pemeriksaan dilakukan pada semua pasien epilepsi yang memenuhi kriteria inklusi. Pasien mengisi sendiri formulir NDDI-E tanpa bantuan orang lain. Kemudian dilakukan pemeriksaan the International Neuropsychiatric Interview Mini ICD-10 (MINI-ICD10) sebagai standar baku.
Hasil. Dari 105 orang subyek penelitian terdapat 23 orang mengalami gangguan depresi mayor berdasarkan MINI-ICD 10. Didapatkan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) yang mendekati 100%, titik potong 11, dengan Sensitifitas 91,3% Spesifisitas 89% PPV 70% dan NPV 97,3%. Secara statistik NDDI-E versi Indonesia masuk dalam klasifikasi yang kuat, karena nilai Area Under the Curve (AUC) 97,5% dengan interval kepercayaan (95%CI 95%-99%).
Kesimpulan. NDDI-E versi Indonesia memiliki nilai akurasi yang tinggi untuk menentukan gangguan depresi mayor pada pasien epilepsi dewasa pada titik potong 11.

Background. Depression is a common psychiatric disorder in epilepsy. The prevalence is 20-80%. The depression is not a routinely assessed in neurology clinics, because the assestment takes a long time. So, many patients are under diagnosed and untreated. The Neurological Disorders Depression Inventory for-Epilepsy (NDDI-E) is a depression screening examination consist of only 6-aitem.
Purpose. To determine the accuracy and cut-off point of NDDI-E Indonesian version as a screening depression examination for adult epilepsy patients.
Method. Diagnostic test study was conducted at epilepsy clinic on RSCM. All the epilepsy patient who met the inclusion criteria was examined. The patient took the NDDI-E Indonesian version as a self assesment. Then there were assest with used the International Neuropsychiatric Interview Mini ICD-10 (MINI-ICD10) as a gold standar.
Results. From the 105 subjects, there were 23 people suffered from major depression by MINI-ICD10. Receiver Operating Characteristic (ROC) curve obtained which is close to 100%, cut-off point at 11, with Sensitivity 91.3% Specificity 89% PPV 70% and NPV of 97.3%. It was statistically classified as strong because the value of Area Under the Curve (AUC) is 97.5% with a confidence interval (95% CI 95% -99%).
Conclusion. NDDI-E Indonesian version has a high accuracy to determine major depressive disorder in adult epilepsy patients with the cut-off point at 11.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Gilbert W.S.
"Terdapat banyak laporan mengenai biaya-efektifitas di bidang ilmu penyakit mata, tetapi laporan biaya-efektifitas vitrektomi antara bius lokal dibandingkan bius umum belum ditemukan di literatur nasional/internasional. Penelitian ini bermanfaat untuk pengambil kebijakan, penyedia jasa kesehatan dan asuransi. Untuk menjawab hal ini, peneliti melakukan penelitian kohort retrospektif di dua rumah sakit dengan jumlah 100 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Efektifitas dihitung sebagai perbaikan tajam 2 skala logMAR atau lebih, dan biaya dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dan dikonfirmasi dengan surat keterangan yang berwenang. Hasil yang diperoleh adalah dibutuhkan biaya sebesar Rp. 23.959.000,- untuk mencapai efektifitas operasi (Perbaikan) sebesar 32% dengan bius umum. Sebesar Rp. 15.950.200,- diperlukan untuk mencapai efektifitas operasi (Perbaikan) sebesar 80 % dengan bius lokal. Interpretasi data ini butuh kehatian-hatian, juga untuk diterapkan secara umum (extrapolation). Penghematan biaya yang terjadi adalah sebesar 50,21% dengan bius lokal dibandingkan bius umum. Faktor yang berpengaruh secara multivariat terhadap perbaikan setelah operasi dan biaya adalah lamanya retina lepas (RR 1.85) bila lepas < 4 minggu, dan bius lokal (RR 2.58). Waktu tunggu (antara pertama kali berobat hingga dioperasi) lebih singkat di bius lokal (p 0.00) dan tindakan membrane peeling lebih banyak di bius lokal (p 0.00) merupakan dua hal yang berbeda bermakna. Dapat disimpulkan bahwa operasi vitrektomi untuk retina lepas dapat dilakukan dengan bius lokal dengan efektifitas lebih baik dan biaya lebih sedikit.

There were reports on cost-effectiveness in ophthalmology, but so far none of report on cost-effectiveness of vitrectomy between local and general anesthesia for rhegmatogenous retinal detachment, either in national or international journal. Meanwhile, this report is beneficial for health policy decision maker, health provider and insurance. To answer this limitation, we conduct retrospective cohort study in two hospitals with 100 subjects that fulfill inclusion and exclusion criteria. Effectiveness was visual acuity improvement in two or more logMAR scale after vitrectomy, and units cost data were given by both hospitals. The amount of Rp. 23.959.000,- was needed to achieve effectiveness 32% in general anesthesia. The amount of Rp. 15.950.200,- was needed to achieve effectiveness 80% in local anesthesia. These data interpretation and extrapolation should be done cautiously. There is cost-minimization 50,12% when doing vitrectomy under local versus general anesthesia. Multivariate analysis of effectiveness and cost showed that variables of detachment duration if less than 4 weeks (RR 1.85) and of local anesthesia (RR 2.58) were contributing for better surgical outcome. Shorter waiting time (time needed for surgery after diagnosed), and more membrane peeling done in local anesthesia group were different variabels (p 0.00) between two groups significantly. As conclusion, vitrectomy for rhegmatogenous retinal detachment can be done under local anesthesia with higher effectiveness and lower cost."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2013
D1412
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>