Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astari Puspita Sari
"Taekwondo merupakan salah satu representasi jenis cabang olah raga beladiri berasal dari Korea Selatan yang sudah dikenal dan tersebar di kalangan komunitas internasional. Seiring dengan perkembangan budaya popular Korea (Hallyu) yang di dalamnya meliputi film, drama TV, musik popular (K-pop), fashion, bahasa, dan makanan, hallyu memberi dampak positif terhadap popularitas beladiri Taekwondo sebagai bagian dari seni beladiri pertunjukan. Taekwondo tidak hanya dilihat sebagai jenis beladiri dan olahraga yang dipertandingkan, tetapi juga telah dijadikan sebagai seni pertunjukan da hiburan yang dapat dinikmati banyak orang. Seni pertunjukan Taekwondo ini dipopulerkan oleh salah satu tim Taekwondo di Korea yang bernama K-Tigers. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana tim K-tigers mengkomodifikasikan seni beladiri Taekwondo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber-sumber data sekunder dan sumber-sumber daring (online) dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada tiga hal komodifikasi budaya dalam seni beladiri Taekwondo yang dilakukan oleh tim K-Tigers antara lain (1) Taekwondo dance; (2) Taekwondo dijadikan sebagai seni pertunjukan `K- Tigers Live Show`; dan (3) modifikasi baju Taekwondo (dobok) yang digunakan sebagai kostum pertunjukan.

Taekwondo is a representation of a type of martial arts branch from South Korea well known and spread among international community. Along with teh development of Korean popular culture (Hallyu) which includes films, TV dramas, popular music (K-pop), fashion, language, and food, Hallyu TEMPhas a positive impact on teh popularity of Taekwondo martial arts as part of martial arts performance. Taekwondo is not only seen as a type of martial arts and sports dat are contested, but also been used as a performance and entertainment art can be enjoyed by many people. Taekwondo performance art was popularized by one of teh Taekwondo teams in Korea called K-Tigers. Based on teh description above, dis study aims to analyze how Taekwondo martial art commodified by K-Tigers team. dis research uses library research methods using secondary data and online sources with qualitative descriptive analysis. Teh results of dis study indicate dat there are three things of cultural commodification of Taekwondo martial art by K-Tigers team, including (1) Taekwondo dance; (2) Taekwondo become performance art called `K- Tigers Live Show`; and (3) modification of Taekwondo clothes (dobok) used as performance costumes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bhremaalya Enzovani Wiratno Putra
"Sejak tahun 1990-an, PT Freeport Indonesia mensponsori festival-festival besar yang bertujuan untuk merevitalisasi dan memberdayakan masyarakat Kamoro, penduduk asli Mimika, Papua Tengah. Festival-festival ini memberikan kesempatan kepada para pemahat Kamoro untuk menjual karya mereka dengan harga yang menguntungkan dan menampilkan budaya mereka kepada khalayak yang lebih luas. Inisiatif ini memicu terjadinya kebangkitan budaya Kamoro yang signifikan, khususnya di kalangan maramowe, sang pengukir Kamoro. Seiring berjalannya waktu, kebangkitan budaya ini berkembang menjadi misi preservasi, pemberdayaan, dan promosi budaya Kamoro yang kini dilakukan oleh Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe di bawah naungan PT Freeport Indonesia. Penelitian ini mengkaji proses kompleks yang terlibat dalam inisiatif-inisiatif ini, dengan fokus pada fenomena komodifikasi budaya dan rekacipta tradisi. Selain itu, tulisan ini juga memberikan wawasan mengenai perkembangan ini dari sudut pandang masyarakat Kamoro sendiri.

Since the 1990s, PT Freeport Indonesia has sponsored major festivals aimed at revitalizing and empowering the Kamoro people, the indigenous people of Mimika, Central Papua. These festivals give Kamoro carvers the opportunity to sell their work at profitable prices and showcase their culture to a wider audience. This initiative sparked a significant cultural revival, especially among Maramowe, the Kamoro carvers. Over time, this cultural revival developed into a mission to preserve, empower and promote Kamoro culture which is now carried out by the Maramowe Weaiku Kamorowe Foundation under the auspices of PT Freeport Indonesia. This research examines the complex processes involved in these initiatives, focusing on the phenomena of cultural commodification and the reinvention of tradition. In addition, this paper also provides insight into these developments from the perspective of the Kamoro people themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Allya Shafira
"K-POP merupakan salah satu media yang efektif dalam menjalankan diplomasi budaya Korea Selatan dengan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir, beberapa e-commerce indonesia menghadirkan acara yang menampilkan para artis K-POP, sehingga masyarakat indonesia semakin akrab dengan hal-hal yang berkaitan dengan K-POP dan Korean Wave. Penelitian ini menjelaskan peran e-commerce Indonesia dalam memperluas keefektifan diplomasi budaya Korea Selatan di Indonesia. Dengan memfokuskan pada kehadiran para artis K-POP di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran E-commerce, khususnya Shopee Indonesia dan Tokopedia, dalam diplomasi budaya Korea Selatan di Indonesia. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif-analisis. Penelitian ini menemukan bahwa E-commerce Indonesia berkontribusi penting dalam pembentukan persepsi positif masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan dengan memfasilitasi kegiatan diplomasi budaya dan mengemasnya dalam kegiatan yang dapat menghibur masyarakat Indonesia. Ditemukan juga bahwa tingkat penggunaan media sosial di Indonesia memiliki pengaruh dalam memicu fenomena keterlibatan e-commerce Indonesia dalam pelaksanaan diplomasi budaya Korea Selatan di indonesia.

K-POP is one of the leading media used by the South Korean government to implement cultural diplomacy with countries in the world, including Indonesia. In the last 5 years, several Indonesian e-commerce companies have presented events featuring K-POP artists, which made K-Pop and Korean Wave became increasingly familiar to the Indonesian public. This study aims to explain the role of Indonesian e-commerce in enhancing the effectiveness of South Korean cultural diplomacy in Indonesia. By focusing on the presence of K-POP artists in events held by Shopee Indonesia and Tokopedia, this research aims to analyze their role in South Korean cultural diplomacy in Indonesia. The research method applied is descriptive-analysis. The findings show that Indonesian e-commerce have made significant contributions to the Indonesian public's positive perceptions of South Korea by facilitating cultural diplomacy activities and packaging them in activities that Indonesian people would find entertaining. Statistics on social media usage in Indonesia also have an influence on the phenomenon of Indonesian e-commerce involvement in the implementation of South Korean cultural diplomacy in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rostineu
"Studi ini menganalisis peran organisasi perempuan Kristen yang dikenal sebagai Korea- YWCA (Young Women Christian Association), dalam demokratisasi bagi kaum buruh perempuan di kawasan industri kota Seoul, Republik Korea, tahun 1961 hingga 1987. Korea-YWCA adalah organisasi perempuan Kristen pertama yang dibentuk di Korea tahun 1922 pada masa kolonial Jepang (1910-1945). Melalui peristiwa demo buruh perempuan yang terjadi di kota Seoul tahun 1975, penelitian ini menganalisis peran organisasi Korea-YWCA dalam menghidupkan kembali semangat demokrasi dan sumbangsihnya dalam meruntuhkan kediktatoran pemerintah. Dengan menerapkan pendekatan strukturis dari Lloyd dan sumber arsip dari Republik Korea, penelitian ini menekankan dinamika peran Korea-YWCA dalam penegakan demokrasi yang terjadi sepanjang rentan waktu yang ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa secara konseptual, gagasan penegakan demokrasi oleh Korea-YWCA di periode 1961 hingga 1979 berakar dari reformasi politik nasional Korea di akhir abad ke-19 yang berhasil mencetak perempuan modern Korea, yang disebut sinyeoseong.Gerakan kemerdekaan rakyat Korea yang disebut Samil Undong, yang meletus di masa kolonisasi Jepang (1910-1945), menjadi titik tolak Korea-YWCA sebagai organisasi berbasis ajaran Kristen yang bersifat politis sehingga peran Korea-YWCA dalam demokratisasi pun sudah terlihat sejak dibentuk di tahun 1922. Peran Korea- YWCA dalam demokratisasi di tahun 1961 hingga 1987 berhasil mempresentasikan peran agency bernama Park Esterd dalam bentuk perluasan sektor kerja bagi kaum buruh perempuan Korea. Adapun peran Korea YWCA dalam demokratisasi pada periode ini bersumber dari gagasan Park Esterd yang diakui telah menghadirkanminjujueui room (ruang demokrasi) yang sangat menekankan kebebasan. Gagasan demokratis dari Park Esterd menjadi fondasi dalam transformasi pada kaum perempuan Korea yang dapat dijelaskan alasannya sebagai berikut. Bahwa, ajaran agama Kristen bagi masyarakat Korea tidak hanya dipandang sebagai agama baru, tetapi juga sebagai ideologi yang dipupuk dalam wadah organisasi sehingga melahirkan perempuan modern. Selain itu, terkait dengan demokratisasi, di bawah kepemimpinan Park Esterd, peran Korea-YWCA dapat sekaligus mengungkap semangat Puritanisme Amerika yang membentuk karakter kaum Kristen Korea yang menekankan nilai-nilai toleransi, tekun, dan rajin sehingga mengantarkan Republik Korea menjadi negara yang maju.

This study analyzes the role of the Christian women's organization known as Korea- YWCA (Young Women Christian Association) in the democratization for women workers in the industrial area of Seoul, Republic of Korea from 1961 to 1987. Korea- YWCA is the first Christian women's organization to be formed in Korea since 1922 during the Japanese colonial period (1910-1945). Through the events of the women's labor demonstrations that took place Seoul in 1975, this study analyzes the role of the Korea-YWCA organization in reviving the spirit of the democratization and its contribution to overthrowing the government dictatorship. Applying a structurist approach from Lloyd's and archival sources from the Republic of Korea, this study emphasizes the dynamics of the Korea-YWCA influence in social change that occurs over a defined period of time. The results showed that conceptually the idea of upholding democracy by the Korea-YWCA in the period 1961 to 1979 was rooted in the Korean national political reforms in the late 19th century which succeeded in producing modern Korean women called sinyeoseong. The Korean people's independence movement called Samil Undong which occured during the Japanese colonization (1910- 1945) became the starting point for Korea-YWCA as a political organization based on Christian teachings so that the roke of Korea-YWCA in democratization has been seen since its formation in 1922. The role of Korea-YWCA in democratization from 1961 to 1987 succeeded in presenting the role of an agency named Park Esterd in the form of expanding the employment sector for Koren women workers. The Korea YWCA’s role in democratization in the period stemmed from the idea of Park Esterd who has acknowledged to have presented the minjujuei room (democracy room) which strongly emphasized freedom. Park Estherd’s democratic ideas became the foundation for the transformation of Korean women, which can be explained as follows. Whereas, the teachings of Christianity for the Korean people are not seen as a new religion, but also as an ideology that is fostered in organization so as to give birth to modern women. In addition, with regard to democratization, under the leadership of Park Esterd, the role of Korea-YWCA can simultaneously reveal the spirit of American Puritanism that shapes the character of Korea Christians who emphasize the values of tolerance, perseverance, and diligence so as to lead the Republic of Korea to become a developed country."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salmaliza Rahma Aisyah
"Penyalahgunaan kuasa di tempat kerja Korea Selatan menjadi masalah sosial yang terus menjadi perhatian masyarakat. Untuk menanggulangi hal tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea Selatan melakukan survei tentang penyalahgunaan kuasa di tempat kerja (2017). Dengan menggunakan data dari survei tersebut, penelitian ini berupaya melihat bagaimana respon pekerja terhadap kasus penyalahgunaan kuasa di tempat kerja di Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami respon pekerja tentang penyalahgunaan kuasa yang dialami atau dilihat di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif dengan konsep budaya hirarki Korea Selatan dan konsep kuasa Michel Foucault. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya hirarki dan peran micro pouvoirs memiliki peran besar dalam hubungan antara pekerja dan perusahaan yang menegaskan bahwa kuasa tidak selalu bersifat sentralistik serta menyebabkan (i) perlawanan tidak selalu menjadi respon seseorang terhadap praktik kuasa; (ii) budaya hirarki menjadi faktor pekerja tidak melakukan perlawanan ketika dihadapi dengan penyalahgunaan kuasa.

Power abuse in South Korean workplace has become a social problem that continues to be another public concern. National Human Rights Commission of Korea conducted a research on power abuse at workplaces in South Korea to find the best countermeasures for this problem (2017). Using data from this research, this study seeks to see how workers respond to cases of power abuse in South Korean workplaces to understand the perspectives of workers about power abuse experienced or seen in the workplace. Author used descriptive-qualitative research method with the concept of hierarchical culture and Michel Foucault`s concept of power to conduct this research. The results revealed that the hieararchical culture and micro pouvoirs play a big role in the relationshop between workers and companies which emphasized that power is not always centralistic and causes (i) resistance to not always become the response to the practice of power; (ii) hierarchical culture is a factor that restraints worker from resisting power abuse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fairuz Julia Elfitri
"Bedah kosmetik estetika merupakan fenomena sosial dan gaya hidup yang sudah tidak asing lagi dilakukan di Korea Selatan. Berdasarkan data statistik The International Society of Plastic Surgery (ISAPS) tahun 2015, sebanyak 1.156.234 tindakan bedah kosmetik estetika dilakukan di Korea. Bedah kosmetik estetika yang dilakukan untuk kepuasan diri memiliki persamaan dengan nilai budaya chemyeon. Budaya chemyeon yang merupakan bagian dari nilai Konfusianisme memiliki dua unsur dasar, yaitu kebutuhan untuk pemenuhan diri dan kebutuhan untuk pencapaian sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku bedah kosmetik estetika di Korea dan kaitannya dengan nilai-nilai budaya chemyeon. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui analisis dengan berdasarkan sumber data sekunder seperti buku, jurnal penelitian, dan sumber daring. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unsur dasar dan nilai-nilai budaya chemyeon terdapat dalam perilaku bedah kosmetik estetika di Korea. Melalui bedah kosmetik estetika, masyarakat dapat menunjukkan kemampuan individu serta menjaga kehormatan dan martabatnya dalam lingkungan sosial. Keinginan masyarakat Korea untuk menjaga chemyeon mendorong individu untuk melakukan bedah kosmetik estetika.

Cosmetic surgery is a social and lifestyle phenomenon that is already familiar in South Korea. Based on the statistical data of The International Society of Plastic Surgery (ISAPS) in 2015, a total of 1,156,234 aesthetic cosmetic surgical measures were performed in Korea. Cosmetic surgery done to self-satisfaction has similarities to the value of chemyeon culture. The chemyeon culture that is part of Confucian value has two basic elements, the need for self-fulfillment and the need for social achievement. The purpose of this research is to analyse cosmetic surgery behaviour in Korea and its relation to chemyeon cultural values. This research uses qualitative methods of descriptive through analysis based on secondary data sources such as books, research journals, and online sources. The results of this study show that the basic elements and values of chemyeon culture are reflected in the conduct of cosmetic surgery in Korea. Through cosmetic surgery, the public can demonstrate individual ability, maintain honor and dignity in the social environment. Korean People's desire to maintain honor (chemyeon) encourages individuals to do cosmetic surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"[Fenomena “Korean Wave” yang dibantu oleh praktek PR pemerintah merubah
persepsi khalayak akan Korea sebagai negara dan tempat wisata. Dengan
pendekatan kualitatif dan paradigm constructivism, studi ini memberikan
gambaran peran budaya populer Korea Selatan/ hallyu (terutama drama televisi)
dalam citra negara. E-ELM menunjukkan bahwa narasi dan karakter pada drama
sebagai bentuk Entertainment Education dapat membentuk citra negara Korea
Selatan. Hallyu juga menghasilkan star system yang memperkuat persuasi
pemerintah dalam menciptakan understanding, trust, dan favorable image., The worldwide “Korean Wave” phenomena fuelled by PR practices by the
government has changed people’s perceptions of and intention to visit South
Korea. Using qualitative approach and constructivism paradigm, the purpose of
this paper is to picture the role of Korean popular culture/ hallyu (especially TV
drama) in the country image. Applying E-ELM, this study found that narratives
and character in TV drama, as a form of Entertainment Education, affect viewer’s
drama preferences and curiosity regarding South Korea. Hallyu also creates star
system, which helps government’s effort of persuading worldwide viewers to gain
understanding, trust, and favorable image.]"
[, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2016
S62030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Shakina
"Penelitian ini membahas Gerakan 4B, salah satu gerakan feminisme digital di Korea Selatan. Nama 4B merujuk pada empat istilah dalam bahasa Korea, yaitu bihon (non-pernikahan), bichulsan (non-persalinan), biyonae (non-percintaan), dan bisekseu (non-persetubuhan). Gerakan ini muncul pada tahun 2019 yang menentang sistem sosial patriarki di Korea Selatan. Secara tradisional, budaya patriarki menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Hal ini berdasarkan penafsiran nilai-nilai Konfusianisme dalam masyarakat Korea. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemunculan Gerakan 4B dan kaitannya dengan nilai budaya patriarki. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka dalam konteks perubahan budaya dalam masyarakat Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemunculan Gerakan 4B dilatarbelakangi ketidaksetaraan gender dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Korea meskipun telah mengalami perubahan dan dinamika akibat modernisasi. Ketidaksetaraan gender ini mengakibatkan timbulnya peristiwa pemicu Gerakan 4B yang berkaitan dengan nilai budaya patriarki berupa objektifikasi terhadap perempuan dan kekerasan terhadap perempuan.

This study discusses one of the digital feminism movements in South Korea called the 4B Movement. The name 4B refers to four terms in Korean bihon(no marriage), bichulsan(no childbirth), biyonae (no dating), and bisekseu (no sex). This movement emerged in 2019 to challenge patriarchal culture in South Korea. Traditionally, patriarchal culture places women in a subordinate position. This is based on the interpretation of Confucian values in Korean society. The purpose of this study is to analyze the emergence of the ‘4B Movement’ and its relation to patriarchy culture values. The method used in this study is a qualitative descriptive method with literature study techniques in the context of cultural change in Korean society. The result of this study indicates that the emergence of the ‘4B Movement’ is caused by gender inequality in the socio-cultural life of Korean society that is still exist even after going through changes and dynamics due to modernization. This gender inequality led to the triggering events of the ‘4B Movement’ that related to patriarchal culture values such as objectification and violence against women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Kyo-yoon
Seoul, Korea: Joeun, 2010
796.815 LEE w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>