Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ani Rakhmaningrum
"Pandemi COVID-19 memberikan dampak psikologis pada individu di seluruh level usia termasuk remaja. Di masa ini remaja rentan mengalami distres psikologi yang kemudian dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan mentalnya. Dengan sumber distres yang tidak terhindarkan di masa pandemi ini, kajian untuk melihat faktor protektif yang dapat bertindak sebagai buffer hubungan distres psikologi dengan kesehatan mental remaja dirasa perlu untuk dilakukan. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam hal ini adalah resiliensi. Penelitian ini melihat peran resiliensi terhadap hubungan antara distres psikologi dan kesehatan mental pada remaja. Penelitian ini merupakan menggunakan desain korelasional dan kuantitatif dengan teknik non probability sampling dengan target partisipan adalah remaja berusia 11-19 tahun. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner untuk mengukur kesehatan mental (Mental Health Continuum - Short Form), distres psikologi (K10), dan resiliensi (Resilience Scale – 14) secara onlinemelalui google form dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 390 orang. Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa distres psikologi dan resiliensi memiliki sumbangan sebesar 40,5 persen terhadap kesehatan mental remaja setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan domisili. Analisis moderasi menggunakan PROCESS menemukan bahwa resiliensi secara signifikan memoderasi hubungan antara distres psikologi dengan kesehatan mental pada remaja (t = 2,038 dan p = < 0,05).

The COVID-19 outbreak has psychological impact on individuals at all ages including adolescents. At this very time, adolescents are prone to experiencing psychological distress which has a negative impact on their mental health. With a potential source of stress that cannot be avoided during this pandemic, a study to look at protective factors that can act as a buffer for the relationship between psychological distress and adolescent mental health during this pandemic is deemed necessary. One factor presumed to play a role is resilience. The aim of this study is to look at the role of resilience in the relationship between psychological distress and mental health in adolescents. This research uses correlational and quantitative design with non-probability sampling techniques, the target participants are adolescents aged 11-19 years. The research was conducted by distributing questionnaires to assess mental health (Mental Health Continuum - Short Form), psychological distress (K10), and resilience (Resilience Scale - 14) via google form and obtained 390 samples. Multiple regression analysis showed that psychological distress and resilience contributed 40,5 percent to adolescent mental health after controlling for gender, age, and domicile. Moderation analysis using PROCESS found that resilience significantly moderated the relationship between psychological distress and mental health in adolescents (t = 2.038 and p = <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Putri Puspitaningrum
"Pandemi COVID-19 menuntut adaptasi yang cepat bagi para remaja sehingga rentan memunculkan distres psikologis. Resiliensi dinilai berpotensi untuk memoderasi hubungan antara distress psikologis dengan kesehatan mental sehingga dalam kondisi yang menekanpun, peran sehari-hari masih bisa dijalankan. Studi 1 dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resource dan vulnerability index of resiliency sebagai moderator hubungan antara distres dan kesehatan mental. Studi 2 bertujuan untuk melihat fisibilitas penggunaan aplikasi Bounce Back pada smartphone yang dikembangkan oleh peneliti dalam mengembangkan resiliensi, menurunkan distres, dan meningkatkan kualitas kesehatan mental remaja selama pandemi. Partisipan diminta untuk menggunakan fitur-fitur di dalam aplikasi Bounce Back selama 14 hari. Alat ukur yang digunakan adalah Mental Health Continuum – Short Form (MHC-SF), Hopkins Symptom Checklist (HSCL), dan Resilience Scale for Children and Adolescent (RSCA). Dari 111 partisipan dari studi 1, 52 di antaranya mengikuti studi 2 dan dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil yang diperoleh menunjukkan resource index berperan sebagai moderator hubungan distres dan kesehatan mental remaja (β = -0,016). Kemudian, aplikasi Bounce Back fisibel digunakan untuk remaja selama pandemi, khususnya dalam menurunkan distres (F = 11,29). Kelompok eksperimen juga menunjukkan peningkatan skor resource index dan kualitas kesehatan mental yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

The COVID-19 pandemic that needs rapid adaptation is prone to causing psychological distress for adolescents. Resilience has potential to moderate the relationship between psychological distress and mental health. Study 1 in this research aims to determine the role of resource and vulnerability index of resilience as a moderator of the relationship between distress and mental health. Study 2 aims to see the feasibility of using the Bounce Back apps to develop resilience, reduce distress, and improve the quality of mental health for adolescents during the pandemic. Participants use features in the Bounce Back application for 14 days. The measuring instruments used were the Mental Health Continuum - Short Form (MHC-SF), the Hopkins Symptom Checklist (HSCL), and the Resilience Scale for Children and Adolescents (RSCA). There are 111 participants in study 1, and 52 of them attended study 2. Resource index found can be the moderator for the relationship between distress and adolescent mental health (β = -0.016). Then, the Bounce Back application is feasible for adolescents during the pandemic, especially in reducing distress (F = 11.29). The experimental group also showed a more significant increased resource index scores and mental health than the control group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Sugesti
"Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang besar di seluruh dunia, termasuk menjadi pemicu munculnya distress psikologis pada remaja karena berbagai perubahan yang terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi distress psikologis adalah intolerance of uncertainty (IU), yaitu reaksi individu pada situasi yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi. Variabel yang diduga dapat memoderasi hal tersebut adalah resiliensi. Penelitian ini ingin melihat bagaimana hubungan antara IU dengan distress psikologis pada remaja dapat dimoderasi oleh resiliensi. IU diukur menggunakan skala IUS-12, distress psikologis diukur menggunakan skala K-10, serta resiliensi menggunakan RS-14. Sebanyak 396 remaja usia 11-19 (x̄ = 15.5 tahun) di Indonesia berpartisipasi mengisi alat ukur secara daring melalui GoogleForm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi dapat memoderasi hubungan antara IU dengan distress psikologis secara signifikan pada remaja di masa pandemi COVID-19 (t = -2.125, p < 0.05). Hal ini berarti bahwa, semakin tinggi tingkat resiliensi yang dimiliki remaja, maka akan semakin dapat meminimalisir distress psikologis yang ditimbulkan akibat IU.

The pandemic of COVID-19 has created major changes in daily life worldwide, causing the rise of psychological distress among adolescents. One of significant factors that contribute to Psychological Distress during pandemic was Intolerance of Uncertainty (IU), defined as an individual reaction to uncertain and unpredictable situations. Resilience is predicted to be potential variable that could safeguard the impact of IU toward Psychological Distress. This research investigated the role of resilience as moderator between IU and psychological distress among adolescents. IU was measured using IUS-12, Psychological Distress scaled using K-10, and Resilience was measured by RS-14. 396 Indonesian adolescents aged 11-19 (x̄ = 15.5 years old) participated by filling out the scales online through GoogleForm. The result showed that Resilience could act as moderator between IU and Psychological Distress significantly (t = -2.125, p < 0.05). Hence, the higher level of resilience in youth could minimize the impact of IU on Psychological Distress."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amry Muhaimin Ramadhan
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan irasional dan kecenderungan mengalami distres psikologis pada remaja. Keberadaan ayah yang digambarkan melalui status buruh migran non buruh migran dianggap memiliki pengaruh dalam memperkuat atau melemahkan hubungan antara dua variabel utama. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat remaja rentan untuk mengalami distres psikologis, khususnya remaja yang tumbuh tanpa figur ayah dalam jangka waktu tertentu. Studi korelasional ini menggunakan data yang didapat dari remaja yang tinggal di salah satu daerah dengan tingkat persentase buruh migran yang tinggi, Karawang (N=479). Shortened General Attitude and Belief Scale (SGABS) digunakan untuk mengukur kepercayaan irasional, Hopkins Symptoms Check List 25 (HSCL-25) digunakan untuk mengukur kecenderungan depresi dan kecemasan, dan data demografis berupa status ayah (TKI non TKI) digunakan untuk menggambarkan keberadaan ayah. Hasil analisis moderasi secara umum menunjukkan keberadaan ayah tidak signifikan memengaruhi kekuatan hubungan antara dua variabel utama (b = 0.001, p >0.129).

This study aimed to determine the relationship between irrational beliefs and the tendency to experience psychological distress among adolescents. Fathers presence described through the status of igrant workers - non-migrant workers, is considered to have an effect for strengthening or weakening the relationship between the two main variables. This research needs to be done because adolescents are vulnerable to experiencing psychological distress, especially adolescents who grow or grew up without a father presence in a certain period of time. This correlational study uses data obtained from adolescents who live in one area with a high percentage of migrant workers, Karawang (N = 479). The shortened General Attitude and Beliefs Scale (SGABS) was used to measure irrational beliefs, Hopkins Symptoms Check List 25 (HSCL-25) was used to measure tendencies of depression and anxiety, and demographic data in the form of father status (migrant workers - non-migrant workers) were used to describe father's presence. The results of the moderation analysis generally indicate that the presence of fathers did not significantly influence the strength of the relationship between the two main variables (b = 0.001, p >0.129)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Zhafira
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara empati dan distres psikologis pada remaja di masa pandemi Covid-19. Peneliti menggunakan definisi empati dari Cohen & Strayer (1996) yang membagi empati menjadi dua komponen, yaitu empati afektif dan empati kognitif serta definisi distres psikologis dari Mirowsky & Ross (2002). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan desain korelasional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 651 remaja berusia 15-18 tahun dengan 390 perempuan dan 291 laki-laki. Alat ukur yang digunakan adalah Basic Empathy Scale (Jollife & Farrington, 2006) dan Kessler Psychological Distress Scale - 10 Items (Kessler, 2002) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil pengujian korelasi menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara empati afektif dan distres psikologis (r(651) = 0.174 , p <0.05, r² = 0.03, one tail), namun hubungan antara kedua variabel lemah. Tidak ditemukan adanya hubungan antara empati kognitif dan distres psikologis. Selain itu, perempuan memiliki skor distres psikologis, empati afektif, dan empati kognitif yang lebih tinggi secara signifikan dibanding laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distres psikologis hanya berhubungan dengan kemampuan individu untuk turut merasakan emosi orang lain secara kongruen, yang merupakan komponen afektif dari empati.

This study aims to test the relationship between empathy and psychological distress among adolescents in times of Covid-19 pandemic. Researcher used the definition of empathy from Cohen & Strayer (1996) who classified empathy to two components, affective empathy and cognitive empathy, while the reference of psychological distress is from Mirowsky & Ross (2002). This study was conducted with quantitative method and correlational design. A total of 651 adolescents (390 girls and 291 boys) ranging from 15 – 18 years old participated in this study. The instruments used in this study are Basic Empathy Scale (Jollife & Farrington, 2006) and Kessler Psychological Distress Scale - 10 items (Tran et al., 2019) that are adapted to Bahasa. The results showed that there is a positive significant correlation between affective empathy and psychological distress, however the effect size is small (r(651) = 0.174, p <0.05, r² = 0.03, one tail). There is no significant correlation between cognitive empathy and psychological distress. Furthermore, girls reported higher psychological distress, affective empathy, and cognitive empathy than boys. From this study, it is known that psychological distress only correlated with the affective components of empathy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Indriani Cahyadewi
"Internet memegang peranan signifikan dalam perkembangan remaja saat ini, sehingga tidak menutup kemungkinan akan adanya risiko yang mengikutinya. Salah satunya adalah penggunaan internet yang bermasalah. Penggunaan internet bermasalah memiliki kaitan erat dengan berbagai masalah psikologis, salah satunya adalah distres psikologis. Strategi coping yang digunakan oleh remaja diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara penggunaan internet bermasalah dan distres psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran strategi coping sebagai mediator dalam hubungan antara penggunaan internet bermasalah dan distres psikologis pada populasi remaja. Penelitian dilakukan pada 323 remaja berusia 15-18 tahun (M = 16.38) yang merupakan pengguna internet aktif. Penggunaan internet bermasalah diukur menggunakan instrumen Generalized Problematic Internet Use-II (GPIUS-II), distres psikologis diukur menggunakan instrumen Depression, Anxiety, and Scale-21 (DASS-21), dan strategi coping diukur dengan instrumen Brief COPE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi coping venting, denial, behavioral disengagement, dan self-blame memediasi secara parsial hubungan antara penggunaan internet bermasalah dan distres psikologis pada remaja. 

The internet plays a significant role in the development of today's adolescents, which inevitably brings associated risks. One such risk is problematic internet use. Problematic internet use is closely related to various psychological issues, one of which is psychological distress. Coping strategies employed by adolescents are expected to explain the relationship between problematic internet use and psychological distress. This study aims to examine the role of coping strategies as mediators in the relationship between problematic internet use and psychological distress among adolescents. The research was conducted on 323 adolescents aged 15-18 years (M = 16.38) who are active internet users. Problematic internet use was measured using Generalized Problematic Internet Use-II (GPIUS-II), psychological distress was measured using Depression, Anxiety, and Stress Scale-21 (DASS-21), and coping strategies were measured using the Brief COPE instrument. The results showed that venting, denial, behavioral disengagement, and self-blame coping strategies partially mediated the relationship between problematic internet use and psychological distress among adolescents.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"Layanan psikologis daring semakin berkembang dalam membantu remaja mencari bantuan profesional. Depresi yang dialami remaja merupakan faktor yang mempengaruhi remaja menggunakan layanan psikologis daring. Literasi kesehatan mental merupakan faktor yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui perannya dalam memfasilitasi remaja dalam mencari bantuan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran literasi kesehatan mental sebagai moderator antara gejala depresi dan intensi mencari bantuan psikologis pada remaja. Partisipan penelitian ini berusia 13-18 tahun dan memenuhi kriteria gejala depresi sesuai dengan alat ukur DASS-21. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tiga instrumen yaitu DASS-21 milik Lovibond & Lovibond (1995) untuk mengenali tingkat depresi remaja, yang itemnya telah diadaptasi oleh Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), Mental Health Literacy Scale (MHLS) milk O’Connor (2015) untuk mengukur literasi kesehatan mental yang itemnya telah diadaptasi oleh Pebruarini (2022), serta GHSQ milik Rickwood (2005) untuk mengukur intensi mencari bantuan psikologis yang dimodifikasi dalam konteks daring oleh Naila & Pebruarini (2022). Analisis moderasi dilakukan melalui program PROCESS dari Hayes v4.2 pada SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental memoderasi gejala depresi dengan intensi mencari bantuan psikologis daring. Dalam hal ini literasi kesehatan mental yang tinggi akan memperkuat remaja yang memiliki tingkat depresi yang tinggi dalam mencari bantuan psikologis daring.

Psychological Online Help Seeking is growing to help teenagers seek professional help. Depression can influence adolescents to use online psychological services. Mental health literacy needs further investigation to determine its role in facilitating adolescents seeking psychological assistance. This study aims to examine the role of mental health literacy as a moderator between depressive symptoms and the intention to seek psychological help in adolescents. The participants in this study were aged 13-18 years and met the criteria for depressive symptoms according to the DASS-21 measurement tool. Data collection used three instruments, namely DASS-21 from Lovibond & Lovibond's (1995) to identify the level of adolescent depression, whose items have been adapted by Novera, Wetasin, & Khamwong (2013), O'Connor's Mental Health Literacy Scale (MHLS) (2015) to measure mental health literacy whose items have been adapted by Pebruarini (2022), as well as Rickwood's online GHSQ (2005) to measure the intention to seek psychological assistance modified in an online context by Naila & Pebruarini (2022). Moderation analysis was carried out through the PROCESS program from Hayes v4.2 on SPSS. The results showed that mental health literacy moderated depressive symptoms with the intention to seek psychological help online. In this case, high mental health literacy will s"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Arini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja. Perceived social support diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet, dan Farley (1988) sedangkan kesehatan mental diukur menggunakan Mental Health Continuum-Short Form (MHC-SF) yang dikembangkan oleh Keyes (2002). Penelitian ini melibatkan anak jalanan usia remaja sebanyak 60 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja (r = 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).

This study was conducted to investigate correlation between perceived social support and mental health among adolescent street children. Perceived social support was measured by Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) that developed by Zimet, Dahlem, Zimet, and Farley (1988) and mental health was measured by Mental Health Continuum-Short Form (MHCSF) that developed by Keyes (2002). A sample 0f 60 adolescent street childrens participated in this study. The result show positive and significant correlation between perceived social support and mental health (r = 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daryan Nur Rifat
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah mindfulness berperan sebagai mediator pada hubungan resiliensi terhadap distres psikologis pada prajurit TNI yang sedang melaksanakan tugas operasi daerah rawan konflik saat masa pandemi Covid-19. Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner Hopkins Symptoms Checklist-25 (HSCL-25), The Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10), dan Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ) secara daring. Diperoleh data sejumlah 169 sampel prajurit TNI AD (100% laki-laki) yang sedang bertugas di daerah rawan konflik. Analisis mediasi dilakukan dengan analisis model mediasi pada makro PROCESS dari Hayes. Hasil penelitian ini menunjukkan distres psikologis (M = 37,5, SD = 8,88), resiliensi (M = 36,14, SD = 8,12), dan mindfulness (M = 99,43, SD = 29,23). Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa mindfulness memediasi secara penuh hubungan antara resiliensi dan distres psikologis. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi referensi untuk mengembangkan intervensi berbasis mindfulness guna meningkatkan resiliensi dan menurunkan distres psikologis pada prajurit TNI yang sedang melaksanakan tugas operasi di daerah rawan konflik, khususnya saat sedang terjadi pandemi.

This study aims to find out whether mindfulness plays a role as a mediator in the relationship of resilience to psychological distress in Indonesian Army who are carrying out military operations in conflict-prone areas during the Covid-19 pandemic. The research data was collected by distributing questionnaire via online such as the Hopkins Symptoms Checklist-25 (HSCL-25), The Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10), and the Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ). Data were obtained from a sample of 169 TNI AD soldiers (100% male) who were on deployment in conflict-prone areas. Mediation analysis was performed by analyzing the mediation model in the PROCESS Macro from Hayes. The results of this study indicate psychological distress (M = 37.5, SD = 8.88), resilience (M = 36.14, SD = 8.12), and mindfulness (M = 99.43, SD = 29.23). The results of this study also show that mindfulness fully mediates the relationship between resilience and psychological distress. The research results can be used as a reference for developing mindfulness-based interventions to increase resilience and reduce psychological distress in Indonesian Army who are carrying out military operation deployment in conflict-prone areas, especially during an pandemic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Salsabilla Ibrahim
"Fenomena COVID-19 menimbulkan distres pada dewasa muda. Distres dewasa muda salah satunya disebabkan oleh interaksi di dalam keluarga, saat dewasa muda harus tinggal bersama keluarga selama masa pandemi. Studi kuantitatif ini bertujuan untuk melihat keberfungsian keluarga sebagai prediktor distres psikologis pada dewasa muda selama pandemi COVID-19. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 411 orang berusia 18 sampai 25 tahun (M=20,7). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Family Assessment Device (FAD) dan General Health Questionnaire (GHQ-12). Ditemukan bahwa keberfungsian keluarga secara signifikan dapat memprediksi distres psikologis pada orang dewasa muda (R2 = 0,235, p<0,05) dan dimensi komunikasi dalam keberfungsian keluarga dapat memprediksi secara signifikan distres psikologis dewasa muda (β= -0,245, p<0,05). Lebih lanjut, ditemukan distres psikologis yang lebih tinggi pada dewasa muda perempuan dibandingkan laki-laki dan laki-laki mempersepsikan keberfungsian keluarganya lebih baik dari perempuan.

The COVID-19 phenomenon causes distress in young adults. One of the causes of young adults distress is due to interactions within the family, when young adults have to live with their families during the pandemic. This quantitative study aims to look at family functioning as a predictor of psychological distress in young adults during the COVID-19 pandemic. The participants in this study were 411 people aged 18 to 25 years (M=20,7). The measuring instruments used in this study were the Family Assessment Device (FAD) and the General Health Questionnaire (GHQ-12). It was found that family functioning significantly predicts psychological distress in young adults (R2 = 0.235, p<0.05) and the communication dimension in family functioning can significantly predict psychological distress in young adults (β= -0.245, p<0.05). Furthermore, it was found that psychological distress was higher in young adult women than men and men perceived their family functioning as better than women. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>