Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahwan Azumi
"Latar Belakang: Salah satu strategi dalam pengelolaan kasus skizofrenia yaitu dengan meningkatkan aliansi terapeutik antara terapis dan pasien. Terjalinnya aliansi terapeutik yang baik diketahui dapat memperbaiki gejala maupun fungsi pasien skizofrenia. Namun ternyata kepatuhan minum obat masih menjadi masalah dalam pengelolaan pasien Skizorenia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia.
Metode: Penelitian potong lintang pada 32 pasien skizofrenia dengan luaran kuesioner Working Alliance Inventory (WAI) versi bahasa Indonesia dan Medication Adherence Rating Scale (MARS) versi bahasa Indonesia di Poliklinik Jiwa Dewasa RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Analisis bivariat yang digunakan yaitu spearman test.
Hasil: Rerata usia ialah 35,97 tahun, laki-laki (65,6%), tingkat pendidikan terbesar SMA (59,4%), dan status pekerjaan terbesar yaitu bekerja (62,5%). Persentase jenis psikoterapi terbesar yaitu psikoterapi suportif (68,75%). Skor WAI total dengan rerata 192,8 ± 32,9, skor WAI T 85,6 ±17.25, dan skor WAI C 114,06 ± 21,40 yang berarti aliansi terapeutik telah terjalin baik. Skor MARS median 9,00 (6,00 - 10,00), subskala perilaku terhadap pengobatan median 4,00 (1,00-4,00), subskala sikap terhadap pengobatan 3 (2,00-4,00) dan subskala efek samping obat 2,00 (0,00-2,00) yang menunjukkan kepatuhan minum obat baik. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang kuat dan signifikan antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat (r= 0,558, p=0,001).
Simpulan: Terdapat hubungan positif antara aliansi terapeutik dengan kepatuhan minum obat.

Background: One strategy in the management of schizophrenia cases is to make the therapeutic alliance between the therapist and patient. A good therapeutic alliance is known to improve symptoms and function of schizophrenic patients. However, it turns out that medication adherence is still a problem in the management of schizophrenia patients. The purpose of this study is to determine whether there is a relationship between therapeutic alliances and medication adherence in schizophrenic patients.
Methods: A cross sectional study was done on 32 schizophrenic patients at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, with the Indonesian version of Working Alliance Inventory (WAI) and Medication Adherence Rating Scale (MARS) as the outcome. Bivariate analysis Spearman test were employed to assess the relationship between therapeutic alliance and medication adherence.
Results: The patients enrolled have the mean age of 35.97 years, male (65.6%), the highest education level is high school (59.4%), and the highest occupational status is working (62.5%). The largest percentage of types of psychotherapy is supportive psychotherapy (68.75%). The mean total WAI score was 192.8 ± 32.9, the mean WAI T score was 85.6 ± 17.25, and the mean WAI C score was 114.06 ± 21.40 which means the therapeutic alliance has been well established. The median MARS score was 9.00 (6.00-10.00), the median medication adherence behavior 4.00 (1.00-4.00), attitude to treatment subscale 3 (2.00-4.00) and subscale drug side effects 2.00 (0.00-2.00) which indicates good medication adherence. The results of statistical tests showed that there was a strong and significant relationship between therapeutic alliances and medication adherence (r = 0.558, p = 0.001).
Conclusion: There is a positive relationship between therapeutic alliance and medication adherence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mahensi Setya Ariyanti
"Kepatuhan dalam menjalankan regimen pengobatan  sangat penting bagi penderita dengan hipertensi karena dapat mencegah terjadinya komplikasi hipertensi. Kepercayaan terhadap kesehatan merupakani salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan tingkat kepatuhan minum obat. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah untuk mengetahui hubungan kepercayaan kesehatan dengan kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi. Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur dengan sumber database Scopus, Proquest, Science Direct, Web of Science, PubMed, Google Scholar, dan Research Gate. Hasil dari penelusuran didapat 16 artikel yang selanjutnya dianalisis menggunakan JBI Critical Appraisal. Hasil studi literaturdidapatkan bahwa sebagian besar studi (93,75%) menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan kesehatan dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi. Studi ini merekomendasikan agar tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi kepercayaan kesehatan pasien terhadap regimen pengobatan sehingga diharapkan nantinya dapat mengidentifikasi intervensi yang tepat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat.

Medication Adherence among hypertension regimens is necessary to prevent complications of hypertension. Health belief is one of the factors that can be related to medication adherence. Therefore, this study aimed to determine the relationship between health belief and medication adherence in hypertensive patients. The writing method used a literature study with database sources from Scopus, Proquest, Science Direct, Web of Science, PubMed, Google Scholar, and Research Gate. The results were 16 articles that were analyzed using the JBI Critical Appraisal. The results of the literature study found that most of the studies (93.75%) stated that there was a significant relationship between health belief and medication adherence in hypertensive patients. This study recommends that clinicians can identify the patient's health belief in the treatment regimen so that later they can identify the right intervention to improve medication adherence."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Widya Rahmasari
"Dukungan keluarga diperlukan selama proses pengobatan tuberkulosis, salah satunya dukungan instrumental yang bersifat praktis dan nyata. Angka kesembuhan tuberkulosis yang belum mencapai target setiap tahunnya menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak penderita tuberkulosis yang tidak patuh minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan instrumental dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik cluster sampling dan purposive sampling dengan jumlah responden 106 penderita tuberkulosis di Kota Bogor. Instrumen yang digunakan adalah instrumen dukungan keluarga instrumental dan MMAS-8 untuk mengukur kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga instrumental dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis (p=0,022; α=0,05). Peneliti merekomendasikan petugas kesehatan untuk mengedukasi keluarga dalam pemberian dukungan instrumental yang dapat berdampak kepada tingkat kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis, sehingga dapat membantu meningkatkan angka kesembuhan tuberkulosis.

Family support is needed during the tuberculosis treatment process, one of which is instrumental support that is practical and tangible. The tuberculosis cure rate that has not reached the target each year is one indicator that there are still many tuberculosis patients who are not compliant to take medication. This study aims to determine the relationship between instrumental support with medication adherence in tuberculosis patients in Bogor City. This study uses a cross-sectional approach and cluster sampling and purposive techniques with 106 tuberculosis patients in Bogor City. The instruments used were instrumental family support instruments and MMAS-8 to measure medication adherence for tuberculosis patients. The results of this study indicate that there is a significant relationship between instrumental family support with medication adherence in tuberculosis patients (p = 0.022; I± = 0.05). Researchers recommend the health workers to educate families in providing instrumental support that can have an impact on the level of adherence to take medication for tuberculosis patients so it can help to improve tuberculosis cure rates."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Sussanti Nailius
"Tuberkulosis merupakan salah satu prioritas utama masalah kesehatan saat ini dengan jumlah kasus yang diobati dan dilaporkan di Indonesia masih dibawah target nasional pada tahun 2021. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Kota Kupang dilaporkan dalam empat tahun terakhir belum tercapai secara optimal. Salah satu faktor ketidakberhasilan minum obat disebabkan karena jangka waktu minum obat yang lama yang memungkinkan untuk terjadi ketidakpatuhan dalam minum obat. Ketidakpatuhan dalam minum obat dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan, pengobatan ulang maupun resisten terhadap obat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan determinan sosial dan literasi kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis di Kota Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di puskesmas di Kota Kupang. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner secara online (self administered survey) pada 126 penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di 11 puskesmas di Kota Kupang. Data dianalisis menggunakan uji regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menemukan 23,8 % penderita tuberkulosis tidak patuh dalam minum obat tuberkulosis. Variabel literasi kesehatan (p=0,008) dan umur responden (p=0,029) dengan p-value <0,05 dinyatakan berhubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis. Literasi kesehatan menjadi variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis setelah di kontrol oleh variabel umur, pendidikan dan pendapatan. Pentingnya kolaborasi terintegrasi antara berbagai lembaga terkait untuk melakukan edukasi terkait tuberkulosis lewat berbagai media dapat meningkatkan literasi kesehatan masyarakat dan kepatuhan minum obat tuberkulosis.

Tuberculosis is one of the most challenging public health issues at the moment, with the number of cases being treated and reported in Indonesia still falling short of the national objective for 2021. In the last four years, the success rate for tuberculosis treatment in Kupang City has not been optimal. One of the reasons people fail to take medication is because they have been taking it for a long time, which allows for non-compliance. Nonadherence in taking medication can lead to treatment failure, re-treatment or drug resistance. The purpose of this study was to determine the relationship between social determinants and health literacy with medication adherence for tuberculosis patients in Kupang City. This study is a cross-sectional quantitative study that was carried out on tuberculosis patients receiving care at a medical facility in Kupang City. Data were collected by filling out online questionnaires (self-administered survey) on 126 tuberculosis patients who were undergoing treatment at 11 health centers in Kupang City. Simple logistic regression and multiple logistic regression were used to analyze the data. According to the study's findings, 23.8 percent of tuberculosis patients did not take their tuberculosis medications. Health literacy variables (p=0.008) and respondent age (p=0.029) with p-value 0.05 were shown to be significantly related to tuberculosis patients' medication adherence. After adjusting for age, education, and income, health literacy emerged as the most influential variable in affecting medication adherence in tuberculosis patients. The significance of integrated collaboration among multiple associated entities to undertake tuberculosis education through various media can improve public health literacy and adherence to tuberculosis medications."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
July
"Diabetes melitus termasuk sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia, dengan peningkatan 70% sejak tahun 2000. Kepatuhan menggunakan obat sangat penting untuk mencapai gula darah yang terkontrol pada pasien diabetes melitus. Pemberian insulin umumnya memberikan kontrol glikemik yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi komplikasi diabetes, namun pemberiannya menyakitkan, membutuhkan teknik khusus, dan membatasi aktivitas harian pasien. Pemberian insulin pada pasien penyakit saraf memerlukan pertimbangan khusus karena kondisi pasien dapat memengaruhi kepatuhan menggunakan obat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan pemberian insulin dengan kepatuhan menggunakan obat pada pasien diabetes melitus dengan penyakit saraf, serta pengaruh berbagai variabel perancu. Penelitian observasional ini dilakukan dengan desain potong lintang di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta Timur pada September 2021-Januari 2022. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan antidiabetes minimal 6 bulan. Variabel bebas adalah pemberian insulin, sedangkan variabel terikat adalah kepatuhan yang diukur dengan menggunakan metode subjektif (Adherence to Refills and Medications Scale, ARMS) dan metode objektif (Medication Refill Adherence). Variabel perancu meliputi karakteristik dasar, riwayat kesehatan, dan pengobatan pasien. Berdasarkan metode ARMS dan MRA, dari 175 responden, 28 responden (16,0%) patuh, yaitu 5 responden (8,9%) yang menggunakan insulin dan 23 responden (19,3%) yang tidak menggunakan insulin. Pada pasien diabetes dengan penyakit saraf, pemberian insulin memengaruhi kepatuhan menggunakan obat sebesar 0,374 kali (IK95%: 0,129-1,087) atau pasien yang mendapatkan insulin memiliki kepatuhan 62,6% lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan insulin setelah dikontrol oleh iterasi dan perubahan antidiabetes yang digunakan pasien.

Diabetes mellitus is one of the ten leading causes of death in the world, with an increase of 70% since 2000. Medication adherence is very important to achieve controlled blood sugar in patients with diabetes mellitus. Insulin generally provides better glycaemic control thereby improving quality of life and reducing diabetes complications. However, the delivery considered painful, requires special techniques, and limits the patient's daily activities. Insulin administration in patients with neurological diseases requires special consideration because the patient's condition can affect medication adherence. This study aimed to analyze the relationship between insulin administration and medication adherence in diabetic patients with neurological diseases, and the influence of various confounding variables. This observational study was conducted with a cross-sectional design at a government hospital in East Jakarta from September 2021 to January 2022. The sample was type 2 diabetes mellitus patients who received antidiabetics for at least 6 months. The independent variable was insulin administration, while the dependent variable was adherence, measured using subjective methods (Adherence to Refills and Medications Scale, ARMS) and objective methods (Medication Refill Adherence, MRA). Confounding variables included baseline characteristics, medical history, and patient medication. Based on ARMS and MRA, there were 28 of 175 respondents (16.0%) who complied, namely 5 respondent (8.9%) who used insulin and 23 respondents (19.3%) who did not use insulin. Administration of insulin affects medication adherence by 0.374 times (95% CI: 0.129-1.087) than patients who do not use insulin or patients who use insulin have 62.6% lower adherence than patients who do not use insulin controlled by repeated prescription and antidiabetic changes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Nabilla
"Hipertensi adalah suatu keadaan pasien memiliki tekanan darah ≥140/90 mmHg ketika dilakukan pengukuran darah minimal dua kali dengan jarak satu minggu dan berdasarkan diagnosis dokter. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta adalah 34,1% dibandingkan 27,8% pada Riskesdas tahun 2013.5 Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Matraman Tahun 2021, Penyakit Tidak Menular (PTM) yang memiliki pasien terbanyak adalah hipertensi yaitu sejumlah 5.026 orang. Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara berkembang bahkan lebih rendah dari 50%. Kepatuhan minum obat merupakan faktor penentu yang penting dalam keberhasilan terapi terutama pada terapi penyakit tidak menular seperti hipertensi. Profil kepatuhan minum obat antihipertensi pada pasien hipertensi di Puskesmas Matraman menunjukkan bahwa sampel dengan kepatuhan sedang memiliki jumlah terbanyak yaitu 24 orang, kemudian sampel dengan kepatuhan tinggi berjumlah 8 orang dan sampel kepatuhan rendah berjumlah 11 orang. Karakteristik sampel yang memiliki hubungan dengan kepatuhan minum obat berdasarkan hasil uji Chi-square adalah umur (nilai p = 0,040) dan pendidikan terakhir (nilai p = 0,004). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi umur maka kepatuhan semakin rendah dan semakin tinggi pendidikan terakhir maka tingkat kepatuhan semakin tinggi.

Hypertension is a condition in which a patient has blood pressure ≥140/90 mmHg when blood measurements are taken at least twice one week apart and based on a doctor's diagnosis. The 2018 Basic Health Research (Riskesdas) showed an increase in the prevalence of hypertension in Indonesia with a population of around 260 million, which was 34.1% compared to 27.8% in the 2013 Riskesdas. 5 Based on the health profile of the Matraman District Health Center in 2021, noncommunicable diseases The most patients with hypertension are 5,026 people. According to a WHO report in 2003, the average patient adherence to long-term therapy for chronic diseases in developing countries is even lower than 50%. Compliance with taking medication is an important determining factor in the success of therapy, especially in the treatment of non-communicable diseases such as hypertension. The profile of adherence to taking antihypertensive medication in hypertensive patients at the Matraman Health Center shows that the sample with moderate adherence has the highest number, namely 24 people, then the sample with high adherence is 8 people and the sample with low adherence is 11 people. Based on the results of the Chi-square test, the characteristics of the sample that had a relationship with medication adherence were age (p-value = 0.040) and recent education (p-value = 0.004). Observations showed that the higher the age, the lower the compliance, and the higher the last education, the higher the level of compliance. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Intan Qolbiyah
"Infeksi Virus Human Immunodeficiency mungkin memiliki dampak psikososial pada penderitanya. Penyakit ini menciptakan stigma, yang membuat orang dengan HIV / AIDS (ODHA) cenderung menutupi status HIV mereka di masyarakat. Ketakutan ditolak dan diperlakukan secara berbeda membuat ODHA menyembunyikan perlakuan mereka. Jenis perilaku dapat mengganggu pengobatan mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan kepatuhan dengan obat yang seharusnya 95% -100% dari dosis obat yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengungkapan status HIV dan stigma dengan kepatuhan pengobatan antiretroviral. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 112 Odha di RSKO Jakarta dan Puskesmas Pasar Rebo. Instrumen yang digunakan termasuk Skala Singkat Pengungkapan HIV untuk menilai pengungkapan status HIV, Skala Stigma HIV Berger untuk menilai stigma, dan Skala Kepatuhan Pengobatan Morisky (item MMAS 4) untuk menilai kepatuhan ARV.
Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan chi-square dan menunjukkan tidak ada hubungan antara pengungkapan status HIV dengan kepatuhan menggunakan ARV, (nilai p = 1.000; α = 0,05) dan tidak ada hubungan antara stigma dan kepatuhan ARV (nilai p = 0,849 ; α = 0,05). Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk layanan perawatan kesehatan agar lebih memperhatikan kepatuhan pengobatan pasien mereka dan memberikan dukungan kepada mereka untuk meningkatkan pengobatan mereka. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan studi orientasi seksual terlebih dahulu.

Human Immunodeficiency Virus Infection may have a psychosocial impact on the sufferer. This disease creates a stigma, which makes people with HIV / AIDS (PLWHA) tend to cover their HIV status in the community. Fear of being rejected and treated differently makes PLHIV conceal their treatment. This type of behavior can interfere with their treatment, so they do not get compliance with drugs that should be 95% -100% of the drug dose given.
This study aims to determine the relationship between disclosure of HIV status and stigma with adherence to antiretroviral treatment. This study used a cross-sectional design for 112 people living with HIV in RSKO Jakarta and Pasar Rebo Health Center. Instruments used included the HIV Disclosure Brief Scale to assess HIV status disclosure, the Berger HIV Stigma Scale to assess stigma, and the Morisky Treatment Compliance Scale (MMAS 4 item) to assess ARV compliance.
The results of this study were analyzed using chi-square and showed no relationship between disclosure of HIV status with adherence using ARVs (p value = 1,000; α = 0.05) and no relationship between stigma and ARV compliance (p value = 0.849; α = 0.05). This research is expected to be useful for health care services to pay more attention to the treatment compliance of their patients and provide support to them to improve their treatment. Suggestions for further research is to conduct a sexual orientation study first.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Ardiya Putri Wicaksono
"Hipertensi sebagai beban kesehatan paling besar dan terabaikan di dunia membutuhkan upaya kontrol salah satunya kepatuhan minum obat. Perilaku kepatuhan minum obat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh faktor persepsi sehat terhadap kepatuhan minum obat hipertensi. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional kepada 110 responden penderita hipertensi dan dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara varibel persepsi sehat dengan kepatuhan minum obat  pada penderita hipertensi dengan p value 0,204. Pada penelitian selanjutnya, perlu diteliti terkait faktor-faktor yang menghambat kepatuhan minum obat penderita hipertensi.

Hypertension as the biggest and most neglected health burden in the world requires control efforts, one of which is medication adherence. Medication adherence behavior can be influenced by various factors. This study aims to examine the influence of perceived health factors on hypertension medication adherence. This study was an analytic observational study with cross-sectional approach to 110 respondents with hypertension and was analyzed with the chi-square test. The results showed that there was no significant relationship between health perception and medication adherence among hypertensive patient with  p value 0,204. In future research, it is necessary to examine the factors that hinder medication adherence in hypertensive patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Adhanty
"Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kedua dengan kasus TB tertinggi di dunia. Kasus TB di Indonesia paling banyak ditemukan di tiga Provinsi, salah satunya Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) estimasi beban TB tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat dengan cakupan pengobatan hanya 50%. Ketidakpatuhan pada pengobatan dapat menyebabkan resistensi obat, kekambuhan penyakit dan kematian. Oleh karena itu dibutuhkan seseorang yang dapat mengawasi pengobatan yang harus dijalani oleh penderita TB. Memastikan kehadiran PMO merupakan salah satu langkah yang solutif untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan TB.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketersediaan PMO dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru di Provinsi Jawa Barat. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross- sectional dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Analisis dilakukan terhadap 124 penderita TB di Provinsi Jawa Barat yang telah memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan penderita TB paru di Provinsi Jawa Barat mencapai 28,23% dan tidak tersedianya PMO mencapai 37,10%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa penderita TB yang tidak memiliki PMO 1,35 kali berisiko untuk tidak patuh minum obat dibandingkan dengan yang memiliki PMO setelah dikontrol oleh variabel kovariat (PR 1,35; 95% CI: 0.68 - 2.70). Namun hubungan antara keduanya tidak signifikan secara statistik (p value > 0,05). Memastikan PMO melaksanakan tugasnya dengan baik dengan memberikan fasilitas transportasi yang memadai, memberikan edukasi secara lengkap baik pada PMO maupun penderita TB, pengembangan teknologi dalam melakukan pengawasan, serta menambah jumlah fasilitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan penderita TB.

Indonesia is one of the countries that ranks second as the country with the highest TB cases in the world. Most TB cases in Indonesia are found in three Provinces, one of which is West Java Province. Based on the Association of TB Patient Organizations (POP TB) it is estimated that the highest TB burden in Indonesia is in West Java Province with only 50% treatment coverage. Non-adherence with treatment can lead to drug resistance, disease recurrence and death. Therefore it takes someone who can supervise the treatment that must be undertaken by TB patient. Ensuring the presence of drug supervisors is one of the solution to increase the success of TB treatment.
This study aims to see the relationship between the availability of drug supervisors with Pulmonary Tuberculosis Patients Medication Adherence in West Java Province. The study design used in this study is cross-sectional with a quantitative approach and used Riskesdas 2018 secondary data. Analysis was carried out on 124 TB patients in West Java Province who had met the inclusion and exclusion criteria.
The results of the analysis showed that the proportion of non-adherence with pulmonary TB patients in West Java Province reached 28.23% and the unavailability of drug supervisors reached 37.10%. Multivariate analysis showed that TB patients who did not have drug supervisors were 1.35 times at risk for not adhere to take medication compared to those who had drug supervisors after controlled by covariate variables (PR 1,35; 95% CI: 0.68 - 2.70). However, the relationship was not statistically significant (p value > 0.05). Ensuring drug supervisors carry out their duties properly by providing adequate transportation facilities, provide education for both drug supervisors and TB patients, developing technology in conducting supervision, and increasing the number of health service facilities needs to be done as an effort to increase adherence of TB patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Kurniawati
"Diabetes melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Peningkatan jumlah kasus DM di seluruh dunia semakin tinggi termasuk di Indonesia. Diabetes melitus akan sangat berbahaya dan mengancam nyawa penderitanya apabila tidak ditangani dengan tepat.
Dukungan keluaga diperlukan dalam peningkatan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya terutama dalam melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan dan melaksanakan terapi sesuai anjuran. Anggota keluarga merupakan salah satu sumber dukungan untuk menjaga kepatuhan yang paling mudah diakses pasien
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga pada kepatuhan pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Januari 2024 di RSUD Jagakarsa. Instrument yang digunakan yaitu Hensarling Diabetes Family Support Scale, Morisky Medication Adherence Scale - 8 dan data sekunder dari rumah sakit . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien diabetes melitus. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengolahan data statistic uji chi square yang di dapatkan yaitu untuk dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat diperoleh nilai p = 0,042 dan untuk dukungan keluarga dan kepatuhan kontrol rutin diperoleh nilai p = 0,032 dimana kedua nilai p lebih kecil dari nilai taraf 0,05.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by increased levels of glucose in the blood. The increase in the number of DM cases throughout the world is increasing, including in Indonesia. Diabetes mellitus will be very dangerous and threaten the sufferer's life if not treated properly.
Family support is needed to increase patient compliance with treatment, especially in visiting health facilities and carrying out therapy as recommended. Family members are one of the most easily accessible sources of support for maintaining compliance by patients.
This study aims to determine the relationship between family support and treatment compliance in patients with type 2 diabetes mellitus. This study used a cross-sectional design which was conducted in January 2024 at RSUD Jagakarsa. The instruments used were the Hensarling Diabetes Family Support Scale, Morisky Medication Adherence Scale - 8 and secondary data from the hospital. The results of this study indicate that there is a relationship between family support and treatment adherence in diabetes mellitus patients. This is proven by the results of statistical data processing of the chi square test which was obtained, namely for family support and compliance with taking medication, the p value = 0.042 and for family support and compliance with routine control, the p value = 0.032, where both p values ​​were smaller than the level value of 0. 05.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>