Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102472 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taryanto
"Capaian pemulihan kerugian negara sebagai hasil kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak optimal yang menunjukkan adanya masalah pada manajemen kinerjanya. Oleh karena itu, riset ini bertujuan untuk menemukan manajemen kinerja (organisasi) dalam optimalisasi pemulihan kerugian negara dengan menggunakan model Balance Score Card. Permasalahan pemulihan kerugian negara di KPK akan dianalisis dengan menggunakan teori manajemen kinerja, balanced scorecard (BSC) dan teori pemulihan aset (asset recovery). Secara keseluruhan balance scorecard dalam mengukur kinerja KPK dalam pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi masih di katakan cukup dengan total score 73%, artinya keseimbangan antara perspektif satu dengan yang lainnya masih belum bisa dicapai. Dalam analisis kualitatif, faktor-faktor yang mempengaruhi pengoptimalan pemulihan kerugian adalah 1) Regulasi yang diterapkan belum optimal khusunya pada penetapan hukuman dan denda yang diperoleh oleh tersangka; 2) Tunggakan perkara dan kurang dari segi kualitas dan kuantitas perkara yang diselidiki; 3) kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia yang masih rendah; 4) Sinergisitas antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Aparat Penegak Hukum lain yang masih terbentur egosektoral

The achievement of recovery of state losses due to the performance of the Corruption Eradication Commission is considered not optimal, which indicates a problem in its performance management. Therefore, this research aims to find a performance management (organizational) in optimizing the recovery of state losses using the Balanced Score Card model. The problem of recovering state losses at the Corruption Eradication Commission will be analyzed using performance management theory, the balanced scorecard (BSC) and asset recovery theory. Overall, the balanced scorecard in measuring the performance of the Corruption Eradication Commission in recovering state losses due to corruption is still said to be sufficient, with a total score of 73%, meaning that KPK cannot achieve a balance between one perspective and another. In the qualitative analysis, the factors that influence the optimization of loss recovery are 1) the regulations applied are not optimal, especially in determining the penalties and fines obtained by the suspect; 2) Case arrears and less in terms of quality and quantity of cases investigated; 3) the quantity and quality of Human Resources are still low; 4) Synergy between the Corruption Eradication Commission and other Law Enforcement Apparatuses which is still colliding with ego-sectoral conflicts."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artha Vina Pratiwi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas sistem pengukuran kinerja pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) pada di Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia dengan konsep Human Resources Scorecard. KPK dibentuk dengan tujuan agar Indonesia bebas dari korupsi bukan hanya pada sistem birokrasi tetapi dimulai dari cara berpikir seluruh masyarakat Indonesia. Untuk mencapainya, strategi disertai indikator kinerja yang jelas perlu dirancang bagi unit-unit di dalam KPK RI. SDM menjadi penting karena untuk pencapaian amanahnya KPK memerlukan SDM yang berintegritas bukan hanya dari sisi karakter jiwa tetapi integritas dalam berkerja mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Biro SDM merupakan biro yang bertanggungjawab mengelola SDM di KPK. Biro SDM KPK belum menggunakan HR Scorecard dalam menentukan efektivitas dan efisiensi SDM KPK. Tujuan tesis ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dan memberi rekomendasi alternatif perbaikan sistem pengelolaan SDM KPK yang diperlukan berdasarkan visi, misi serta strategi KPK. Dari hasil analisis data sekunder berupa Sistem Pengukuran Kinerja KPK RI dan Biro SDM yang berbasis Balanced Scorecard didapatkan hasil berupa strategi dan KPI Biro SDM serta keselarasannya dengan konsep HR Scorecard.

ABSTRACT
This thesis explores the performance measurement system of Human Resource (HR) at CEC with the Human Resources Scorecard concept. KPK was formed with the goal of keeping Indonesia free from corruption not only at the beginning of a bureaucratic system but starting from the mindset in all Indonesian. To achieve this goal, KPK needs clear strategy and performance indicators to be designed in their each unit. Focused in HR is important because in achieving its goal, KPK requires human resources with high integrity not only in their soul but also in their creativity attitude in working for preventing and combating corruption in Indonesia. Human Resources Bureau KPK is responsible for managing human resources in the Commission. In determining the effectiveness and efficiency, Human Resources Bureau has not using the HR Scorecard yet. The purpose of this thesis is to evaluate and make proper alternative recommendations for human resources management system improvement based on the Commission's vision, mission and strategy. The result from the analysis of secondary data from the Commission and the Human Resources Bureau Performance Measurement System which based on Balanced Scorecard is obtained in the form of HR KPI and its alignment with the concept of HR Scorecard."
2013
T34689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlina Hakim
"Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan Sistem Manajemen Kinerja dalam kerangka SAKIP serta menganalisis kendala utama yang menghambat penerapan SAKIP pada UPT BPOM dan solusi untuk meminimumkan kendala tersebut. Objek studi yang digunakan adalah Balai Besar/Balai POM, yang merupakan UPT BPOM di daerah yang melaksanakan tugas teknis operasional di bidang pengawasan obat dan makanan. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus (problem solving).  Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode descriptive analysis, dilakukan dengan menggunakan kombinasi data primer (hasil dari wawancara semi terstruktur yang mendalam) dan data sekunder (hasil dari dokumentasi).  Hasil penelitian adalah implementasi SAKIP pada  UPT BPOM menunjukkan hasil yang baik dan menunjukkan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil, namun demikian, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. Kendala utama yang dihadapi adalah penetapan target kinerja belum semuanya berdasarkan basis data yang memadai, penggunaan berbagai macam aplikasi Monev yang tidak terintegrasi, dan pemanfaatan informasi kinerja yang belum maksimal. Penelitian ini akan membantu UPT BPOM menyempurnakan tata laksana sistem akuntabilitas kinerja, dengan berfokus pada penetapan target kinerja disertai data dukung memadai, pengembangan dan penyempurnaan aplikasi Monitoring dan Evaluasi, dan  pembuatan kertas kerja rekomendasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan informasi kinerja.

This study aims to analyze the implementation of the Performance Management System within the SAKIP framework and the main obstacles that hinder the implementation of SAKIP at UPT BPOM, and solutions to minimize these obstacles. The object of study used is the Balai Besar/Balai POM, which is the UPT BPOM in the regions that carry out operational technical tasks in the drug and food control field. This study uses a qualitative research methodology through a case study approach (problem-solving). The data were analyzed using the descriptive analysis method, combining primary data (results from in-depth semi-structured interviews) and secondary data (results from documentation). The results are that the implementation of SAKIP at  UPT BPOM showed good results and result-oriented governance; however, several aspects needed improvement and refinement.   The main obstacles faced are the setting of performance targets that are not all based on adequate databases, the use of various types of Monev applications that are not integrated, and the utilization of performance information that is not optimal. This research will help UPT BPOM improve the management of the performance accountability system, focusing on setting performance targets with adequate supporting data, developing and perfecting the Monitoring and Evaluation applications, and making recommendation working papers for utilizing maximum performance information."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frihamdeni
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa terhadap implementasi kebijakan penilaian kinerja melalui sistem manajemen kinerja (SMK) secara online di Polda Metro Jaya. Rujukan teori yang digunakan adalah teori sistem manajemen kinerja yang dikemukakan williams (1998), menjelaskan bahwa dalam mengelola penilaian kinerja dapat melalui 4 (empat) tahapan yang saling berhubungan yaitu perencanaan, pengelolaan, penilaian, dan pengembangan. Selanjutnya konsep implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III (1980), menjelaskan bahwa dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dalam pengumpulan data digunakan teknik dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa penilaian kinerja melalui SMK-Online telah dilakukan melalui siklus sistem manajemen kinerja. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala pada beberapa faktor implementasi kebijakan sehingga pelaksanaan penilaian kinerja melalui SMK-Online belum terlaksana secara maksimal. Sehingga diperlukan komunikasi yang intensif dan pengawasan serta evaluasi terkait pengisian data kinerja, kemampuan dan keaktifan anggota Polri dalam menginput data kinerja.

This study aims to analyze the performance policies through the online Performance management system (PMS) at Polda Metro Jaya. The theoretical reference used is the theory of performance management systems proposed by Williams (1998), explaining that managing performance can go through 4 (four) interrelated stages, namely planning, management, assessment, and development. Furthermore, the concept of policy implementation proposed by Edward III (1980), explains that in implementing policies there are four factors that can influence it, namely communication, resources, implementing attitudes, and employee structure. This study uses a post-positivist approach and in data collection used documentation and interview techniques. The results showed that the assessment through SMK-Online was carried out through a performance management system. However, in its implementation there are obstacles in several factors of implementing the implementation of the SMK-Online policy that has not been implemented optimally. So that intensive communication and monitoring and evaluation are needed related to filling out performance data, the ability and activity of Polri members in inputting performance data."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddi Nordiawan
"[ABSTRAK
Kajian ini membahas tentang pemicu dan pembentuk budaya yang mendorong
kinerja untuk meningkatkan efektivitas manajemen kinerja di pemerintahan
daerah. Penelitian ini menggunakan soft systems methodology (Checkland &
Scholes, 1990) dengan dual imperative of action research (McKay & Marshall,
2001) melalui 4 (empat) tahapan SSM (Checkland & Poulter, 2006). Kajian ini
memetakan permasalahan faktual di Pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang
menunjukkan tidak efektifnya tahapan pembelajaran dikarenakan kurangnya
budaya yang mendorong kinerja. Kajian ini merekonstruksi konsep Marr (2009)
tentang pemicu dan pembentuk budaya yang mendorong kinerja. Hasil
rekonstruksi menunjukkan ada 5 (lima) pemicu budaya yang mendorong kinerja,
yaitu adanya rasa kesatuan sebagai komunitas, tanggung jawab dan akuntabilitas,
integritas dalam kejujuran dan keterbukaan, kesamaan visi dan persepsi tentang
budaya kinerja, dan kepemimpinan yang memberdayakan dalam kemitraan. Hasil
rekonstruksi juga menghasilkan adanya 5 (lima) pembentuk budaya yang
mendorong kinerja, yaitu kepemimpinan yang mendorong kinerja, pengakuan dan
penghargaan kinerja, pelaporan kinerja yang efisien, reviu kinerja secara
interaktif, dan peta kinerja. Selain itu, bersama-sama dengan para aktor di
Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, kajian ini melakukan pemecahan masalah
(problem solving) terkait pengelolaan unsur-unsur pembentuk budaya yang
mendorong kinerja dan menghasilkan rekomendasi yang disepakati berupa
keterlibatan gubernur dalam Musrenbang, dimulainya program apresiasi kinerja,
penyederhanaan proses penyusunan laporan kinerja, reviu periodik secara
dialogis, pembangunan Pusat Data Kinerja dan penyusunan indikator kinerja yang
terintegrasi;

ABSTRACT
The implementation of performance management has its own drawbacks. When a
particular performance management technology is applied in an organization, it does not
always come to fruition. Sometimes it ends as a formality, sometimes it stops at
measurement phase and never reaches the management phase. This assertion is supported
by a number of factual problems found in the local government of East Java province,
and a number of conceptual problems from the pervious theories. To solve these
problems, we need to employ a set of enablers and building blocks of Performance-
Driven Culture; which are expected to bring improved effectivity in the application of
Performance Management. Mar (2009) states that, to achieve the desired Performece-
Driven Culture, a set of factors that consist of five enablers and five building blocks are
required. This study has successfully reconstructed those factors. This study finds that in
Indonesian government, especially in East Java province, there are 5 (five) building
blocks of performance-driven culture, namely: (1) leadership that encourages
performance, (2) acknowledgement and appreciation of performance, (3) efficient
performance reporting, (4) interactive performance review, and (5) performance map.
Furthermore, together with the actors in the Government of East Java Province, this study
also performed problem solving upon the problem related to the management of elements
that construct Performance-Driven Culture. The result of this problem solving process
leads to a number of agreed recommendations, namely the involvement of the governor in
Musrenbang, the initiation of performance appreciation program, the simplification of
performance report framing, dialogic periodical review, establishing Performance Data
Center, and the framing of integrated performance indicator;The implementation of performance management has its own drawbacks. When a
particular performance management technology is applied in an organization, it does not
always come to fruition. Sometimes it ends as a formality, sometimes it stops at
measurement phase and never reaches the management phase. This assertion is supported
by a number of factual problems found in the local government of East Java province,
and a number of conceptual problems from the pervious theories. To solve these
problems, we need to employ a set of enablers and building blocks of Performance-
Driven Culture; which are expected to bring improved effectivity in the application of
Performance Management. Mar (2009) states that, to achieve the desired Performece-
Driven Culture, a set of factors that consist of five enablers and five building blocks are
required. This study has successfully reconstructed those factors. This study finds that in
Indonesian government, especially in East Java province, there are 5 (five) building
blocks of performance-driven culture, namely: (1) leadership that encourages
performance, (2) acknowledgement and appreciation of performance, (3) efficient
performance reporting, (4) interactive performance review, and (5) performance map.
Furthermore, together with the actors in the Government of East Java Province, this study
also performed problem solving upon the problem related to the management of elements
that construct Performance-Driven Culture. The result of this problem solving process
leads to a number of agreed recommendations, namely the involvement of the governor in
Musrenbang, the initiation of performance appreciation program, the simplification of
performance report framing, dialogic periodical review, establishing Performance Data
Center, and the framing of integrated performance indicator, The implementation of performance management has its own drawbacks. When a
particular performance management technology is applied in an organization, it does not
always come to fruition. Sometimes it ends as a formality, sometimes it stops at
measurement phase and never reaches the management phase. This assertion is supported
by a number of factual problems found in the local government of East Java province,
and a number of conceptual problems from the pervious theories. To solve these
problems, we need to employ a set of enablers and building blocks of Performance-
Driven Culture; which are expected to bring improved effectivity in the application of
Performance Management. Mar (2009) states that, to achieve the desired Performece-
Driven Culture, a set of factors that consist of five enablers and five building blocks are
required. This study has successfully reconstructed those factors. This study finds that in
Indonesian government, especially in East Java province, there are 5 (five) building
blocks of performance-driven culture, namely: (1) leadership that encourages
performance, (2) acknowledgement and appreciation of performance, (3) efficient
performance reporting, (4) interactive performance review, and (5) performance map.
Furthermore, together with the actors in the Government of East Java Province, this study
also performed problem solving upon the problem related to the management of elements
that construct Performance-Driven Culture. The result of this problem solving process
leads to a number of agreed recommendations, namely the involvement of the governor in
Musrenbang, the initiation of performance appreciation program, the simplification of
performance report framing, dialogic periodical review, establishing Performance Data
Center, and the framing of integrated performance indicator]"
2015
D2064
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Hari Wibowo
"Penelitian ini bertujuan mengukur kinerja Mahkamah Konstitusi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif Empat perspektif yang peneliti gunakan yaitu perspektif pelanggan perspektif proses bisnis internal perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif keuangan dalam rangka mengukur kinerja Mahkamah Konstitusi. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner untuk aspek pelanggan aspek proses bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan sedangan untuk aspek keuangan pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder.
Hasil dari penelitian menggambarkan bahwa kinerja Mahkamah Konstitusi adalah baik. Meskipun demikian terdapat salah satu elemen pada aspek pembelajaran dan pertumbuhan yang status kinerjanya cukup baik yaitu pada komponen kepuasan pegawai terutama pada aspek kepemimpinan dimana berdasarkan pengukuran menjadi salah satu sumber ketidakpuasan pegawai.
Selain itu penelitian ini juga menyarankan bahwa meskipun aspek pelanggan memperoleh status baik namun Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif yang banyak diharapkan dapat menjadi pintu terakhir penegakan hukum di Indonesia maka sudah seharus terus meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

This study aims to measure the performance of the Constitutional Court by using a Balanced Scorecard approach. This research is quantitative research using a descriptive design Four perspectives that researchers use the customer perspective the perspective of internal business processes learning and growth perspective and a financial perspective in order to measure the performance of the Constitutional Court. Data collection was conducted by questionnaire for aspects of the customer internal business processes and aspects of learning and growth while for the financial aspects of data collection is done by taking a secondary data.
The results of the research mentioned that the performance of the constitutional court is good. Nevertheless there is one of the elements on the learning and growth which has good performance on satisfaction employees components especially in the aspect of leadership which became one of discontent source by employees measurement.
In addition research is also suggest that although the aspect of customers obtains the status good but the constitutional court as judicative institutions more expected to be the last gatekeeper for law enforcement in Indonesia should continue to improve its service to the public.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feronica Daru Asih Wikantyasti
"ABSTRAK
Dengan terpisahnya kedua proses performance management yakni penilaian kinelja dan pengembangan karir di PT. PSC Indonesia, karyawan merasa bahwa proses pengembangan karir kurang dapat berjalan secara efektif terutama bagi karyawan yang di non core department. Berkaitan dengan pennasalahan tersebut, pada penulisan mgas akhir ini penulis lebih memfokuskan pembahasan pada permasalahan yang berkaitan dengan kurang efektiihya proses pengembangan karir yang terjadi di salah satu departemen yang ada di PSC Indonesia Company, yakni departemcn sumber daya manusia & administrasi (HR and Admin) dan departemen pengcmbangan organisasi (Organization Development). Berbicara mengenai proses pengembangan karir karyawan tidak terlepas dari proses manejemen kinezja atau Performance Management. Proses Petformance Management merupakan kerjasama antara pimpinan dengan bawahan dalam hal:
1. Plan Perjbrmance, yakni mendetinisikan tanggung jawab pekerjaan dan harapan, scrta merancang sasaran yang al
2. Coach/ Manage. Memberikan feedback, support, dan pcngcmbangan.
3, Appraise Performance. Dengan menggunakan form penilaian kinezja, mcngevaluasi kinenjia di akhir periode penilaian kinerja.
Berdasarkan hasil pengambilan data dcngan menggunakan angket dan form yang ada, secara teoritis mengenai syarat-syarat pelaksanaan penilaian kinerja yang efektif dapat disimpuikan bahwa dengan berbedanya waktu pelaksanaan proses penilaian kinerja dengan pengembangan karir, temyata dapat menjadi tidak efektiihya pelaksanaan proses pengembangan karir di PT. PSC Indonesia.
Sesuai dengan permasalahan mengenai kurang efektifhya pelaksanaan proses pengembangan karir di PT. PSC Indonesia, dan berdasarkan hasil analisis melalui angket dan di dukung dengan dasar teori mengenai efektifitas proses performance management dan beberapa teori pendukung, maka sebagai soiusi terhadap permasalahan yang ada penulis memberikan 3 aitematif solusi yakni (1) mengusulkan adanya perubahan waktu pelaksanaan proses pegformance management di mana ke dua proses penilaian kinerja dan pengembangan karir dijadikan satu; (2) memberikan masukan pada senior management supaya mewajibkan para atasan mencantumkan rencana pengembangan karir anak buah ke dalam salah satu GOAL mereka;(3) melakukan workshop mengenai mentoring imtuk para atasan; (4) merevisi form yang ada dan dibuat menjadi satu foma; (5) membuat jenjang karir; (5) diadakan konseiing pengembangan karir untuk seluruh karyawan. Dengan niempertimbangkan keadaan perusahaan maka penulis merekomendasikan untuk melaksanakan saran( 1 ), (2) dan (3). Untuk melaksanakan rekomendasi tersebut diperkirakan akan mcmbutuhkan walctu kurang lebih sciama 3 bulan terhitung mulai buian September sampai dengan November 2003, dengan maksimum target pada pelaksanaan penilaian kinerja tahun 2004 sudah melaksanakan saran l dan 2 serta para atasan sudah rnengikuti workshop mengenai coaching, counseling & memoring, sehingga sudah mendapatkan pengetahuan bagainiana melakukan pengembangan bagi anak buah melalui proses mentoring. Dengan demikian form EDP yang sudah ada dapat digunakan dan proses pelaksanaan pengembangan karir dapat segera dioptimalkan. Berdasarkan uraian di alas, perkiraan biaya yang akan digunakan untuk melaksanakan satan yang direkomendasikan sekitar Rp. 9I.850.000,- untuk biaya pelaksanaan workshop."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T34176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalimar
"Permukiman kumuh muncul ketika masyarakat tidak dapat mengakses tempat tinggal yang layak huni dan tidak memiliki kemampuan untuk membeli rumah ataupun melakukan pemeliharaan terhadap bangunan yang mereka tempati. Dalam rangka mengatasi permasalahan terkait dengan permukiman kumuh, pemerintah melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) melakukan penataan kawasan yang bertujuan meningkatkan kualitas permukiman kumuh menjadi lebih baik. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk menganalisis kinerja DPRKP dalam melakukan penataan kawasan permukiman kumuh di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan teori kinerja organisasi yang terdiri dari lima indikator yaitu macro efficiency, micro efficiency, equality, happiness, dan capabilities. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan mixed methods melalui survei dan wawancara mendalam. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kinerja DPRKP DKI Jakarta dalam melakukan penataan kawasan permukiman kumuh masuk ke dalam kinerja kategori baik. Namun, terkait anggaran, alternatif pembiayaan dan koordinasi dengan dinas lain terkait penataan kawasan permukiman kumuh masih harus diperbaiki dan evaluasi kembali.

Slum settlements arise when people cannot access a decent place to live in and do not have the ability to buy a house or carry out maintenance of the building they occupy. In order to overcome problems related to slum settlements, the government through the Office of Public Housing and Settlement Areas (DPRKP) carried out regional arrangements aimed at improving the quality of slum settlements for the better. This prompted the conduct of research aimed at analyzing the performance of the DPRKP in structuring slum areas in DKI Jakarta. This study uses the theory of organizational performance which consists of five indicators, namely macro efficiency, micro efficiency, equality, happiness, and capabilities. Researchers used mixed methods collection techniques through surveys and in-depth interviews. The research findings show that the performance of the DKI Jakarta DPRKP in structuring slum areas falls into the good category of performance. However, regarding the budget, alternative financing and coordination with other agencies related to structuring slum areas, they still need to be repaired and re-evaluated."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsono
"Tujuan penelitia dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antara aplikasi/penerapan:
1. Proses kesepakatan dan perencanaan kinerja dengan efektivitas sistem Manajemen Kinerja;
2. Proses monitoring dan pemberian umpan balik dengan efektivitas sistem Manajemen Kinerja;
3. Proses penilaian kinerja dengan efektivitas sistem Manajemen kinerja"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Eka Irjayanto
"Manajemen kineija merupakan salah satu fungsi dari manajernen SDM yang penting diperhatikan, dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini disadari pula oleh Bank XYZ, sebuah bank swasta nasionai kedua di Indonesia. Yang menjadi permasalahan dalam manajemen kine1ja di Bank XYZ tersebut adalah pada pmses penilaian kincija, di mana para karyawan ccndemng memberikan penilaian yang subjektif pada saat penilaian diri sendiri, dan tidak adanya diskusi kexja (umpan balik) dari hasil penilaian kineija yang diberikan dari atasan karyawan sebagai peniiai. Apabila masalah ini tidak diperbaiki maka dapat mengakibatkan konfiik, ketidakpuasan kexja, turunnya motivasi karyawan dan keluarnya karyawan potensial.
Menurut Noe et al (2004), salah satu proses dari manajemen kinezja adalah adanya umpan balik kineija, melalui sesi dislcusi kineija, manajer memberikan informasi pada karyawan mengenai kinerja mereka, sehingga karyawan dapat menyesuaikan perilaku mcreka untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam diskusi kine1jia, atasan dan kaxyawan membicarakan basil nilai kinerja yang didapat oleh karyawan.
Untuk mengatasasi masalah tersebut di atas, maka direkornendasikan beberapa intervensi. Intervensi dilakukan pada (1) proses manajemen kineija secara keselumhan, muiai dari proses perencanaan dan umpan balik, (2) intervensi terhadap karyawan melalui pemberian umpan balik dan pelaksanaan proses coaching, dan (3) intervensi terhadap para atasan (penilai) dengan mengernbangkan kompetensi yang dibutuhkan. Selain itu, disarankan pula agar Bank XYZ melakukan pcngukuran secara berkala terhadap keefektifan manajemen kineija yang dijalankan, baik dari sisi Enansial maupun pencapaian target pcrusahaan.

Performance management is one of function from important HRM management, for the agenda of attainment of purpose of company. This thing realized by Bank, XYZ, as a second largest private national bank in Indonesia. What becoming problem of performance management in Bank XYZ is at process of assessment of performance, where of employeeses tend to to give subjective assessment at the time of assessment of ownsclvcs, and inexistence work discussion ( feedback) from result of assessment of performance which given from employees superior as assessor. If this problem don't improve hence can result conflict, dissatisfation of job, lowering of employees motivation and exit of potential employees.
According to Noe et al (2004), one of process from performance management is existence of performance feedback, through performance discussion session, manager give information at employees concerning their performance, so that employeeses can accomodate their behavior to reach purpose of organizations. In performance discussion, employees and superior discuss performance value result which got by employees.
For above mentioned problem, hence recommended some interventions. Intervention is done at (1) performance management process as a whole, start from feedback and planning process, (2) intervention to employees through giving of feedback and execution of process coaching, and (3) intervention to of superiors ( assessor) by developing the required competencies. Besides, suggested that Bank XYZ do periodical measurement to effectiveness of the implemented performance management, either from side finansial and also attainment of company goals.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>