Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naufala Bamasymus
"Perkawinan merupakan peristiwa penting bagi setiap manusia. Dari sudut pandang agama, perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah karena melalui perkawinan akan terbentuk keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyakarat. Unit-unit keluarga adalah pondasi yang membentuk suatu negara. Bentuk perkawinan yang umum dikenal ada dua, yaitu perkawinan monogami dan perkawinan poligami.
Perkawinan poligami mengindikasikan suatu keadaan dimana seorang suami menikah dengan lebih dari satu orang istri. Praktek poligami yang berlangsung di masyarakat sampai dengan saat ini masih cenderung dipandang negatif karena fakta yang ada memang memang lebih banyak menampilkan sisi buram poligami. Keadaan tersebut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi oleh negara melalui peraturan perundang-undangan, terutama undang-undang perkawinan.
Dari beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut penggunaan lembaga perjanjian perkawinan sebagai salah satu cara untuk dapat lebih menjamin dipenuhinya hak-hak istri yang menikah secara poligami, seperti hak memperoleh perlakuan adil, hak atas nafkah, hak atas kediaman terpisah dan hak atas waktu kunjungan, merupakan upaya hukum yang layak untuk dikaji.
Landasan yuridis yang mendasari upaya tersebut bertitik tolak dari undang-undang perkawinan dan beberapa peraturan lain yang terkait serta pandapat para ahli hukum yang juga dijadikan sumber rujukan penting untuk mendukungnya. Notaris, salah satu profesi hukum yang dikenal sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dapat turut berperan dalam upaya memberi jaminan perlindungan yang lebih baik bagi hak-hak istri yang menikah secara poligami tersebut.
Peran yang dijalankan tentu harus tetap dalam koridor dan batas wewenang dan tugas jabatan Notaris berdasarkan undang-undang yang berlaku, yaitu melalui pembuatan perjanjian perkawinan secara notariil atau otentik. Dalam pembahasan dan penelitian dalam tesis ini peran tersebut terbukti tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Greta Kristanti
"Perkembangan ekonomi yang tidak merata menimbulkan masalah kemiskinan di kota-kota besar, terutama Jakarta pada umumnya dan Kotamadya Jakarta Barat pada khususnya. Notaris di Kotamadya Jakarta Barat dihadapkan pada permasalahan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan bantuan penyuluhan hukum maupun bantuan dibidang jasa kenotariatan. Bantuan tersebut direalisasikan dengan pemberian layanan secara cuma-cuma yang menjadi tujuan Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Penelitian ini mencoba mengetahui hubungan antara pengetahuan Notaris terhadap Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris dengan sikap Notaris sendiri. Penelitian yuridis normatif melalui penelitian lapangan dengan penyebaran kuesioner dan kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan analisa kuantitatif tentang hubungan tersebut. Penelitian menghasilkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap Notaris terhadap Pasal 37 Undang-Undang Jabatan Notaris karena ada beberapa faktor yang melandasinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warsito
"Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan:"Notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi Notaris". Rumusan undang-undang tersebut dipandang oleh kalangan terbatas Notaris yang tergabung di dalam organisasi kemasyarakatan yakni antara lain Persatuan Notaris Reformasi Indonesia (PERNDRI) dan Himpunan Notaris Indonesia (HNI) masih bersifat multitafsir karena tidak menyebut dengan tegas apa nama wadah tunggal organisasi profesi Notaris, sehingga diajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.
Pokok permasalahannya adalah dapatkah Ikatan Notaris Indonesia (INI) dikukuhkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 009/III/2005, mengingat putusan Mahkamah Konstitusi tidak menyebut secara eksplisit bahwa wadah tunggal organisasi profesi Jabatan Notaris adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI). Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif sehingga akan menghasilkan penelitian yang bersifat evaluatif, penelitian diolah dengan metode kualitatif, dengan demikian hasil penelitian bersifat evaluatif analitis.
Sementara penelitian secara normatif dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, kemudian secara deduktif diinterpretasikan untuk menjawab kasus yang disajikan. Putusan Mahkamah Konstitusi telah menolak Permohonan Judicial review pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris karena secara normatif tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dengan mempertimbangkan bahwa kedudukan Notaris adalah sebagai pejabat umum, yang melaksanakan sebagian tugas dari negara di bidang hukum perdata untuk membuat alat bukti berupa akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna agar tercapainya kepastian hukum.
Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya, Notaris wajib berhimpun dalam satu wadah organisasi profesi Jabatan Notaris agar pemerintah dengan mudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap organisasi profesi Jabatan Notaris. Selain itu Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), secepatnya merevisi Undang-Undang Jabatan Notaris menyebut dengan tegas bahwa Ikatan Notaris Indonesia (INI), adalah satu-satunya wadah tunggal organisasi profesi Jabatan Notaris."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Reysando
"Tesis ini membahas mengenai pengangkatan kembali Notaris yang diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Menteri dapat memberhentikan Notaris dengan tidak hormat jika ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam hukum acara pidana, Terpidana dapat mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali terhadap suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Melalui upaya hukum tersebut, Terpidana dapat dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu tindak pidana yang diputuskan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut di atas pernah terjadi dalam kasus yang termaktub dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 63 PK/PID/2016. Permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum dari putusan peninjauan kembali terhadap kedudukan Notaris yang telah diberhentikan dengan tidak hormat, serta bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan Notaris tersebut untuk memperoleh kembali kedudukannya sebagai Notaris. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumen atau bahan pustaka. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini akan bersifat deskriptif analisis. Putusan peninjauan kembali seharusnya mengakibatkan Notaris yang telah diberhentikan dapat diangkat kembali menjadi seorang Notaris. Akan tetapi, hal tersebut di atas tidak dapat dengan mudah terlaksana. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat kembali menjadi Notaris, Terpidana harus mengajukan permohonan perubahan keputusan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.

This thesis will discuss the reappointment of a Notary who has been dishonorably discharge based on Article 13 Law of The Republic of Indonesia Number 30 of 2004 on Notary Position. The Minister may dishonorably discharge a Notary, if a Notary commited a crime that was threatened with a five-year prison sentence or more based on court judgement. On criminal code procedures, a convict could submit extraordinary legal effort in the form of judicial review towards a court judgement that has obtained permanent legal force. Through these legal effort, the convict can be found not guilty and convincingly commited a crime that is decided in a court judgement that has obtained permanent legal force. The foregoing has happened in the cases contained in court judgement number 63 PK/PID/2016. The problem in this thesis is the legal consequences from extraordinary legal effort judgment regarding the position of a notary who has been dishonorably discharge, as well as how legal effort that the Notary could take to regain his position as a Notary. The research methods used is normative juridical. The type of data used is secondary data. Data collection tools in this study are in the form of study documents or library materials. The analytical method used in this study is a qualitative method. The result of this study will be descriptive analysis. Legal effort judgement should result the Notary who has been dishonorably discharge could be reappointed as a Notary. However, this cannot easily be done. Therefore, to be reappointed as a Notary, the convict must submit plea about the changes to dismissal decisions with no respect to The Minister."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Indriningtyas
"Penempatan Notaris di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam rangka program izin investasi tiga jam merupakan langkah Pemerintah sebagai bagian dari Revolusi Mental dan Deregulasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam penyederhanaan perizinan. Terdapat dua pokok yang akan dibahas pada tesis ini yaitu, apakah penempatan dan prosedur penempatan Notaris di BKPM telah sesuai dengan ketentuan Kode Etik Notaris Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Serta bagaimana perbedaan Notaris di BKPM dengan Notaris di Pasar Modal sebagai profesi penunjang kegiatan Investasi Langsung dan Investasi Tidak Langsung.
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian studi kepustakaan melalui pendekatan secara yuridis normatif, yaitu meneliti peraturan perundangundangan yang berlaku dan berkembang di masyarakat atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menurut penulis sesuai Kode Etik Notaris Tahun 2015, prosedur penerimaan dan penempatan Notaris di BKPM bertentangan dengan pasal 4 ayat (4), (7), (9) dan (17) Kode Etik Notaris Tahun 2015. Namun pada Undang-Undang Jabatan Notaris tidak terdapat aturan yang bertentangan secara langsung terkait prosedur penerimaan dan penempatan Notaris di BKPM. Bahwa notaris sebagai pelayan masyarakat tidak seharusnya mempunyai keberpihakan kepada suatu lembaga tertentu, sehingga apabila terjadi demikian akan ada pertentangan secara doktrin dari keberadaan lembaga notariat itu sendiri. Notaris Pasar Modal sebagai salah satu lembaga penunjang kegiatan Pasar Modal tidak dikategorikan sebagai suatu hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris Tahun 2015. Selanjutnya Perbedaan mendasar antara notaris di BKPM dengan notaris Pasar Modal penulis melihat dari 4 subjek, yaitu akta, kebebasan klien memilih notaris, jumlah notaris dan prosedur penerimaan.
Berdasarkan analisa tersebut di atas, maka penulis menyarankan maka pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengkaji ulang terhadap proses perizinan investasi tiga jam. Serta dibutuhkan pelatihan dan sosialisasi antara pemerintah dan notaris yang berhubungan dengan kegiatan perizinan penanaman modal. Sehingga sebagai pelayan masyarakat, notaris dapat menunjukkan keakuratan, kecerdasan dan kecepatan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Notary placement in Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM) regarding of the investment license of three-hour program is a step from the Government as part of the Mental Revolution and deregulation undertaken by the Government of President Joko Widodo for the sake of license simplification. There are two points that will be discussed in this thesis, namely, whether the placement and procedure of Notary placement in the Investment Coordinating Board has been in accordance with the provisions of Notary Code of Conduct Year 2015 and Law Number 2 Year 2014 of Amendment of Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Incumbency Along with Notary differences in the Investment Coordinating Board with Notary in the Capital Market as supporting professional activity for Direct Investment and Indirect Investment?
This study conducted through literary study research through normative juridical approach, which examined the legislation in force and developed in the community or its application in everyday life. According to corresponding author of the Notary Code of Conduct Year 2015, the admission procedure and placement of a notary in the Investment Coordinating Board contrary to Article 4 (4), (7), (9) and (17) Notary Code of Conduct Year 2015, however according to the Notary Law there are no rules to the contrary are directly related to admission and placement procedures of Notary in the Investment Coordinating Board. As a public servant, the Notary should not have bias to a particular institution, therefore the event will have no contradiction in the doctrine of the presence of notary institution itself. As one of the institutions supporting capital market activities, Notary Capital Markets are not categorized as something contrary to Notary Law and Notary Code of Conduct Year 2015. Further fundamental difference between the notary in the Investment Coordinating Board Capital Markets viewed by the author through four subjects, namely deed, freedom of the client to choose the notary, the number of notaries, and admission procedures.
Based on the above analysis, the authors suggest the government should consider reviewing the licensing process of three-hour investment, as well as the necessary training and socialization between the government and the notary licensing activities related to capital investment. Thus, as public servants, notaries can demonstrate the accuracy, intelligence and speed in performing the public service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianto
"Penelitian ini menelaah tentang kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti dalam sidang di pengadilan yang dikaitkan dengan wewenang notaris dalam legalisasi dan waarmerking berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, karena berdasarkan ketentuan Pasal 1874, Pasal 1874a, dan Pasal 1880 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terhadap bukti surat (akta) di bawah tangan harus ada legalisasi dari notaris atau pejabat lain yang berwenang.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: dapatkah fungsi legalisasi dan waarmerking atas akta yang dibuat di bawah tangan memberikan tambahan kekuatan pembuktian dalam sidang di pengadilan, dan dapatkah akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dari notaris, dibatalkan oleh hakim.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu untuk membahas dan menganalisa masalah yang berkenaan dengan kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dikaitkan dengan wewenang notaris dalam legalisasi dan waarmerking dalam sidang di pengadilan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa fungsi legalisasi oleh notaris atas akta di bawah tangan, memberi kepastian bagi hakim mengenai tanggal, identitas dan tandatangan dari para pihak yang bersangkutan, sehingga dapat memberikan tambahan kekuatan pembuktian dalam sidang di pengadilan, dan fungsi waarmerking atas akta di bawah tangan hanya memberi kepastian tanggal pendaftaran dari akta itu. Akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi dan waarmerking dari notaris, dapat dibatalkan oleh hakim apabila dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak dalam perjanjian berdasarkan bukti-bukti yang cukup, antara lain karena syarat subyektif dalam akta tersebut tidak dipenuhi sesuai ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Notaris harus lebih berhati-hati dalam pembuatan akta, termasuk dalam melegalisasi dan mewaarmerking akta yang dibuat di bawah tangan, karena dalam praktek kerap ditemukan identitas palsu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitanova Saputri
"Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 (UUJN) merupakan penyempurnaan undang-undang peninggalan jaman kolonial dan unifikasi sebagian besar undang-undang yang mengatur mengenai kenotariatan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Pasal 1 UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan Pasal 15 ayat (2) huruf (g) menyatakan bahwa Notaris berwenang pula membuat akta risalah lelang yang berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHperdata merupakan Akta Otentik. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris (RUUJN) Nomor 30 Tahun 2004 menyiratkan perubahan yang meliputi ketentuan tentang persyaratan dan kewajiban Notaris serta menghilangkan pasal tentang tugas dan kewenangan Notaris terutama berkaitan dengan pembuat akta pada bidang pertanahan dan pembuatan Akta Risalah Lelang.
Perubahan yang diusulkan dalam RUUJN terutama tentang hilangnya kewenangan Notaris membuat Akta Risalah Lelang menarik untuk penulis bahas karena hilangnya pasal tersebut sedikit banyak mengundang persepsi bahwa RUUJN mempersempit ruang lingkup kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum yang mana diketahui bahwa Akta Risalah Lelang adalah Akta Otentik dan Notaris berwenang untuk membuatnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba meneliti dari berbagai sumber serta melakukan wawancara dengan narasumber yang berkompeten di bidang lelang dan kenotariatan dan juga dengan informan untuk mengetahui bagaimana dampaknya RUUJN bagi kewenangan Notaris.
Kesimpulan yang penulis dapatkan, untuk membuat Akta Risalah Lelang harus terlebih dahulu menjadi Pejabat Lelang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dalam Pasal 8 disebutkan bahwa Pejabat Lelang hanya terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I dan II tidak disebutkan secara spesifik seorang Notaris adalah Pejabat Lelang dan berhak membuat Akta Risalah Lelang, sehingga terdapat disharmonisasi antara Pasal 15 ayat (2) huruf (g) dengan Pasal 8 PMK. Namun dihilangkannya pasal dalam RUUJN tersebut tidak serta merta membuat Notaris kehilangan kesempatan untuk menjadi Pejabat Lelang dan tidak berhak membuat Akta Risalah Lelang, kewenangan tersebut tetap ada selama Notaris memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditentukan dalam perundang-undangan untuk diangkat menjadi Pejabat Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf (a) RUUJN.

The Notary Act No. 30 of 2004 (UUJN) is a refinement and a unification of most of the colonial laws governing the notary which is no longer compatible with the development of laws and the needs of the community. In Indonesia, UUJN Article 1 states that the notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and Article 15 paragraph (2) letter (g) states that the Notary is also authorized to make auction deeds namely "Risalah Lelang" which under the provisions of Article 1868 Civil Code is an authentic deeds.
Draft Law on Amendments to the Notary Act No. 30 of 2004 (RUUJN) implies changes that include on the requirements and obligations of Notaries and removes provision on the duties and authorities of the Notary primarily with regard deeds in relation to lands and auction. The proposed changes of RUUJN especially about removal of authority on auction deeds and this thesis is focussed on this matter. I’m interested in, analyzing the removal of the article on auction deeds which removes notary’s authorities to write auction deeds because it may narrow the scope of authorities of the notary. By using juridical normative research methods, I examined this matter from various sources and did some interviews to determine the impact of RUUJN to Notary authorities.
I conclude that, as stipulated in the Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 on Implementation Guidelines of Auction, Article 8 states that, auction deeds divided into first class auctioneer and second class auctioneer. This article does not specifically mention that notary is an auctioneer and automatically entitle’s to make auction deeds. So, there is disharmony between Article 15 paragraph (2) letter (g) UUJN with Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010. However, the omission of the article in the RUUJN does not necessarily make the loss of the opportunity of notary to become an auctioneer and the lost of the authority to write auction deeds. The authorities remain as long as meet the terms and conditions specified in the law to be appointed as auctioneer as stipulated in article 3 letter (a) RUUJN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurike Goldania
"Masyarakat dalam menjalankan kegiatan membutuhkan peran Notaris dalam hal membuat akta otentik yang berfungsi untuk memberikan kepastian hokum agar hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat akta dapat terpenuhi, terutama terkait pembuktian dimuka hakim dalam pengadilan. Akta yang dibuat oleh Notaris harus berdasarkan kehendak dari para pihak, selanjutnya Notaris mengkonstantir keinginan para pihak kedalam suatu akta dengan berpedoman pada Undang-undang Jabatan Notaris nomor 30 tahun 2004. Dalam kasus yang dibahas penulis, Notaris dalam membuat akta melakukan penyimpangan, dimana akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat Notaris HS ditandatangani para pihak diluar wilayah jabatan notaris pada hari yang berbeda tanpa persetujuan salah satu pihak. Menurut penulis penyimpangan yang dilakukan oleh Notaris H.S telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam UUJN yang mengakibatkan akta yang dibuatnya menjadi akta dibawah tangan. Tidak terdapat kesepakatan salah satu pihak dalam akta perjanjian pengikatan jual beli tersebut juga mengakibatkan tidak dipenuhinya syarat subyektif di dalam perjanjian, sehingga akta dapat dibatalkan. Pihak yang dirugikan dapat memintakan pembatalan melalui pengadilan. Akibat dari dibatalkannya akta perjanjian pengikatan jual beli oleh pengadilan maka akan kembali kekeadaan semula."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srihani Prasetyowati
"Dalam setiap perkawinan yang dilakukan apabila memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasti akan ada harta campur atau harta bersama dalam perkawinan kecuali diperjanjikan lain sebelum perkawinan dilangsungkan dengan membuat suatu perjanjian kawin. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dalam hal ini selaku pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat bukti akta otentik berupa akta dalam hal adanya suatu peralihan terhadap suatu harta tak bergerak khususnya tanah dan bangunan, akan menghadapi banyak kendala dalam pembuatan suatu akta peralihan terhadap harta bersama. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut untuk bersikap pragmatis serta dengan tingkat keakuratan yang tinggi dalam memeriksa setiap dokumen ataupun harus menyelidiki dengan baik posisi pihak-pihak yang terkait yang akan melaksanakan peralihan terhadap objek tanah tersebut. Selain itu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus memberikan penyuluhan hukum, menganalisa dan meneliti data yang diterima, menyatakan dengan tegas persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dan menentukan bentuk surat persetujuannya, karena gugatan secara perdata maupun tuntutan secara pidana tidak dapat dikesampingkan jika terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam rangka membuat suatu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap objek harta tak bergerak sebagaimana dimaksud diatas. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Julie Sandyarini
"Salah satu ukuran keberhasilan pemerintah dalam mendorong sekaligus memperoleh manfaat dari peranan dunia usaha bagi pertumbuhan ekonomi nasional adalah seberapa tinggi keberhasilannya dalam membina, menunjang perkembangan dan melindungi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Permasalahan yang timbul adalah bagaimana Pemerintah memberikan perlindungan terhadap posisi hukum UKM serta bagaimana Notaris dapat berperan dalam mewujudkan otentisitas perjanjian baik perjanjian antar UKM maupun dengan Usaha Menengah dan Besar dan saran-saran apakah yang penting untuk diberikan untuk itu.
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisa peraturan perundang-undangan dan buku-buku didukung oleh data primer, sekunder serta observasi dan wawancara yang hasilnya sebagaimana dituliskan pada tesis ini.
Hasilnya, dapat memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dengan perangkat peraturan-peraturan dan kebijakan pemerintah sebagai pendukungnya merupakan perangkat hukum untuk melindungi dan membina UKM yang intinya memberikan kewajiban, wewenang dan tanggungjawab bagi Pemerintah, Usaha Sesar dan Masyarakat untuk memberikan dukungan dan pembinaan kepada UKM sedangkan Notaris memiliki kewajiban moral untuk membantu UKM dalam membuat perjanjian-perjanjian untuk kepentingan bisnis mereka dengan memberikan nasihat-nasihat sekaligus melindungi kepentingan UKM antara lain tentang keabsahan, komitmen para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian, mencegah adanya klausul klausul yang dapat merugikan bagi usaha kecil dalam perjanjian kemitraan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>