Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chusnul Chotimah
"Dampak pandemi Covid-19 yang belum pernah di prediksi sebelumnya, menuntut perusahaan mengembangkan kapasitas adaptif mereka agar mampu bertahan. Sifat industri yang masih tradisional membuat dampak yang dialami sektor konstruksi menjadi berbeda dan unik, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara di bidang jasa konstruksi. Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, Badan Usaha Milik Negara dituntut untuk meningkatkan kapabilitas inovasinya agar tetap mampu beradaptasi dengan kondisi, di samping tetap memberikan kontribusi sebagai bagian dari kewajibannya terhadap negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kapabilitas inovasi yang dimiliki perusahaan dan bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan kinerja perusahaan. Penelitian dilakukan menggunakan qualitative content analysis dengan menggabungkan hasil wawancara dan telaah pustaka. Temuan mengungkapkan bahwa PT XYZ sebagai Badan Usaha Milik Negara di bidang jasa konstruksi memiliki ketiga dimensi kapabilitas inovasi, yaitu: fokus-pelanggan, fokus-pemasaran, dan fokus teknologi. Kehadiran kapabilitas inovasi yang berfokus pada pelanggan menjadikan perusahaan memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia. Berikutnya, adanya kapabilitas inovasi yang berfokus pada pemasaran yang dimiliki mampu melahirkan program pemasaran inovatif yaitu creative financing. Pada kapabilitas inovasi fokus-teknologi, mampu membuat perusahaan menjawab tantangan teknologi yang ada melalui hasil konstruksi khususnya pada proses design and build maupun build-operation-transfer yang lebih mutakhir dibandingkan dengan pesaingnya. Ketiga kapabilitas inovasi yang dimiliki tersebut memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan kinerja perusahaan yang diukur melalui ROA, ROS, dan ROE. Dalam praktiknya perusahaan perlu agile dan adaptif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang terjadi agar dapat lebih memahami perubahan kebutuhan pelanggannya. Pemerintah juga perlu berpartisipasi dalam menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif khususnya antar Badan Usaha Milik Negara, agar dapat mendorong pulihnya industri jasa konstruksi yang terdampak akibat pandemi.

The Covid-19 pandemic impact that was previously unpredicted required companies to develop their adaptive capacity to survive. The traditional-still industry natures in construction sector made the impact felt different and unique, especially for State-Owned Enterprises in that sector. Having a role in national economic development, State-Owned Enterprises are required to improve their innovation capabilities to be able to adapt to conditions, while continue contributing as part of their obligations to the country. This research aims to find out what innovation capabilities a company has and analyze its impacts on the company performances. The analysis was carried out using qualitative content analysis by combining the results of interviews and literature reviews. The findings shows that PT XYZ as a State-Owned Enterprise in the field of construction services has three dimensions of innovation capability, namely: client-focus, marketing-focus, and technology-focus. The presence of the client-focused innovation capabilities enabled the company to achieve an award from the Indonesian Record Museum. In addition, the existence of marketing-focused innovation capabilities brings in new innovative marketing program called creative financing. The technology-focused innovation capabilities have made the company able to respond to the existing technological challenges through construction activities, especially through design and build process or build-operation-transfer process which is more up to date compared to its competitors. These three innovation capabilities have a positive impact on the company's performance growth, measured by ROA, ROS, and ROE. Finally, companies need to be agile and adaptive against changes that occur in business environments to better understand their customers changing needs. The government also need to participate in creating conducive business environments, especially between State-Owned Enterprises, so that it can encourage the recovery especially for the construction service industry which has been affected by the pandemic."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcus Subakat
"ABSTRAK
Bank merupakan usaha jasa keuangan disamping bergantung pada kepercayaan masyarakat atau nasabah juga tergantung pada kemampuan dari manajemen dalam mengelola bisnisnya. Keduanya saling mempengaruhi terhadap perkembangan usaha perbankan.
Manajemen Bank harus mampu mengambil kebijaksanaan yang tepat dalam upaya pengembangan bisnis dan sekaligus menjaga kepercayaan dari nasabah. Bank yang dikelola oleh manajemen yang profesional akan lebih meningkatkan kepercayaan para nasabahnya.
Terlebih pada era globalisasi dewasa ini, nasabah akan menuntut para manajemen bank untuk dapat mengambil dan melaksanakan kebijaksanaan yang tepat dan cepat namun penuh dengan kehati-hatian (prudent).
Dalam mengambil kebijakan, manajemen bank harus mempertimbangkan banyak aspek, sehingga kebijakan yang diterapkan dapat menghasilkan seperti apa yang diharapkan. Untuk itu diperlukan informasi yang cepat dan tepat serta akurat khususnya mengenai kondisi keuangan bank yang dikelolanya, agar manajemen dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan perusahaan untuk dipakai sebagai dasar dalam penetapan kebijakan untuk pengembangan dan memperbaiki kinerja bank.
Informasi yang diperlukan mengenai kondisi keuangan bank akan tercermin pada laporan keuangan yang pada umumnya disajikan secara konsolidasi. Laporan konsolidasi tersebut diperlukan baik oleh manajemen, nasabah bank (balk nasabah deposan maupun nasabah pemberi pinjaman) maupun pihak institusi. Namun untuk keperluan manajemen bank, informasi dari laporan keuangan konsolidasi saja tidak cukup karena tidak terinci menurut pelaku pasar yang ada, sehingga tidak dapat teridentifikasi secara jelas kegiatan masing-masing segmen pasar. Sementara itu setiap segmen pasar mempunyai karakteristik yang berbeda dan diperlukan kebijakan yang berbeda pula. Agar manajemen dapat memperoleh gambaran secara jelas mengenai kinerja masing-masing segmen maka disamping laporan keuangan konsolidasi, juga diperlukan laporan keuangan yang terpisah menurut unit bisnis, sehingga informasi yang diperoleh lebih rinci dan tepat.
Dengan disusunnya laporan keuangan menurut unit bisnis, manajemen dapat melakukan analisis yang lebih mendalam dengan berbagai rasio keuangan yang ada, sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam pengendalian likuiditas, pengendalian biaya bunga, biaya overhead dan sebagainya. Dengan kebijakan yang tepat, bank dapat meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi persaingan pasar global yang semakin tajam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Rasdiana
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis kinerja karyawan pada PT. Excelcomindo Pratama, Jakarta. Menurut Rummler dan Brache dalam sistim organisasi terdapat tiga variabel yang akan menentukan kinerja karyawan yaitu sasaran kerja, disain kerja dan pengelolaan kerja di mana pengelolaan kerja terdiri komponen spesifikasi kinerja, dukungan terhadap kerja, konsekuensi, umpan balik , pengetahun dan ketrampilan, dan kapabilitas individu.
Populasi pada penelitian ini adalah karyawan PT. Excelcomindo Pratama pada tiga departemen yang melakukan penjualan, yaitu departemen Corporate Sales, Retail Operations & OTA - Direct Sales dan Regional Sales Operations - Indirect Sales dengan jumlah karyawan 144 orang. Sampel ditetapkan melalui teknik pengambilan sampel purposif (purposive sampling) sebanyak 61 orang, yaitu hanya pada karyawan yang bertanggung jawab untuk melakukan penjualan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner teitutup yang terdiri dari 11 bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan yang berkaitan dengan sosio-demografi sebanyak 6 butir pertanyaan. Bagian kedua, pertanyaan yang berkaitan dengan sasaran kerja (X1) berjumlah 8 butir pertanyaan. Bagian ketiga, pertanyaan yang berkaitan dengan disian kerja (X2) berjumlah 7 butir pertanyaan. Bagian keempat adalah pertanyaan yang berkaitan dengan spesifikasi kinerja (X3) berjumlah 6 butir pertanyaan. Bagian kelima adalah pertanyaan yang berkaitan dengan dukungan terhadap kerja (X4) berjumlah 5 butir pertanyaan Bagian keenam adalah pertanyaan yang berkaitan dengan konsekuensi kerja (X5) berjumlah 6 butir pertanyaan Bagian ketujuh adalah pertanyaan yang berkaitan dengan umpan balik (X6) berjumlah 11 butir pertanyaan Bagian kedelapan adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan persuasive dan pengaruh did (X7) berjumlah 10 butir pertanyaan Bagian kesembilan adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan bernegosiasi (X8) berjumlah 7 butir pertanyaan. Bagian kesepuluh adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi dan menjalin hubungan (X9) berjumlah 6 butir pertanyaan Akhirnya, bagian kesebelas adalah pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dan presentasi (X10) berjumlah 11 butir pertanyaan Untuk variabel terikat yaitu kinerja karyawan (Y) merupakan hasil penilaian kerja tengah tahunan.
Pengolahan dan analisis data menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 10.0. Untuk mengetahui kecenderungan beberapa variabel sosio demografi dengan kinerja karyawan digunakan tabulasi silang (crosstab), sedangkan untuk menguji hubungan (korelasi) antara sasaran kerja, disain kerja, spesifikasi kinerja, dukungan terhadap kerja, konsekuensi kerja, umpak balik, kemampaun persuasive dan pengaruh diri, kemampuan bemegosiasi, kemampuan bersosialisasi dan menjalin hubungan, kemampuan berkomunikasi dan presentasi digunakan korelasi tingkat Spearman.
Hasil penelitian dengan menggunakan korelasi tingkat Spearman menunjukkan hubungan antara sasaran kerja (XI) dengan kinerja karyawan (Y) diperoleh nilai rs = 0,881. Hasil analisis korelasi antara variabel disain kerja (X2) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai r5-0,891. Hasil analisis korelasi antara variabel spesifikasi kinerja (X3) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai rs=0,837. Hasil analisis korelasi antara variabel dukungan terhadap kerja (Xa) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai rs 0,892. Hasil analisis korelasi antara variabel konsekuensi kerja (X5) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai r5=0,883. Hasil analisis korelasi antara variabel umpan balik (X6) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai r5~,885. Hasil analisis korelasi antara variabel kemampuan ersuasive dan pengaruh din (X7) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai r=0,728. Hasil analisis korelasi antara variabel kemampuan bemegosiasi (Xs) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai 1-= 0,281. Hasil .analisis korelasi antara variabel bersosialisasi dan menjalin hubungan (X9) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai 1-50,318. Hasil analisis korelasi antara variabel berkomunikasi dan presentasi (Xto) dengan variabel kinerja karyawan (Y) memperoleh nilai r5 0,589.
Dengan demikian hubungan (korelasi) yang paling signifikan antara penerapan variabel-variabel dad sistim kinerja (human performance system) terhadap kinerja karyawan adalah variabel sasaran kerja, disain kerja, spesifikasi kinerja, dukungan kerja, konsekuensi kerja, umpan balik dan variabel kemampuan persuasive dan pengaruh dari Variabel-variabel kemampuan bersosialisasi dan menjalin hubungan dan variabel berkomunikasi dan presentasi mempunyai hubungan yang cukup signifikan terhadap kinerja karyawan. Sementara variabel bernegosiasi tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap kinerja karyawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Djembar Muhammad
"PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) adalah salah satu BUMN yang sejak tahun 1995 telah berhasil masuk ke dalam pasar persaingan melalui penerapan program privatisasi dengan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat (go public), baik di bursa saham domestik maupun internasional. Penerapan kebijaksanaan privatisasi PT Telkom di antaranya dimaksudkan untuk menghimpun dana masyarakat agar diperoleh dana segar dalam memenuhi pembiayaan investasi dan modal kerja Telkom.
Selain melakukan penjualan saham, Telkom sebagai perusahaan publik juga melaksanakan Kerjasama Operasi (KSO) dan kegiatan Pola Bagi Hasii (PBH) dengan sejumlah Mitra Telkom. Kerjasama ini dilakukan guna mempercepat pembangunan di bidang telekomuniasi, melalui penyediaan infrastruktur jaringan telekomunikasi domestik, termasuk dukungan manajerial, operasional dan tenaga ahli, khususnya dalam rangka perluasan jangkauan sekaligus perbaikan kualitas pelayanan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja PT. Telkom setelah dilaksanakannya penjualan saham kepada publik dan pola-pola kerjasama dimaksud, dengan menggunakan pengukuran kinerja Balanced Scorecard (Kaplan, Norton, 1996), yang tidak hanya mengukur kinerja aspek keuangan saja, melainkan juga aspek non-keuangan yang meliputi aspek proses bisnis internal, aspek pelanggan dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan. Pendekatan tersebut dilakukan, mengingat pengukuran kinerja perusahaan publik seperti Telkom selama ini hanya dilihat dari kinerja keuangan saja, dengan mendasarkan pada evaluasi terhadap Rentabilitas, Likuiditas dan Solvabilitas (RLS) sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor .740/KMK.OO/1989 jo. Keputusan Nomor 826/KMK.013/1992 tentang Efisiensi dan Produktivitas BUMN.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis dan dengan menetapkan 18 komponen analisis, dimana masing-masing komponen memiliki skor tersendiri berdasarkan skala Likert. Lokasi penelitian adalah Kantor Pusat PT. Telkom Bandung dan Divisi Regional II Telkom Jakarta, sedangkan sampel dipilih dari pelanggan telepon kategori bisnis dan resindensial yang berada di lingkungan Kandatel Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara berdasarkan quota sampling, serta hasilnya dianalisis secara kualitatif.
Dari seluruh komponen yang dianalisis, diperoleh hasil total skor 71, atau dengan bobot sebesar 3,97. Angka tersebut menunjukkan bahwa kinerja PT. Telkom dalam kurun waktu 4 tahun terakhir secara umum dapat dinyatakan dalam kondisi hampir baik, kecuali kinerja aspek keuangan yang melemah sebagai dampak krisis moneter, yang diikuti pula dengan menurunnya nilai jual saham di bursa internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Djunggu H.
"PT Bursa efek Jakarta sebagai fasilitator perdagangan efek melakukan kegiatan berbasis teknologi mempunyai peran yang penting dan strategis didalam upaya pengumpulan dana dan peningkatan investasi di dalam negeri. Sebagai sebagai SRO (Self Regulatory Organization) harus dapat membangun kinerja yang tinggi dan mampu meningkatkan transparansi, menciptakan dan menyediakan sistem atas produk dan jasa yang lebih kompetitif, dan mampu mengoptimalkan potensi lokal serta mengambil keuntungan dari reposisi internasional.
Kegiatan yang spesifik dan bursa efek dan dilatar belakangi dengan sistem informasi dan sistem perdagangan saham yang difasilitasi oleh perusahaan sangat bersinggungan dengan tehnologi informasi yang canggih seperti sistem pencatatan saham dengan sistem pencatatan dua pagan, dan pengembangan sistem bursa khususnya sistem perdagangan saham dengan scnpless trading ( perdagangan tanpa warkat) yang mengintegrasikan kliring, penyelesaian dan depositors dan pengembangan sistem perdagangan yang menggunakan jaringan perdagangan jarak jauh (Remote Trading) dimana dengan sistem ini memungkinkan para pialang dapat melakukan transaksi dimanapun sehingga dengan sistem ini diharapkan bursa menjadi lebih efisien baik dari segi biaya maupun kecepatan penetrasi pasar. Banyak hal lain yang pada masa mendatang sesuai dengan tuntutan pasar global menuntut bursa efek agar mampu melakukan fungsi pelayanan di bidang perdagangan saham serta derivatifnya menuntut suatu pengelolaan yang memerlukan sumber daya manusia khusunya di bursa efek yang profesional dan yang berkompetensi.
Melihat jumlah dan komposisi karyawan PT Bursa Efek Jakarta pada saat ini sejumlah 325 karyawan termasuk karyawan tidak tetap dengan kualifikasi pendidikan formal pada jenjang tingkat SD sampai dengan SMA 43,2%, tingkat akademik 53,3% maka kualitas sumber daya manusia merupakan masalah bagi kinerja PT BEJ di masa depan mengingat perannya yang cukup strategis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik berupa analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi sebagai alat intepretasi variabel dan uji petik satu pihak sebagai alat uji signifikansi sampel terhadap populasi. Selanjutnya dengan macam data yang interval korelasi antar variabel dianalisis dengan tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan Tabel r-product untuk mengetahui hubungan pengaruh antar variabel yang menyebabkan fenomena ranking variabel tersebut terjadi. Dan hubungan antar strata dianalisis dengan menggunakan metode Chi-Square.
Dari hasil penelitian atas faktor Pemahaman Peran (Role Perception). Kemampuan (Ability), Motivasi (Motivation), Kesempatan Untuk Meningkatkan Kinerja (Opportunity to Perform) dan Usaha (Effort) yang mempengaruhi variabel knerja karyawan, terdapat dua puluh satu elemen variabel yang dominan memberikan persepsi yang perlu ditingkatkan karena menempati posisi paling rendah berdasarkan nilai yang dihipotesiskan masing-masing variabel Kemampuan, Motivasi, Pemahaman Peran dan Usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Soesilowaty
"Salah satu upaya peningkatan kinerja pegawai yang dapat dilakukan melalui peningkatan kompetensi dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan baik teknis maupun manajerial serta peningkatan motivasi, yang pada akhirnya secara keseluruhan diharapkan akan mampu memberikan perubahan sikap ke arah positif, yang merupakan permasalahan pokok dalam upaya peningkatan kinerja pegawai.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kecenderungan belum optimalnya kinerja Aparatur pada Direktorat Kerjasama Regional, Departemen Perdagangan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Penyebabnya antara lain: latar belakang pendidikan, disiplin dan tanggung jawab pegawai yang relatif masih rendah.
Tujuan penelitian ini untuk 1.) Melihat hubungan antara faktor kompetensi dengan kinerja dan 2.) Melihat hubungan antara faktor kepemimpinan dengan kinerja. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan deskriptif analitik, di mana teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, untuk selanjutnya dianalisis dengan teknik korelasi Spearman dengan menggunakan program statistik (SPSS 12.0 for windows).
Populasi pada penelitian ini berada di lingkungan Direktorat Kerjasama Regional, Departemen Perdagangan, berjumlah 36 orang pegawai. OIeh karena jumlah populasinya kecil maka semua populasi dijadikan sampel (metode sensus). Jadi, sampel pengukuran dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Direktorat Kerjasarna Regional. Departemen Perdagangan yang berjumlah 36 orang pegawai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk hubungan antara faktor kompetensi dengan kinerja memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan kinerja (r=0,734), dan untuk hubungan faktor kepemimpinan dengan kinerja memiliki korelasi positif dan signifikan dengan kinerja (r= 0,635).
Kompetensi dan kepemimpinan memiliki hubungan yang positif dan kuat terhadap kinerja, semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dan semakin kuat arahan serta pembinaan pemimpin pada pegawai, maka semakin tinggi kinerja. Sebaliknya, semakin menurun kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dan semakin kurang arahan dan pembinaan pimpinan, maka semakin rendah kinerjanya. Hal ini berarti bahwa kompetensi dan kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja.

One of the efforts to improve the work performance of the employee which can be carried out through the competency improvement can be implemented through the improvement of knowledge and skill both technically and managerially as well as the improvement of motivation, which those are eventually supposed to be able to give the change into the positive behavior as whole, that becomes the main problem in the effort to improve the work performance of the employee.
This research has the background of the apparatus work performance that tends to be not optimal yet at the Directorate General of Regional Cooperation, Department of Commerce, in carrying out its main duty and function. The causal factors among others are the educational background, the discipline and responsibility of the employee which is relatively still low.
Objectives of this research are to 1) Find the relationship between the competency factor and work performance and 2) Find the relationship between the leadership factor and work performance. This research utilizes the quantitative research method with the analytic descriptive, which the data collecting method is carried out by distributing the questionnaire to be analyzed with the Spearman correlation technique by utilizing the statistic program (SPSS 12.0 for windows).
Population in this research is in the scope of the Directorate General of Regional Cooperation, Department of Commerce, which consist of 36 employees. Since the population is small, then all population become the sample (census method). So, the measurement sample in this research is all employees of the Directorate General of Regional Cooperation, Department of Commerce with 36 persons.
Results of the research show that the relationship between the competency factor and work performance has a positive and significant correlation with the work performance (r= 0,734), and the relationship between the leadership factor and work performance has a positive and significant correlation with the work performance (r= 0,635).
Competency and leadership has the positive and strong relationship toward the work performance, the higher competency the employee has, the stronger leaders direction and guidance the employee has, the higher work performance he/she shows. On the contrary, the lower competency the employee has and the weaker leader's direction and guidance the employee has the lower work performance she/he shows. It means that the competency and leadership can affect the work performance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setyanto
"Secara umum ada anggapan bahwa krisis moneter yang bermula dari depresiasi rupiah yang tajam akan menghancurkan sistem perbankan, melalui exposure valuta asing, suku bunga tinggi dan tidak bergeraknya sektor riil. Penelitian ini mencoba melihat mengenai dampak krisis moneter terhadap dunia perbankan. Namun karena krisis moneter aspeknya terlalu luas dan relatif sulit dikuantifisir, maka untuk menyederhanakan penelitian, dicoba melalui perbandingan rata-rata kinerja salah satu bank swasta nasional devisa, yakni PT. Bank Kesawan baik sebelum maupun sesudah krisis moneter.
Dengan keterbatasan data yang ada (1994-98), rata-rata kinerja PT. Bank Kesawan berdasar model EAGLES bila dilakukan pengujian secara statistik (uji t) menunjukkan bahwa, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja (total) sebelum dan sesudah krisis moneter. Atau dengan perkataan lain, krisis moneter tidak berpengaruh terhadap kinerja PT. Bank Kesawan. Perbedaan yang signifikan hanya terjadi secara parsial pada indikator kinerja yang berkaitan dengan modal, seperti CAR ( Capital Adequacy Ratio) dan RMI ( Ratio Modal Inti ).
Penyebab dari masih tangguhnya PT. Bank Kesawan dalam menghadapi krisis diduga akibat oleh faktor : (I) adanya tambahan setoran modal dari pemilik/pemegang saham (2) adanya kebijakan uang ketat yang menjadikan pasar suku bunga tinggi, sehingga bank dapat menyiasati sebagai sarana penempatan dana yang relatif aman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Interbank Call Money (3) peningkatan perolehan dari aktivitas fee based income dari hasil transaksi devisalvaluta asing mampu mengkompensir tipisnya net interest margin dari kegiatan perkreditan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Wahyudi
"Sebuah bagian penting dari tata kelola TI melibatkan perancangan dan penerapan struktur dan kontrol untuk mengukur kehandalan kinerja TI dan memberikan value kepada para pemangku kepentingan bisnis baik internal maupun eksternal. Nilai bisnis strategis, seperti yang diharapkan oleh eksekutif, seringkali mencakup pengukuran keuangan dan tindakan lainnya berdasarkan value yang diinginkan stakeholder. Banyak inisiatif tata kelola memanfaatkan teknik balance scorecard, mengukur seluruh kinerja TI pada satu set dimensi yang berbeda seperti pencapaian tujuan bisnis, kepuasan pengguna, keunggulan operasional, dan dukungan untuk pembelajaran dan pertumbuhan.
COBIT 5 menyediakan kerangka kerja yang komprehensif yang membantu perusahaan dalam mencapai tujuan mereka untuk tata kelola dan manajemen perusahaan IT. Secara sederhana, hal ini membantu perusahaan menciptakan nilai yang optimal dari TI dengan menjaga keseimbangan antara menyadari manfaat dan mengoptimalkan tingkat risiko dan penggunaan sumber daya. COBIT 5 memungkinkan TI untuk diatur dan dikelola secara holistik untuk seluruh perusahaan, bertanggung jawab mengatur bisnis secara penuh (end-to-end) termasuk bidang fungsional TI, dan menyadari kepentingan yang berhubungan dengan TI dari pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. COBIT 5 sangat berguna dan generic bagi perusahaan-perusahaan dari semua ukuran, baik yang komersial maupun non-profit atau di sektor publik.

A critical part of IT governance involves designing and implementing structures and controls for measuring IT performance reliably and in terms that are valueble to the business and external stakeholders. Often, qualitative measurements are easily available, but governance efforts are likely to gain more buy-in f governance costs and benefits can be quantified. Strategic business value, as viewed by executives, often includes financial measurements and other measures of stakeholder value. Many governance initiatives make use of balance scorecard technique, measuring over all IT performance on a set of different dimensions such as achievement of business goals, user satisfactions, operational excellence, and support for learning and growth.
COBIT 5 provides a comprehensive framework that assists enterprises in achieving their objectives for the governance and management of enterprise IT. Simply stated, it helps enterprises create optimal value from IT by maintaining a balance between realising benefits and optimising risk levels and resource use. COBIT 5 enables IT to be governed and managed in a holistic manner for the entire enterprise, taking in the full end-to-end business and IT functional areas of responsibility, considering the IT-related interests of internal and external stakeholders. COBIT 5 is generic and useful for enterprises of all sizes, whether commercial, not-for-profit or in the public sector.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Wijaya
"Pemerintah melalui SK Menteri Keuangan No. 826/KMK.013/1992 telah menetapkan cara melakukan pengukuran tingkat kesehatan BUMN, menurut Keputusan Menteri Keuangan ini kinerja BUMN hanya diukur berdasarkan indikator keuangan saja yaitu berdasarkan rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan tiga indikator tambahan lainnya. Penilaian kinerja dengan cara seperti ini dinilai oleh kalangan BUMN termasuk PT (Persero) JIEP dianggap sangat memberatkan karena BUMN selain ditugaskan mencara laba juga mengemban tugas sebagai agen pembangunan. Guna memberikan dasar pengukuran kinerja yang lebih memadai, penulis menerapkan pendekatan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja PT (Persero) JIEP. Pendekatan ini mengukur kinerja perusahaan bukan hanya dari aspek keuangan saja melainkan pula dari aspek non keuangan. Aspek non keuangan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : aspek pertumbuhan dan pembelajaran, aspek proses bisnis internal dan aspek pelanggan. Penelitian mengenai pengukuran kinerja PT (Persero) JIEP ini dilakukan secara deskriptif analitis untuk mendeskripsikan bagaimana mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard dan bagaimana pula cara pengukuran menurut SK Menteri Keuangan No. 826/KMK.013/1992 serta menganalisis faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya dimasa yang akan datang. Dari hasil penelitan diketahui bahwa tingkat kesehatan PT (Persero) JIEP dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard adalah berada dalam kondisi Baik dengan total skor 74 dengan perincian sebagai berikut : kinerja pertumbuhan dan pembelajaran perusahaan pada saat ini berada dalam kondisi baik dengan total skor 22 sedangkan kinerja proses bisnis internal perusahaan pada saat ini berada dalam kondisi baik dengan total skor 12 dan kinerja pelanggan berada dalam kondisi baik dengan total skor 11 serta kinerja yang terakhir adalah kinerja keuangan perusahaan berada dalam kondisi sehat sekali dengan total skor 29 dan bobot nilai berdasarkan keputusan Menkeu sebesar 164,57. Untuk lebih meningkatkan kinerjanya dimasa mendatang PT (Persero) JIEP harus lebih meningkatkan kinerja khususnya pada aspek tingkat kepuasan pegawai, peningkatan sistem informasi perusahaan, peningkatan layanan purna jual dan kualitas layanan perusahaan harus lebih ditingkatkan lagi khususnya untuk penanganan masalah banjir di lingkungan kawasan, keamanan dan ketertiban, kebersihan dan kemacetan serta secara rutin melakukan evaluasi untuk mengukur kinerjanya untuk setiap aspeknya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri. S. Sunoko
"Berkembangnya teknologi transportasi menyebabkan angkutan kereta api menjadi tulang punggung pergerakan orang di banyak negara maju, justru kereta api di Indonesia semakin menurun keperkasaannya karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari sisi cakupan jaringan pelayanan, panjang jalur kereta api justru menurun bila dibandingkan dengan awal keberadaannya, hal yang sama dialami pada sisi kualitas dan kapasitas pelayanan.
Sejak kehadirannya hanya satu institusi yang melaksanakan penyediaan jasa kereta api yang dikenal sekarang dengan PT. (Persero) Kereta Api. PT. KA bukan tanpa masalah, banyak hal yang menghadang perjalanan usahanya. Secara prinsip, PT. KA menghadapi dua kelompok besar masalah yang mempengaruhi kinerjanya yaitu faktor eksternal dan internal. Namun bahasan penelitian ini akan memfokuskan lebih lanjut pada faktor internal manajemen yang dianggap relatif lebih mudah dikendalikan (aspek terkendali).
Berdasarkan data tahun 1996 hingga tahun 2001, laba usaha menunjukkan merugi kecuali pada tahun 1999. Sarana dan prasarana operasi banyak yang tua dan secara teknis memprihatinkan, padahal jumlah penumpang justru meningkat. Dalam 3 tahun terakhir ini tercatat 884 kecelakaan, sedangkan dari aspek ketepatan waktu juga masih jauh dari harapan. Keadaan yang paling memprihatinkan adalah menyangkut SDM yang didominasi pegawai dengan tingkat pendidikan SD/SLTP (66%). Oleh karena itulah, kualitas pelayanannya banyak mendapat sorotan dan kritikan. Sungguh ironis, PT. KA yang memonopoli pelayanan angkutan kereta api, hingga saat ini belum dapat menunjukkan kinerjanya yang baik.
Untuk dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi PT.KA, maka aspek kinerja yang perlu ditelaah adalah aspek pengelolaan keuangan, kompetensi SDM, pengelolaan operasional dan kepuasan pelanggan (pengguna jasa). Dari hasil analisis menggunakan AHP, faktor keuangan ditemukan sebagai faktor dominan yang dapat berfungsi sebagai leverage (pengungkit) terhadap faktor kinerja lainnya yang kemudian dikaji dengan menggunakan metode Sistem Dinamis dibantu dengan model persamaan Power Sim. Setelah dilakukan proses validasi model, tahap selanjutnya dilakukan uji sensitivitas dan hasil yang dicapai menyatakan bahwa aspek in-efisiensi merupakan faktor yang paling signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan laba usaha.
Dari temuan-temuan sebagaimana uraian di atas, penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa berdasarkan hasil analisis dengan bantuan literatur-literatur terkait yang dipertajam dengan pisau analisis AHP dan Sistem Dinamis, mampu mwngungkap kelemahan-kelemahan kinerja PT. KA selama ini yaitu:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang menentukan kinerja adalah faktor keuangan, operasional, sumber daya manusia dan kepuasan pelanggan (pengguna jasa). Data selama 5 tahun terakhir menunjukan: kondisi laba usaha merugi sejak tahun 1996 -2001 kecuali tahun 1999, operasi kereta (khususnya kelas ekonomi) tidak memadai, tingkat kecelakaan cukup tinggi, kompetensi SDM memprihatinkan dan pelayanan menurun dibandingkan dengan tahun 1939.
b. Posisi manajemen dan operasional PT. KA selama ini belum menerapkan prinsip-prinsip good coorporate governance visi, misi dan tujuan organisasi belum akuntabel, komitmen manajeman dan karyawan belum selaras, belum membudaya profesionalisme dan kepentingan pengguna jasa dan proses internal bisnis antar divisi belum berjalan secara sinergi.
c. Model pengukuran yang mampu mewujudkan unsur-unsur pokok kinerja adalah metode AHP mengungkap bahwa kinerja keuangan merupakan faktor dominan, hasil metode Sistem Dinamis menyatakan bahwa faktor in-efesiensi pemanfaatan aset merupakan faktor signifikan untuk mengungkit labs usaha.
d. Pilihan kebijakan terbaik untuk mencapai optimalisasi kinerja adalah skenario moderat dan skenario optimistik (dramatik)
Untuk mengembangkan PT. KA, maka disarankan skenario kedepan sebagai berikut:
a. Bila resources terbatas, ditempuh Skenario Madera' sebagai strategi jangka pendek dengan upaya melakukan transparansi, konsolidasi berjenjang, efisiensi di segala lini (aspek keuangan, SDM, Pelayanan dan Operasi), adaptasi terhadap perubahan masa depan, mengaplikasikan konsep kontrak terprogram dan terukur dengan efisiensi tinggi oleh setiap Divisi SBU.
b. Bila resources memungkinkan, ditempuh Skenario optimistik sebagai strategi jangka panjang dengan upaya melakukan program restrukturisasi organisasi sehingga PT. KA akan diarahkan untuk operasional sarana, sedangkan Badan Usaha baru akan menangani operasional prasarana secara terpisah."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>