Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Qonitah Faridah Pranadisti
"Studi literatur ini bertujuan untuk menggali studi sebelumnya yang berkaitan dengan strategi koping yang digunakan oleh pekerja white collar dalam menghadapi stres kerja. Pendekatan sistematik dipakai dalam telaah literatur ini. Terdapat empat Database yang dipakai meliputi PubMed, Google Scholar, EBSCO, and Wiley Online Library, melibatkan penggunaan istilah pencarian seperti koping, strategi koping, white collar, pekerja kantor, dan stres. Pencarian dilakukan pada Juni 2020 hingga Juli 2020. Total terdapat 11 artikel yang dimasukkan dalam ulasan dan kemudian dinilai kualitasnya. Hasil penelitian menemukan enam dari penelitian yang dikaji adalah kuantitatif, empat adalah kualitatif, dan 1 dicampur. Tiga strategi koping utama yang digunakan oleh pekerja kerah putih adalah: (1) fokus emosi, (2) fokus masalah, dan (3) penghindaran. Kesimpulan studi yang dikaji menunjukkan bahwa pekerja white collar yang menggunakan strategi koping lebih dari satu dapat menghadapi stres kerja dengan lebih baik.

The aim of this literature study was to discover prior studies relating to coping strategies used by white collar worker in order to encounter work stress. A systematic approach was adopted for the literature review. The databases searched included PubMed, Google Scholar, EBSCO, and Wiley Online Library, involving the use of search terms such as coping, strategies coping, white collar, office worker, and stress. The search was conducted in June 2020-July 2020. In total, 11 published papers were included in the review and were subsequently assessed for quality. The result of the study shows six of the reviewed studies were quantitative, four were qualitative, and 1 was mixed. Three major coping strategies used by white collar worker were: (1) emotion-focused, (2) problem-focused, and (3) avoidance. The conclusion of the studies reviewed shows that white collar workers who use more than one coping strategiesare better to encounter their work stress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Devi Indriastuty
"Selama pandemik, tenaga kesehatan mempunyai peran penting untuk memberikan pelayanan kesehatan. Akibat tingginya kasus Covid-19 dapat menambah beban kerja serta risiko tertular mereka yang berakibat tidak hanya memberikan dampak fisik namun juga kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stressor, persepsi terhadap stressor, coping yang digunakan, gejala yang dirasakan, dan hasil dari coping. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain rapid assessment procedures. Teori yang digunakan adalah teori Lazarus. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam pada 5 orang informan utama dan 2 orang informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama pandemik Covid-19 pada tenaga kesehatan terdapat sumber stres (stressor) dari internal dan eksternal. Sebagian besar tenaga kesehatan mempersepsikan bahwa stressor menjadi hambatan. Sedangkan informan lainnya menyatakan stressor tidak menjadi hambatan justru menjadi tantangan. Sebagian besar informan mempersepsikan mampu mengatasi atau mengurangi stressor. Mereka juga merasa mendapat dukungan sosial dari keluarga, orang tua, dan rekan kerjanya. Berbagai macam gejala stres yang muncul berupa perubahan secara psikologis meliputi semangat untuk produktif berkurang, susah tidur, merasa jenuh, dan mudah marah. Sedangkan perubahan secara fisiologis meliputi gejala maag atau asam lambung meningkat, kelelahan, menggigil, dan banyak makan. Sebagian besar informan cenderung menggunakan Emotion Focused Coping dimana setelah melakukan coping tenaga kesehatan merasakan perasaan yang positif.

During the pandemic, health workers have an important role in providing health services. Due to the high number of Covid-19 cases, it certainly adds to both the workload and the risk of contracting the disease among them. This was not only had a physical impact but also impact on mental health. This study aims to identify stressors, perception of stressors, coping strategies used to deal with stressors, symptoms felt by health workers, and outcomes of coping in health workers. This study used a qualitative method and a rapid assessment procedures design. The theory used was the theory of Lazarus. Data were collected through in-depth interview among 5 main informants and 2 key informants. This study found that there were internal and external stressors during the Covid-19 pandemic among the health workers. The majority of the health workers perceived that stressors are obstacles while some other informants perceived them neither as obstacle nor a threat, but as a challenge. Most of the informants perceived that they are able to overcome or reduce stressors. They also felt that they have social support from their family, parents, and coworkers. Various kinds of stress symptoms that appeared in the form of psychological changes include reduced enthusiasm for productivity, difficulty sleeping, feeling bored, and irritated. Meanwhile, physiological changes include symptoms of ulcers or increased stomach acid, fatigue, chills, and eating a lot. Most of the informants tend to use Emotion Focused Coping which after doing so, they felt positive feelings."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Sari
"Respon inhibisi merupakan salah satu komponen dari fungsi eksekutif yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya respon inhibisi, individu mampu untuk mengendalikan tingkah laku yang kurang sesuai dengan situasi dan sebagai gantinya memunculkan tingkah laku yang lebih adaptif terhadap situasi tersebut. Stres sebagai hal yang sering ditemui setiap hari menjadi salah satu faktor yang memengaruhi respon inhibisi. Stres terjadi saat hubungan antara individu dengan lingkungannya tidak seimbang, dan individu menilai ketidakseimbangan tersebut membebani atau melebihi kapasitas dirinya sehingga mengganggu kesejahteraan psikologis individu. Penelitian-penelitian terdahulu masih menyatakan hasil yang tidak konsisten dan berbeda terkait pengukuran pengaruh stres terhadap respon inhibisi.
Pada penelitian eksperimental ini, peneliti ingin menguji seberapa jauh stres akut dapat memengaruhi respon inhibisi, efek strategi coping adaptif terhadap respon inhibisi, dan juga peran strategi coping adaptif sebagai moderator. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang berusia 18-25 tahun. Stop-Signal Task digunakan untuk mengukur respon inhibisi pada individu yang telah terpapar oleh stres akut menggunakan Computerized Paced Auditory Serial Addition Task PASAT-C n=38 dan yang tidak terpapar stres akut n=38. Tingkat coping adaptif sebagai moderator diukur menggunakan skala adaptif dari Brief COPE pada seluruh partisipan.
Analisis statistik menggunakan Analysis of Covariance ANCOVA dengan desain 2x2 factorial ANCOVA. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 1 stres akut tidak memengaruhi respon inhibisi, 2 strategi coping adaptif tidak memengaruhi respon inhibisi, dan 3 strategi coping adaptif tidak memoderasi pengaruh stress akut terhadap respon inhibisi, setelah mengontrol perbedaan jenis kelamin dan tingkat stres kronik.

Response inhibition as a component of executive function plays a very important role in humans 39 everyday life. It allows people to inhibit inappropriate behaviors, and thus behave more adaptively in the environment. Past studies suggest that stress that is experienced daily can affect response inhibition, but have not reached a consensus about the direction of the effect. That is, while some studies suggest a facilitating effect of stress on response inhibition, other studies found the opposite.
This experimental study aimed to examine the effect of acute stress on response inhibition, as well as the possible moderating effect of adaptive coping on the effect of stress on response inhibition. Participants are university students aged 18 25 years old. A total of 76 participants were randomly assigned to either experiment n 38 or control group n 38. In order to induce acute stress in the experiment group, the Computerized Paced Auditory Serial Addition Task PASAT C was used. Stop Signal Task was used to measure response inhibition in both groups. Participants adaptive coping level was assessed using the adaptive scale of Brief COPE.
2x2 factorial ANCOVA design was used as statistic analysis. Results showed that neither acute stress nor adaptive coping affect response inhibition. It was also found that adaptive coping did not moderate the effect of acute stress on response inhibition even after controlling for sex and chronic stress level.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Rachmawati
"Luka kanker merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker, tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan fisik, luka kanker juga menyebabkan ketidaknyamanan psikologis: stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengidenfikasi hubungan stres dengan strategi koping pada pasien dengan luka kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional, pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah 73 responden (pasien dengan luka kanker). Sebanyak 73 pasien kanker diwawancarai dengan menggunakan Questionnaire on Stress in Cancer Patient untuk mengukur stres dan Brief COPE untuk mengukur strategi koping, kemudian dianalisis dengan uji t-independen.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden yang menggunakan strategi emotion-focused coping memiliki rata-rata skor stres lebih tinggi dari pada responden yang menggunakan strategi problem-focused koping Ada perbedaan skor stres yang bermakna antara responden yang menggunakan strategi problem-focused coping dan responden yang menggunakan emotion-focused coping. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian lanjutan tentang aspek psikologis pada pasien dengan luka kanker.

Malignant wound is one of the complications that often occur on cancer patients, not only cause physical discomfort, cancer wound also cause psychological discomfort: stress. This study aims to idenfying stress relation between coping strategies on patient with cancer wound in Hospital of Dharmais. This research was quantitative with cross-sectional design, sampling used purposive sampling with 73 respondents (patients with malignant wound). Total of 73 malignant cancer patients were interviewed using Questionnaire on Stress in Cancer Patient to measure stress and Brief COPE to measure coping strategies, then analyzed by independent t-test.
Results of this study found that respondents who used the strategy of emotion-focused coping had an higher average score of stress than respondents who used the strategy of problem-focused coping. There were significantly differences in stress score between respondents who used the strategy of problem-focused coping and respondents who use emotion-focused coping. The study recommends the need for further research on the psychological aspects in patients with malignant wound.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S62949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Novia Ujiaryani
"Pekerja anak dapat dikatakan telah menjadi masalah sosial yang serius, yang dihadapi tidak hanya oleh Indonesia saja, tapi juga banyak negara lainnya di dunia, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengatasi masalah ini.
Hasil dari beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja anak tersebut mengandung risiko fisik dan psikologis yang dapat merugikan perkembangan mereka Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran stres pada pekerja anak perempuan dan perilaku coping para pekeija anak perempuan tersebut untuk mengatasi stres yang mereka hadapi. Oleh karena stres dan perilaku coping merupakan sesuatu yang bersifat individual, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengambilan sampel kasus tipikal. Dengan demikian, kasus yang diambil adalah kasus yang dianggap mewakili kelompok normal dari fenomena yang diteliti. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan selama wawancara berlansung, data kontrol, alat perekam, dan alat tulis.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa keempat subyek dalam penelitian ini mengalami stres. Sedangkan reaksi yang timbul dan taraf yang dirasakan berbeda-beda Demikian pula perilaku caping yang ditampilkan.
Disarankan untuk meneliti kembali para pekerja anak dengan usia, latar belakang pekerjaan, dan jenis kelamin yang berbeda Sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih baik menganai stres dan perilaku coping mereka."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Dian Larasati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keberfungsian keluarga dan coping stres pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun pertama. Sebanyak 315 responden mengisi kuesioner alat ukur keberfungsian keluarga (FACES-II dan Family Communication Scale) dan coping stres (Brief COPE). Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki keberfungsian keluarga yang cukup baik dan coping stres yang cukup adaptif. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keberfungsian keluarga dan coping stres (r = .133, p < .05).

The aim of this research was to examine the relationship between family functioning and coping stress among Universitas Indonesia’s first-year college students. A total of 315 respondents complete questionnaires on family functioning (FACES-II and Family Communication Scale) and coping stress (Brief COPE). In this research, the result points out that the respondents have moderate family functioning and moderately adaptive coping stress. The result of this research also indicates a positive and significant relationship between family functioning and coping stress (r = .133, p < .05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Prasetio
"Berkembangnya dunia Kepolisian dari waktu-kewaktu baik secara organisasi maupun personil dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam kehidupan masyarakat (Rianto, 1999). Apalagi ditambah dengan berpisahnya Polri dari ABRI, membuat tugas dan tanggung jawab Polri semakin berat. Sehingga Polri harus mampu menjadi ujung tombak dalam menegakkan hukum (Djamin, 2001).
Kepolisian merupakan suatu lembaga yang bertugas menjaga keamanan negara dan menegakkan hukum yang terdiri dari lima fungsi teknis kepolisisan, diantaranya adalah fungsi Sabhara (Samapta Bhayangkara), fungsi Lantas (Lalu Lintas), fungsi Bimmas (Bimbingan Masyarakat), fungsi Reserse dan fungsi Inteligen. Kelima fungsi ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kesatuan yang sangat diperlukan untuk membangun polisi yang ideal. (Wangsa, 1994).
Yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah fungsi Sabhara, karena tugas Sabhara adalah melaksanakan fungsi kepolisian yang bersifat preventif atau pencegahan, menangkal segala bentuk pelanggaran dan tindak kriminalitas serta melaksanakan tindakan represif tahap pertama terhadap segala bentuk pelanggaran dan tindak kejahatan dan ketertiban masyarakat, melindungi keselamatan orang, benda dan masyarakat serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat (Wangsa, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber stres fisiologis merupakan sumber stres yang paling menonjol dan paling potensial sebagai penyebab timbulnya stres pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menangani aksi unjuk rasa di Jakarta. Sumber stres psikologis merupakan faktor yang mempunyai banyak peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan stres, tetapi potensi untuk menyebabkan stres tidak saekuat sumber stres fisiologis. Namun demikian sumber stres psikologis tetap lebih potensial menimbulkan stres dibandingkan sumber stres dari keluarga, stresor lingkungan, dalam diri serta komunitas dan pekerjaan.
Menurut Carver (1989), sebagian besar stresor individu dapat menampilkan lebih dari satu strategi coping. Namun demikian, dalam keadaan tertentu salah satu strategi cenderung mendominasi, baik itu Problem-Focused Coping, Emotion-Fokused Coping, atau Maladaptive Coping. Keadaan ini juga berlaku pada anggota Sabhara Polda Metro Jaya dalam menengani aksi unjuk rasa di Jakarta. Anggota Sabhara yang bertugas di Polda Metro Jaya menggunakan ketiga strategi coping yang ada untuk mengatasi stres, namun Emotion-Focused Coping yang lebihbanyak digunakan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Dwi Ariyanti
"ABSTRAK
Masa perpindahan dari SD ke SMP umumnya berkaitan dengan perubahan pada
lingkungan sekolah, aktifitas akademis, dan aktifitas sosial, perubahan-perubahan
tersebut dihadapi oleh siswa remaja awal bersamaan dengan perubahan yang
berasal dari dalam dirinya karena masa pubertas. Bagi kebanyakan siswa remaja
awal kondisi tersebut bisa menjadi pemicu munculnya stress (stressor). Dalam
menghadapi stress setiap siswa memiliki perbedaan karena disebabkan oleh
kemampuan coping yang dimilikinya dan dukungan sosial yang diterimanya.
Penelitian dilakukan pada partisipan sebanyak 106 orang yang berasal dari SMP N
2 Depok, dan memiliki karakteristik anak laki-laki maupun anak perempuan yang
sedang menjalani semester pertama sekolah. Seluruh partisipan diukur mengenai
pengalaman stress menggunakan Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, &
Mermelstein, 1983), pengalaman stressor menggunakan lembar checklist,
penggunaan strategi coping menggunakan Cope Scale (Carver, Scheier, &
Weintraub, 1989), dan dukungan sosial menggunakan Social Support
Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua partisipan mengalami stress namun pada tingkat yang berbeda-beda,
situasi khawatir dengan hasil raport jelek merupakan salah satu situasi yang
banyak dialami siswa sekaligus dianggap sebagai stressor, strategi coping terpusat
emosi sering digunakan oleh paling banyak partisipan, dan dukungan sosial yang
sangat sesuai ialah dari orang tua baik dalam bentuk instrumental maupun
emotional. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu seluruh pihak
yang terlibat dalam tumbuh kembang siswa remaja awal untuk bisa lebih
memahami pengalaman stress, stressor, strategi coping, serta dukungan sosial
pada siswa remaja awal di SMP.

ABSTRACT
The transition from elementary school to junior high school is generally
associated with changes in the school environment, academic activities, and social
activities, the changes faced by students in conjunction with the change that
comes from within him or her because of the onset of puberty. For most students
these conditions could trigger the emergence of stress (stressors). In the face of
stress every student has a different because their own capability of coping and
social support their received. Participants totaled 106 people from SMP N 2
Depok, and has the characteristics of boys and girls who are undergoing the first
semester of school. All participants were measured on experience of stress using
the Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, & Mermelstein, 1983), the
experience of stressor using a checklist sheet, the use of coping strategies using
the Cope Scale (Carver, Scheier, & Weintraub, 1989), and social support using
Social Support Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). The results
showed that all participants experienced stress but on a different level, the
situation concerned with the results of bad report cards is one of the situations
experienced by most students at once regarded as a stressor, coping strategies
centered emotions often used by most participants, and social support particularly
appropriate is from parents in the form of instrumental and emotional. From the
results of this research can help all parties involved in the development of early
adolescent students to better understand the experience of stress, stressors, coping
strategies, and social support on early adolescent students in junior high school."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anitasari Kusumawati
"PENDAHULUAN : Stres kerja merupakan hal yang berisiko bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Salah satu yang merupakan penyebab stres kerja adalah perundungan di tempat kerja. Pertama kali dijelaskan oleh Leymann pada tahun 1984, perundungan di tempat kerja terus dilaporkan di berbagai negara.Perundungan merupakan suatu media penghubung yang kuat antara stres dengan kesehatan fisik pekerja, pada kerah biru maupun kerah putih. Di Indonesia, belum terdapat prevalensi maupun studi maupun penelitian lebih lanjut terhadap faktor perundungan sebagai faktor signifikan yang menyebabkan stres di tempat kerja.
TUJUAN : penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perundungan di tempat kerja terhadap stres kerja pada pekerja kerah putih dan kerah biru di perusahaan, sebagai strategi peningkatan produktivitas dengan optimalisasi manajemen stres pada pekerja.
METODE : Penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang dengan menggunakan kuesioner perundungan Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) dan Perceived Stres Scale – 10 (PSS-10) sebagai pengukur tingkat stres pekerja. Tingkat perundungan juga dihubungkan dengan faktor risiko stres lainnya seperti, jenis pekerja (kerah biru dan kerah putih), jenis kelamin, usia, status pernikahan, gaji, komunikasi, dan beban kerja.
HASIL PENELITIAN : Sebanyak 409 pekerja pabrik garmen di Indonesia menjadi responden, dengan rerata tingkat stress 12,3 (±6,17) berdasar skala PSS-10 dan 23,3 (±2,39) angka perundungan menurut NAQ-R. Intimidation bullying merupakan jenis perundungan yang paling sering ditemukan. Perundungan berhubungan kuat dengan tingkat stres, gaji, dan faktor komunikasi pekerja. Persepsi Stress memiliki hubungan signifikan dengan kategori komunikasi dan gaji.
KESIMPULAN  Perundungan di tempat kerja memiliki hubungan terhadap stres kerja pada pekerja, baik kelompok pekerja kerah putih dan kerah biru. Komunikasi yang kurang baik dan gaji yang lebih rendah juga memiliki hubungan dengan perundungan di tempat kerja.

INTRODUCTION: Work stress is a risk to worker’s safety and health. One of the causes of work stress is bullying in the workplace. First described by Leymann in 1984, workplace bullying continues to be reported in various countries.Bullying has a strong correlation between stress and the physical health of workers, both "blue collar" and “white collar” workers. In Indonesia, there has been no prevalence or further studies or research on bullying as a significant factor that causes stress in the workplace.
AIM: This research aims to analyze the relationship between workplace bullying and work stress in white-collar and blue-collar workers in companies, as a strategy to increase productivity by optimizing stress management in workers.
METHODS: This research is an analytic cross-sectional study using the Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) bullying questionnaire and Perceived Stress Scale – 10 (PSS-10) as a measure of workers' stress levels. The level of bullying is compared to other stress risk factors such as type of worker (blue collar and white collar), gender, age, marital status, salary, communication and workload.
RESULTS: A total of 409 garment factory workers in Indonesia were respondents, with an average stress level of 12.3 (±6.17) based on the PSS-10 scale and 23.3 (±2.39) level of bullying according to NAQ-R. Intimidation bullying is the most common type of bullying. Bullying is strongly related to workers' stress levels, wages, and communication factors. Perceived Stress had a significant relationship with communication categories and wages.
CONCLUSION: Bullying in the workplace is related to work stress in workers, both white collar and blue collar workers. Poor communication and lower pay are also linked to workplace bullying.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Nova M.
"Stres mengakibatkan masalah pada kondisi fisik dan kesehatan psikologis pekerja, bahkan dapat membuat produktivitas pekerja menurun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi perjalanan ke tempat kerja yang tidak kondusif dapat memicu terjadinya stres. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres kerja dan jenis mekanisme koping pada pekerja, dan melihat hubungannya dengan karakteristik pekerja yang menggunakan jasa Kereta Listrik dari Bogor-Jakarta setiap hari. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan sampel kelompok pekerja sebesar 106 orang yang dipilih dengan teknik quota sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (56,6%) mengalami stres kerja dalam tingkat sedang dan memiliki distribusi frekuensi yang hampir sama antara pekerja yang memiliki mekanisme koping adaptif (50,9%) dan maladaptif (49.1%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat penghasilan pekerja (p=0,006) dan lama menjadi pekerja (p=0.006) memiliki hubungan dengan tingkat stres kerja dan status pernikahan pekerja (p=0,022) memiliki hubungan dengan mekanisme koping.

Stress effected physical and psychological problems of workers health, even decreasing worker productivity. Several studies have shown that the un-conducive journey to workplace lead to stress. This study aims to describe stress levels, types of coping mechanism, and both relationship with characteristic’s workers who use the services of Electric Trains at Bogor-Jakarta route every day. This study used cross-sectional design, using a sample group by 106 people that chosen by quota sampling technique.
The results showed that majority of workers (56.6%) experiencing moderate levels of stress work, and have nearly the same frequency distribution among workers who have adaptive coping mechanisms (50.9%) and maladaptive (49.1%). The results also showed that the level of labor income (p = 0.006) and duration become a worker (p = 0.006) had a relationship with the level of work stress, and marital status of workers (p = 0.022) had a relationship with coping mechanisms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>