Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176985 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Rista Machdalena
"Lansia seringkali mengalami imobilisasi, terutama lansia yang mengalami perawatan di rumah sakit. Konsekuensi negative dari imobilisasi yang menjalani perawatan di rumah sakit adalah penuruanan dalam melakukan aktivitas, dan memperburuk kondisi kognitifnya. penelitian dengan menggunakan desain cross sectional dangan purposive sampel dengan dengan melibatkan 61 responden lansia. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara status mobilisasi dengan status fungsional. Status mobilisasi dan status nutrisi juga berperan besar mempengaruhi status fungsional individu lansia. Oleh karena itu, diperlukan adanya diagnosis dini terhadap status mobilisasi dan status nutrisi untuk mencegah menurunnya kemampuan status fungsional lansia sehingga kualitas hidup lansia selama dirawat di rumah sakit meningkat. Selain itu, tersusunnya program mobilisasi secara teratur dan simultan akan meningkatkan kemampuan fungsional lansia selama dirawat di rumah sakit.

The elderly are frequently immobilized, especially the elderly who experience hospitalization. The negative consequences of immobilization during hospitalization are a decrease in activity, and a decrease in cognitive condition. The study used a cross-sectional design with a purposive sample by involving 61 elderly respondents. The results showed a significant relationship between mobilization status and functional status. Mobilization status and nutritional status also have a major role in influencing the functional status of elderly individuals. Based on this, early diagnosis of mobilization status and nutritional status is needed to prevent the decline in the ability of the functional status of the elderly so that the quality of life of the elderly during hospitalization increases. In summary, the establishment of a regular and simultaneous mobilization program will improve the functional ability of the elderly during hospitalization."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit , 2009
618.97 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Widyasari
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus kepada upaya janda adi yuswa cerai mati pengidap penyakit degeneratif dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang tanpa mereka sadari mengalami berbagai marginalisasi dari program kegiatan yang terlihat netral ender.. Perjuangan yang dialami keempat janda adi yuswa yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini juga pengalaman dari delapan caregiver serta subjek pendukung yang menjadi supporting system dari para janda adi yuswa ini serta dua subjek pendukung dari institusi yang menjadi pelaksana kegiatan JKN. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi-terstruktur, wawancara mendalam, observasi lapangan serta data sekunder, kemudian dianalisis dengan menggunakan teori feminis sosialis baru, serta teori tindakan Robert K. Merton. Hasil penelitian yaitu kebijakan yang terlihat netral jender ternyata secara filosofis sangat patriarkis, karena didasari pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Janda adi yuswa sebagai pemegang kartu tambahan JKN dalam kacamata BPJS kesehatan secara statistik adalah laki-laki seperti alamarhum suaminya. Suara dan kebutuhan spesifik mereka dianggap tidak berbeda dengan kebutuhan laki-laki, kondisi ini mengakibatkan para janda ini mengalami marginalisasi secara ekonomi baik, diperparah dengan minimnya akses informasi dan rendahnya tingkat pendidikan membuat janda adi yuswamakin tidak berdaya dalam posisinya sebagai penerima manfaat jaring pengaman kesehatan. Kata Kunci: Janda Adi yuswa, Jaminan Kesehatan Nasional, penyakit degeneratif, dan Pelayanan kesehatan.

ABSTRACT
This study focuses widow who suffered from degenerative diseases in obtaining health services unwittingly experiencing various acts of marginalization of the program activities are neutral gender. The struggle experienced by four elderly widow who becomes primary source in the study also eight subject as caregiver of the elderly widows. Method of data collection is semi structured interviews, field observations, in depth interviews and secondary data, which are then analyzed using the theory of the new Socialist feminist theory, gender sociology recently about the health status of women as well as action theory by Robert Merton. The neutral gender visibility policies such as health safety net proved philosophically are patriarchy Elderly widow as additional card from JKN in the perspective of JKN statistically are men like her late husband. Voices and their specific needs are considered same to men 39 s needs, these conditions result economically marginalize for widows, This condition compounded by lack of access to information and low levels of education. Keywords Elderly widow, national health coverage, degenerative diseases and health services"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Unggul
"Proses penuaan mengakibatkan lansia rentan mengalami penyakit degeneratif, kondisi ini mengharuskan lansia menjalani perawatan di rumah sakit dan membutuhkan dukungan keluarga untuk meningkatkan status kesehatan. Penelitian ini untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga pada lansia diruang rawat inap gedung A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dengan desain deskriptif yang melibatkan 89 keluarga pendamping lansia selama perawatan dirumah sakit sebagai responden dan dipilih secara consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan rerata usia lansia yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 60-69 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan rerata usia keluarga yang mendampingi lansia saat menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah 18- 40 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan 52,8% responden memberikan dukungan keluarga yang baik. Penelitian ini diharapkan keluarga dapat meningkatkan dukungan keluarga pada lansia yang menjalani perawatan dirumah sakit.

The aging process results in the elderly susceptible to degenerative diseases, these conditions require the elderly undergoing treatment at the hospital and needed family support to improve health status. This research aims to describe the family support to the elderly inpatient building A RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, descriptive design involving 89 elderly family companion during hospitalization as a respondent and selected by consecutive sampling.
Results showed the mean age of the elderly undergoing treatment at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo is 60-69 years with female sex and mean age of the family who accompany the elderly while undergoing treatment at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo is 18- 40 years with female sex and 52.8% of the respondents gave a good family support. This research is expected to families can increase family support for the elderly undergoing treatment in hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69770
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Julianto
"Deskripsi Lama Tinggal Dan Depresi Dalam Perawatan Terus Menerus Lansia Di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Perubahan kondisi fisik lansia itu menjalani perawatan panjang di Rumah Sakit bisa menjadi faktor penyebab depresi, di mana depresi dapat mengganggu kegiatan sehari-hari para lansia, kualitas hidup, dan menjadi prediktor kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan deskripsi dari lama perawatan orang tua yang dirawat di rumah sakit dan untuk mengetahui mereka skor depresi selama perawatan. Sampel dalam penelitian ini adalah individu di atas usia 60 yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mampu berkomunikasi dengan baik secara lisan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan prospektif desain kohort dan menggunakan metode purposive sampling dalam pengumpulan data yang melibatkan 32 Orang tua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama perawatan lansia lebih panjang dari standar yang ditetapkan, skor skrining depresi pada lansia meningkat pada akhir perawatan dibandingkan dengan awal pengobatan, dan karakteristik responden mempengaruhi lama perawatan dan depresi skor skrining. Penelitian ini diharapkan menjadi data awal atau tambahan informasi untuk pengembangan penelitian di bidang keperawatan gerontik dan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kompetensi dan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan komprehensif.

Description of Length of Stay and Depression in the Continuous Care of the Elderly at the RSUPN Cipto Mangunkusumo. Changes in the physical condition of the elderly undergoing lengthy treatment in a hospital can be a factor in causing depression, where depression can interfere with the daily activities of the elderly, quality of life, and be a predictor of death. The purpose of this study is to determine the description from the old care of parents who were hospitalized and to find out them depression score during treatment. The sample in this study is the individuals above age 60 who underwent treatment at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo and capable communicate well verbally. This type of research is descriptive with prospective cohort design and using purposive sampling method in data collection involving 32 Parents. The results of this study indicate that the average length of treatment the elderly are longer than the standard set, depression screening scores in the elderly increase at the end of treatment compared to the beginning of treatment, and Respondent characteristics affect length of stay and depression screening score. This research is expected to be preliminary or additional data information for the development of research in the field of nursing and gerontik evaluation materials in improving the competence and role of nurses in providing comprehensive nursing care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina
"Latar belakang: Pneumonia adalah salah satu masalah kesehatan utama pada geriatri. Proses penuaan sistem organ dan faktor komorbid banyak berperan pada peningkatan morbiditas dan mortalitas pneumonia pada pasien geriatri sehingga menyebabkan tingginya biaya pengobatan penyakit tersebut. Salah satu biaya yang menyerap besar anggaran rumah sakit adalah biaya antibiotik. Tingginya biaya penggunaan antibotik untuk pneumonia komunitas menyebabkan perlunya dilakukan analisis farmakoekonomi. Cost effectiveness adalah salah satu metode analisis farmakoekonomi.
Tujuan: Menilai cost effectiveness tata laksana pneumonia komunitas pada geriatri.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif pada pasien geriatri rawat inap dengan pneumonia komunitas di RSCM periode 1 Januari 2012-31 Maret 2016. Analisis cost effectiveness digunakan untuk analisis farmakoekonomi yang membandingkan biaya (cost) dengan hasil luaran klinis sembuh (effectiveness).
Hasil: Sebanyak 104 pasien geriatri dengan pneumonia komunitas dirawat di RSCM dianalisis cost effectiveness dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu: kombinasi seftriakson azitromisin (n=38), kombinasi sefotaksim azitromisin (n=23), monoterapi meropenem (n=22), kombinasi meropenem levofloksasin (n=13), dan monoterapi sefepim (n=8). Kesembuhan tertinggi pada monoterapi sefepim (100%), kombinasi sefotaksim azitromisin (95,7%), dan kombinasi seftriakson azitromisin (92,1%). Kematian tertinggi pada kombinasi meropenem levofloksasin (46,2%) dan monoterapi meropenem (36,4%). Penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok besar. Kelompok 1 terdiri dari kombinasi seftriakson azitromisin dan kombinasi sefotaksim azitromisin. Kelompok 2 terdiri dari kombinasi meropenem levofloksasin, monoterapi meropenem dan monoterapi sefepim. Nilai ACER (Average Cost Effectiveness Ratio) pada kombinasi seftriakson azitromisin Rp285.097,- dan monoterapi sefepim memiliki nilai ACER Rp 1.747.356,-. Pada nilai ICER (Intremental Cost Effectivenees Ratio), penggunaan kombinasi seftriakson azitromisin memberikan selisih penambahan harga sebesar Rp 31.756,- untuk setiap selisih penambahan 1% kesembuhan dibandingkan dengan kombinasi sefotaksim azitromisin. Penggunaan monoterapi sefepim memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp 58.124,- untuk setiap selisih penambahan 1% kesembuhan dibandingkan dengan monoterapi meropenem. Penggunaan monoterapi sefepim memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp 83.918,- untuk setiap selisih penambahan 1% kesembuhan dibandingkan dengan kombinasi meropenem levofloksasin. Penggunaan meropenem memberikan selisih penurunan harga sebesar Rp 179.724,- untuk setiap selisih penambahan 1% kesembuhan dibandingkan dengan kombinasi meropenem levofloksasin untuk terapi pneumonia komunitas pada geriatri.
Kesimpulan: Kedua rejimen antibiotik kombinasi seftriakson azitromisin dan kombinasi sefotaksim azitromisin memiliki cost effectiveness yang sama untuk terapi pneumonia komunitas pada geriatri. Monoterapi sefepim memiliki cost effectiveness lebih tinggi dibandingkan monoterapi meropenem dan kombinasi meropenem levofloksasin untuk terapi pneumonia komunitas pada geriatri.

Background: Pneumonia is one of the major health problems in elderly. The aging process of organ systems and many comorbid factors contribute to increase the morbidity and mortality of pneumonia in geriatric patients, causing high costs of the treatment, mainly the cost of antibiotic. The high cost of antibiotic used for community pneumonia creates need for pharmacoeconomics analysis. Cost effectiveness analysis is one of the method for doing pharmacoeconomics analysis.
Objective: To analyze the cost effectiveness of antibiotic uses on community pneumonia in elderly.
Method: This study was conducted retrospectively in hospitalized geriatric patients with community pneumonia in RSCM for period of 1 January 2012-31 March 2016. The cost effectiveness analysis method was used to analyze pharmacoeconomics by comparing the expense (cost) with clinically cured patients (effectiveness).
Result: A total of 104 geriatric patients with community pneumonia treated in RSCM were analyzed by using cost effectiveness method. They were classified into 5 groups: combination of azithromycin ceftriaxone+azithromycin (n=23), combination of cefotaxime+azithromycin (n=38), meropenem monotherapy (n=22), combination of meropenem+levofloxacin (n=13), and cefepime monotherapy (n=8). The highest percentage of recovery was found in cefepime monotherapy (100%), followed by combination of cefotaxime+azithromycin (95.7%) and combination of ceftriaxone+azithromycin (92.1%). The highest percentage of mortality was observed in the combination of meropenem+ levofloxacin (46.2%), followed by meropenem monotherapy (36.4%). This research is divided into two large groups. Group 1 consisted of combination of ceftriaxone+azithromycin and combination of cefotaxime+azithromycin. Group 2 consisted of combination of meropenem+levofloxacin, meropenem monotherapy and cefepime monotherapy .The Average Cost Effectiveness Ratio of combination ceftriaxone+azithromycin is Rp 285.097,-while the ACER of cefepime monotherapy is Rp 1.747.356,-. The Intremental Cost Effectivenees Ratio of combination of ceftriaxone+azithromycin is Rp 31.756,- for each 1% increment of recovery when compared to combination of cefotaxime+azithromycin. The use of cefepime monotherapy provides reduction of Rp 58.124, - for each 1% additional of recovery compared to meropenem monotherapy. The use of cefepime monotherapy provides reduction of Rp 83.918,- for each 1% additional of recovery compared to combination of meropenem+levofloxacin. The use of meropenem provides reduction of Rp 179.724,- for each 1% additional of recovery compared to combination of meropenem+levofloxacin for treatment of community pneumonia in elderly.
Conclusions: Both of two regimen azithromycin+ceftriaxone and cefotaxime+azithromycin got the same cost of effectiveness for the treatment of community pneumonia in elderly. Cefepime monotherapy has higher cost effectiveness than meropenem monotherapy and combination of meropenem+levofloxacin for treatment of community pneumonia in elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Idayanti Palgunadi
"ASBTRAK
Instalasi Rawat Inap A (IRNA A) adalah salah satu unit rawat gabung di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan sistem pelayanan terpadu dengan kapasitas 374 tempat tidur. Pada saat ini ada 2 (dua) jenis pelayanan farmasi di IRNA A meliputi : manajemen pemerintah (350 tempat tidur) dan manajemen swasta (24 tempat tidur). Dengan adanya dua prosedur pelayanan farmasi yang berbeda di dalam IRNA A, secara teoritis tentunya dapat menimbulkan berbagai masalah baik dalam pelaksanaan pelayanan maupun pendapatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan prosedur pelayanan obat dan alat kesebatan di IRNA A, mengkaji perbedaan prosedur yang berlaku baik terhadap kualitas pelayanan maupun pendapatan., serta kendalalhambatan dalam melaksanakan prosudur pelayanan obat dan alat kesehatan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode telaah kasus dengan pendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan data primer yaitu observasi di depo farmasi dan wawancara langsung dengan pejabat sruktural dan fungsional., dan data sekunder diperoleh dengan cara survey di lapangan dan dari data penunjang lainnya. Sebagai unit analisa adalah resep IRNA A lantai 6 dan lantai 7 pada bulan Januari 1996. Dan data yang diperoleh dihitung masing-masing prosentase variabel penelitian ( bentuk instruksi, jumlah instruksi, jenis instruksi, alur penyediaan, alur pengadaan, alur distribusi). Di samping itu dengan menggunakan program Billing Farmasi diperoleh data pemakaian serta biaya obat dan alat kesehatan yang merupakan target income IRNA A.
Penelitian ini meyimpulkan bahwa : Pelayanan farmasi dasar baik di IRNA A lantai 6 maupun IRNA A Iantai 7 sudah berjalan sesuai SOP, efisiensi pemakaian obat dan alat kesehatan dasar IRNA A lantai 7 lebih tinggi dari IRNA A lantai 6. Pelayanan obat dan alat kesehatan non dasar di lantai 7 sudah berjalan sesuai SOP sehingga seluruh obat dan alat kesehatan di IRNA A lantai 7 pengadaan dan pendistribusiannya sudah melalui depo, sedangkan lantai 6 belum sepenuhnya mengikuti SOP, akibatnya petugas di depo farmasi lantai 6 sulit mendapatkan informasi tentang asal 1 sumber, jenis, jumlah maupun harga obat dan alat kesehatan yang digunakan, karena hanya 3,96 % penyediaan dan 36,44 % pendistribusian yang melalui depo farmasi.
Sebagai saran perlu modifikasi prosedur pelayanan obat dan alat kesehatan di IRNA A lantai 6, sehingga ada kemiripan dengan prosedur yang berlaku di IRNA A lantai 7 dengan mempertimbangkan adanya peluang dan hambatan kendala.
Daftar Pustaka : 22 (1980 - 1995)

ABSTRACT
IRNA A (Instalasi Rawat Inap A) is an integrated ward in Cipto Mangunkusumo Hospital with 374 bed-capacity. In providing health services, including pharmacy service, the ward implements two different management's : government-managed (350 beds) and private- managed (24 beds). It is assumed that implementing two different systems in one unit will rise problems, in terms of revenue and operational problems.
The purposes of the study were to review the implementation of pharmacy service in the above systems which include the effect of such systems in quality of service and revenue ; and to find out the obstacles. In the hope to enhance the role of Pharmacy Department in health service.
The method applied was analytical descriptive using primary data ; observation at satellites and interview with management officer and health professionals (physicians, pharmacist and nurses) ; and secondary data : total prescriptions at 6th and 7th floor in January 1996. Data was then analyzed in terms of type and number of prescription, and flow of procurement and distribution. In addition, the cost of medications was also calculated.
The result showed that pharmacy service for essential supplies both in 6th and 7th floor run well in accordance with Standard Operating Procedure (SOP). However, efficiency of the utilization of supplies in 7th floor was better than another. While for non essential supplies, SOP was fully performed in 7th floor, whereas only part of it in 6th floor. In 7th floor all medications were supplied and distributed by pharmacy satellite. Whereas in 6th floor only 3,96 %, and 36,4 % of it was supplied and distributed by pharmacy satellite, respectively.. By doing so, pharmacy workers in 6th floor were poorly-informed regarding the origin, quality and quantity of medications used.
It is suggested to modify the procedures of services in drugs and health supplies provision in 6th floor IRNA A so that to be similar to the one in 7th IRNA A.
Bibliography : 22 ( 1980 - 1995)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hildebrand Hanoch Victor
"Latar Belakang. Pneumonia nosokomial adalah infeksi paru yang terjadi setelah pasien dirawat di rumah sakit setelah lebih dari 48 jam, tanpa adanya tanda dari infeksi paru pada saat perawatan. Jika dibandingkan dengan individu usia muda, pada individu usia lanjut lebih sering didapatkan adanya penyakit infeksi yang bersumber dari komunitas dan nosokomial dengan hasil akhir yang lebih buruk. Penilaian domain Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) diharapkan dapat menjelaskan faktor yang berperan terhadap pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut.
Tujuan. Mengetahui proporsi pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengalami pneumonia nosokomial dan apakah domain P3G merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial.
Metode. Kohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien usia ≥ 60 tahun yang menjalani rawat inap dalam rentang waktu Januari-September 2019 di ruang rawat medis Ilmu Penyakit Dalam Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengambil data sekunder dari penelitian divisi geriatri. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap dengan usia ≥ 60 tahun yang mengalami pneumonia nosokomial. Pengolahan data menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0. 
Hasil. Dari 228 subjek, proporsi pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap adalah 31,14%. Rerata usia adalah 69 tahun dengan rentang usia subjek antara 60-89 tahun. Status nutrisi (RO 2,226, IK95% 1,027-4,827) dan status fungsional (RO 3,578, IK95% 1,398-9,161) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Simpulan. Proporsi pasien usia lanjut yang mengalami pneumonia nosokomial adalah 31,14%. Status nutrisi dan status fungsional merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Background. Nosocomial pneumonia is a lung infection that occurs after the patient is hospitalized for more than 48 hours, without any signs of pulmonary infection at the time of treatment. When compared with young individuals, elderly individuals are more likely to have community-sourced and nosocomial infections with worse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) domains are expected to explain the factors that contribute to nosocomial pneumonia in elderly patients.
Objective. To determine the proportion of elderly treated at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and experienced nosocomial pneumonia and whether the CGA domains influence nosocomial pneumonia.
Methods. A retrospective cohort by looking at the medical records of patients aged 60 years or older who were hospitalized in the medical ward of Geriatric Internal Medicine at Dr. Cipto Mangunkusomo National Central General Hospital in January-September 2019 and taking secondary data from the geriatric division research. The samples were taken from hospitalized patients aged 60 years or older who had nosocomial pneumonia. Data processing using the application of Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.
Result. From 228 subjects, the proportion of nosocomial pneumonia in elderly patients who were hospitalized was 31,14%. The mean age was 69 years with the subject's age range between 60-89 years. Nutritional status (OR 2.226, CI 95% 1.027-4.827) and functional status (OR 3.578, 95% CI 1.398-9.161) are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
Conclusion. The proportion of elderly patients with nosocomial pneumonia was 31.14%. Nutritional status and functional status are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina
"Latar Belakang: Ileus pascaoperasi (IPO) terjadi pada 3 – 32% pascaoperasi abdomen mayor. Prevalensi IPO di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sendiri belum diketahui. Imbang cairan perioperatif berkontribusi terhadap kejadian IPO. Berbagai studi menunjukkan imbang cairan intra- dan pascaoperasi yang positif berhubungan dengan peningkatan risiko IPO, namun peran status hidrasi praoperasi belum diketahui. Pemeriksaan bioelectrical impedance vector analysis (BIVA) mulai digunakan untuk evaluasi status hidrasi, namun metode ini belum umum digunakan untuk evaluasi cairan perioperasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui insidensi IPO di RSCM, serta mengetahui hubungan antara IPO dengan status hidrasi praoperasi berdasarkan BIVA. Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang pada pasien yang menjalani laparotomi elektif di RSCM, Jakarta. Diambil karakteristik praoperasi berupa data demografis, antropometri, dan status hidrasi yang meliputi BIVA, osmolalitas serum, imbang cairan, dan rasio blood urea nitrogen/creatinine (rasio BUN/Cr); karakteristik intraoperasi yaitu imbang cairan intraoperasi, lama operasi, dan jumlah perdarahan; serta status hidrasi pascaoperasi yang dinilai pada hari kedua pascaoperasi. Dilakukan analisis hubungan IPO dengan status hidrasi praoperasi berdasarkan BIVA, yang dilanjutkan dengan analisis multivariat untuk menyingkirkan faktor perancu.
Hasil: Sebanyak 90 subjek menjalani laparotomi elektif untuk kasus digestif (37,8%), ginekologi (57,8%), urologi (2,2%), serta join digestif-vaskular dan digestif- ginekologi (2,2%). Status hiperhidrasi praoperasi berdasarkan BIVA didapatkan sebanyak 38,9% dan meningkat menjadi 74,4% pascaoperasi. Osmolalitas serum pra- dan pascaoperasi berada dalam rentang normal dan tidak menunjukkan perubahan yang bermakna, sedangkan imbang cairan dan rasio BUN/Cr meningkat bermakna pascaoperasi. Status hiperhidrasi praoperasi berhubungan bermakna dengan IPO (OR 3.386, 95%CI 1.319 – 8.601; p=0.009). Namun berdasarkan analisis multivariat, hanya jumlah perdarahan intraoperasi (> 500 mL) yang berhubungan dengan IPO (OR 7.95, 95% CI 1.41 – 44.78; p=0.019). Stratifikasi lebih lanjut menunjukkan status hiperhidrasi praoperasi meningkatkan risiko IPO pada subjek dengan jumlah perdarahan intraoperasi kurang dari 500 mL (OR 6.8, 95% CI 1.436 – 32.197; p =0.016). Kesimpulan: Status hidrasi praoperasi menentukan keluaran klinis pascaoperasi. Status hiperhidrasi praoperasi berdasarkan BIVA ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko IPO laparotomi, namun status hiperhidrasi praoperasi dapat dimodifikasi oleh jumlah perdarahan intraoperasi. Dibutuhkan studi lebih lanjut hubungan antara IPO dengan status hiperhidrasi praoperasi, terutama pada kelompok subjek dengan jumlah perdarahan intraoperasi kurang dari 500 mL.

Background: Postoperative ileus (POI) is a complication commonly found after major abdominal surgery, with a prevalence of 3 – 32%. Prevalence of POI at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) is yet to be reported. Perioperative hydration status contributes to the risk of developing POI. Studies have shown that positive intra- and postoperative fluid balance are associated with increased risk of POI, but the role of preoperative hydration status is not yet known. Bioelectrical impedance vector analysis (BIVA) has started to be used widely to evaluate hydration status, nonetheless it is still not commonly used in evaluation of perioperative hydration status. This study aims to determine POI incidence in RSCM, and to explore the association between IPO and preoperative hydration status evaluated with BIVA. Methods: This study was a cross-sectional study done at RSCM, Jakarta. We recruited patients who were scheduled to undergo elective laparotomy. Preoperative characteristics were collected such as demographical data, anthropometry, and hydration status including BIVA, serum osmolality, fluid balance, and blood urea nitrogen/creatinine (BUN/Cr) ratio; intraoperative characteristics such as fluid balance, length of surgery, and total bleeding volume; and postoperative hydration status which was analyzed in postoperative day two. Analysis to determine the associatiob between POI and preoperative hydration status by BIVA was done, and continued with logistic regression analysis to control confounding factors.
Results: Ninety subjects recruited in this study underwent elective laparotomy for digestive (37,8%), gynecology (57,8%), urology (2,2%), also joined digestive-vascular and digestive-gynecology (2,2%) surgery. Preoperative hyperhydration by BIVA was found in 38,9% subjects, and increased to 74,4% postoperatively. Pre- and postoperative serum osmolality were within normal range and did not show any significant increment, while fluid balance and BUN/Cr ratio increased postoperatively. Preoperative hyperhydration was associated with POI (OR 3.386, 95%CI 1.319 – 8.601; p=0.009). Only total bleeding volume (> 500 mL) was found to increase the risk of POI after logistic regression analysis (OR 7.95, 95% CI 1.41 – 44.78; p=0.019). Further stratification analysis showed that preoperative hyperhydration increased the risk of POI in subjects with total bleeding less than 500 mL (OR 6.8, 95% CI 1.436 – 32.197; p =0.016). Conclusion: Preoperative hydration status has an impact on postoperative clinical outcome. Preoperative hyperhydration was found to increase the risk of POI, but preoperative hyperhydration status could be modified by the degree of intraoperative bleeding. Further study needs to be done to determine the link between POI and preoperative hyperhydration, especially in subjects with total bleeding less than 500 mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suliantini
"Dengan makin berkembangnya rumah sakit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas pelayanan, maka kesiapan pengadaan obat dan alat kesehatan habis pakai merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan pengobatan. Perencanaan pengelolaan sediaan farmasi perlu dibentuk dengan baik. Oleh karena penggunaan sediaan barang farmasi oleh pasien rawat inap memerlukan biaya yang tinggi, dianggap perlu adanya sistem yang tepat dan berorientasi pada kepentingan pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sistem pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk pasien rawat inap di PKS RSCM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan barang farmasi di PKS RSCM sudah dapat dilaksanakan secara tertib dan lancar, meskipun ditemukan adanya keterbatasan tenaga pelaksana dan sarana kerja, belum adanya standar prosedur secara tertulis, serta belum dibentuknya sistem informasi yang baik.
Disimpulkan bahwa dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai pasien rawat inap di PKS RSCM, peningkatan proses fungsi logistik dan administrasi tergantung pada pengembangan komponen input.
Upaya peningkatan yang disarankan meliputi : penambahan satu orang tenaga pelaksana kegiatan administrasi, penyediaan dua buah ruang khusus untuk depo farmasi, penyediaan perangkat komputer untuk pengolah data, pembentukan prosedur kerja tertulis untuk tiap bentuk kegiatan dalam pengelolaan barang farmasi, serta pembentukan sistem informasi yang lebih baik.
Diharapkan dengan perbaikan bentuk struktur organisasi PKS RSCM, akan jelas menunjukkan wewenang-tanggungjawab tiap bagian yang ada di PKS; dan pembentukan sistem kerja yang baik, penambahan satu tenaga pelaksana bagian keuangan serta penggunaan sarana komputer, dapat meminimalkan terjadinya 'bad debt'."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>