Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faishal Khairy Sentosa
"Pengurangan angka kemiskinan ekstrem menjadi fokus utama Pemerintah Indonesia untuk mengupayakan tata kelola melalui strategi percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di berbagai daerah Indonesia. Target pengentasan kemiskinan ekstrem 0% di 2024 Presiden Joko Widodo diinisiasikan dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 Mengenai Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di setiap daerah di Indonesia, terkhusus di Jawa Tengah. Melihat perkembangan kondisi saat ini, ditemukan bahwa koordinasi jejaring antar para aktor di berbagai tingkatan pemerintahan memberikan pengaruh yang besar terhadap upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem. Berkaca pada hal tersebut, membuat penulis untuk lebih mendalami terkait koordinasi jejaring para aktor dalam tata kelola penanggulangan kemiskinan ekstrem yang diatur melalui Inpres No 4 Tahun 2022 dengan menggunakan multi-level governance perspective. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai dinamika jejaring pemerintah pusat dan provinsi dalam tata kelola penanggulangan kemiskinan ekstrem di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan perspektif multi-level governance oleh Kull et al (2017). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif pos-positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dinamika jejaring dan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah provinsi di Jawa Tengah berdasarkan multi-level governance belum sepenuhnya optimal, karena Penyediaan akses informasi dan pengetahuan (provision of and access to information and knowledge) dan mediasi berbasis evaluasi (mediation) masih belum memadai walaupun tahap awal perencanaan secara musyawarah untuk tata kelola dan pembuatan kebijakan (deliberation on appropriate choices in governance and policy-making) dan koordinasi aksi kolektif (coordination of collective action) sudah berjalan secara maksimal dan sesuai kebutuhan.

Reducing extreme poverty has become a primary focus of the Indonesian government, aiming to achieve effective governance through accelerated strategies for eradicating extreme poverty across various regions in Indonesia. The target of achieving 0% extreme poverty by 2024, set by President Joko Widodo, was initiated through the issuance of Presidential Instruction Number 4 of 2022 on the Acceleration of the Elimination of Extreme Poverty in all regions of Indonesia, particularly in Central Java. Observing the current conditions, it has been found that the coordination of networks among actors at different levels of government significantly influences efforts to tackle extreme poverty. This observation prompted the author to delve deeper into the coordination networks of actors involved in the governance of extreme poverty eradication, as regulated by Presidential Instruction Number 4 of 2022, using a multi-level governance perspective. This study aims to analyze the dynamics of central and provincial government networks in the governance of extreme poverty eradication in Central Java Province from the multi-level governance perspective proposed by Kull et al. (2017). The method employed in this research is a qualitative post-positivist approach, utilizing data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. The findings of this study reveal that the dynamics and coordination between the central and provincial governments in Central Java, based on multi-level governance, are not yet fully optimal. This is due to the provision of and access to information and knowledge and evaluation-based mediation still being inadequate, although the initial stages of deliberation on appropriate choices in governance and policy-making and coordination of collective action have been carried out maximally and according to needs."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Dwi Indriyani
"Kebijakan integrasi moda transportasi publik merupakan upaya penting dalam pelaksanaan transportasi publik khususnya di Jakarta. Pasalnya kebutuhan transportasi publik di Jakarta tidak hanya menjadi kebutuhan masyarakat Jakarta saja namun berkaitan juga dengan masyarakat Jabodetabek. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan integrasi moda transportasi publik juga melibatkan antar aktor dan antar level dalam pemerintah serta non-pemerintah. Salah satu upaya dari integrasi moda transportasi yakni dengan adanya kebijakan penataan stasiun, salah satunya Stasiun Tanah Abang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi multi-level governance dalam penataan stasiun serta faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam serta studi literatur. Hasil penelitian ini menganalisis bahwa implementasi multi-level governance dalam penataan Stasiun Tanah Abang merupakan hal yang kompleks karena berkaitan dengan banyak aspek seperti kebijakan tata kota, tata kelola antar level dengan koordinasi pada berbagai pihak, hingga partisipasi masyarakat. Meskipun implementasi multi-level governance dalam penataan stasiun terdapat tantangan yang perlu kembali disepakati yakni terkait regulasi serta partisipasi publik sebagai perwujudan multi-level governance dalam integrasi transportasi Jakarta dan sekitarnya. 

The policy of integrating public transportation modes is an important effort in the implementation of public transportation, especially in Jakarta. This is because the need for public transportation in Jakarta is not only the needs of the people of Jakarta, but is also related to the people of around Jakarta. Therefore, the implementation of the integration of public transportation modes also involves between actors and between levels within the government and non-government. One of the efforts to integrate transportation modes is the existence of a station arrangement policy, one of which is Tanah Abang Station. This study aims to analyze the implementation of multi-level governance in station arrangement and the factors that influence the policy. This research was conducted with a post-positivist approach with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature studies. The results of this study analyze that the implementation of multi-level governance in the arrangement of Tanah Abang Station is complex because it relates to many aspects such as urban planning policies, multi-level governance with coordination of various parties, and public participation. Although the implementation of multi-level governance in structuring stations, there are challenges that need to be re-agreed, namely related to regulations and public participation as a manifestation of multi-level governance in the integration of transportation in Jakarta and its surroundings."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanissa Noorizqa Prastowo
"Kondisi tata kelola pemerintahan yang diwarnai praktik spoil system mendorong pemerintah untuk mempercepat pembenahan di bidang manajemen aparatur sipil negara melalui agenda reformasi birokrasi. Adapun pendekatan meritokratik diadopsi oleh lembaga sektor publik sebagai sistem yang menekankan prinsip kesetaraan dalam proses rekrutmen aparatur sipil negara. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan sistem merit sebagai strategi pemerintah untuk menunjang penyelenggaraan manajemen aparatur sipil negara di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, implementasi kebijakan sistem merit tidak terlepas dari berbagai permasalahan dikelola oleh empat aktor kelembagaan meliputi Kementerian PANRB, LAN, BKN dan KASN. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis proses interaksi aktor dalam jaringan pada implementasi kebijakan sistem merit berdasarkan perspektif Governance Network yang dikembangkan oleh Klijn & Koppenjan (2016). Peneliti menggunakan paradigma post-positivist dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa aktor dalam jaringan tata kelola kebijakan sistem merit memiliki kapasitas kelembagaan yang memadai dalam menunjang pelaksanaan kebijakan sistem merit. Namun, intensitas koordinasi dan sinergitas antar aktor perlu dibenahi untuk memaksimalkan kemampuan aktor dalam jaringan. Pembuatan bisnis proses untuk menunjang tugas dan fungsi aktor dalam jaringan menjadi sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya duplikasi kewenangan antar lembaga. Hal ini menjadikan strategi penguatan sistem merit dibutuhkan oleh aktor kelembagaan dalam jaringan tata kelola kebijakan sistem merit.

Governance conditions tinged by spoil system practices encourage the government to accelerate improvement in the field of management of the state civil apparatus through bureaucratic reform agenda. The meritocratic approach was adopted by public sector institutions as a system that emphasizes the principle of equality in the recruitment process of the state civil apparatus. This led the government to issue a merit system policy as the government's strategy to support the management of the state civil apparatus in Indonesia. In its implementation, the implementation of merit system policy is inseparable from various problems in the field managed by four institutional actors including the Ministry of PANRB, LAN, BKN, and KASN. This research aims to analyze the interaction process of actors in the network on the implementation of merit system policies based on the perspective of the governance network developed by Klijn & Koppenjan (2016). Researchers use the post-positivist paradigm with data collection techniques conducted through in-depth interviews and literature studies. The research findings show that actors in the merit system policy governance network have adequate institutional ability and capacity to support the implementation of merit system policies. However, the intensity of coordination and synergy between actors needs to be improved to maximize the ability of actors in the network. The business creation process to support the duties and functions of actors in the network becomes very necessary to anticipate the duplication of authority between institutions. This makes the strategy of strengthening the merit system needed by institutional actors in the governance network of merit system policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Komarudin
"ABSTRAK
Pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama di kebanyakan negara
berkembang. Penelitian ini mempelajari keterkaitan antara anggaran kesehatan, kualitas tata Kelola pemerintahan dan pengurangan kemiskinan. Menggunakan metode panel data analisis dengan Random Efek (RE) dan instrument variable (IV) untuk robustness check dan first-difference generalised method of moments (GMM) karena ada masalah endogeneity. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa anggaran Kesehatan mempunyai efek yang signifikan untuk mengurangi
kemiskinan, dan negara-negara dengan kulaitas tata Kelola pemerintahan yang sudah baik cenderung mengentaskan kemiskinan lebih sedikit daripada negara dengan tata Kelola pemerintahan yang kurang baik.

ABSTRACT
Poverty alleviation has become the main priority program in most developing countries. This research empirically studies the correlation between public health spending, governance quality and poverty alleviation in developing countries.The panel data are estimated via a random-effects (RE) model and robustness check using instrumental variables (IV) (two-stage least-squares [2SLS]) and firstdifference
generalised method of moments (GMM) because of the endogeneity
problem. The results suggest that public health spending has a significant effect on reducing the poverty rate, and that countries with better governance tend to reduce poverty less than countries with poor governance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rasyid Sahar
"Dalam rezim SDGs, pendekatan yang ditujukan untuk memberantas kemiskinan adalah collaborative partnership. Diskursus ini mengemuka karena kemiskinan merupakan isu multisektoral yang dinamis dan kompleks. Pemetaan solusinya pun merujuk pada pelibatan berbagai jenjang organisasi, multidispilin, dan lintas yurisdiksi. Penelitian ini akan meninjau penerapan dan hal yang berpengaruh pada tata kelola kolaboratif dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pinrang dengan menggunakan pendekatan postpositivism. Selain itu, semangat reformasi birokrasi dan inovasi sektor publik juga merupakan cerminan dari penerapan tata kelola kolaboratif pada level pemerintahan lokal, khususnya di Kabupaten Pinrang. Pada 2016, sebagai momentum reformasi birokrasi, Pemerintah Pinrang membentuk OPD yang concern dalam menanggulangi kemiskinan melalui kerangka kolaboratif antar jenjang pemerintahan dan pihak non pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan trust dan mutual understanding mengalami stunting kolaborasi sehingga kinerja kolaborasi tidak mampu mengentaskan kemiskinan di angka 6 persen pada tahun 2018.

in SDGs regime, collaborative partnership used to reduce poverty. The rise of collaborative governance discourse is just because an involvement of the multiple stakeholders in multiple organizations across multiple jurisdictions who has its own understanding of the problem and solution differently. In this paper, we examine the implementation of collaborative governance and its affected in Pinrangs poverty alleviation by using postpositivism approach. Since 2016, local government initiated The Poverty Reduction Department (Bagian Penanggulangan Kemiskinan) as a special board for eradicating poverty by an integrative framework for collaborative governance. This board intended to assist on the Regional Poverty Alleviation Coordination Team (TKPKD), to integrate a number of poverty alleviation programme, and also to merge the database differences between The Central Statistics Agency (BPS) and TKPKD. However, while BPK has an important role to play, there are many conditions and settings that bother for driving progressively cyclical or iterative interactions between multiple stakeholders. In addition, the Pinrang poverty rate was increased in 2016 period. BPS announced that the number of people living below the poverty line was 256.054 in 2017 or 8,5 percent of the total population. This study argues that a lack of trust and mutual understanding shape the prospects for and challenges of initiating and sustaining collaborative governance in Pinrangs poverty alleviation programme.

"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pascalis Jiwandono
"ABSTRAK
Pengaturan ruang lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah penting untuk memberikan kepastian hukum terkait dana APBN yang tunduk pada mekanisme Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adanya kesalahan penerapan aturan pengadaan barang/jasa oleh badan usaha/individu dapat dipandang sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan dapat dimintai pertanggungjawaban. Contohnya dalam sengketa pengadaan barang/jasa antara PT Bank Sumut dan Endang Sriasih tahun 2004 dan dalam kasus tindak pidana korupsi untuk pengadaan LTE PLTGU Belawan PT PLN Pembangkit Sumatera Utara tahun 2015. Penelitian ini tidak secara spesifik menganalisis kedua kasus tersebut, namun untuk mencegah terjadinya permasalahan hukum yang sama maka perlu pengaturan yang jelas terkait ruang lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Metode yang dipakai oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian ini, kriteria dana APBN yang termasuk dalam ruang lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah dana APBN dari pos belanja negara yang sifatnya belanja barang/jasa dan dana APBN yang berasal dari pos belanja negara dibelanjakan oleh pelaku pengadaan yakni Kementerian/Lembaga /Perangkat Daerah . Selain itu, penulis menemukan bahwa implikasi penggunaan istilah ldquo;Pembiayaan rdquo; dan ldquo;Anggaran Belanja rdquo; terhadap ruang lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat menimbulkan salah penafsiran dan pemahaman terhadap ruang lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah apabila tidak selaras dengan tata kelola APBN.

ABSTRACT
Regulation of the scope of procurement of Government is important to provide legal certainty related to APBN funds subject to Government Procurement mechanism. Errors in the application of the rules of procurement by business entities or individuals can be considered as an act against the law and can be held responsible by the law. For example, in the procurement dispute between PT Bank Sumut and Endang Sriasih in 2004 and in the case of corruption for the procurement of LTE PLTGU Belawan PT PLN North Sumatra Power Plant in 2015. The research does not specifically analyze these two cases, but to prevent the occurrence of the same legal problems in the present and future then a clear regulation related to the scope of Government Procurement is required. The method used by the authors is a qualitative research method with a normative juridical approach using secondary data. Based on the results of this study, the criteria of APBN funds included in the scope of Government Procurement shall be APBN funds from expenditure items whose caracter is expenditures to buy goods services and APBN funds derived from the expenditure items are spent by the actor procurement, that is the Ministry Institution Local Government Organization . In addition, the authors find that the implications of the use of the term Financing and Expenditure on the scope of Government Procurement may lead to misinterpretation and misunderstanding of the scope of Government Procurement when use of the terms are not in line with APBN governance"
2017
T51025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Amara Beatrice Hosianna
"Kemiskinan masih menjadi tantangan di Indonesia, bahkan ketika tingkat kemiskinan moneter mengalami penurunan. Indonesia bergulat dengan kesenjangan antarwilayah yang signifikan, terutama pada indikator kemiskinan non-moneter. Oleh karena itu, penting untuk mendalami lanskap kemiskinan non-moneter di Indonesia dan menggali potensi desentralisasi dalam mengatasi permasalahan ini di berbagai daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan desentralisasi fiskal dengan kemiskinan multidimensi yang diukur dengan Angka Kemiskinan Multidimensi Indonesia (AKM) yang dikembangkan oleh Prakarsa. Penulis juga menggunakan data APBD DJPK Kementerian Keuangan dan data karakteristik daerah dari BPS. Dengan mempertimbangkan potensi dampak tingkat kemiskinan di masa lalu dan hubungan reverse causality antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan, penulis menggunakan generalized method of moments (GMM).
Studi ini tidak menemukan bukti kuat adanya korelasi yang signifikan antara belanja kesehatan dan perumahan dengan AKM. Namun terdapat korelasi yang signifikan antara belanja pendidikan dengan AKM. Temuan ini dapat dikaitkan dengan tingkat kesadaran dan upaya strategis terhadap parameter AKM yang tertuang dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMD).

Poverty remains a persistent challenge in Indonesia, despite declining monetary poverty rates. Indonesia faces significant interregional disparities, particularly in non- monetary poverty indicators. Therefore, it is crucial to thoroughly understand Indonesia’s non-monetary poverty landscape and explore the potential of decentralization in addressing these issues across different regions.
This study aims to examine the relationship between fiscal decentralization and multidimensional poverty, measured by the Indonesian Multidimensional Poverty Figure (AKM) developed by Prakarsa. The author utilizes APBD data from the DJPK Ministry of Finance and regional characteristics data from BPS. Considering the potential impact of past poverty levels and the reverse causality between government expenditure and poverty, the author employs the generalized method of moments (GMM).
The study finds no strong evidence of a significant correlation between health and housing expenditures and AKM. However, there is a significant correlation between education expenditures and AKM. These findings can be attributed to the awareness and strategic efforts towards AKM parameters as outlined in the regional government work plan (RKPD) and the medium-term development plan (RPJMD).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnul Nur Kasanah
"Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menghadapi berbagai permasalahan dalam pengembangan geowisata di Geopark Gunung Sewu yang menunjukkan adanya keterbatasan sumber daya pemerintah daerah, sehingga mendorong Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul membangun tata kelola kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Menggunakan pendekatan postpositivism dan metode kualitatif, penelitian ini menjawab bagaimana proses tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan pariwisata Geopark Gunung Sewu di Kabupaten Gunungkidul dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses tata kelola kolaboratif telah terbangun antara Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Desa setempat, Kelompok Masyarakat Pengelola Geosite, dan Perguruan Tinggi karena adanya kepercayaan dan kesetaraan pemahaman tentang konsep pengembangan geopark, komitmen yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam proses kolaborasi, serta hasil yang sudah dirasakan oleh pemangku kepentingan, sedangkan dialog menjadi media untuk membangun kepercayaan, pemahaman, komitmen, dan mencapai hasil antara. Keterlibatan swasta dalam proses tata kelola kolaboratif masih terbatas, belum terbangun secara luas, dan kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri belum direalisasikan. Faktor ketokohan dan keberadaan pemimpin organis ditingkat kelompok masyarakat menentukan jalannya proses tata kelola kolaboratif. Penelitian juga menemukan bahwa budaya masyarakat Gunungkidul dan teknologi komunikasi menjadi faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif. Inklusifitas forum sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif diupayakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dengan menginisiasi pembentukan PHRI dan HPI Cabang Gunungkidul, serta Forum Promosi Pariwisata Daerah yang diikuti oleh lintas pelaku. Kelembagaan Badan Pengelola Geopark Gunung Sewu yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171 Tahun 2017 belum efektif mendorong tata kelola kolaboratif antara tiga kabupaten, karena tidak memiliki instrumen untuk menyatukan komitmen.

The Gunungkidul Regent`s Tourism Office has been dealing with various problems in geo tourism management of Geopark Gunung Sewu, mainly caused by the local government`s limited resources, which in turn prompting the government to establish solid collaboration with relevant stakeholders. The study adopts a postpositivism approach using qualitative methods and will address the issue on a collaboration process of tourism management and other factors affecting it in Geopark Gunung Sewu in the Gunungkidul Regency. The result reveal that collaborative governance processes has been established between the Gunungkidul Regent`s Tourism Office, the local Village Government, the Geosite Management Community Group, and the College Academics, because they shared the mutual beliefs and understanding of geopark development concepts, demonstrated their commitment by fully involved in the collaborative process, and acknowledged the results, while using dialogue as a medium to build trust, understanding, commitment, and achieve intermediate outcomes. Private involvement in collaborative governance processes is still limited, not yet widely established, and cooperation with the Pacitan Regent`s Tourism Office and Wonogiri Regent`s Tourism Office has not been realized. The leadership factor and the presence of organic leaders at the community level determined the process of collaborative governance. The study also found out that the community culture of Gunungkidul and communication technology has become a factor affecting collaborative governance process. The inclusiveness of the forum as one of the factors influencing the collaborative governance process was endeavored by the Gunungkidul Regent`s Tourism Office through the initiation of the formation of PHRI and HPI Branch of Gunungkidul, as well as the Tourism Promotion Forum of the Region joined by cross stakeholders. The establishment of Geopark Management Board of Gunung Sewu, which was formed by the Decision of Bupati of Gunungkidul Number 171 of 2017, has not been effective in promoting collaborative governance between the three regents, as it has no instruments to unite the commitments. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T53632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Irvin Ibrahim
"Tesis ini membahas dinamika yang terjadi dalam ekonomi jejaring. Penelitimenggunakan perspektif Neo Schumpeterian dan berfokus terhadap industrivideo game dengan studi kasus Steampowered.com. Penelitian ini melakukananalisis menggunakan perspektif Neo Schumpeterian, ekonomi berbasispengetahuan, ekonomi berbasis jejaring dan berdasarkan pengalaman para pelakuyang aktif dalam Steampowered.com yang terdiri dari dua pengembang videogame independen, dan satu konsumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaberdasarkan perkembangan teknologi informasi, telah terjadi perkembangan dariekonomi berbasis pengetahuan menuju pemanfaatan ekonomi berbasis jejaringyang dilihat sebagai suatu bentuk inovasi, dan memiliki efek besar terhadapkewirausahaan dan usaha kecil menengah berbasiskan teknologi.

This thesis observes the dynamics of network based economy. The perspective used by the researcher is Neo Schumpeterian perspective and focuses on video game industry with Steampowered.com as a case study. This research conducts analysis using the perspective of Neo Schumpeterian theory, knowledge based economy, and network based economy dependant to the experiences of the actors connected to Steampowered.com which consists of two independent video game developers, and one consumer. The research concludes that based on the information technology advancements, there is a move towards a network based economy seen as a kind of novelty and innovation, which has impacts towards entrepreneurship and small medium enterprises SME.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anderson, George
Don Mills, Ont.: Oxford University Press, 2012
338.9 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>