Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 73968 Document(s) match with the query
cover
Adhitya Yuda Prasetya
"Penelitian ini akan memberikan gambaran terkait perkembangan dan ancaman, serta peran upaya pemerintah Indonesia dalam mendeteksi serta memitigasi pendanaan terorisme menggunakan cryptocurrency. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengembangkan teori sesuai fenomena cryptocurrency sebagai media pendanaan terorisme. Sumber data diperoleh dari wawancara dengan narasumber dan sumber terbuka yang kemudian digunakan dalam membentuk model analisis. Berdasarkan perkembangan kasus-kasus pendanaan terorisme menggunakan cryptocurrency diketahui bahwa selama 10 tahun terakhir terdapat lebih dari 20 kasus pendanaan dimana mayoritas menggunakan jenis Bitcoin. Aktor terorisme yang menggunakan cryptocurrency didominasi oleh dua kelompok besar yaitu Islamic State dan Al Qaeda. Cryptocurrency memenuhi keenam kriteria media pendanaan yaitu volume, acceptance, security, realiability, anonymity, dan usability. Berdasarkan hasil analisis ancaman didapatkan tingkat ancaman menengah dengan skor 15 (lima belas). Dalam penanganan tindak kejahatan pendanaan terorisme mengunakan cryptocurrency, kolaborasi antara lembaga pemerintah maupun non pemerintah memiliki peranan yang sangat penting. Kolaborasi antara Bappebti, PPATK, ABI sangat penting untuk menciptakan tata kelola aset kripto yang memberikan kesulitan untuk aktor kejahatan yang memanfaatkan aset kripto termasuk pendanaan terorisme. Cryptocurrency memiliki potensi nyata sebagai media pendanaan teroris secara global dan memberikan tantangan tersendiri dalam kontra pendanaan teroris.

This research will provide an overview of developments and threats, as well as the role of the Indonesian government's efforts in detecting and mitigating the financing of terrorism using cryptocurrencies. This study uses qualitative methods to develop theories based on the phenomenon of cryptocurrency as a medium for financing terrorism. Sources of data were obtained from interviews with informants and open sources which were then used to form an analytical model for the use of cryptocurrencies in the financing of terrorism globally. Based on the development of terrorism financing cases using cryptocurrencies, it is known that over the last 10 years there have been more than 20 funding cases, the majority of which use Bitcoin cryptocurrency. Terrorist actors who use cryptocurrencies are dominated by two large groups, namely the Islamic State and Al Qaeda. Cryptocurrencies meet the six criteria for funding media, namely volume, acceptance, security, reliability, anonymity, and usability. Based on the results of the threat analysis, a medium threat level was obtained with a score of 15 (fifteen). In handling terrorism financing crimes using cryptocurrencies, collaboration between government agencies and non-government institutions has a very important role. The collaboration between CoFTRA, PPATK, ABI is very important to create crypto asset governance that makes it difficult for criminal actors who take advantage of crypto assets, including terrorism financing. Cryptocurrencies have real potential to be used as a medium for terrorist financing globally and present their own challenges in countering terrorist financing."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvi Maharani Pujianti
"Pencegahan penyalahgunaan Teknologi Finansial atau Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme memerlukan pendekatan pencegahan kejahatan multi-agen untuk mendapatkan solusi yang lebih komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana aktor yang terlibat dalam penerapan rezim internasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), khususnya Komite TPPU sebagai badan koordinasi nasional untuk mengantisipasi kedua jenis kejahatan tersebut, berupaya untuk menerapkan kebijakan APUPPT bagi industri Fintech. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang data primernya didapatkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan PPATK, Dittipideksus Bareskrim Polri, Espay, dan NCB-INTERPOL Indonesia. Teori yang digunakan adalah space-transition theory, rational choice theory, teori pencegahan kejahatan multi-agen dan teori kemitraan. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk mencapai kerja sama yang maksimal dalam mencegah penyalahgunaan Fintech sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme perlu menggunakan prinsip kemitraan. Konsep kemitraan pada penelitian ini ditekankan pada hubungan kerja sama publik-swasta yang terbangun antara Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dengan regulator.

Preventing the abuse of Financial Technology (Fintech) as a media of money laundering and terrorism financing needs an approach of multi-agent crime prevention for a more comprehensive solution. The purpose of this research is to analyze the efforts of the actors involved in the implementation of the Anti Money Laundering and Countering Financing of Terrorism (AML-CFT) international regime, particularly the National Coordination Committee of Prevention and Eradication of the Criminal Act of Money Laundering as the national coordination body to anticipate these two criminal acts, in implementing a policy on AML-CFT for Fintech industries. This research is conducted in qualitative approach with primary data gathered from unstructured interview(s) with Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC/PPATK); Directorate of Financial Crime, Criminal Investigation Department of Indonesian National Police; Espay; and NCB-INTERPOL Indonesia. The theories used in this research are space-transtition theory, rational choice theory, multi-agency crime prevention theory, and theory of partnership. The outcome of this research suggests that a principle of partnership is needed to achieve a full cooperation in preventing the abuse of Fintech as a media of money laundering and terrorism financing by all the actors involved. The concept of partnership in this research is emphasized on public-private cooperation between Indonesian Association of Fintech (Aftech) and regulators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Wicaksana
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanan teror. Terorisme bukan merupakan hal baru di dunia ini. Sebelum terjadinya aksi teror di Amerika yang menggemparkan seluruh dunia pada 11 September 2001, aksi teror telah dilakukan pada abad 1 yaitu teror yang dilakukan oleh kelompok Yahudi dalam rangka berkampanye. Aksi teror terus berlanjut di beberapa belahan dunia, Indonesia tidak luput dari serangan teror. Sejumlah peristiwa seperti bom Bali1 dan 2 serta bom Marriot merupakan aksi teror yang menelan banyak korban jiwa dan juga kerugian materil. Untuk dapat melakukan aksi teror, para pelaku membutuhkan banyak uang untuk mendanai seluruh kegiatannya. Uang yang dibutuhkan para pelaku teror tidaklah sedikit, untuk itu mereka melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan dana yang dapat dilakukan secara legal maupun ilegal.
Maraknya kegiatan pelaku teror dalam mencari sumber-sumber pendanaan menjadi permasalahan tersendiri. Adanya FATF yang mengeluarkan 40+9 rekomendasi sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan ini sudah berjalan pada beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia. Meratifikasi rekomendasi 40+9 tersebut Indonesia membuat financial unit yang disebut dengan PPATK sebagai bentuk upaya penanggulangan pendanaan teror dan money laundering. PPATK memiliki peran dan fungsi yang sebagai sebuah financial intelligence unit yaitu untuk mendeteksi adanya aliran dana mencurigakan yang mungkin merupakan aliran dana untuk pendanaan teror. Selain itu PPATK juga merupakan sebuah bentuk kontrol sosial yang berlandaskan undang-undang sehingga PPATK memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan tugasnya.
Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif, peneliti memberikan gambaran tentang hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menjalankan peran dan fungsinya untuk menanggulangi pendanaan teror. Melakukan wawancara dengan dua orang narasumber dari internal PPATK dan juga melakukan observasi pada saat magang pada lembaga tersebut, membuat peneliti memiliki gambaran tentang kegiatan PPATK terkait penanggulangan pendanaan teror.
PPATK dalam melaksanakan peran dan fungsi mengalami berbagai kendala. Akan tetapi dengan banyaknya kendala atau keterbatasan, PPATK tetap dapat melakukan fungsi dan peran yang harus dijalankanya.

This research discusses the role and function of PPATK in preventing the financing of terrorism. Terrorism isn't a new thing in this world. Prior to the occurrence of terrorist acts in the United States that shocked the entire world on September 11th 2001, acts of terror have been carried out since the first century by the Jewish groups for campaigns. Terror acts continues in other parts of the world, Indonesia didn't escape from these such acts. A number of events such as bomb Bali1 and 2 and the Marriott bombing was an act of terror which claimed many lives and material losses. To be able to perform acts of terror, the terrorists need a lot of money to fund its activities. The money that is required for these terrorists aren't a just a few, therefore they made efforts to obtain funds legally or even illegally.
The rise of terrorist activity in the search for financing resources has been a problem in itself. The existence of the FATF which released 40 +9 recommendations are one of their efforts to address this crime is already running in several countries in the world, including Indonesia. In ratifying the 40 +9 recommendations, Indonesia made a financial unit called PPATK as an effort to control terror financing and money laundering. PPATK has a role and function as a financial intelligence unit to detect any suspicious financial flows that may be a flow of funds for financing terrorism. In addition, PPATK is also a form of social control that is based by the law so that PPATK has a clear legal basis to carry out their duties.
By using a qualitative-descriptive method, it gives the researcher an idea of what is being done by the PPATK to carry out their roles and functions in preventing terror financing. Conducting interviews with two PPATK officials and also an observation during an internship at the agency, making the researcher have a depiction of the PPATK activities which is related to preventing the terror financing.
PPATK in conducting the role and function experience various obstacles. However, with the number of constraints or limitations, PPATK can still perform these roles and functions that has to be done.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rakhmanaji
"Standar internasional dalam pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme sebagai upaya agar mampu untuk mengatasi pendanaan terorisme di Indonesia serta dampak pemberian sanksi FATF terhadap terkait industri jasa keuangannya memiliki dampak yang berbahaya bagi perekonomian suatu negara. Indonesia pernah masuk ke dalam daftar hitam FATF,diharapkan ada upaya agar tidak lagi masuk ke dalam daftar tersebut. Regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia diharapkan dapat membuktikan bahwa Indonesia bersama masyarakat global mendukung pelaksanaan Rezim Anti Pencucian Uang/ Pencegahan Pendanaan Terorisme. Diharapkan Indonesia terus memperbarui pengetahuan tentang tipologi yang terjadi dalam pendanaan terorisme, sehingga menemukan solusi yang tepat terhadap permasalahan tersebut dan untuk meminimalisir dampak negatif dari Pendanaan Terorisme yang terjadi di Indonesia.

International standards in the prevention and eradication of the financing of terrorism as efforts in order to be able to overcome the problems of the financing of terrorism in Indonesia as well as the impact of FATF sanctions against jurisdictions related financial services industry has its harmful effect for the economic system of a country. Indonesia already had get into the black list of FATF, so that, there is efforts to make Indonesia no longer enter into the list. Regulations issued by the Government of Indonesia is expected to prove that Indonesia participated together with the global community to support the implementation of the regime of the Anti-Money Laundering / Combating the Financing of Terrorism (AML / CFT). Indonesia is expected to continue to update the knowledge of typologies that occur in the financing of terrorism, so as to find a proper solution to these problems and to minimize the negative impact of the Financing of Terrorism in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neil Endrigo Cardoso De Miranda
"Proposal tesis ini bertujuan untuk mempelajari referensi yang digunakan oleh Satoshi Nakamoto untuk memahami prinsip-prinsip yang digunakan untuk memecahkan masalah pengeluaran ganda. Masalah pengeluaran ganda merupakan risiko mata uang digital dapat dikeluarkan dua kali. Hal tersebut merupakan masalah unik yang berpotensi pada mata uang digital karena informasi digital dapat digandakan dengan relatif mudah oleh individu yang memahami jaringan blockchain dan memiliki kekuatan komputer yang diperlukan untuk memanipulasinya.
Untuk memahami motifnya, semua kutipan yang disebutkan dalam karya tulis Satoshi Nakamoto dianalisis secara mendalam, sehingga kami sampai pada kesimpulan bahwa server stempel waktu yang juga dapat digunakan untuk mengesahkan keaslian serta tanggal penerbitan dokumen digunakan untuk menyelesaikan masalah pengeluaran ganda.
Stempel waktu adalah alat yang sangat penting, Kami menganalisis masalah pengeluaran ganda, serta mengapa setiap transaksi memiliki stempel waktu yang unik dan hadiah yang diterima oleh blok hanya dapat diterima setelah 120 blok ditambang.
Mengapa transaksi membutuhkan 120 blok agar token dapat diterima, mengapa prinsip stempel waktu yang digunakan dalam dokumen digital diterapkan dalam mata uang kripto untuk stempel waktu untuk menghasilkan blok dan mengapa dokumen digital juga dapat menjadi transaksi moneter.
Penolakan atas balasan penolakan layanan merupakan bukti kerja yang disarankan oleh Adam Back dalam bentuk tunai hash, karena merupakan inspirasi untuk
membuat protokol yang juga mempelajari secara mendalam untuk menghindari kekurangan dalam kode dan menolak serangan node.
Protokol pohon Merkle dianalisa untuk memahami cara kerja protocol sistem distribusi kunci publik.
Teori probabilitas dan aplikasinya dianalisis untuk menghitung kemungkinan penyerang membuat rantai lebih cepat daripada node yang sebenarnya, sebagaimana dipahami sebagai satu-satunya cara agar rantai blok dapat berhasil adalah dengan memastikan bahwa node yang sebenarnya ebih kuat daripada node yang dibuat oleh penyerang.
Kami juga akan merancang dan membuat rantai blok sederhana untuk memahami prinsip-prinsip utama yang disebutkan di atas yang dikarakterisasi oleh protokol rantai blok menggunakan bukti kerja; mengimplementasikan aplikasi rantai blok sederhana dalam Javscript menggunakan crypto-js dan mendiskusikan alasan di balik kegagalan kami dalam hasil dan kesimpulan kami dalam upaya membuat aplikasi pesan instan menggunakan rantai blok sederhana kami.

The thesis proposal is to study the references used by Satoshi Nakamoto to understand the principles he used to solve the double-spending problem. The doublespending problem is the risk that a digital currency can be spent twice. It is a potential problem unique to digital currencies because the digital information can be reproduced relatively easily by individuals that understand the blockchain network and have the computer power necessary to manipulate it.
To understand his motives all citations mentioned in Satoshi Nakamoto whitepaper were deeply analyzed, where we came to the conclusion that a time stamping server that could also be used to certify the authenticity as well the date of issuing of a document was used to solve the double spending problem.
Timestamps was a very important tool, the double spending problem is analyzed in our thesis as well why every transaction has a unique timestamp and the rewards received by blocks can be spent only after 120 blocks mined. Why a transaction requires
120 blocks for the token to be received, why timestamping principles used in a digital document were applied in cryptocurrencies to timestamp generated blocks and why a digital document can also be a monetary transaction.
A denial of service counter-measure, a proof-of-work suggested by Adam Back in Hash cash, as it was an inspiration to create the protocol was also deep studied to avoid flaws in the code and deny the attack of a node.
Merkle tree protocol analyzed to understand how the protocols for public key distribution systems works.
Probability theory and its applications is analyzed to calculate the probability of an attacker creating a chain faster than the honest node, as understood the only way for the Block chain to succeed was to make sure that the honest nodes were more powerful than dishonest nodes, attackers.
We will also design and create a simple blockchain to understand the main principles mentioned above that characterizes a blockchain protocol using proof-of-work; implement a simple blockchain application in Javscript using crypto-js and discuss the reasoning behind our failure in our results and conclusion on attempting to create an
instant messaging application using our simple blockchain.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvin Sasa
"

Berkembangnya cryptocurrency atau mata uang kripto yang menggunakan teknologi kriptografi merupakan suatu inovasi termutakhir di bidang finansial. Eksistensi cryptocurrency memberikan berbagai kemudahan bagi penggunanya dalam melakukan sebuah transaksi. Dengan menggunakan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer memungkinkan para penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Keunggulan yang dimiliki oleh cryptocurrency tersebut, sejalan dengan perkembangannya, membuat para pelaku kejahatan memanfaatkannya untuk menciptakan metode pencucian uang yang baru. Oleh karena itu, Financial Action Task Force on Money Laundering selaku lembaga internasional yang mengembangkan kebijakan untuk memerangi pencucian uang mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dirujuk oleh negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency ini. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk meminimalisir kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency dengan merekomendasikan negara-negara untuk merumuskan kebijakan dengan melakukan pendekatan Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam berbagi informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah ekosistem cryptocurrency. Hal demikian menimbulkan suatu pertanyaan besar apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah cukup dan relevan dalam menghadapi perkembangan kejahatan tersebut. Dengan demikian, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan juga metodologi pencucian uang melalui cryptocurrency serta cara pencegahannya, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini.


The development of cryptocurrency using cryptographic technology is the latest innovation in the financial sector. The existence of cryptocurrency provides various simplicities for its users in conducting a transaction. By using blockchain technology and peer-to-peer system, it allows its users to conduct transaction anonymously. The advantages of cryptocurrency are, in line with its development, making criminals use them to create new money laundering methods. Therefore, the Financial Action Task Force on Money Laundering as an international institution that develops policies to combat money laundering issues recommendations that can be referenced by any countries in making policies related to money laundering potential through cryptocurrency. The recommendation aims to minimize money laundering through cryptocurrency by recommending countries to formulate policies by adopting a Risk-Based Approach that creates proactive collaboration in sharing information about the risks of money laundering in a cryptocurrency ecosystem. This raises a big question whether the legal instruments of money laundering in Indonesia are sufficient and relevant in dealing with the development of these crimes. Thus, by using juridical-normative research methods, this research aims to explore the typology and methodology of money laundering through cryptocurrency and how to prevent it, which later can be used as a reference for regulator in making adjustments to the development of money laundering through this sector.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ahdiyanti Utami
"Tesis ini membahas tentang prediksi dan antisipasi profil kejahatan pendanaan terorisme setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU PPTPPT). Pendanaan terorisme adalah salah satu dukungan penting dalam aksi terorisme, sehingga upaya kontraterorisme harus pula diikuti dengan upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme. Kejahatan pendanaan terorisme diprediksi akan mengalami perubahan. Pendana terorisme akan menggunakan cara baru dalam mengumpulkan uang dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti teknologi perbankan yang berbasis internet, mata uang digital, teknologi komunikasi terkait dengan transfer hawala, dan teknologi dunia maya terkait kejahatan cyber fa'i.

This thesis discusses the prediction and anticipation of profile terrorism financing crimes after the Indonesian government issued Law No. 9 In 2013 On Prevention and Eradication of the Financing of Terrorism (Law PPTPPT). Financing of terrorism is one of the important support of terrorism actions, so that the response to terrorism must also be followed by efforts to prevent and eradicate the financing of terrorism. Terrorism financing crimes is predicted to experience changes. Funders of terrorism will be using a new way of raising money by using advances in technology such as internet-based banking technology, digital currency, communication technologies related to alternative remittance/hawala, and virtual world technologies such as cyber crime/cyber fa'i.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Natalia
"Skripsi ini membahas pembuktian pendanaan terorisme berdasarkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 2003 menyebabkan kegiatan pendanaan terorisme dipersamakan dengan kegiatan pencucian uang atau yang lebih dikenal dengan financing terrorism reverse money laundering. Dalam praktek, pengaturan pendanaan terorisme dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang tidak dapat digunakan secara bersamaan dengan UU Tindak Pidana Terorisme. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengaturan, misalnya mengenai penangkapan antara kedua undang-undang tersebut. Penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pengolahan data yang bersifat kualitatif.

This thesis studies the financing of Terrorism based on The law on the crime of money laundering. With rhe issuance of Law No. 25 Year 2003, the crime of financing of terrorism has been equated to the act of money laundering or what it is better known as "financing of terrorism reverse money laundering". Based on the author’s research, it is suggested that the financing of terrorism should be regulated separately. The regulation found in the law on money laundering can not be used since its regulation regarding arrest in the investigation stage is different from the regulation in the law of terrorism. The author has conducted a normative legal research, by using qualitative data processing."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22558
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanungkalit, Nico Andreas
"Perusahaan Pembiayaan menjadi salah satu bagian dari usaha perbankan yang digunakan sebagai sarana dan prasarana bagi pelaku kejahatan untuk melakukan “tindak pidana pencucian uang” yang lebih dikenal dengan istilah money laundering. Secara sederhana, kegiatan money laundering dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni : placement, layering, dan integration.. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan mengatur bahwa Perusahaan Pembiayaan diwajibkan untuk menerapkan Program APU dan PPT dengan menugaskan unit kerja khusus dan membuat kebijakan dan Prosedur penerapan program APU dan PPT. Bahwa pada kenyataannya, keterbatasan dana dan alasan efisiensi membuat perusahaan pembiayaan lebih memilih untuk menempatkan fungsi tugas APU dan PPT ini disatukan dengan departement/divisi yang sudah ada sebelumnya. Namun, guna mengetahui adanya indikasi transaksi keuangan yang mencurigakan, Perusahaan Pembiayaan telah membuat indikator yang dijadikan pedoman, antara lain : Pembayaran DP ≥ 75% dari harga kendaraan dengan nominal ≥ Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah); melakukan pembayaran cicilan sebesar 5 (lima) kali cicilan atau lebih sekaligus; Pelunasan dipercepat dilakukan konsumen pada saat ≤ setengah tenor pembiayaan dan dengan nominal ≥ Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah); Transaksi dilakukan oleh konsumen yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana; Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan yang diduga terkait dengan hasil kejahatan/tindak pidana.

The Finance Company is a part of banking business that used as a facility for criminals to do “Money Laundering Crimes” In simple terms, money laundering activities are grouped into three activities, namely: placement, layering, and integration.. Financial Services Authority Regulation No. 12/POJK.01/2017 concerning the Application of the Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Program in the Financial Services Sector regulates that the Finance Company is required to implement the APU and PPT Program by assigning a special unit work and making policies and procedures for implement APU and PPT program. In the fact, funds limitation and efficiency reasons have made Finance Company prefer to place the APU and PPT tasks functions put together with exisiting departments/divisions. However, to be aware of any indications of suspictious financial transactions, the Finance Company has made indicators that used as guidelines, including DP payments ≥ 75% of the vehicles price with a nominal values ≥ Rp. 150.000.000 (one hundred and fifty milions rupiahs); make payments of 5 (five) installments or more at once; Accelerated repayment by consumer at or half the tenor of financing and with a nominal ≥ Rp.150.000.000 (one hundred and fifty milions rupiahs). Transactions by consumers who have been designated as suspects in criminal cases; Financial transactions carried out or canceled are suspected to be related to the proceeds of crime / crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verdy Septian Nugraha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai cryptocurrency yang muncul pada abad ke-21 sebagai bentuk uang dan sistem keuangan baru yang akan dibedah melalui pemikiran F.A Hayek. Tulisan ini akan mengantarkan pembaca pada pemahaman bahwa cryptocurrency merupakan bentuk afirmasi dari konsep denasionalisasi uang F.A Hayek sebagai bentuk kontradiktif dari konsep uang dan sistem keuangan yang sedang berlangsung saat ini. Penelitian ini menolak gagasan terkait uang yang ditarik kedalam konteks kekuasaan negara atau pemerintah sebagai satu-satunya institusi yang berhak menentukan dan melegalisasikan apa itu uang dan bagaimana sistem keuangan dapat bekerja. Sebagai bentuk oposisi dari gagasan tersebut, skripsi ini berupaya mendemonstrasikan ketidakmapanan konsep uang dan sistem keuangan tersebut, melakukan redefinisi, serta menunjukan peran uang yang tidak hanya berperan sebagai medium pertukaran. Upaya ini akan ditempuh melalui pembedahan konsep tatanan spontan sebagai mekanisme dan gagasan yang memahami uang sebagai bagian dari kebebasan individu dan mampu hadir dalam sistem kompetitif sebagai bagian dari sistem ekonomi liberal.

ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses cryptocurrency that emerged in the 21st century as a new form of money and a new financial system which is described by F. A Hayek thoughts. This paper will lead the reader to the understand that cryptocurrency is a form of affirmation for the concept of denationalisation of money from F. A Hayek thoughts as a opposition of current concept of money and financial system. This research refutes money related ideas drawn into the context of political power or government involvement as the only institution that has the right to determine and legalize what is money and how the financial system work. As a form of opposition to this idea, this paper attempts to demonstrate the lack of current concepts of money and the financial system, to redefine, and to show the role of money that not only acts as a medium of exchange. This effort will be pursued through the analysis concept of spontaneous order as mechanisms and ideas that understand money as part of individual freedom and able to be present in the competitive system as part of the liberal economic system."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>