Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistami Prihandini
Abstrak :
Membaca wacana di media, saat ini jilbab dihadirkan sebagai tren berbusana semata. Untuk itu, penelitian ini hendak melihat bagaimana jilbab direpresentasikan pada media baru yang berideologi Islam, yaitu situs MyQuran. Dengan menggunakan paradigma konstruksionis dan teknik analisis framing, penelitian ini mencoba mengkaji teks yang terdapat pada situs MyQuran. Hasilnya, ternyata situs ini mencoba merekonstruksi kembali makna jilbab. Jilbab pada situs ini, dilihat sebagai bagian dari ajaran Islam yang harus ditaati dengan segala ketentuannya. Namun demikian, rekonstruksi tersebut tetap tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi isi media.
Nowadays, discourse in media stated that veil attended as trend dress. This research will see how veil represented at new media which have Islam as its ideology, that is MyQuran site. Contructionist paradigm and framing technique analysis, were used to analyze the text that found in the site. Its result describes that MyQuran site try to reconstruct the meaning of veil. This site sees a veil as a part of Islam?s teaching which must adhere with all its rules. However, the reconstruct not free of other factors that give influence to the media?s content.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Layla Pradipta
Abstrak :
Media sering kali menggambarkan perempuan secara ideal dan sempurna. Hal ini berkontribusi pada body shaming pada perempuan yang dianggap tidak memenuhi gambaran ideal tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, gerakan body positivity atau pandangan positif mengenai tubuh semakin berkembang. Salah satu media yang menggunakan konsep body positivity adalah Germany's Next Topmodel (GNTM). Pada tahun 2022 program ini menggunakan tema keberagaman dan menampilkan kontestan dari beragam kelompok usia, bentuk tubuh, dan ras. Penelitian ini menganalisis secara semiotik keberagaman yang ditampilkan dalam GNTM 2022 dan menemukan bahwa keberagaman tersebut menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan yang ada di Jerman, khususnya dalam dunia mode. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun GNTM 2022 mempromosikan ide keberagaman dan menunjukkan perlawanan terhadap penggambaran ideal perempuan, tetapi standar kecantikan yang seragam masih sangat melekat dalam industri mode di Jerman. ......The media often portrays women as idealized and perfect. This contributes to body shaming of women who are perceived as not living up to that idealized image. However, over time, the body positivity movement has grown. One of the media that uses the concept of body positivity is Germany's Next Topmodel (GNTM). In 2022 this program used diversity and featured contestants from various age groups, body shapes, and races. This research semiotically analyzes the diversity displayed in GNTM 2022 and finds that diversity is a form of resistance to existing beauty standards in Germany, especially in the fashion world. The results of the analysis show that although GNTM 2022 promotes the idea of diversity and shows resistance to the ideal depiction of women, uniform beauty standards are still very much embedded in the fashion industry in Germany.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ula Farhanah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses disiplin tubuh sebagai proses pelanggengan standar kecantikan dalam institusi duta wisata Kakang Mbakyu Kota Malang pada periode tahun 2019 hingga 2022. Studi-studi terdahulu telah banyak membuktikan keberadaan pelanggengan standar kecantikan yang direpresentasikan melalui konstruksi sosial. Meski begitu, peneliti menilai bahwa studi-studi terdahulu terkait pelanggengan standar kecantikan dalam kontes kecantikan cenderung berfokus pada konstruksi citra perempuan, representasi media, dan dampaknya terhadap eksploitasi perempuan Peneliti berargumen bahwa pelanggengan standar kecantikan dapat terjadi akibat adanya peraturan yang ditetapkan oleh industri kontes kecantikan sehingga orang-orang yang terlibat di dalamnya harus tunduk oleh kuasa. Hal ini sejalan dengan gagasan Foucault tentang disiplin tubuh yang melihat adanya mekanisme kontrol oleh kuasa terhadap tubuh sehingga tubuh dapat berguna. Untuk itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melihat institusi duta wisata Kakang Mbakyu Kota Malang sebagai unit analisisnya. Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara mendalam dan obervasi digital. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat pelanggengan standar kecantikan melalui metode dan sarana disiplin tubuh serta praktik kecantikan dalam institusi duta wisata Kakang Mbakyu Kota Malang. Dengan adanya pola-pola yang berulang akan proses ini, maka standar kecantikan pada institusi duta wisata Kakang Mbakyu Kota Malang ini menjadi sesuatu yang dilanggengkan. ......This research aims to explore bodily discipline as a mechanism for perpetuating beauty standards within the Kakang Mbakyu Tourism Ambassador of Malang City from 2019 to 2022. Previous studies have provided ample evidence of the perpetuation of beauty standards, which are represented through social constructions. Nevertheless, the researcher contends that previous studies tend to concentrate on the construction of female images, media representations, and their impact on the exploitation of women. The researcher argues that the perpetuation of beauty standards can occur due regulations established by the beauty pageant industry. This aligns with Foucault's concept of body discipline, which recognizes the presence of power-controlled mechanisms over the body. To address this, this research employs a qualitative approach, with Kakang Mbakyu Tourism Ambassador institution as the unit of analysis. The data collection techniques employed include in-depth interviews and digital observation. The research findings demonstrate the presence of the perpetuation of beauty standards through the use of methods and medium of bodily discipline as well as the beauty practices within the Kakang Mbakyu Tourism Ambassador of Malang City. The repetitive nature of these patterns solidifies the perpetuation of beauty standards in the Kakang Mbakyu Tourism Ambassador of Malang City.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sylfara Ramadhani Hardi
Abstrak :
Salon kecantikan dengan perawatan tradisional fasilitas kesehatan umum yang menyediakan kebutuhan penunjang kecantikan fisik khususnya para wanita dengan metode dan ramuan yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan variasi ruang dan aktivitas yang ditawarkan, ketika berada di dalamnya orang-orang cenderung menghabiskan waktu yang tidak sebentar (>30 menit) sehingga beragam isu terkait kenyamanan termal bermunculan yang membuat rasa puas individu terhadap kondisi dimana ia berada pada temperatur tertentu menjadi penting untuk diketahui. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kenyamanan termal dalam ruang salon kecantikan dengan perawatan tradisional. Penulisan ini menganalisis Martha Tilaar Salon & Day Spa Wahid Hasyim sebagai objek studi kasus dengan dua metode yaitu kuantitatif berdasarkan model PMV-PPD yang dikeluarkan oleh ASHRAE dan metode kualitatif dengan kuesioner POE. Hasil studi kasus menunjukkan ketidaknyamanan pada salah satu ruang salon dengan model PMV-PPD namun menghasilkan sensasi yang nyaman pada semua ruangan berdasarkan kuesioner POE. Hal ini menunjukkan adanya ketidakcocokan model PMV-PPD sehingga memerlukan metode lain seperti POE untuk melengkapinya. ......A beauty salon with traditional treatments is a public health facility that provides supporting needs for physical beauty, especially for women, with methods and ingredients, passed down from generation to generation. With the variety of spaces and activities offered, when people are in, they tend to spend a lot of time (> 30 minutes). So that various issues related to thermal comfort arise and make an individual's satisfaction with the conditions in which he is at a certain temperature important to know. This thesis aims to determine the condition of thermal comfort in a beauty salon room with traditional treatments. This writing analyzes Martha Tilaar Salon & Day Spa Wahid Hasyim as a case study object with two methods: a quantitative based on the PMV-PPD model issued by ASHRAE and qualitative methods using the POE questionnaire. The results of the case study showed discomfort in one of the salon rooms with the PMV-PPD model but produced a comfortable sensation in all rooms based on the POE questionnaire. These shows  an incompatibility of the PMV-PPD model so it requires another method like POE to complete it.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milka Angela
Abstrak :
Keberadaan media sosial kini tak lepas dengan kehidupan sehari-hari. YouTube sebagai media sosial berbasis video, menjadi pilihan banyak orang terutama karena tampilannya yang mudah diterima dan jelas tergambarkan terutama dalam hal tutorial, termasuk juga video kecantikan. Melalui beauty vloggers, informasi mengenai cara ber-makeup dapat lebih mudah diterima dalam bentuk video. Tulisan ini berfokus kepada pemaknaan kecantikan yang dimiliki beauty vloggers, dan diwujudkan dalam video. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan metode etnografi virtual untuk melihat dan mengamati pola-pola tertentu terhadap hal yang ditampilkan dalam media sosial, dan juga wawancara terkait kecantikan dan pengalaman yang mengiringinya. Kecantikan yang dimaknai tiap vloggers berbeda dan terkait dengan sejumlah pengalaman tertentu, namun terdapat kesamaan mendasar didalamnya. Melalui media sosial, individu tidak hanya sebagai produser, tetapi juga sebagai audience. Ide mengenai kecantikan tidak sepenuhnya bersifat personal, tetapi terbentuk dan terkait erat dengan penggunaan media. ...... The existence of social media, now not separated with everyday life. YouTube as a video-based social media, is the choice of many people mainly because of it looks easily accepted and clearly illustrated primarily in terms of tutorials, included beauty videos. Through beauty vloggers, information on how to makeup can be more easily accepted in video form. This paper focuses on the meaning of beauty forbeauty vloggers, and embodied in the video. Therefore, this study will use virtual ethnographic methods to see and observe certain patterns of things featured in social media, as well as interviews that related of the beauty and experience that accompanies it. The beauty that is interpreted by each vloggers is different and related to a specific experiences, but there are basic similarities in it. Through social media, individuals are not only producers, but also as audiences. The idea of beauty is not entirely personal, but it is formed and closely related to media usage.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harfiana Ashari
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana beauty influencer berupaya meredefinisi kecantikan di media sosial dan bagaimana audiens menegosiasikan wacana tersebut. Studi sebelumnya telah menunjukkan beauty influencer dapat membuat sebuah tindakan untuk meredefinisikan standar kecantikan, salah satunya dengan meluncurkan produk kecantikan dengan model yang memiliki tampilan visual tidak sesuai dengan standar kecantikan. Meskipun demikian, belum banyak studi membahas upaya beauty influencer meredefinisi standar kecantikan di media sosial, bagaimana strategi penyebaran wacana tersebut, dan bagaimana audiens menegosiasikannya. Berdasarkan konsep Mitos Kecantikan Naomi Wolf, studi ini melihat beberapa beauty influencer berperan dalam mereproduksi diskursus yang meredefinisikan standar kecantikan ideal. Berpijak dari teori resepsi Stuart Hall, maka studi ini berargumen beauty influencer yang berupaya meredefinisi kecantikan masih menjadi pihak yang juga melanggengkan standar kecantikan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa beauty influencer menggunakan lima strategi untuk menyebarkan wacana redefinisi standar kecantikan, yaitu foto tanpa filter, video, berkolaborasi dengan industri kecantikan dan beauty influencer lain, menjadi narasumber webinar, dan menjalin relasi dengan audiens. Namun hal tersebut masih dinegosiasikan karena relasi kuasa dari budaya patriarkal dan kapitalisme di kalangan audiens. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, sehingga teknik pengambilan data menggunakan teknik observasi daring melalui berbagai praktik yang dilakukan beauty influencer di media sosial dan wawancara mendalam. ...... This study aims to explain how beauty influencers try to redefine beauty standards on social media and how audiences negotiate it. Previous studies have shown that female beauty influencers are able to make an action to redefine beauty standards, one of which is by launching a beauty product that displays a model with a visual form that is not in accordance with beauty standards. However, there are not many studies yet that discuss the beauty influencers’s method to redefine beauty standards on social media, how to spread, and how audiences negotiate it. Reflecting on the concept of the Beauty Myth by Naomi Wolf, this study sees several beauty influencers play a role in reproducing the discourse that redefines the ideal beauty standards. Based on reception theory by Stuart Hall, this study argues that beauty influencers who try to redefine beauty are still the ones who also perpetuate beauty standards. The research findings show that beauty influencers use five strategies to spread the discourse on redefining beauty standards, namely unfiltered photos, making videos, collaborating with the beauty industry and other beauty influencers, hosting webinars, and establishing relationships with the audiences. The efforts is still being negotiated due to the power of the relation between patriarchal cultural values and capitalism among the audiences. This research uses a case study method, so that the techniques for the data collection will use online observation through various practices carried out by beauty influencer on social media and in-depth interviews.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abigail Michelle Utama
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk membahas mengenai fenomena penggunaan teknologi filter kecantikan di kalangan perempuan muda yang berkaitan dengan bekerjanya panoptik virtual di Instagram. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan filter kecantikan dilatarbelakangi oleh kehadiran filter yang merubah persepsi kecantikan ideal, usaha presentasi diri, manajemen kesan hingga perilaku narsistik. Akan tetapi, masih sedikit studi yang melihat dan mengeksplor tentang bagaimana filter kecantikan digunakan sebagai bagian dari bekerjanya panoptik virtual di media sosial Instagram. Penelitian ini berargumen bahwa bentuk aktivitas pengunggahan foto/video di Instagram yang dimaksudkan untuk dikonsumsi oleh khalayak luas membuktikan Instagram sebagai bentuk modern dari panoptik, atau disebut panoptik virtual. Akibatnya, aktivitas berbagi foto tersebut menimbulkan efek perasaan selalu berada di bawah pengawasan dan memunculkan bentuk self-disciplining, dimana para pengguna Instagram khususnya perempuan muda akan mendisiplinkan dirinya dengan tampil menggunakan filter-filter kecantikan agar sesuai dengan norma kecantikan ideal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Instagram mencerminkan ide panoptik karena memenuhi dua aspek kekuasaan, yakni visible dan unverifiable. Potensi atas pengawasan akhirnya menyebabkan adanya modifikasi perilaku yang terlihat dari usaha subjek panoptik untuk tampil cantik di Instagram sesuai norma kecantikan ideal. Seperti penggunaan filter kecantikan dengan efek natural, riasan wajah, pakaian yang rapih, hingga penentuan angle dan pencahayaan. Dengan kata lain, subjek yang secara sukarela menciptakan visibilitas akan menjadi supervisor atas dirinya sendiri. Sementara pengawasan dan pendisiplinan diri berjalan, terjadi normalisasi penilaian dimana subjek panoptik diklasifikasikan, dinilai, dikoreksi sesuai norma untuk menciptakan apa yang disebut docile body dan homogenitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi pada perempuan muda yang aktif dalam menggunakan teknologi filter kecantikan di Instagram. ...... This study aims to discuss the phenomenon of beauty filter technology among young women related to the work of virtual panoptic on Instagram. Previous studies have shown that the use of beauty filters is motivated by the presence of filters that change the perception of ideal beauty, self-presentation efforts, impression management to narcissistic behavior. However, there are still few studies that look at and explore how beauty filters are used as part of the virtual panoptic operation on Instagram social media. This study argues that the form of photo/video uploading activity on Instagram which is intended to be consumed by a wide audience proves Instagram as a modern form of panoptic, called virtual panopticon. As a result, the photo-sharing activity creates the effect of feeling always under surveillance and creates a form of self-discipline, where Instagram users, especially young women, will discipline themselves by appearing using beauty filters to conform to ideal beauty norms. The research findings show that Instagram reflects panoptic ideas because it fulfills two aspects of power, namely visible and unverifiable. The potential for supervision eventually leads to behavioral modifications that can be seen from the panoptic subject's efforts to look beautiful on Instagram according to the ideal beauty norms. Such as the use of beauty filters with natural effects, makeup, neat clothes, to determining angles and lighting. In other words, subjects who voluntarily create visibility will become supervisors over themselves. While surveillance and self-discipline is running, there is normalization of judgment where panoptic subjects are classified, assessed, corrected according to the norm to create what is called a docile body and homogeneity. This study uses a qualitative approach with in-depth interviews and observations of young women who are active in using beauty filter technology on Instagram.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gallant, Ann
New York: Stanley Thornes (Publishers) Ltd., 1992
646.72 GAL b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faradina Dillafiesta Sekarningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini membahas mengenai pergeseran makna kecantikan di kalangan perempuan muda di era berkembangnya media baru di Indonesia. Penulis berangkat dari studi sebelumnya yaitu dimana nilai-nilai kecantikan yang dibentuk lebih difokuskan pada postur tubuh perempuan secara keseluruhan. Berbeda dengan studi sebelumnya, artikel ini melihat bahwa makna kecantikan yang dibentuk dalam konteks media baru telah memfokuskan perhatiannya pada bentuk dan tampilan wajah seperti yang digambarkan oleh beauty vlogger. Penulis beragumen bahwa pada masyarakat digital, realita kecantikan yang direpresentasikan oleh beauty vlogger telah menguatkan pemaknaan remaja akan tren kecantikan pada tampilan wajah dan berimplikasi pada munculnya representasi diri secara online. Hasil analisis menunjukan bahwa makna kecantikan yang dibangun oleh beauty vlogger terhadap tubuh telah menghadirkan: kecantikan sebagai ldquo;simbol rdquo; dan kecantikan sebagai ldquo;agen rdquo;. Proses dari pemaknaan kecantikan tersebut, kemudian direpresentasikan melalui selfies, caption dan pemberian filter pada foto yang dibagikan di media sosial. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara mendalam kepada delapan remaja perempuan yang berusia 17-24 tahun dan menjadi viewers beauty vlogger.
ABSTRACT
This article discusses the shifting meaning of beauty among young women in the era of the development of new media in Indonesia. The author sets out from previous studies where the values ??of beauty that is formed more focused on the shape of the female body as a whole. In contrast to previous studies, this article sees that the meaning of beauty shaped in the context of new media has focused its attention on the shape and appearance of faces as portrayed by beauty vloggers. The authors argue that in the digital community, the beauty reality represented by beauty vlogger has reinforced the adolescent meaning of beauty trends in facial appearance and has implications for the emergence of self-representation online. The results of the analysis show that the beauty meaning built by beauty vlogger against the body has presented: beauty as symbol and beauty as agent . The process of the meaning of beauty, then represented through selfies, captions and filtering on photos that are shared on social media. This article uses a qualitative approach with observation techniques and in-depth interviews to eight girls aged 17-24 years old and become beauty vlogger rsquo;s viewers.
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Aisha Darby
Abstrak :
Media adalah sumber informasi penting untuk standar dan norma kecantikan yang dianut masyarakat dan salah satunya standar yang paling banyak ditemui di masyarakat adalah ide mengenai warna kulit yang ideal. Data dari Mills (2017) menemukan bahwa standar kecantikan yang ditransmisikan oleh media terutama sangat berdampak pada perempuan. Salah satu cara media mengimplementasikan standar kecantikan tersebut adalah melalui iklan. Iklan produk kecantikan seringkali menggambarkan warna kulit yang gelap sebagai sesuatu yang buruk sedangkan warna kulit terang selalu digambarkan sebagai pertanda kecantikan. Hal ini mengungkap cara kerja colorism di Indonesia. Colorism, adalah proses diskriminasi yang memberikan hak istimewa bagi mereka yang memiliki warna kulit lebih terang dibandingkan mereka yang kulitnya gelap. Colorism memiliki implikasi internal (konsep diri), dan juga implikasi eksternal (diskriminasi). Tulisan ini berusaha untuk mengetahui implikasi internal colorism, yakni konsep diri, sebagai akibat dari iklan kecantikan. Setelah melakukan wawancara dengan dua orang informan, penulis dapat menyimpulkan bahwa iklan kecantikan memang memainkan peran yang penting dalam melestarikan colorism di kalangan perempuan yang pada akhirnya membentuk self-esteem, ideal self, self image (konsep diri) perempuan tersebut. ......Media is an important source of beauty norms and standards that a society adheres to and a beauty standard that we come across a lot in society are skin color ideals. Data from Mills (2017) shows that beauty standards that are transmitted by the media have an especially profound impact on women. One of the ways in which beauty standards are implemented by the media is through advertisements. Beauty advertisements often portray dark skin as something that is bad and shows lighter skin tones as a sign of beauty. This shows how colorism works in Indonesia. Colorism is the process of discrimination that gives priviledges to those with lighter skin tones compared to those with darker skin tones. Colorism has internal (self concept) and external (discrimination) implications. This writing attempts to discover the internal implications of colorism, namely self concept, as a consequence of beauty advertisements. After conducting interviews with two informants, it can be concluded that beauty advertisements do play an important role in strengthening colorism in women, which in turn impacts their self-esteem, ideal self, and self image (self concept).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>