Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mantik, Maria Josephine
"Pembedaan gender antara laki-laki dan perempuan telah lama menjadi pembicaraan yang menarik perhatian para pejuang perempuan di dunia. Masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan sejak awal kehidupan manusia. Keberadaan masyarakat dalam budaya patriarkat di tengah kehidupan manusia ikut memberi andil dalam menempatkan laki-laki dan perempuan pada peran mereka masing-masing. Dalam kehidupan masyarakat patriarkat, pandangan hidup yang berlaku bersifat seksis. Artinya, harkat dan keberadaan diri manusia dibedakan atas jenis kelaminnya. Akibat pembedaan ini, masih banyak perempuan yang tidak mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai kharisma dan kemampuan mereka. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hingga saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi dan berbagai bentuk ketidakadilan akibat bias gender. Walaupun kenyataan menunjukkan telah banyak perempuan memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki dan peran perempuan yang semakin besar dalam berbagai sektor, namun diskriminasi dalam berbagai bentuk masih dirasakan. Diskriminasi dan ketidakadilan tersebut antara lain muncul dalam bentuk: marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe. Berbagai isu marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe ini juga terjadi di lingkup Gereja. Dalam Gereja, masih terdapat perbedaan peran kepem mpinan antara laki-laki pendeta dan perempuan pendeta, walaupun sebenarnya misi Gereja adalah memberitakan Injil serta melayani sesama menurut pola hidup Tuhan Yesus. Untuk itu, perlu dipertanyakan makna kepemimpinan yang sebenarnya. Apakah perempuan tidak dapat menjadi pemimpin? Apakah perempuan hanya boleh memimpin organisasi atau Gereja dalam kegiatan tertentu yang ada kaitannya dengan perempuan? Memang secara angka telah terjadi peningkatan jumlah perempuan pendeta yang mengambil bagian dalam pelayanan Gereja dan masyarakat. Namun demikian, pemahaman dan pemikiran yang dikembangkan perempuan pendeta belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh sebagian pimpinan Gereja (yang adalah laki-laki) sebagai sumbangan perempuan yang berprofesi pendeta dalam kebersamaan Masalah bias gender juga terjadi di Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB). Perempuan pendeta mengalami berbagai kendala untuk menempati jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal di GPIB. Peluang perempuan pendeta untuk menduduki jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal di GPIB sangat kecil karena dimarginalisasikan dalam bias gender. Karena tersubordinasi dalam bias gender, maka perempuan pendeta masih banyak yang enggan berkompetisi dengan laki-laki pendeta untuk menduduki jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal. Selain itu, perempuan pendeta masih banyak yang berpikiran stereotipe (domestik) dalam bias gender, artinya is hanya ingin melayani sebagai pendeta dengan kapasitas sebagai isteri dan ibu. Adanya permasalahan marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe dalam bias gender yang mempengaruhi kepemimpinan perempuan pendeta seperti diuraikan di atas melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian. Oleh sebab itu, penulis melakukan pembatasan masalah penelitian pada pengaruh marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe dalam bias gender terhadap kepemimpinan perempuan pendeta GPIB di Musyawarah Pelayanan (Mupel) DKI Jakarta.Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat pengaruh marginalisasi, subordinasi, dan ..."
Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia, 2008
D1664
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
La Agusta Putri Ruswati
"[ABSTRAK
Subordinasi perempuan adalah salah satu isu gender yang diperlihatkan melalui media, termasuk film. Karena masyarakat cenderung menerima film sebagai jenis media yang merepresentasikan realitas, dekonstruksi harus mengambil peran di sini. Dalam film Ruby Sparks, dekonstruksi berperan dengan cara membuat subordinasi perempuan yang dialami Ruby, tokoh perempuan utama, terlihat jelas terlebih dahulu. Dengan memperlihatkan secara jelas subordinasi tersebut, dekonstruksi pada film ini menunjukkan bahwa kontrol penuh terhadap perempuan, terutama dalam sebuah hubungan, tidak berdampak baik dan sebaliknya membuat baik pihak permpuan maupun laki-laki menderita. Namun, usaha dekonstruksi dalam film ini masih tercemari dengan nilai-nilai patriarki. Jurnal ini bertujuan untuk memperlihatkan dan menyediakan pembahasan mendalam mengenai mengapa subordinasi dalam film ini harus didekonstruksi dan mengapa dekonstruksi ini sendiri masih berisi nilai-nilai patriarki. Dengan menggunakan metode close-reading, jurnal ini menunjukkan bagaimana subordinasi perempuan dalam film Ruby Sparks membawa ke masalah-masalah yang lebih dalam yang berkaitan dengan gender, dan bahwa cara film ini mendekonstruksi subordinasi perempuan masih patriarkal.ABSTRACT Female subordination is one of gender issues which is frequently shown through media, including movies. Since poeple tend to perceive movies as a form of media which represents reality, deconstruction needs to take role. In the movie Ruby Sparks, deconstruction works by making female subordination towards Ruby, the main female character, obvious first. By showing female subordination clearly, deconstruction in this movie works by showing how total control over female, especially in relationship, does not work and instead it leads both the man and woman to be miserable. Nevertheless, the effort of deconstruction in this movie is still tainted by patriarchal values. This journal aims to show and provide in-depth discussion of why female subordination in this movie has to be deconstructed, and why the deconstruction itself is actually tainted by patriarchal values. By using close-reading method, this journal shows how female subordination in Ruby SParks leads to some deeper issues related to gender, and that the way this movie deconstructs female subordination is actually patriarchal.;Female subordination is one of gender issues which is frequently shown through media, including movies. Since poeple tend to perceive movies as a form of media which represents reality, deconstruction needs to take role. In the movie Ruby Sparks, deconstruction works by making female subordination towards Ruby, the main female character, obvious first. By showing female subordination clearly, deconstruction in this movie works by showing how total control over female, especially in relationship, does not work and instead it leads both the man and woman to be miserable. Nevertheless, the effort of deconstruction in this movie is still tainted by patriarchal values. This journal aims to show and provide in-depth discussion of why female subordination in this movie has to be deconstructed, and why the deconstruction itself is actually tainted by patriarchal values. By using close-reading method, this journal shows how female subordination in Ruby SParks leads to some deeper issues related to gender, and that the way this movie deconstructs female subordination is actually patriarchal., Female subordination is one of gender issues which is frequently shown through media, including movies. Since poeple tend to perceive movies as a form of media which represents reality, deconstruction needs to take role. In the movie Ruby Sparks, deconstruction works by making female subordination towards Ruby, the main female character, obvious first. By showing female subordination clearly, deconstruction in this movie works by showing how total control over female, especially in relationship, does not work and instead it leads both the man and woman to be miserable. Nevertheless, the effort of deconstruction in this movie is still tainted by patriarchal values. This journal aims to show and provide in-depth discussion of why female subordination in this movie has to be deconstructed, and why the deconstruction itself is actually tainted by patriarchal values. By using close-reading method, this journal shows how female subordination in Ruby SParks leads to some deeper issues related to gender, and that the way this movie deconstructs female subordination is actually patriarchal.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif
"[ABSTRAK
The Office adalah sitkom yang menggambarkan stereotip kantor pada umumnya. David Brent adalah karakter utama dan bos dalam sitkom The Office. Dia adalah seorang pria yang terobsesi dengan popularitas. Satu aspek kunci dari popularitas adalah mengetahui apa yang dianggap benar secara politis. Namun, David terkadang menunjukkan sebaliknya dan menyadari bahwa perilakunya tertangkap kamera. Lalu, dia akan mencoba untuk membuktikan bahwa dia tahu apa yang dianggap benar secara politis, terutama isu-isu ras dan gender. Namun, sitcom ini menunjukkan perilaku-perilaku David yang seksis dan rasis dibalik sikap politik yang benar. Penelitian ini akan menganalisis dan membahas bagaimana sikap David digambarkan dalam sitcom ini dan membahas tujuan penulis dalam menggambarkan David sedemikian rupa.ABSTRACT The Office is a sitcom that stereotypes the popular workplace. David Brent is the main character of the sitcom and is the boss in The Office. He is a man obsessed with popularity. A key aspect of popularity is to know what is considered politically correct. However, David sometimes shows the opposite and realizes it is caught on camera. He then tries to prove that he knows what is considered politically correct, especially issues concerning race and gender. However the sitcom also shows David?s sexist and racist tendencies behind the politically correct stance. This research paper will analyze and discuss how David?s attitude is portrayed in the sitcom and discuss the creators? objectives in portraying David in such a way.;The Office is a sitcom that stereotypes the popular workplace. David Brent is the main character of the sitcom and is the boss in The Office. He is a man obsessed with popularity. A key aspect of popularity is to know what is considered politically correct. However, David sometimes shows the opposite and realizes it is caught on camera. He then tries to prove that he knows what is considered politically correct, especially issues concerning race and gender. However the sitcom also shows David?s sexist and racist tendencies behind the politically correct stance. This research paper will analyze and discuss how David?s attitude is portrayed in the sitcom and discuss the creators? objectives in portraying David in such a way., The Office is a sitcom that stereotypes the popular workplace. David Brent is the main character of the sitcom and is the boss in The Office. He is a man obsessed with popularity. A key aspect of popularity is to know what is considered politically correct. However, David sometimes shows the opposite and realizes it is caught on camera. He then tries to prove that he knows what is considered politically correct, especially issues concerning race and gender. However the sitcom also shows David’s sexist and racist tendencies behind the politically correct stance. This research paper will analyze and discuss how David’s attitude is portrayed in the sitcom and discuss the creators’ objectives in portraying David in such a way.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yessika Yasmine Yudha
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penyebab munculnya isu kerentanan dan kekerasan simbolik yang dialami perempuan dalam komunitas UI eSports Club. Dalam melihat isu kerentanan, penelitian ini mengkaji dari sudut pandang analisis gender dengan menggunakan konsep pendekatan The Social Relation milik Kabeer. Analisis gender dilakukan untuk mengidentifikasi kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa penyebab isu kerentanan pada perempuan di komunitas UI eSports Club disebabkan karena adanya perbedaan akses dan partisipasi. Perbedaan ini terlihat dari timpangnya distribusi sumber daya, tanggung jawab, serta kemampuan yang dilakukan komunitas dari segi peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan. Di sisi lain, isu kekerasan berbasis simbol dengan menggunakan teori kekerasan simbolik milik Bourdieu, melihat bagaimana segala bentuk kekerasan telah dinormalisasi, sehingga pihak subdominan tidak lagi mempermasalahkan. Hasil penelitian ini mengidentifikasi bahwa kekerasan berbasis simbol terjadi ketika bermain (in-game) maupun diluar permainan (out-game) dengan berbagai bentuk kekerasan seperti lontaran kalimat agresif, merendahkan, dan perkataan bernada seksis. Dalam menggali fenomena tersebut, peneliti menggunakan komunitas UI Esports Club (UIESC) sebagai studi kasus dengan pendekatan penelitian kualitatif.

This study aims to explain the causes of the emergence of issues of vulnerability and symbolic violence experienced by women in the UI eSports Club community. In looking at the issue of vulnerability, this study examines it from the point of view of gender analysis using Kabeer's The Social Relations approach. Gender analysis is carried out to identify positions, functions, roles and responsibilities between men and women and the factors that influence them. The results of this study identified that the cause of the issue of vulnerability in women in the UI eSports Club community was due to differences in access and participation. This difference can be seen from the timing of the distribution of resources, responsibilities, and capabilities carried out by the community in terms of regulations and policies issued. On the other hand, the issue of symbol-based violence uses Bourdieu's theory of symbolic violence, seeing how all forms of violence have been normalized, so that the sub-dominant parties are no longer a problem. The results of this study identify that symbol-based violence occurs when playing (in-game) or outside the game (out-game) with various forms of violence such as throwing aggressive sentences, security, and sexy buttons. In exploring this phenomenon, researchers used the UI Esports Club (UIESC) community as a case study with a qualitative research approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Ridzka Latiffa
"Tak dapat dipungkiri bahwa novel distopia remaja cukup populer di kalangan pembaca. Novel distopia remaja memberi ruang fiksi untuk mengimajinasikan kembali berbagai nilai-nilai sosial, termasuk diantaranya gender. Pada era 2010-an, popularitas dan pengaruh genre distopia di kalangan pembaca usia remaja diperkuat dengan digandrunginya beberapa novel seperti The Hunger Games, Divergent, dan Legend yang mampu menjangkau jutaan pembaca. Artikel ini akan secara spesifik menganalisis trilogi Legend (2011) karya Marie Lu, sebuah seri novel distopia yang berlatar di Amerika Serikat pasca sebuah kejadian apokaliptik. Dengan menggunakan konsep gender biner yang berlawanan dan konsep possibilites-potentialites, artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana trilogi Legend (2011) mencoba merekonstruksi identitas gender dengan menggambarkan peran-peran gender yang progresif, terutama dalam penggambaran karakter utama dan karakter pendukung. Artikel ini akan mengidentifikasi representasi gender dalam trilogi Legend (2011), menganalisis apakah representasi tersebut konsisten di sepanjang cerita, serta mempelajari pesan-pesan tersirat tentang nilai-nilai gender di dunia nyata. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, trilogi Legend (2011) cenderung menggambarkan kembali realita yang sudah ada di dunia nyata. Meskipun begitu, trilogi ini tetap menyuguhkan representasi identitas gender yang kompleks dan progresif melalui penggambaran karakter-karakternya.

There is no doubt that young adult dystopian novels are popular among their audience. Young adult dystopian novels offer readers a fictional medium to reimagine societal values, including, but not limited to, gender. In the 2010s, titles such as The Hunger Games, Divergent, and Legend rose to fame as they amassed millions of readers, further strengthening the genre’s popularity and influence among young adults. This article will specifically analyze the Legend (2011) trilogy by Marie Lu, a series of dystopian novels set in the post-apocalyptic United States. Using concepts of gender binary opposition and possibilities-potentialities, this article aims to uncover the trilogy’s attempt at reconstructing gender identity by presenting non-traditional roles in its story, notably in its depiction of the main character and supporting characters. The article will identify gendered representations within the trilogy, analyze whether the representations are consistent throughout the story, and study its underlying message concerning values present in the real world. Based on the analysis, this article found that the Legend (2011) trilogy tend to reproduce existing realities that already exist in the real world. However, it still offers a layered, non-traditional representation of both masculine and feminine gender identity through its characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Shinta Savita Dewi
"Penerapan sistem kekerabatan patrilineal di Bali berimplikasi pada konstruksi gender di masyarakat yang tidak adil bagi perempuan Bali. Penomorduaan hingga triples roles pada perempuan menjadi fenomena yang nyata di lingkungan masyarakat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perempuan dewasa muda Bali menunjukkan konformitas terhadap konstruksi gender pada masyarakat Bali atau keberanian untuk melakukan perubahan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif untuk menggali dinamika kompleks antara perempuan Bali dan konstruksi gender di masyarakat, serta bagaimana penghayatan perempuan Bali dalam melakukan perubahan. Penelitian ini melibatkan 10 partisipan perempuan dewasa muda Bali yang memiliki tingkat modernitas berbeda-beda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh partisipan merasa belum memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan terhadap ketidakadilan konstruksi gender di masyarakat. Meskipun begitu, terdapat optimisme pada perubahan di masa depan oleh generasi muda.

The implementation of the patrilineal kinship system in Bali has implications for gender construction in society that is unfair to Balinese women. The subordination and triple roles of women has become a real phenomenon in Balinese society. This research aims to see the extent to which young adult Balinese women show conformity to gender construction in Balinese society or the courage to make changes. This research was conducted using qualitative method to explore the complex dynamics between Balinese women and gender construction in society, as well as how Balinese women perceive change. This research involved 10 young adult Balinese female participants who had different levels of modernity. The results of this research show that all participants felt they did not have the power to make changes to the injustice of gender construction in society. However, there is optimism about future changes by the younger generation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Meina Rahmalah
"Skripsi ini membahas tentang kutukan yang terdapat di dalam film Sleeping Beauty (1959) dan Ella Enchanted (2004) yang dinilai memiliki kesamaan dengan opresi yang terjadi kepada perempuan dalam sistem patriarki, dengan secara spesifik melihat pandangan Betty Friedan dalam The Feminine Mystique (1974). Di samping itu, skripsi ini juga membahas mengenai ideologi gender yang terkandung di dalam kedua teks dengan melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua tokoh utama dalam meraih kebebasannya dari kutukan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kutukan yang menimpa kedua tokoh perempuan dalam Sleeping Beauty dan Ella Enchanted berlaku sama layaknya opresi yang terjadi terhadap perempuan dalam sistem patriarki. Selain itu, terdapat dualisme di dalam film Ella Enchanted. Di satu sisi, film ini memperlihatkan beberapa perubahan mendasar dari Sleeping Beauty produksi Disney yang masih kental dengan ideologi yang patriarkis. Namun, di sisi lain, masih terdapat banyak ambiguitas di dalam film ini yang pada akhirnya justru tetap memperlihatkan adanya suatu kesamaan ideologi gender dengan fairy tale milik Disney.

This study discusses the curse in Sleeping Beauty (1959) and Ella Enchanted (2004) that is believed to have a similarity to the oppression happens to women in a patriarchal system, by specifically referring to the Betty Friedan_s view in The Feminine Mystique (1974). Besides, this study also discusses about the gender ideology in those two films by observing the efforts done by both main characters in achieving their own freedom from the curse. The outcome of this research shows that the curse suffered by the two female main characters in Sleeping Beauty and Ella Enchanted is just the same with the oppression happens to women in a patriarchal system. However, there is a dualism in Ella Enchanted. On one hand, this film shows some basic changes from the patriarchal Sleeping Beauty produced by Disney. On the other hand, there are still a lot of ambiguities in Ella Enchanted, which in the end causing this movie to keep showing a similar gender ideology presents in Disney_s fairy tale."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S13675
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rury Luberti
"ABSTRAK
Hubungan antara bahasa dan kehidupan sosial dipelajari dalam cabang ilmu sosiolinguistik. Pada ilmu ini juga dipelajari bagaimana bahasa bervariasi menurut berbagai macam aspek sosial, salah satunya gender. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan bahasa laki-laki dan perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan penggunaan kalimat imperatif laki-laki dan perempuan yang dilihat dari acara TV Belanda, Koken met Mike dan Koken met Jantje. Penelitian ini adalah penelitian analitis kualitatif yang menggunakan video acara memasak tersebut sebagai sumber data dan menggunakan teori bahasa dan gender oleh Robin Lakoff sebagai landasan teoretisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalimat imperatif yang dituturkan oleh laki-laki menggunakan lebih banyak diminutif daripada perempuan, perempuan lebih ekspresif daripada laki-laki dengan menggunakan adjektiva berlebih, dan laki-laki lebih banyak mengunakan kalimat majemuk dalam memberikan perintah.

ABSTRACT
The relationship between language and social environment is studied in sociolinguistics. In this dicipline, we also study how language varies according to various social aspects, one of it is gender. Various studies have been conducted to determine the differences of the language of men and women. This study was conducted to determine the differences in imperative sentences used by men and women, as seen in cooking programs on Dutch TV, Koken met Mike and Koken met Jantje. This study is a qualitative analytical study using the cooking shows as data sources and Robin Lakoff s Language and Gender Theory. The results of this study indicate that the imperative sentences spoken by men use more diminutives than women, women are more expressive than men using excessive adjectives, and men use more compound sentences in giving orders."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Ezi Ramadhiyanti
"ABSTRAK
Kesusastraan frankofon memiliki tema yang bervariasi. Salah satu tema yang menonjol adalah ideologi patriarki. Salah satu karya sastra Frankofon dengan ideologi patriarki sebagai wacana dominan teks adalah cerpen berjudul Annie et Fatima karya Assia Djebar, seorang penulis perempuan dari Aljazair. Bercerita tentang pasangan yang berbeda etnis; Annie, warga negara Prancis, dan Idir, imigran dari Aljazair. Perceraian mereka membuat Idir membawa pergi putri mereka, Fatima, ke Aljazair, tanpa sepengetahuan Annie. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan ideologi patriarki dalam teks. Pendekatan struktural digunakan untuk mengkaji isi teks. Hasil analisis menunjukkan keberadaaan ideologi patriarki yang dipegang teguh oleh tokoh laki-laki, ditunjukkan melalui tindakan-tindakannya. Pengukuhan ideologi patriarki ditinjau dari relasi kuasa dan dominasi terhadap tokoh perempuan. Latar ruang sangat berpengaruh dalam munculnya pengukuhan ideologi dan praktik patriarki. Ideologi patriarki dapat diimplementasikan dengan sukses di tempat yang mengakui dan mendukung eksistensinya.

ABSTRACT
Francophone literature carries various themes throughout the plurality of its works. One of the prominent theme is patriarchy. One of the works in francophone literature with patriarchy as its main focus is the short story titled Annie et Fatima, written by Assia Djebar, a prominent female writer from Algeria. It tells a story about a multi ethnic couple, Annie, a French woman, and Idir, an Algerian immigrant. Their divorce made Idir take their daughter, Fatima, away to Algeria, without Annie rsquo s consent. This article aims to show patriarchal ideology in the text. This paper uses structural approach to analyse the text. The result shows the existence of patriarchal ideology that is believed so strongly by the leading male, shown through his actions. The enforcement of patriarchal ideology is shown through the relation of power and domination over the leading woman. The setting holds a crucial role for the ideology and practice of patriarchy. Patriarchal ideology can be implemented successfully where it is recognized and supported."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Winner Se Naufallaksono
"ABSTRAK
Tulisan ini akan meneliti sifat-sifat maskulin yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh laki-laki di dalam novel Tschick ndash; in einfacher Sprache karya Wolfgang Herrndorf. Terdapat tiga tokoh yang akan dianalisa, yaitu Maik, Tschick, dan ayahnya Maik. Ketiga tokoh tersebut akan dianalisa sifat-sifat maskulin mereka yang paling menonjol melalui kajian gender dan seperti apa keterkaitannya dengan gaya hidup masyarakat urban. Lebih jauh lagi, tulisan ini akan meninjau apakah gender tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan konstruksi gender yang ada di dalam masyarakat dan bagaimana peran gender masing-masing tokoh mendapat pengaruh dari anggota keluarga dan teman sebaya yang direpresentasikan dalam novel ini. Orang tua dan teman sebaya memiliki peran penting dalam proses pembentukan gender seorang remaja yang sedang dalam masa transisi. Hal ini yang akan menjadi unsur utama pembahasan dalam tulisan ini.

ABSTRACT
This paper will examine the masculine traits that represent through male characters in novel by Wolfgang Herrndorf, Tschick in einfacher Sprache. There are three characters that will be analyzed, they are Maik, Tschick, and Maik 39 s father. Those three characters will be analyzed through their most prominent masculine traits within gender studies and what are their correlations within urban lifestyle. Furthermore, this paper will examine whether the gender of those characters fit in the existing gender constructions within the community and how the gender roles of each character are influenced by the family members and peers that represent in this novel. Parents and peers does have an important role in the gender forming process of a teenager in transition. These will be the main point of the discussion in this paper."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>