Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Iva Murty
Abstrak :
Studi-studi dalam psikologi sosial yang membahas mengenai self dan berbagai konsep-konsep turunannya, termasuk konsep self construal, selalu berhadapan dengan pilihan-pilihan problematis, dalam perspektif dan metodologi. Studi-studi self construal umumnya mengacu kepada pemikiran Markus dan Kitayama (1991) mengenai tipologi self construal dan implikasi kritisnya terhadap kognisi, emosi dan motivasi. Pemikiran Markus dan Kitayama (1991) ini memperlakukan hubungan diantara self dan budaya sebagai sesuatu yang bersifat linear dan mekanistik. Budaya memberi pengaruh terhadap self sehingga terdapat aspek-aspek self yang bervariasi menurut masyarakat dan budaya di mana seorang individu berada. Studi ini menolak pemikiran Markus dan Kitayama (1991) tersebut dan memilih membedah self construal melalui pendekatan dialogical self. Pendekatan dialogical self memaklumkan self sebagai sesuatu yang bersifat majemuk, kompleks namun fleksibel. Self merupakan repertoar posisi-posisi yang membentuk konstruksi dialogis berisi kontra, saling setuju maupun konflik. Dalam konteks hubungan self dan budaya, pendekatan yang dibangun oleh Hermans et al. (1992) ini, melihatnya sebagai hubungan mutual inclusion (saling tercakup) di mana konteks sosial dan budaya terwujud dalam posisi-posisi budaya dalam self. Terdapat dua tesis utama yang ingin dibuktikan dalam studi ini. Pertama, bahwa dalam menghadapi masa-masa kritis kehidupan, terdapat kecenderungan munculnya kondisi multivoicedness dalam self construal atau makna diri individu. Kedua, dalam keadaan terjadinya kondisi multivoicedness tersebut, posisi internal merupakan posisi yang paling menentukan bagi self construal atau makna diri untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Rumasita S
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam sejarah kehidupan, manusia selalu mengejar prestasi. Dari banyak penelitian yang telah dilakukan, tampak adanya hubungan yang signifikan antara self efficacy dan prestasi. Seseorang dengan kemampuan rata-rata namun memiliki self efficacy yang tinggi dapat mencapai prestasi yang baik. Selain self efficacy, dukungan dari orang tua, guru dan kelompok teman sebaya juga dapat mempengaruhi prestasi belajar karena mereka merupakan lingkungan sosial yang dekat dengan kehidupan siswa. Dukungan juga dapat mempengaruhi prestasi secara tidak langsung, yaitu melalui self efficacy, karena siswa masa remaja awal masih mendengarkan pendapat orang-orang di sekitarnya, dan hal tersebut dapat mempengaruhi cara siswa mempersepsikan kemampuannya. Hal tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Oleh sebab itu, peneliti ingin melihat hubungan dukungan sosial dan self efficacy dengan prestasi belajar pada siswa SLTP, karena siswa SLTP berada pada masa perkembangan remaja awal. Penelitian dilakukan pada 92 orang subyek yang terdiri dari 37 siswa lakilaki dan 55 siswa perempuan, yang berusia sekitar 13-15 tahun. Pemilihan subyek dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling. Setiap subyek dalam penelitian memperoleh kuesioner dukungan sosial dan skala self efficacy, dan untuk mengetahui prestasi belajarnya digunakan nilai rapor catur wulan pertama. Data dalam penelitian diolah dengan menggunakan teknik koefisen alpha dari Cronbach, korelasi Pearson Product Moment dan multiple regression yang ada pada program SPSS for MS Windows Rclease 10.0. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula prestasi belajar. Hubungan yang signifikan juga ditemukan antara self efficacy dengan prestasi belajar. Meningkatnya skor self efficacy akan diikuti dengan meningkatnya prestasi belajar. Dukungan sosial dan self efficacy juga berhubungan secara signifikan. Dan jika diteliti secara bersamaan, terlihat adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan self efficacy dengan prestasi belajar. Tetapi hanya 10,7% varians dari prestasi belajar dapat dijelaskan oleh dukungan sosial dan self efficacy. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan beragam agar hasil dapat digeneralisasikan. Selain itu, perlu dilakukan validasi eksternal terhadap instrumen penelitian yang digunakan. Kontrol juga perlu dilakukan untuk variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi prestasi belajar. Pada penelitian selanjutnya, nilai rapor juga dapat digantikan dengan tes standar untuk melihat prestasi siswa seperti EBTANAS.
2002
S3092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Prilia Puspitasari
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi regulasi diri memengaruhi kemampuan individu untuk mengabaikan godaan daya tarik alternatif pasangan dan bagaimana faktor inclusion of other in the self berperan di dalamnya. Partisipan penelitian ini adalah individu dalam tahap usia dewasa muda, yakni dalam rentang usia 20 ndash; 40 tahun yang sedang menjalani hubungan berpacaran dengan durasi waktu pacaran yang bervariasi n=81 . Desain penelitian yang digunakan adalah between-subjects experimental design dengan sistem rekam respon terkomputerisasi, di mana partisipan akan dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok depleted dan non-depleted. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan mengabaikan daya tarik alternatif pasangan antara kelompok depleted dan non-depleted dengan serangkaian tugas dan aroma mie instan. Dalam analisis moderasi yang telah dilakukan, inclusion of other in the self juga diketahui tidak dapat memoderasi pengaruh kondisi regulasi diri terhadap kemampuan mengabaikan daya tarik alternatif pasangan, namun pada partisipan yang telah menjalin hubungan dengan durasi di atas empat tahun, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara inclusion of other in the self dan kemampuan mengabaikan daya tarik alternatif pasangan r = 0,48.
ABSTRACT This study aims to investigate whether self regulation condition affects one lsquo s ability to derogate the temptation of attractive alternatives and how inclusion of other in the self plays role in the relationship. Participants of this study were individuals at the stage of young adulthood, ranged between 20 40 years old who is in a dating relationship with varying duration n 81 . This study used between subjects experimental design with computerized system to record responses. Participants divided into two groups of regulation condition, depleted and non depleted, with series of tasks and the odor of instant noodles. The results showed that there was no difference between depleted and non depleted groups in derogating attractive alternatives. This study found that inclusion of other in the self cannot moderate the effect of self regulation condition in derogating attractive alternatives. The result also found that one ability to derogate attractive alternatives is correlated with inclusion of other in the self for those who have been in a relationship for more than four years r 0,48.
2017
S66453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wikan Putri Larasati
Abstrak :
Tesis ini membahas pentingnya pengembangan self-esteem yang adekuat pada masa remaja. Individu yang memiliki self-esteem tinggi cenderung memiliki pencapaian akademik yang lebih tinggi, dan mereka yang memiliki self-esteem rendah memiliki pencapaian akademik yang lebih rendah (Lui, Kaplan, & Risser dalam Rice, 1996). Selain berkaitan dengan pencapaian akademik, self-esteem juga berkaitan dengan kesehatan fisik dan mental seorang remaja (Trzesniewski dalam Simpson-Scott, 2009). Subyek penelitian ini adalah seorang remaja perempuan berusia 13 tahun yang memiliki ciri-ciri seseorang dengan self-esteem rendah sebagaimana menurut Branden (1996) dan Guindon (2010). Intervensi yang dilakukan adalah penanganan individual pada subjek dengan menggunakan metode self-instruction. Metode self-instruction yang digunakan menggunakan empat tahap utama yang dikemukakan oleh Meichenbaum (Martin & Pear, 2003), yaitu identifikasi keyakinan negatif; memformulasikan positive self-statement; melakukan self-instruction untuk mengarahkan perilaku; dan melakukan selfreinforcement ketika berhasil mengatasi situasi. Desain penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah single case study A-B design.Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi menggunakan metode self-instruction dapat meningkatkan self-esteem pada subjek. ......The focus of this study is the importance of enhancing adolescent self-esteem. An adolescent with good self-esteem level tend to have better academic achievement compared to adolescent with low self-esteem (Lui, Kaplan, & Risser in Rice, 1996). Other than the academic achievement, self-esteem is also correlated with physical and mental health of adolescent (Trzesniewski in Simpson-Scott, 2009). The subject of this research is a 13 year old teenage girl who shows characteristics of individual with low self-esteem based on Branden (1996) and Guindon (2010). The intervention is delivered through individualized program using selfinstruction method. This method includes four major steps based on Meichenbaum (Martin & Pear, 2003), which are identifying negative beliefs, formulating positive self-statements, practicing self-instruction; and applying selfreinforcement. The design of this research is single case study A-B design. This research proves that an intervention program using self-instruction method can enhance the self-esteem of the subject.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31219
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Arief Setyawan
Abstrak :
Seorang manajer dituntut untuk seialu menunjukkan citranya sebagai eksekutif. Upaya ini untuk mengolah dengan cara memanipulasi kesan fisik dikenal sebagai upaya impression management. Konsep ini diperkcnalkan oieh Erving Goffman (1959), seorang sosiolog Amerika yang menjelaskan kecenderungan seseorang untuk menyesuaikan antara harapan masyarakat dengan peran yang disandang oleh seorang. Sebagai salah satu cara untuk menirigkatkan citranya, yakni dengan memakai benda-benda yang melekat dan berkaitan dengan identitasnya. Kemampuan untuk mengolah kesan yang positif sesuai dengan peran yang disandang akan membantu manajer untuk menjalankan tugas dan fungsi kemanajerialan. Peran sebagai eksekutif seiring berhubungan dengan orang lain, membuat manajer dituntut untuk seialu raenjaga wibawanya. Fungsi-fungsi manajeriai seperti conlrolling. stajfing, organizing. leading, dan planning, dapat beijalan lancar jika kewibawaan manajer seialu dijaga. Konsep yang dapat menjelaskan bagaimana seorang manajer dapat menampilkan kesan atau citra yang positif sesuai dengan perannya, yakni self motiitoring. Menurut Snyder (1974), konsep self monitoring ini merujuk pada lima komponen yakni, pertama. menyangkut keputusan sosial dari presentasi diri seseorang di hadapan publlik ; kedua, perhatian terhadap informasi tentang berbagai perbandingan sosial sebagai isyarat-isyarat dari penampilan diri yang bagaimana yang pantas jika berada dalam situasi terlentu , ketiua. kemampuan seseorang untuk mengontrol dan memodifikasi ekspresi tingkalh laku , keemoat, pemanfaatan dan penggunaan kemampuan tersebut dalam situasi-sitiasu khusus, dan terakhir kelima, sampai seberapa jauh ekspresi tingkah laku dan presentasi diri seseorang bentuk untuk menyesuaikan dengan situasi-situsi khusus. Dalam pengukurannya Seli Monitoring, dibagi menjadi tiga aspek yakni Ekstraversion-Intraversion, Self Directedness, Acting Out. Aspek pertama, Ekstraversion-Introversion mengukur kemampuan self explanatory, yakni kesediaan individu dalam mengorienlasikan diri berhubungan dengan orang lain. Aspek kedua, Otherdirectedness, mengukur kemauan atau kesediaan untuk mengubah tingkah laku di hadapan orang lain. Sedangkan aspek ketiga yakni Acting Out, mengukur kemampuan seseorang untuk mengontrol dan memodifikasi presentasi diri dan tingkah laku ekspresif yang sponlas dalam situasi publik. Singkat kata pengukuran self monitoring ini secara keseluruhan unutk melihat dua kemampuan yakni kemampuan mengatur dan kemampuan menjaga kesan positif penilain orang lain terhadap penampilan diri. Salah satu cara mengkomunikasikan citra dan wibawa, yakni dengan cara memakai barang-barang bermerek yang mahal. Gaya hidup manajer selama ini dianggap high profile, mengingat pola konsumsinya terhadap barang-barang yang mahal. Salah satu barang yang melekat dan berkaitan erat dengan identitas manajer, yakni busana eksekutif. Busana eksekutif dibatasi sebagai busana keija yang dipakai manajer dalam lingkungan formalnya (setting keija). Busana ini terdiri; kemeja dan celana panjang untuk pria, blues dan blazer untuk wanita. Merek-merek terkenal yang telah mendunia (international) menjadi pilihan utama setelah bentuk morfologisnya. Merek-merek tersebut berharga mahal dan tidak semua orang dapat mengkonsumsinya. Alasan mereka yang mengkonsumsi busana mahal tersebut beraneka ragam. Namun jika dicermati terdapat dua alasan yakni sebagai ekspresi hedonis dan utilitaraian Loudoun & Delabitta (199j). Sebagai ekspresi hedonis merujuk pada pengakuan terhadap social power, seperti kekayaan, kemakmuran, dan kekuasaan. Sedangkan utilitarian motif mementingkan asas kegunaan, dan biasanya menjadi perilaku instrumental untuk mencapai tujuan utama. Motif-motif pembelian ini berkaitan dengan keyakinan atau belief seseorang. Untuk mengetahui secara pasti, maka diperlukan penelitian yang dapat melihat belief-belief tersebut. Konsep yang dapat melihat secara luas, namun tepat melihat keinginan manajer untuk membeli busana eksekutif terkenal, yakni intensi. Konsep intensi ini diperkenalkan oleh Fishbein & Ajzen (1975) yang mendefinisikannya sebagai kecenderungan seseorang menempatkan diri dalam dimensi probabUitas yang melibatkan dirinya dan tingkah laku. Dalam upaya melengkapi konsep ini Ajzeo (1988) mengoreksi dengan menambahkan satu komponen penting dari intensi, sehingga menjadi tiga komponen, yakm sikap, norma subyektif, dan yang baru perceived behavior control (PBC). Sikap dipengaruhi oleh dua variabel yakni belief behavior, yakni keyakinan seseorang tentang tingkah laku tersebut, dan out comes evaluation, yakni evaluasi terhadap konsekuensi yang diterima jika memunculkan tingkah laku tersebut. Norma subyektif terdiri dari dua bagian yakni normatif belief, yakni keyakinan bahwa terdapat orang-orang yang penting {signiftkan others) menginginkan seseorang untuk menampilkan tingkah laku. Aspek kedua dari norma subyektif yakni motivation to comply yakni kesediaan untuk memenuhi harapan signifikan others. Sedangkan PBC terdiri dari aspek control belief yakni keyakinan bahwa terdapat sumberdaya dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menampilkan tingkah laku, aspek kedua perceived pmver yak " terdapat kontrol langsung yang dimiliki subyek untuk menampilakn tingkah laku tertentu. Pengukuran terhadap konstruk intensl ini semakin relevan jika dikaitkan dengan adanya krisis ekonomi, dimana terdapat asumsi bahwa upaya penghematan seseorang sebagai respon dari adanya inflasi yang tinggi akan mempengaruhi keinginan sseorang manajer untuk membeli busana-busana yang mahal. Penelitian ini mempunyai empat tujuan yakni, pertama, ingin melihat bagaimana gambaran self monitoring manajer, kedua bagaimana intensi manajer untuk membelibusana eksekutif bermerek terkenal. ketiga, ingin melihat seberapa besar pengaruh sunmbangan komponen sikap, nomna subyektif, dan perceived behavior control, dan keempat ingin melihat apakah ada hubungan antara self monitoring dengan intensi untuk membeli busana eksekutif bermerek terkenal pada manajer. Penelitian ini menggunakan sampel manajer lini pertama, manajer madya, dan manajer puncak mengingat bahwa indikasi kuat bahwa ketiga kelompok ini mempunyai daya beli yang cukup tinggi untuk membeli busana-busana mahal. Penentuan sampel menggunakan tekmk accidental sampling, dimana sampel yang tersedia dapat diambil asal memenuhi syarat karakteristik sampel. Teknik sampling ini termasuk non probability sampling, dimana setiap subyek penelitian tidak mempunyai peluang yang sama menjadi sampel penelitian. Jumlah sampel yang dapat diambil sebanyak 127 orang. Dari basil penelitian menemukan bahwa self monitoing para manajer ratarata tinggi. Terdapat perbedaan yang signifikan antara manajer puncak, madya, dan lini pertama dalam self monitoringnya, dimana semakin tinggi jabatan seseorang SMnya semakin tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa intensi manajer untuk membeli busana eksekutif bermerek terkenal cendemng tinggi. Terdapat perbedaan intensi yang signifikan antara manajer puncak, madya dan Kni pertama. Perbedaan ini rupanya masih berhubungan erat dengan daya beli mereka. Manajer puncak dan manajer madya masih menganggap dirinya masih mampu membeli busana-busana tersebut meskipun makin mahal. Dari penelitian tentang belief-belief mereka nampaknya para manajer terdorong untuk membeli busana busana tersebut lebih dikarenakan pertimbangan utilitarian yang melihat sebagai tingkah laku memakai busana eksekutif bermerek terkenal sebagai salah cara untuk meraih kewibawaan dan mendapatkan legitimasi yang wajar. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komponen PBCD merupakan prediktor terbaik dari dua komponen sikap dan norma subyektif. Hasil ini sesuai dengan teori Ajzen (1988) bahwa persepsi terhadap sumberdaya mempengaruhi kontrol seseorang dalam memunculkan tingkah laku. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa selama daya beli masih tinggi, tingkah laku akan dimunculkan seseorang. Namun dari hasil ini daya beli tersebut masih dimiliki kelompok manajer puncak dan madya yang memang mempunyai penghasilan yang cukup, meski berada dalam situasi ekonomi yang sulit. Hasil utama lain dari penelitian ini, yakni bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self monitoring dengan intensi manajer untuk membeli busana eksekutif bermerek terkenal yang mahal. Hal ini berarti semakin tinggi SM manajer semakin tinggi pula intensinya untuk membeli busana-busana mahal tersebut.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Nelden D.M Djakababa
Abstrak :
ABSTRAK
Budaya mempengaruhi perilaku manusia yang hidup dalam konteks budaya tersebut. Dalam konteks budaya Sumba, seringkali terjadi peristiwa- peristiwa yang dianggap melecehkan ke-diri-an seseorang, kemudian menjadi masalah yang dianggap sangat serius. Bertolak dari kenyataan tersebut, penelitian ini bermaksud melihat bagaimanakah orang Sumba melihat ke-diri- annya sendiri, atau dalam istilah psikologi, bagaimanakah gambaran konsep diri orang Sumba.

Penelitian deskriptif ini menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Alat pengumpul data yang dipergunakan adalah kuesioner "Saya .... " yang menghasilkan data kualitatif 'berupa respon- respon yang dikategorisasi dan dianalisa isinya, serta data kuantitatif berupa frekuensi dan persentase respon. Wawancara juga dilakukan sebagai pelengkap data kualitatif.

Responden penelitian ini ada 101 orang yang memberikan 969 respon berupa pernyataan- pernyataan yang mendeskripsikan diri. Respon yang terbanyak (56.8%) berasal dari dimensi kolektif. Tiga kategori dengan respon terbanyak adalah kategori "ldentitas Sosial" (36.43%), "Atribut- atribut Spesifik" (29.41%), dan "Deskripsi Evaluatif" (14.24%). Terdapat tiga subkategori baru yang muncul berdasarkan data, yaitu subkategori "Kebutuhan", "Kewajiban I Keharusan", dan "Kondisi Ekonomi".

Perbandingan antara kelompok remaja dan dewasa menunjukkan bahwa kelompok remaja mengumpulkan presentase respon terbesar pada kelompok ?Aspirasi - Individual" (7.38%) sedangkan kelompok dewasa Iebih banyak memberi respon di bawah subkategori "lnforrnasi Keluarga" (12.98%). Perbandingan antar kelompok jenis kelamin menunjukkan bahwa relatif tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok ini dalam hal proporsi dimensi individual, kolektif dan relasional. Laki- Iaki Iebih banyak memberikan respon pada subkategori "Peran - status" (7.80%) serta "ldentitas yang Dirumuskan Sendiri" (5.13%) daripada perempuan (4.56% & 0.83%). Perempuan Iebih banyak memberikan respon-respon pada subkategori ?Kondisi Ekonomi" (6.85%) daripada Iaki- laki (2.46%). Tidak seperti dugaan semula, ternyata respon yang menunjukkan identitas kepenganutan terhadap kepercayaan Marapu, yaitu kepercayaan asli Sumba, sama sekali tidak muncul.

Disimpulkan bahwa konsep diri orang Sumba mencerminkan karakteristik dimensi budaya kolektif yang dominan, yaitu karakteristik budaya yang cenderung berorientasi pada keiompok. Dengan mempertimbangkan aspek- aspek pada subkategori, tema- tema yang paling menonjol pada konsep diri para responden adalah identitas sosial khususnya identitas etnis sebagai orang Sumba, aspirasi dan preferensi, serta deskripsi diri secara evaluatif. Laki- Iaki Iebih menunjukkan karakteristik mempertahankan nama baik dan harga diri daripada perempuan, terindikasi pada perbedaan jumlah respon "Peran - status" dan ?Kondisi Ekonomi" kedua kelompok jenis kelamin. Perbedaan antara kelompok remaja dan dewasa pada dasarnya mencerminkan perbedaan tahap perkembangan.

Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya, responden ditingkatkan jumlah, keragaman karakteristiknya serta penyebaran lokasinya supaya data Iebih dapat mewakili karakteristik seluruh populasi Sumba asli secara Iebih proporsiona|.
1998
S2472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella
Abstrak :

ABSTRAK
Remaja Amerika merasa iklan rokok Marlboro ditujukan pada mereka, di lain pihak, produsen Marlboro membantah mentargetkan remaja sebagai konsumen Marlboro. Bagaimana di Indonesia?

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara diskrepansi konsep-diri remaja dengan citra merek terhadap pemilihan merek rokok Marlboro.

Penelitian dilakukan pada 129 orang remaja berusia I2 sampai I8 tahun di Bogor dan sekitarnya. Alat yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat berdasarkan aturan skala semantic diferensial Osgood & Tannenbaum, dengan skala yang bipolar.

Hasil yang diperoleh ternyata ada hubungan yang signifikan antara kedekatan konsep-diri aktual remaja dan citra merek Marlboro dengan pilihan rokok merek Marlboro. Skor hubungan terbesar ada pada konsep-diri ideal. Jadi bagaimana seseorang ingin menjadi, dekat dengan citra merek Marlboro dan berhubungan dengan pilihan merek Marlboro.

Sebagai hasil tambahan diperoleh gambaran citra Marlboro (citra berkelas), gambaran konsep-diri remaja (citra menyenangkan), dan gambaran kedekatan citra Marlboro dengan konsep-diri remaja.
1998
S2648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Yulia I. Romaria
Abstrak :
ABSTRAK
Kompetensi berbahasa Inggris, tak pelak lagi, menjadi sesuatu yang makin dibutuhkan dewasa ini. Seseorang yang memiliki kemampuan dalam bahasa Inggris akan memperoleh kemudahan-kemudahan, seperti dalam lingkup pendidikan,pekerjaan, bahkan pergaulan.

Kenyataan tersebut membuat peran lembaga kursus bahasa lnggris menjadi penting. Lembaga kursus bahasa Inggris, seperti LB-LIA yang menjadi tempat pengambilan sampel dalam penelitian ini, memiliki kelebihan-kelebihan dalam proses penyelenggaraan bahasa Inggris dibanding sekolah formal. Metoda pengajaran yang tidak terlalu terstruktur dan terbuka memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dan aktif berpartisipasi, sesuatu yang tidak mungkin atau sangat kecil kemungkinannya untuk dilakukan di kelas umum.

Metoda pengajaran yang berbeda itu pun juga memiliki konsekuensi terhadap tuntutan karakteristik siswa yang relatif berbeda dibanding sekolah formal. Di LB-LIA, siswa memegang peran utama dalam keberhasilan proses belajamya, bukan guru. Siswa dituntut untuk aktif, dan berani bereksperimen Tugas guru adalah sebagai fasilitator.

Karakteristik siswa seperti tersebut, dalam ilmu psikologi, dapat ditemui pada siswa yang memiliki orientasi belajar mastery goal. Siswa yang berorientasi pada mastery goal adalah siswa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan penguasaan terhadap ketrampilan yang diberikan. Tujuan itu datang dari dalam diri sendiri, bukan karena fakor eksternal. Ciri lain adalah mereka tidak takut untuk melakukan kesalahan, meskipun di depan siswa-siswa lain.

Sementara itu hasil penelitian melaporkan bahwa sikap yang demikian didasari oleh adanya suatu keyakinan bahwa. ia mampu melakukan tugas-tugas yang dihadapinya Keyakinan seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas-tugas tertentu dalam ilmu psikologi disebut self-efficacy. Keyakinannya tersebut kemudian mendorongnya untuk mengembangkan orientasi motivasional yang intrinsik, yaitu mastery goal. Semakin yakin seseorang akan kemampuannya, semakin ia akan mengembangkan motivasi yang intrinsik.

Penelitian ini ingin menguji kebenaran dari dugaan tersebut. Selain itu juga ingin melihat apakah ada pengaruh kegagalan (pengalaman pernah tinggal kelas) dan jenjang kelas terhadap self-efficacy siswa.

Penelitian dilakukan di LB-LIA Pengadegan dengan mengambil 86 sampel, yang duduk di tingkat menengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan dan positif antara self-efficacy dan mastery goal pada subyek. Hasil penelitian lain ini juga menunjukkan tidak adanya perbedaan self-efficacy yang signifikan antara siswa yang pernah dan tidak pernah mengulang, serta antara siswa menengah kelas 1, 2, 3, dan 4. Hal ini diduga karena mayoritas subyek mengikuti kursus di LB-LIA karena diduga mayoritas subyek yang pernah mengulang mengalamnya pada tingkat dasar dan hanya terjadi sekali. Saat dilakukan penelitian ini, diduga subyek telah berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya kembali. Dugaan lain adalah karena mayoritas subyek memasuki LB-LIA karena kebutuhan yang berasal dari diri sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik berdasarkan teori tidak mempersepsikan kegagalannnya karena ia bodoh atau tidak mampu, tetapi karena kurang berusaha. Karena itu pengalaman mengulang tidak membuat kepercayaan dirinya menurun.

Disarankan diadakan penelitian yang menggali tentang keterkaitan antara self- efficacy dan mastery goal terhadap prestasi siswa yang mengikuti program pengajaran bahasa Inggris. Selain itu penelitian yang menelaah self-efficacy secara lebih mendalam, dengan cara mengambil sampel yang lebih luas yaitu meliputi seluruh tingkat (dasar, menengah dan lanjutan),juga penelitian perbandingan antara sampel yang baru saja dinyatakan mengulang dan tidak mengulang, serta perbandingan self-efficacy kelas bahasa Inggris di kursus dan sekolah umum.
2000
S2859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carmelia Susanti
2001
S3056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desita Ramadani
Abstrak :
[Dalam perjalanan di perkuliahan, mahasiswa akan menemukan masalah salah satunya masalah karir, yaitu merasa salah pada jurusan yang telah dipilihnya dan menyebabkan ketidakyakinan pada jurusan yang telah dipilihnya. Keyakinan mahasiswa untuk tetap persisten pada jurusan yang telah dipilih erat kaitannya dengan career decision self-efficacy. Salah satu faktor yang dapat membantu mahasiswa untuk dapat mencapai career decision self-efficacy adalah self-directed learning pada individu. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat hubungan self-directed learning terhadap career decision self-efficacy pada mahasiswa S1 Universitas Indonesia (UI). Responden penelitian ini terdiri dari 516 orang mahasiswa S1 UI tahun kedua atau semester 4. Self-directed learning diukur menggunakan Student Self-Directed Learning Questionnaire dari De Bruin (2008, dalam De Bruin dan Cornelius, 2011) dan career decision self-efficacy diukur dengan Career Decision Self-Efficacy Short-Form dari Betz dan Taylor (1983, dalam Betz & Taylor, 2006) yang telah diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara self-directed learning dan career decision self-efficacy (r = 0.576; p < 0.05). Selain itu, hasil juga menunjukkan ada hubungan antara dimensi self-directed learning (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi) dan career decision self-efficacy. Implikasi dari penelitian ini untuk perguruan tinggi diharapkan agar diadakan pelatihan terkait self-directed learning bagi mahasiswa agar memiliki pengarahan diri dalam pembelajarannya, agar mahasiswa lebih mandiri dalam belajar, menekuni dan mendalami pengetahuan dari jurusan yang dipilihnya sehingga dapat lebih yakin dengan keputusan karirnya. ;During their University years, students may encounter problems such as career problem, defined as feeling of mistakenly being in their own chosen study program which then causing hesitation for being in the program. Students? assuredness to be persistent in doing the chosen program is highly related with career decision self-efficacy. One factor that can help students to achieve career decision self-efficacy is by applying self-directed learning for each student. The main purpose of this research is to see the relationship between self-directed learning and career decision self-efficacy among undergraduates students in Universitas Indonesia (UI). A total of 516 students who are currently enrolled in the second or fourth semester participated in the research. Self-directed learning was measured using Student Self-Directed Learning Questionnaire proposed by De Bruin (2008; in De Bruin & Cornelius, 2011) and career decision self-efficacy was measured using Career Decision Self-Efficacy Short-Form designed by Betz and Taylor (1983; in Betz & Taylor, 2006). The two measures were adapted and modified by the researcher. The results indicate that there is a significant relationship between self-directed learning and career decision self-efficacy (r = 0.576; p < 0.05). Furthermore, the results also show that there is a relationship between the dimensions of self-directed learning (planning, implementing, and evaluating) and career decision self-efficacy. The implication of this research is that University is expected to organize training about self-directed learning for the students to have better direction in their studies, so that students more independent in learning, occupy, and steep the knowledge of the major that has been chosen as well as inducing their career decision self-efficacy. , During their University years, students may encounter problems such as career problem, defined as feeling of mistakenly being in their own chosen study program which then causing hesitation for being in the program. Students’ assuredness to be persistent in doing the chosen program is highly related with career decision self-efficacy. One factor that can help students to achieve career decision self-efficacy is by applying self-directed learning for each student. The main purpose of this research is to see the relationship between self-directed learning and career decision self-efficacy among undergraduates students in Universitas Indonesia (UI). A total of 516 students who are currently enrolled in the second or fourth semester participated in the research. Self-directed learning was measured using Student Self-Directed Learning Questionnaire proposed by De Bruin (2008; in De Bruin & Cornelius, 2011) and career decision self-efficacy was measured using Career Decision Self-Efficacy Short-Form designed by Betz and Taylor (1983; in Betz & Taylor, 2006). The two measures were adapted and modified by the researcher. The results indicate that there is a significant relationship between self-directed learning and career decision self-efficacy (r = 0.576; p < 0.05). Furthermore, the results also show that there is a relationship between the dimensions of self-directed learning (planning, implementing, and evaluating) and career decision self-efficacy. The implication of this research is that University is expected to organize training about self-directed learning for the students to have better direction in their studies, so that students more independent in learning, occupy, and steep the knowledge of the major that has been chosen as well as inducing their career decision self-efficacy. ]
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>