Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Kusumawati
"Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi
Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan
prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian
untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap
stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model
pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi
adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng
Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus
adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal.
Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak
stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus
dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara
dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat
(uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik
batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan
lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping
ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%).
Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan
kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan
pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan
adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan
pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan
pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi
lingkungan.
Stunting is a nutritional problem, proved by the evidence of nutritional status
monitoring at Banyumas District in 2012, the prevalence of stunting was
28.37% and the highest prevalence 41.6% at Kedungbanteng Primary
Health Care. This study aimed to analyze risk factors related to child, maternal,
and environmental factors toward stunting among children under
three year old in 2013 in order to develop the control model. This study used
case control design, the population was all children aged of six to 36 months
at Kedungbanteng Primary Health Care, Banyumas District. Sample was 50
stunting children, while the control sample was 50 normal children.
Sampling technique was taken from seven villages with the highest stunting
number, meanwhile the control was normal children living closest to the
case with similar age. Data was collected through interview and measurement.
Data analysis was conducted in univariate, bivariate (chi-square test),
and multivariate analyze (multiple logistic regression test). The results found
that characteristics of stunting children under three years old were often suffering
infectious diseases (66%), having body length record < 48 centimeter
(66%), bad records of breastfeeding and comlementary feeding (66%),
and record of low birth weight (8%).Stunting risk factors in this study were
infectious disease, health services, immunization, maternal knowledge, family
income, family food availability, and environmental sanitation. The most
dominating factor was infectious disease. The stunting control model
through enhancement of family empowerment related to infectious disease
prevention, utilization yard as a family nutrition source and environmental
sanitation repair."
Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan,Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Kusumawati
"Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi
Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan
prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian
untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap
stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model
pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi
adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng
Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus
adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal.
Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak
stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus
dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara
dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat
(uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik
batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan
lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping
ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%).
Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan
kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan
pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan
adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan
pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan
pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi
lingkungan.
Stunting is a nutritional problem, proved by the evidence of nutritional status
monitoring at Banyumas District in 2012, the prevalence of stunting was
28.37% and the highest prevalence 41.6% at Kedungbanteng Primary
Health Care. This study aimed to analyze risk factors related to child, maternal,
and environmental factors toward stunting among children under
three year old in 2013 in order to develop the control model. This study used
case control design, the population was all children aged of six to 36 months
at Kedungbanteng Primary Health Care, Banyumas District. Sample was 50
stunting children, while the control sample was 50 normal children.
Sampling technique was taken from seven villages with the highest stunting
number, meanwhile the control was normal children living closest to the
case with similar age. Data was collected through interview and measurement.
Data analysis was conducted in univariate, bivariate (chi-square test),
and multivariate analyze (multiple logistic regression test). The results found
that characteristics of stunting children under three years old were often suffering
infectious diseases (66%), having body length record < 48 centimeter
(66%), bad records of breastfeeding and comlementary feeding (66%),
and record of low birth weight (8%).Stunting risk factors in this study were
infectious disease, health services, immunization, maternal knowledge, family
income, family food availability, and environmental sanitation. The most
dominating factor was infectious disease. The stunting control model
through enhancement of family empowerment related to infectious disease
prevention, utilization yard as a family nutrition source and environmental
sanitation repair."
Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan,Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Prawira
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
penerapan toilet training pada orangtua yang mempunyai anak batita. Penelitian
ini juga diharapkan untuk dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuk
memulai toilet training serta cara-cara yang digunakan.
Toilet training adalah salah satu tugas perkembangan anak yang menjadi
landasan untuk menjalani tugas perkembangan selanjutnya. Keberhasilan seorang
anak untuk melewati tugas perkembangan ini bergantung pada bagaimana cara
orangtua menerapkan toilet training kepada anak mereka.
Penelitian ini dilakukan terhadap empat orang subjek dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi
untuk memperoleh data. Data yang berhasil dihimpun kemudian dianalisis dengan
menggunakan teori mengenai toilet training, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan toilet training.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan data bahwa usia anak tidak menjadi
patokan dalam menerapkan toilet training, mereka lebih melihat kepada
perkembangan motorik kasar anak. Apabila anak mengompol, para subjek
berupaya untuk tidak memarahi dan memahami bahwa hal tersebut adalah hal
yang biasa dilakukan oleh anak kecil. Cara yang diterapkan oleh para subjek
antara lain dengan menerangkan rangkaian tingkah laku yang harus dilakukan
pada waktu buang air dan membiasakan anak untuk buang air kecil setiap dua jam
sekali. Para subjek juga menggunakan pispot dalam mengajarkan toilet training
pada anak dan berupaya untuk memberikan contoh cara buang air kecil di kamar
mandi. Kendala yang dihadapi para subjek dalam menerapkan toilet training
antar lain adalah adanya anggapan dari anak bahwa pispot sebagai mainan dan
hilangnya hasrat untuk buang air besar akibat bermain air di kamar mandi.
Adapun bahan yang dapat menjadi pertimbangan dari penelitian ini adalah
bahwa pada sebuah penelitian kualitatif dibutuhkan keijasama antara peneliti dan
subjek, insight, serta perasaan yang peka dari keduanya. Oleh karena itu
diperlukan sebuah latihan untuk dapat mengajukan pertanyaan dan menggalinya
lebih dalam. Lebih lanjut diperlukan juga waktu observasi yang cukup untuk mendukung data-data yang ada. Sebaiknya dilakukan juga wawancara dengan
orang lain, baik suami atau orang yang mengasuh anak. Hal itu ditujukan untuk
mendapat tambahan gambaran bagaimana cara penerapan toilet training serta
untuk memperlihatkan konsistensi jawaban subjek dengan penerapan yang
dilakukannya."
2004
S3302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Lubbna
"Masa batita adalah masa emas dan kritis yang perlu dioptimalkan dalam melakukan stimulasi perkembangan agar keterlambatan perkembangan dapat dicegah, terutama oleh ibu yang secara emosional lebih dekat dengan anak. Fenomena keterlambatan perkembangan anak di Indonesia masih terjadi karena kurangnya stimulasi saat usia batita, terutama anak di daerah pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stimulasi perkembangan batita oleh ibu. Desain penelitian ini deskriptif sederhana dengan metode consecutive sampling terhadap 92 ibu di Desa Jungjang Kecamatan Arjawinangun, Cirebon. Hasilnya, lebih banyak ibu yang sering melakukan stimulasi perkembangan pada aspek bicara dan bahasa serta sosialisasi kemandirian (51,1 % dan 51,1 %) daripada aspek motorik kasar dan motorik halus (43,5 % dan 44,6 %), dan berdasarkan keseluruhan aspek perkembangan, lebih banyak ibu yang jarang melakukan stimulasi (51,1 %) dibandingkan ibu yang sering melakukan stimulasi (48,9 %). Disarankan bagi tenaga kesehatan terutama perawat anak agar mengoptimalkan edukasi mengenai stimulasi perkembangan anak pada ibu-ibu di pedesaan.
......Toddler period was golden and critical age which needed to be optimized by parents to stimulate their child developments so that developmental delay could be prevented, especially by mother who has closer emotional bound with children. Children developmental delay phenomena in Indonesia, especially in rural area, was still exist caused by lack of development stimulation when they were in toddler age. The aim of this descriptive study is to describe development stimulation of toddler age children by mother. This study with consecutive sampling method is included 92 mothers in Jungjang Village, Arjawinangun, Cirebon. The results were mothers who often give stimulation of talking, language, socialization and autonomy aspects (51,1 % and 51,1 %) were more than gross motoric and fine motoric aspects (43,5 % and 44,6 %), and according to whole aspects of development, mothers who rarely give stimulation (51,1 %) is more than mothers who often give stimulation (48,9 %). It’s recommended for health services and pediatric nurses, especially in rural area, to educate the mothers about the importance of stimulating their children in toddler age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Ma`arif
"Stunting merupakan masalah serius, dampak nyata adalah menurunnya kualitas generasi muda di masa datang baik secara fisik maupun motorik yang mana akan berpengaruh pada perekonomian negara. Program stunting di Indonesia masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dengan target penurunan dari (30,8%) 2018 menjadi (14%) 2024. Tujuan penelitian ini mengetahui faktor determinan stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan tamansari, kabupaten Bogor, Indonesia. Desain studi cross-sectional dari data primer dengan jumlah sampel 500 batita usia 12-36 bulan. Analisis faktor determinan stunting pada penelitian ini menggunakan analisis multivariat cox regresi dan besar pengaruh dinyatakan dalam prevalensi rasio (PR) dengan confident interval (CI) 95%. Penelitian kami menunjukkan prevalensi stunting pada batita usia 12-36 bulan di Tamansari sebesar 39.2%. Hasil uji Multivariat menunjukkan faktor determinan stunting di Tamansari yaitu riwayat pemberian ASI (PR=1.32), diare (PR= 1.40), asupan energi (PR=1.35), pendidikan ibu (PR=1.54) dan usia ibu (PR=1.44). Hasil penelitian menyarankan bahwa pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan dapat mencegah stunting dengan meningkatkan cakupan asi eksklusif, pola hidup bersih dan sehat serta meningkatkan asupan energi dan protein seperti telur, tahu dan tempe. Bagi Dinas Pendidikan, meningkatkan pendidikan ibu dengan kejar paket A-C, dan bagi BKKBN bersama Kantor Urusan Agama setempat meningkatkan usia pernikahan sesuai UU perkawinan yaitu 19 tahun.
......Stunting is a serious problem, the real impact is the decline in the quality of young people in the future both physically and motorically which potentially affect the countrys economy. Stunting programmes in Indonesia are included in the National Medium Term Development Plan with a reduction target of (30.8%) 2018 to (14%) 2024. The purpose of this study is to assess the determinant factor of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari, Bogor District, Indonesia. A cross-sectional study design was employed, with primary data from a total sample of 500 toddlers in the District. The analysis of the determinant factor of stunting applied multivariate Cox Regression analysis and the effect is expressed by the prevalence ratio (PR) with a 95% confidence interval (CI). Our study shows that the prevalence of stunting in toddlers aged 12-36 months in Tamansari is 39.2%. The Multivariat analysis test results show factors determinant of stunting in Tamansari such as the history of breast feeding (PR=1.32), diarrhoeal disease (PR=1.40), energi intake (PR=1.35), mothers education (PR=1.54) and mothers age (PR=1.44). The researcher suggest that The Health Center and the Department of Health prevent stunting by apply exclusive breast feeding, healthy lifestyles and increase energy and protein intake such as eggs, tofu and tempe. Department of Education increasing the minimum of mothers education with "kejar paket A-C". National Family Planning Coordinating Agency and Religious Affairs Office increasing the minimum marriage age in accordance with Indonesian marriage law limitations at age of 19 years."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syilga Cahya Gemily
"

Protein hewani merupakan salah satu zat gizi yang dapat berhubungan dengan kejadian stunting. Namun, saat ini asupan protein hewani masyarakat masih belum mencapai angka ideal yang disarankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani anak usia 25-30 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian case control yang berjudul Perbedaan Asupan Susu dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 25-30 Bulan di Jakarta Pusat Tahun 2019. Total sampel sebanyak 121 anak. Analisis data menggunakan uji chi square, uji T dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu dan Minimum Dietary Diversity (MDD) berhubungan signifikan dengan asupan protein hewani, dimana asupan protein hewani yang baik lebih banyak terdapat pada anak yang berasal dari pendidikan ibu tinggi dan MDD yang tercapai. Faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani adalah pendidikan ibu (OR: 3,8) setelah dikontrol oleh MDD, Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum Acceptable Diet (MAD), status pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein hewani dengan kejadian stunting (OR:7,8). Anak yang asupan protein hewaninya kurang memiliki peluang sebesar 7,8 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara literasi gizi ibu/pengasuh dengan MMF dan MAD, dimana MMF dan MAD yang tercapai lebih banyak terdapat pada anak yang berasal dari ibu/pengasuh dengan literasi gizi yang tinggi. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor dominan yang berhubungan dengan asupan protein hewani anak usia 25-30 bulan di Jakarta Pusat tahun 2019 adalah pendidikan ibu. Anak yang berasal dari ibu dengan pendidikan rendah berpeluang 3,8 kali lebih tinggi memiliki asupan protein hewani yang kurang.


Animal protein is one of the nutrients that can be associated with stunting. However, at present, the communitys animal protein intake has not yet reached the recommended ideal number. This study aims to determine the dominant factors associated with animal protein intake for children aged 25-30 months in Central Jakarta in 2019. This study used secondary data from a case-control study with entitled The Difference between Milk Intake with Stunting on Children aged 25-30 Months in Central Jakarta in 2019. The total sample of 121 children. Data analysis used chi-square test, T-test and multiple logistic regression. The results showed that maternal education and Minimum Dietary Diversity (MDD) were significantly related to animal protein intake, where adequate animal protein intake was common in children from higher maternal education and MDD was achieved. Dominant factors related to animal protein intake are maternal education (OR: 3.8) after being controlled by MDD, Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum Acceptable Diet (MAD), mothers employment status, and family income. The results showed that there was a significant relationship between animal protein intake and stunting (OR: 7.8). Children whose animal protein intake is less have a 7.8 times higher chance to be stunting. The results also showed that there was a significant relationship between nutritional literacy with MMF and MAD, where MMF and MAD were achieved more in children who came from mothers with high nutritional literacy. The conclusion of this study is that the dominant factor associated with animal protein intake for children aged 25-30 months in Central Jakarta in 2019 is maternal education. Children who come from mothers with low education are 3.8 times more likely to have less animal protein intake.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Puspa Sari
"ABSTRAK
Kriptosporidiosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh
Cryptosporidium sp~ parasit kokstdia intraseluler pada manusia dan hewan dan
merupakan agen yang menyebabkan enterokolitis. Cryptasporidium sp. dapat
menyebabkan penyakit gastrointestinal pada manusia, terutama anak-anak dan
penderita imunodefisieosi. Angka kejadian infuksi umumnya lebih tinggi pada
anak-anak dibandingkan orang dewasa skala klinis kriptosporidiosis sangat luas
mulai dari asimtomatik sampai diare persisten. Selain menyebabkan diare, infeksi
ini juga dapat menyebabkan malnutrisi Selama ini metode pulasan modifikasi
laban asarn mcrupeksn nilai baku emas bagi pemeriksaan Cryptosparidium sp.
Namun sensitivitas tekrrik ini rendah dan sangat bergantung pada ketrampilan
serta pengalaman tenaga mikroskopis dalaM melihat Cryptosparidium sp. Deteksi ookista Cryptosporidlum dengan antibodi monoklonal terhadap dinding ookista
Cryptosparidium (CmAbs) merupakan metoda yang sensitif dan spesifik untuk
mendeteksi ookista dari apusan tinja dibandingkan metode pewarnaan
konvensional Penelitian ini, menggunakan teknik imunofluoresen dengan
an!ibodi monoklonal yang telal1 dilabel oleh FITC untuk deteksi kriptosporidiosis
pada batita. Hasilnya akan dlbandingkan dengan PCR dalam hal sensitivitas dan
spesifisitas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain cross
sectional menggunakan uji diagnostik. Hasil uji skrining dan tingkat agreement
dihitung. Dari 239 sampel tinja yang diperiksa, didapatkan freknensi
kriptosporidiosis pada anak batita sebanyak 24,3%. Kriptosporidiosis umum
tetiadi pada populasi anak-anak di bawah tiga tahun. Dibandingkan dangan
metode konvensional yaitu pewamaan modifikasi tahan asam dan auramin fenoJ,
deteksi kriptosporidiosis dengan pemeriksaan imunofluoresen langsung lebih
sensitif dllll lebih spesifik (p=O,OOO). Dibandingkan dengan PCR, pemeriksaan
lmunofluoresen langsung memiliki sensitivitas 86,2% dan spesifisitas 98,9%.
Sehingga dapat digunakan sebagai altemalif untuk deteksi ooldsta
Cryptosporidium sp. pada sampel tinja terutama untuk studi epidemiologi atau
skrining Penilaian terhadap adanya faktor resiko jenis kelamin, status gizi dan
diare teenyata didapatkan hasil tidak bermakna

Abstract
Cryptosporidiosis is a parasitic disease caused by CryptospOridium sp,
coccidian parasite intracellular in human and animaL Cryptosporidium sp can
cause gastrointestinal diseases in human, particularly in children and
immununodeficiency individuals. Generally. the incidence higher among children
!han the adults. The clinical manifestations are wide, ranging from asymptomatic
to persistent diarrhea and malnutrition in children. Modified acid fast staining
method has been a gold standard to detect Cryptosporidlum sp, however, this
technique has low sensitivity and depends mulct on the experience and skill of the
technician. Detection of Cryptosporidium sp oocyst using monoclonal antibody
to Cryptosporldium sp wall (CmAbs) is a more sensitive and specific method to
determine an oocyst from stooL The objective of this study is to determine
cryptosporidiosis proportion between toddlers by FITC monoclonal antibody
technique. The result will be compared to PCR on its sensitivity and specificity to
cryptosporidiosis diagnosis. This research is qualitative interpretation with cross
sectional design study which using diagnostic test The result of the screening test
and lhe levels of agreement were quantified. Of 239 fecal samples examined,
there were 24,3% positive oocyst Cryptosporidium sp, Cryptosporidiosis is
common in children under three years old population. Comparing to conventional
methods, MTA and Af, cryptosporidiosis detection using direct
immunofluorescent test is more sensitive and specific (p=O,OOO), Comparing to
PCR technique~ direct immunofluorescent test has sensitivity 86~2% and
specificity 98,9%. Statistically, direct immunofluorescent test can can be used as
an alternative method to detect CJYP!osporidium sp. compared to PCR (p--o,06S),
in particular for epidemiological study or population screening. Evaluation on risk
factors such as sex. malnutrition and diarrhea symptom appear that there is no
significant differences."
2009
T32821
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Dewantari
"ABSTRAK
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dan semakin diperhatikan oleh seluruh lapisan masyarakat terutama
kalangan orang tua. Hal ini diperkuat dengan semakin berkembangnya teknologi
sehingga sumber daya manusia semakin dituntut kemampuannya agar dapat
berjalan seiring dengan kemajuan zaman. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
banyak kalangan orang tua terutama keluarga muda mulai mempersiapkan putraputri
mereka sejak dini bahkan sejak usia batita. Sekarang ini cukup banyak
keluarga muda yang menyekolahkan anak batita mereka ke kelompok bermain.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, banyak kelompok bermain mulai berdiri
dan menawarkan berbagai program kegiatan sesuai dengan konsep sekolah
masing-masing sehingga semakin banyak bermunculan kelompok bermain .
tersebar di seluruh Jabotabek mulai dari fisik yang megah, sedang sampai sangat
sederhana.
Sehubungan dengan fenomena tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih jauh
tentang kelompok bermain yang mulai menjamur tersebut Penelitian dilakukan
pada sebuah kelompok bermain yang relatif masih baru namun sudah memiliki
siswa/i yang cukup banyak jumlahnya. Yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah persepsi keluarga muda terhadap kelompok bermain yang merupakan
tempat batitanya bersekolah. Pembahasan tentang kelompok bermain ini meliputi
program pendidikan, tim pengajar seria fasilitas yang ada di sekolah tersebut
Dengan kata lain, penelitian ini akan membahas bagaimana persepsi keluarga
muda terhadap program pendidikan yang diberikan kepada batita mereka, para
guru yang mengajar, serta sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah tersebut.
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dimana para ibu siswa/i diminta mengisi
kuesioner yang mencakup pertanyaan mengenai program pendidikan sekolah, para
pengajar serta fasilitas yang tersedia di sekolah. Selain itu, orang tua diminta
menjawab pertanyaan terbuka mengenai alasan memasukkan anak ke kelompok
bermain, alasan memilih sekolah tersebut dan kritik serta saran yang dapat
diberikan kepada pihak pengelola sekolah. Selain itu, peneliti melakukan
observasi dan wawancara sederhana sebagai tambahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi keluarga muda terhadap aspek
program pendidikan, pengajar dan fasilitas sekolah adalah positif. Yang artinya,
keluarga muda mempunyai pandangan bahwa program pendidikan, pengajar
maupun fasilitas yang ada di sekolah sudah cukup baik. Namun masih terdapat
kekurangan terutama pada aspek fasilitas dimana perlu adanya perbaikan yang
sebaiknya dilakukan pihak sekolah. Berbagai-hal juga diungkapkan oleh keluarga
muda mengenai alasan menyekolahkan batita mereka ke kelompok bermain yaitu
antara lain agar anak dapat bersosialisasi. Salah satu alasan memilih sekolah
tersebut juga dikatakan karena ingin menanamkan ilmu agama sejak dini.
Pada penelitian ini masih banyak kekurangan dan untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dilakukan tidak hanya di satu sekolah, tetapi beberapa kelompok
bermain dengan jumlah subyek yang jauh lebih banyak agar hasil penelitiannya
lebih representatif. Selain itu, proses observasi dan wawancara sebaiknya
dilakukan lebih rinci dan mendalam sehingga hasil yang didapat juga lebih
memuaskan."
2004
S3412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudarini
"ABSTRAK
Saat ini ada kecenderungan penurunan penggunaan ASI pada sebagian masyarakat terutama di kota-kota besar. Meningkatnya kesempatan kerja bagi wanita dapat diasumsikan akan terjadi penurunan penyusuan atau pemberian ASI dikalangan wanita yang bekerja. Data BPS menunjukkan jumlah wanita yang memasuki lapangan kerja meningkat dari 32.6% pada tahun 1980 menjadi 39.2% pada tahun 1990. Penelitian YLKI (1989) yang dilakukan di Jakarta dan Bekasi menunjukkan bahwa sebagian besar (89.40%) ibu mengetahui bahwa ASI lebih baik daripada susu kaleng, walaupun demikian yang memberikan hanya ASI sekitar 51.51%; salah satu alasan tidak memberikan ASI adalah karena bekerja (21 %).
Tujuan penelitian adalah diperolehnya gambaran ibu batita yang bekerja tentang ASI eksklusif.
Populasi dan sampel penelitian adalah ibu batita yang bekerja dengan sampel 90 orang yang dipilih secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan survei. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan paket program statistik Epilnfo versi 5.01 B.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan tentang ASI dan ASI eksklusif cukup baik ditunjang dengan pendidikan dan kondisi sosio ekonomi yang cukup baik. Walaupun demikian kebanyakan responden (87.4%) tidak memberikan ASI secara eksklusif, bahkan ada yang tidak setuju pemberian ASI secara eksklusif ini. Pemberian ASI eksklusif ini menjadi masalah karena memang tidak ada sarana (95.5%) untuk proses kelangsungan penyusuan dan mengingat lamanya perjalanan ke tempat kerja kemungkinan dapat mempengaruhi pelaksanaan pemberian ASI ini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia , 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Woro Sandra Aryani
"Tesis ini bertujuan melihat pengaruh kemitraan antara Kementerian Kesehatan dengan organisasi sosial keagamaan (GAVI CSO Konsorsium: Muslimat NU, Perdhaki dan ?Aisyiyah) terhadap pengetahuan imunisasi ibu dan kelengkapan imunisasi batita di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Karawang tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Didukung metode kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen only postted design, di mana Kabupaten Ciamis sebagai lokasi intervensi dan Kabupaten Karawang sebagai lokasi kontrol.
Hasil penelitian kualitatif menunjukkan adanya pergantian pengurus organisasi yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan kegiatan, tetapi pada akhir program, semua kegiatan dapat dilaksanakan. Hasil kemitraan berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar batita tetapi tidak berpengaruh terhadap pengetahuan imunisasi karena ketidaksetaraan tingkat pendidikan dan pekerjaan di kedua lokasi.
Penulis menyarankan kemitraan dengan organisasi keagamaan tetap dilanjutkan dan direplikasi di lokasi lain. Serta materi pelatihan kader diberikan materi metode diskusi partisipatif dalam penyampaian pesan imunisasi ke masyarakat.
......The objective is to study the factors that influence the partnership between the Ministry of Health and social organizations (GAVI CSO Consortium: Muslimat NU, Perdhaki and ?Aisyiyah) to the knowledge of maternal immunization and toddlers immunization completeness in Ciamis and Karawang in 2014. It is a qualitative research which uses an in-depth interviews and focus group discussions. Supported by quantitative research with quasi-experimental methods only posted design, where Ciamis as intervention area and Karawang as control area.
Qualitative research shows that organization officials turn causes delay implementation, but at the end of the program, all activities can be carried out. Partnership affect the completeness of basic immunization toddlers but had no effect on the level of knowledge of immunization due to inequality of education and work in both locations.
It is important to continue this form of partnership and to replicate it in other areas. It is also important to give training of participatory discussion method for cadre delivering immunization messages to the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>