Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta: Aditya MEdia, 1997
362.5 KIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Deny Sugandi
Abstrak :
Keberhasilan pembangunan yang telah diamanatkan melalui TAP MPR dan GBHN tahun 1993 ditentukan dan ditunjang oleh dana yang sifatnya sektoral dalam APBN dan regional dalam APBD TK. I, APBD TK. II Kabupaten juga partisipasi masyarakat yang berbentuk swadaya masyarakat. Dalam pengentasan kemiskinan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan taraf hidup di desa tertinggal yaitu Inpres No. 5 Tahun 1993 sedangkan dalam pelaksanaannya telah ditingkat Propinsi dikeluarkan Instruksi Gubernur No. 13 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Gubernur No. 144 Tahun 1994. Penanggulangan kemiskinan di dalam operasionalnya memerlukan adanya suatu kerja sama yang meliputi anggaran koordinasi, perencanaan, pengaturan monitoring dan evaluasi namun dalam teknisnya masih ada kendala baik yang sifatnya intern maupun ekstern. Dalam penelitian di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1990 masih terdapat penduduk miskin sekitar 4,8 juta jiwa dari jumlah penduduk 27,2 juta; hal tersebut menjadi suatu beban yang cukup berat dalam pelaksanaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei-deksriptif dimana sumber data di peroleh dari desa tertinggal yaitu Desa Buah Bata Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi pustaka serta teknik wawancara dan kuesioner. Program IDT No. 5 Tahun 1994 dalam pemanfaatannya tanpa adanya penunjang dari dana anggaran sektoral pusat dan regional tingkat Propinsi, Kabupaten serta swadaya masyarakat tidak mungkin cepat tercapai dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dalam program Pengentasan Kemiskinan di Desa Tertinggal.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Harapan
Abstrak :
Program IDT adalah program pemberdayaan rakyat karena jika dikaji dari visi dan misinya merupakan program khusus untuk menerapkan falsafah dasar kebijaksanaan anti-kemiskinan dengan cara mempercayai orang miskin bahwa mereka dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan ekonomi rakyat yang mendapat porsi sangat besar didasarkan pandangan bahwa mengembangkan ekonomi rakyat berarti mengembangkan sistem ekonomi "dari rakyat", "oleh rakyat" dan "untuk rakyat". Dengan kata lain membangun ekonomi rakyat dalam IDT juga berarti meningkatkan kemampuan rakyat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya. Visi dan misi pemberdayaan yang diemban Program IDT yang merupakan program cetakbiru pemerintah dan ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi subjek atau aktor utama pembangunan, dengan demikian memunculkan pertanyaan mengenai : dimensi-dimensi pemberdayaan apa yang terjadi dalam pelaksanaan program, bagaimana proses pemberdayaan itu dilakukan, serta sejauh manakah program IDT telah mampu memberdayakan para penduduk miskin dengan mengedepankan partisipasi dan keswadayaan mereka? Kemudian dengan adanya bukti-bukti fisik terjadinya akumulasi dan proses perguliran dana IDT di Kelurahan Galur, apakah dengan demikian juga berarti program tersebut telah mampu meletakkan suatu prakondisi yang mengedepankan basis lokalitas dan pribumisasi pembangunan yang menjadi fondasi bagi penduduk miskin mencapai kemandirian. Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dimensi-dimensi pemberdayaan yang diterapkan di dalam pelaksanaan program IDT di Kelurahan Galur, {2} mengidentifikasi bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan tersebut, serta {3} mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi pemberdayaan itu diterapkan di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif karena bertujuan untuk (a) mendeskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang terjadi, (b) mendapatkan makna subjektif dari pemberdayaan itu, dan (c) mendapatkan karakteristik khusus kajian yakni dimensi-dimensi pemberdayaan yang ada, serta hasilnya tidak untuk mendapatkan generalisasi. Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan berbagai dimensi pemberdayaan yang terjadi yakni pemberdayaan pendamping oleh pemerintah dan pemberdayaan para anggota pokmas oleh pendamping. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar pemberdayaan yang terjadi masih rendah walaupun berbagai target program dapat dicapai. Tercapainya target atau tujuan-tujuan antara (objectives) program dengan kadar pemberdayaan yang rendah, ternyata disebabkan oleh upaya mobilisasi yang sangat kental dalam implementasi program. Mobilisasi ini menjadi alternatif paling "tepat" dan "mendapat pembenaran" karena berbagai muatan yang terkandung dalam program. Partisipasi dan swadaya lokal yang seharusnya generator pembangunan menjadi tenggelam dan menjadi sekedar alat untuk mencapai tujuan program tadi. Makna partisipasi dan swadaya lokal dari para pendamping dan penduduk miskin cenderung pasif, bersifat pseudo den manipulatif karena pemerintah masih berfungsi sebagai chief-protagonist atau pengambil keputusan utama. Akibatnya implementasi program di lapangan belum mampu merubah pola pembangunan klasik yang berorientasi produksi ke paradigma pembangunan berorientasi manusia dengan paradigma pembalikan dalam manajemen (reversal paradigm in management). Oleh karena itulah rekomendasi penelitian ini terutama ditujukan kepada pemerintah agar secara perlahan mengurangi peran-perannya dan mengedepankan peran, partisipasi dan swadaya pendamping dan warga lokal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Salam
Abstrak :
ABSTRAK Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 menyatakan bahwa memasuki jangka panjang tahap ke II, titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan,seiring dengan kualitas sumber daya manusia, dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional. GBHN 1993 menempatkan manusia sebagai pusat segenap upaya pembangunan. Pembangunan nasional bermuara pada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan yang terus ditingkatkan kualitas dan kemampuannya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengkung, Leonardus Ricky
Abstrak :
ABSTRAK
Kemiskinan dapat dikatakan sebagai suatu situasi serba kekurangan yang menyebabkan ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurunnya penduduk miskin dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi 27 juta pada tahun 1990 merupakan hasil nyata dari pelaksanaan berbagai program pembangunan. Meskipun telah jauh berkurang, jumlah penduduk miskin tersebut masih cukup besar, sehingga diperlukan upaya khusus untuk menanggulanginya.

Sejak tahun 1994, pemerintah meluncurkan program khusus sebagai tambahan dari program yang telah ada yaitu program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program ini dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan penduduk miskin dalam berusaha. Guna mempercepat upaya tersebut disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk berusaha sehingga mereka bisa membangun dan mengembangkan kemampuan dirinya. Sifat dari usaha yang digerakkan dengan dana bantuan program IDT ini dapat dikatakan sebagai suatu jenis usaha kecil karena melibatkan tenaga atau pekerja yang sedikit dengan jumlah modal yang diusahakan relatif sedikit.

Kesuksesan usaha yang digerakkan dengan dana IDT tentunya tergantung dari beberapa faktor yang ada, baik eksternal maupun internal, misalnya adanya penganalisaan lingkungan usaha, kemampuan kewirausahaan, adanya penentuan strategi usaha, pengelolaan modal yang baik, serta adanya manajemen yang baik.

Dengan mempertimbangkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba untuk melihat tingkat keefektifan pengelolaan dana IDT di Kabupaten Minahasa serta faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat kesuksesan dana IDT. Faktor¬-faktor tersebut adalah ada tidaknya manajemen (planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling), ataupun kewirausahaan (entrepreneurship) yang dimiliki para pelaku usaha serta apakah para pelaku usaha mampu melihat lingkungan usahanya (market, consumen, technology dan location analysis) sehingga dapat menentukan jenis usaha yang sesuai. Selain itu, akan dilihat juga pengaruh dari keterlibatan pendamping serta tingkat pendidikan yang dimiliki para pelaku usaha.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multi stage purpose sampling dengan didasarkan pada kelompok masyarakat (Pokmas) pada desa/kelurahan di Kabupaten Minahasa yang menerima dana IDT dari tahun anggaran 199411995, 1995/1996 dan 199611997. Unit analisa dalam penelitian ini adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas).

Dalam penelitian ini dibutuhkan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan berdasarkan wawancara langsung dengan memakai kuesioner serta observasi langsung terhadap lingkungan usaha kelompok. Dalam menguji keakuratan dan kualitas daftar pertanyaan dilakukan Pilot Test yang dilanjutkan dengan Uji Reliabilitas dan Validitas.

Beberapa analisa dan uji statistik yang digunakan adalah analisa deskriptif, pendugaan parameter, teknik korelasi dan analisa logistik. Analisa deskriptif dimaksudkan untuk melihat gambaran setiap variabel bebas (faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi pengelolaan dana IDT) serta variabel tak bebas (sukses dan gagal). Pendugaan parameter bertujuan untuk melihat perbedaan rata-rata masing-masing variabel bebas dari populasi sukses dan gagal. Penghitungan korelasi dimaksudkan pertama, untuk melihat hubungan antar variabel bebas terutama untuk mendeteksi adanya multicollinearity serta kedua, untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Dalam penelitian ini digunakan analisa logistik, karena dependent variable yang bersifat binary choice (sukses dan gagal).

Hasil studi menunjukkan bahwa dari 112 Pokmas yang diteliti terdapat 64 Pokmas yang sukses sedangkan yang gagal berjumlah 48 Pokmas. Berdasarkan pendugaan estimation of population keefektifan pengelolaan dana IDT berkisar antara 53% sampai 69% (untuk a=10%) dan 51% sampai 71% (untuk a=5%).

Tingkat pemahaman para pelaku usaha untuk proses manajemen, secara rata-rata memiliki kemampuan 'cukup' untuk planning, organizing, coordinating, staffing dan controlling. Dalam proses analisa lingkungan usaha, para pelaku usaha secara rata-rata juga memiliki kemampuan 'cukup' baik untuk market, consumer, technology dan location analysis. Jika dilihat dari kemampuan kewirausahaan para pelaku usaha dapat dikatakan bahwa dan 112 responden yang diteliti, terdapat 61 (54%) pelaku usaha yang memiliki kemampuan kewirausahaan dan 51 (46%) pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan kewirausahaan. Kemampuan pendidikan para pelaku usaha jika dilihat dari lamanya duduk di bangku pendidikan, paling banyak pada jenjang 9 sampai 10 tahun, sedangkan prosentase keterlibatan pendamping dalam membimbing para pelaku usaha, umumnya pada kategori 'lebih rendah', atau tidak sepenuhnya membimbing para pelaku usaha.

Hasil analisa secara partial menunjukkan bahwa semua faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT ternyata memiliki kontribusi atau korelasi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT. Namun, basil analisa dengan model logistik secara 'forward stepwise' menyimpulkan bahwa peluang sukses pelaksanaan usaha yang dijalankan Pokmas hanya dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu Planning (perencanaan), Organizing (organisasi), Consumen (konsumen) dan Kewirausahaan (kewirusahaan). Adanya kolinearitas yang cukup tinggi antar variabel bebas menyebabkan tidak signifikannya variabel bebas lainnya dalam mempengaruhi keefektifan pengelolaan dana IDT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun usaha yang dijalankan oleh Pokmas adalah usaha yang berskala kecil, namun pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan praktik pengelolaan usaha berskala besar yang mempertimbangkan faktor proses manajemen, analisa lingkungan usaha, kewirausahaan dalam upaya membantu menyukseskan usaha yang dijalankan Pokmas.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasbi
Abstrak :
Transformasi Facebook, Instagram, dan Tiktok yang semulanya digunakan untuk bersosialisasi kini telah dimanfaatkan sebagai social commerce (s-commerce) untuk berjualan. Ketiga platform tersebut berhasil menduduki posisi s-commerce dengan popularitas tertinggi namun sayangnya belum banyak UMKM yang memanfaatkannya untuk meningkatkan proses bisnis mereka. Kebutuhan UMKM dieksplorasi menggunakan technology affordance untuk meningkatkan perilaku intensi penggunaan s-commerce dari UMKM yang kemudian diintegrasikan dengan model Innovation Diffusion Theory (IDT) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce pada UMKM. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan mixed-method dengan 10 responden wawancara daring dan 470 responden kuesioner dimana kedua jenis narasumber merupakan pelaku UMKM yang telah menggunakan s-commerce untuk menunjang kegiatan bisnisnya. Didapatkan lima konstruk technology affordance dari s-commerce, diantaranya adalah metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, dan association. Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode Structural Equation Model Partial Least Square (PLS-SEM). Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa relative advantage, compatibility, dan complexity berhasil memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce oleh UMKM secara signifikan. Relative advantage dan complexity sama-sama dipengaruhi oleh seluruh aspek technology affordance, namun relative advantage dipengaruhi paling kuat oleh brand visibility sedangkan complexity dipengaruhi paling kuat oleh customer shopping guidance. Berbeda dengan relative advantage dan complexity, compatibility hanya memiliki tiga aspek technology affordance yang memengaruhi secara signifikan, yaitu metavoicing, brand visibility, dan customer shopping guidance. Pengembangan lanjutan dari penelitian ini dapat memperdalam kegunaan platform s-commerce serta memberikan implikasi berupa saran pengembangan fitur enhanced chat bot, katalog, dan kustomisasi ads agar dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna. ...... The transformation of Facebook, Instagram and Tiktok, which were originally used for socializing, has now been used as social commerce (s-commerce) for sales. The three platforms successfully occupied s-commerce's position with the highest popularity but unfortunately not many MSME have used it to improve their business processes. MSME’s need are explored using state-of-the-art of technology affordance to build s-commerce behavior from MSME, then integrated with Innovation Diffusion Theory (IDT) models to identify factors that influence the behavioral intention to use s-commerce in MSMEs. This study was conducted using a mixed-method approach of 10 online interview respondents and 470 online questionnaire respondents whom both types of respondents are MSME actors who are likely to used s-commerce to support their business activities. Five technology affordance constructs were obtained from s-commerce, including metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, and association. Furthermore, quantitative data processing used the Structural Equation Model Partial Least Square called PLS-SEM method. The results of the quantitative analysis show that relative advantage, compatibility, and complexity have succeeded in significantly influencing the behavioral intention to use s-commerce by MSMEs. Relative advantage and complexity are both influenced by all aspects of technology affordance, but relative advantage is most strongly influenced by brand visibility while complexity is most strongly influenced by customer shopping guidance. In contrast to relative advantage and complexity, compatibility has only three aspects of technology affordance that significantly affect them, namely metavoicing, brand visibility, and customer shopping guidance. Further development of this research can deepen the use of s-commerce platforms and provide implications in the form of suggestions for developing enhanced chat bot features, catalogs, and ad customization so that they can be developed according to user needs.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faatihah Tharra Sabbih
Abstrak :
Transformasi Facebook, Instagram, dan Tiktok yang semulanya digunakan untuk bersosialisasi kini telah dimanfaatkan sebagai social commerce (s-commerce) untuk berjualan. Ketiga platform tersebut berhasil menduduki posisi s-commerce dengan popularitas tertinggi namun sayangnya belum banyak UMKM yang memanfaatkannya untuk meningkatkan proses bisnis mereka. Kebutuhan UMKM dieksplorasi menggunakan technology affordance untuk meningkatkan perilaku intensi penggunaan s-commerce dari UMKM yang kemudian diintegrasikan dengan model Innovation Diffusion Theory (IDT) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce pada UMKM. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan mixed-method dengan 10 responden wawancara daring dan 470 responden kuesioner dimana kedua jenis narasumber merupakan pelaku UMKM yang telah menggunakan s-commerce untuk menunjang kegiatan bisnisnya. Didapatkan lima konstruk technology affordance dari s-commerce, diantaranya adalah metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, dan association. Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode Structural Equation Model Partial Least Square (PLS-SEM). Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa relative advantage, compatibility, dan complexity berhasil memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce oleh UMKM secara signifikan. Relative advantage dan complexity sama-sama dipengaruhi oleh seluruh aspek technology affordance, namun relative advantage dipengaruhi paling kuat oleh brand visibility sedangkan complexity dipengaruhi paling kuat oleh customer shopping guidance. Berbeda dengan relative advantage dan complexity, compatibility hanya memiliki tiga aspek technology affordance yang memengaruhi secara signifikan, yaitu metavoicing, brand visibility, dan customer shopping guidance. Pengembangan lanjutan dari penelitian ini dapat memperdalam kegunaan platform s-commerce serta memberikan implikasi berupa saran pengembangan fitur enhanced chat bot, katalog, dan kustomisasi ads agar dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna. ...... The transformation of Facebook, Instagram and Tiktok, which were originally used for socializing, has now been used as social commerce (s-commerce) for sales. The three platforms successfully occupied s-commerce's position with the highest popularity but unfortunately not many MSME have used it to improve their business processes. MSME’s need are explored using state-of-the-art of technology affordance to build s-commerce behavior from MSME, then integrated with Innovation Diffusion Theory (IDT) models to identify factors that influence the behavioral intention to use s-commerce in MSMEs. This study was conducted using a mixed-method approach of 10 online interview respondents and 470 online questionnaire respondents whom both types of respondents are MSME actors who are likely to used s-commerce to support their business activities. Five technology affordance constructs were obtained from s-commerce, including metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, and association. Furthermore, quantitative data processing used the Structural Equation Model Partial Least Square called PLS-SEM method. The results of the quantitative analysis show that relative advantage, compatibility, and complexity have succeeded in significantly influencing the behavioral intention to use s-commerce by MSMEs. Relative advantage and complexity are both influenced by all aspects of technology affordance, but relative advantage is most strongly influenced by brand visibility while complexity is most strongly influenced by customer shopping guidance. In contrast to relative advantage and complexity, compatibility has only three aspects of technology affordance that significantly affect them, namely metavoicing, brand visibility, and customer shopping guidance. Further development of this research can deepen the use of s-commerce platforms and provide implications in the form of suggestions for developing enhanced chat bot features, catalogs, and ad customization so that they can be developed according to user needs.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiya Latifah
Abstrak :
Transformasi Facebook, Instagram, dan Tiktok yang semulanya digunakan untuk bersosialisasi kini telah dimanfaatkan sebagai social commerce (s-commerce) untuk berjualan. Ketiga platform tersebut berhasil menduduki posisi s-commerce dengan popularitas tertinggi namun sayangnya belum banyak UMKM yang memanfaatkannya untuk meningkatkan proses bisnis mereka. Kebutuhan UMKM dieksplorasi menggunakan technology affordance untuk meningkatkan perilaku intensi penggunaan s-commerce dari UMKM yang kemudian diintegrasikan dengan model Innovation Diffusion Theory (IDT) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce pada UMKM. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan mixed-method dengan 10 responden wawancara daring dan 470 responden kuesioner dimana kedua jenis narasumber merupakan pelaku UMKM yang telah menggunakan s-commerce untuk menunjang kegiatan bisnisnya. Didapatkan lima konstruk technology affordance dari s-commerce, diantaranya adalah metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, dan association. Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode Structural Equation Model Partial Least Square (PLS-SEM). Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa relative advantage, compatibility, dan complexity berhasil memengaruhi intensi perilaku penggunaan s-commerce oleh UMKM secara signifikan. Relative advantage dan complexity sama-sama dipengaruhi oleh seluruh aspek technology affordance, namun relative advantage dipengaruhi paling kuat oleh brand visibility sedangkan complexity dipengaruhi paling kuat oleh customer shopping guidance. Berbeda dengan relative advantage dan complexity, compatibility hanya memiliki tiga aspek technology affordance yang memengaruhi secara signifikan, yaitu metavoicing, brand visibility, dan customer shopping guidance. Pengembangan lanjutan dari penelitian ini dapat memperdalam kegunaan platform s-commerce serta memberikan implikasi berupa saran pengembangan fitur enhanced chat bot, katalog, dan kustomisasi ads agar dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna. ...... The transformation of Facebook, Instagram and Tiktok, which were originally used for socializing, has now been used as social commerce (s-commerce) for sales. The three platforms successfully occupied s-commerce's position with the highest popularity but unfortunately not many MSME have used it to improve their business processes. MSME’s need are explored using state-of-the-art of technology affordance to build s-commerce behavior from MSME, then integrated with Innovation Diffusion Theory (IDT) models to identify factors that influence the behavioral intention to use s-commerce in MSMEs. This study was conducted using a mixed-method approach of 10 online interview respondents and 470 online questionnaire respondents whom both types of respondents are MSME actors who are likely to used s-commerce to support their business activities. Five technology affordance constructs were obtained from s-commerce, including metavoicing, brand visibility, monitorability, customer shopping guidance, and association. Furthermore, quantitative data processing used the Structural Equation Model Partial Least Square called PLS-SEM method. The results of the quantitative analysis show that relative advantage, compatibility, and complexity have succeeded in significantly influencing the behavioral intention to use s-commerce by MSMEs. Relative advantage and complexity are both influenced by all aspects of technology affordance, but relative advantage is most strongly influenced by brand visibility while complexity is most strongly influenced by customer shopping guidance. In contrast to relative advantage and complexity, compatibility has only three aspects of technology affordance that significantly affect them, namely metavoicing, brand visibility, and customer shopping guidance. Further development of this research can deepen the use of s-commerce platforms and provide implications in the form of suggestions for developing enhanced chat bot features, catalogs, and ad customization so that they can be developed according to user needs.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
L. De Meester
Abstrak :
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia telah diupayakan oleh pemerintah sejak dahulu. Namun sebelum tahun 1993, program tersebut, pada umumnya, mempergunakan pendekatan sektor atau pengembangan wilayah. Pada tahun 1993 disadari bahwa upaya pengentasan kemiskinan masih belum menyentuh semua orang yang hidupnya kurang layak. Sebuah program baru dirancang dan diresmikan dengan ditetapkan suatu Instruksi Presiden, yaitu nomor 5, tahun 1993 tentang Penanggulangan Kemiskinan, (Inpres IDT) yang pendekatan adalah identifikasi desa tertinggal, kemudian disediakan sejumlah Rp. 20 juta per desa untuk kegiatan ekonomi produktif. Uang tersebut disalurkan melalui kelompok masyarakat, selanjutnya disebut Pokmas, dan diharapkan bergulir. Setiap kelompok dibantu oleh seorang Pendamping. Setelah akhir tahun pertama dan akhir tahun ketiga program berjalan, diadakan suatu penelitian di Sumatra Barat, yang menjadi landasan data lapangan dalam penyusunan tesis ini. Tujuannya adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengahuri kinerja IDT. Hasil penelitian menunjuk bahwa penerima bantuan di Sumatera Barat pada umumnya merupakan masyarakat yang sangat miskin sampai miskin. Namun, berdasarkan pengelolaan data Susenas, maka rupanya peningkatan pendapatan tidak menonjol, apalagi dibandingkan dengan pendapatan keluarga di desa non-IDT di Sumatera Barat. Perguliran pada anggota baru nyaris tidak ada. Pendampingan diakui cukup membantu, namun agar lebih efektif perlu dukungan pihak yang terkait, antara lain melalui pelatihan, motivasi dan lain-lainnya. Pelatihan yang diberikan pada penerima bantuan IDT tidak dapat dikaitkan secara statistik dengan indikator keberhasilan IDT. Keberadaan Pokmas sendiri tidak dibuktikan banyak bermanfaat. Berdasarkan studi ini diberikan saran agar pengalaman IDT dapat dipergunakan untuk program pengentasan kemiskinan pada masa yang akan datang.
IDT was a governmental financed poverty alleviation which started in 1993 in 22,066 villages. Its main objective was to provide (substantial) funds on a revolving basis, to groups of poor beneficiaries, to be invested in income generating activities. Groups were supported by a special "guide" or coach ("pendamping"). At the end of the first and third year a survey was organized in West Sumatra, with interviews, covering all the main actors at the village level. The results of these surveys form the basis for this research. The purpose was to identify factors influencing the outcome or performance of IDT. Questions looked into comprise first the understanding of poverty, the essence of IDT, the appropriateness of targeting, success in raising income, as well as the possible geographic, economic and social-cultural factors which may bear upon the performance of the program. Based on the above work, what recommendations can be made and what lessons have been learned. The research methodology comprised the statistical analysis of all possible variables inherent to the 1DT design, and correlations were made with success factors. Findings indicate that not all the initial assumption on which IDT was based, being a uniform national program, could be relied upon. In contrast to other reports elsewhere, the majority of beneficiaries was indeed very poor to rather poor. Based on Susenas data, income in IDT villages did not seem to have increased substantially if compared to non-IDT villages in West Sumatra for the same period. Revolving, especially to new members was nearly non-existing. The role of the coaches is indeed seen as important to the target group, but needs much further institutional support (selection, training, back up support) in order to be more effective. Training for beneficiaries were well received but not many a correlation could be made with success indicators. Working through groups revealed only marginally useful. Based on the study and the analysis of the field data, suggestions are made to incorporate lessons learned into future poverty alleviation programs in Indonesia.
2001
T4405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>