Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lili Legiawati
Abstrak :

Kelainan kulit kering banyak ditemukan pada penyandang DMT2. Patogenesis kulit kering pada DMT2 dipicu oleh kondisi hiperglikemia kronik yang meningkatkan Advanced glycation end products (AGE) N(6)-carboxymethyl-lysine (CML), sitokin proinflamasi dan stres oksidatif.  Kombinasi Centella asiatica  oral  (CAo) dan topikal (CAt) diduga dapat meningkatkan efektivitas tatalaksana kulit kering DMT2. Penelitian bertujuan menganalisis efektivitas dan keamanan kombinasi CAo + CAt dalam memperbaiki kulit kering DMT2.

 

Penelitian merupakan uji klinis acak tersamar ganda di Poliklinik Metabolik Endokrin Departemen Penyakit Dalam RSCM dan 5 puskesmas di Jakarta pada bulan Juli 2018–Maret 2019. Subjek dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok CAo + CAt, plasebo oral (Plo) + CAt, dan Plo + Plasebo topikal (Plt) masing-masing berjumlah 53 orang. Perbaikan kulit kering secara klinis diukur dengan Specified Symptom Sum Score (SRRC) dan Skin Capacitance (SCap). Perbaikan secara molekular diukur  CML, IL-1a, dan aktivitas superoksida dismutase (SOD). Keamanan kombinasi CAo + CAt dilakukan melalui penilaian efek simpang oral dan topikal.

 

Pada ketiga kelompok, median HbA1c > 7%. Glukosa darah sewaktu (GDS) kelompok CAo + CAt hari ke-15 dan 29 semakin menurun. Efektivitas kombinasi CAo + CAt dinilai melalui analisis subgrup berdasarkan nilai HbA1c dan GDS. Pada glukosa darah terkontrol baik, persentase penurunan SRRC lebih besar pada kelompok CAo + CAt vs Plo + Plt (p = 0,04). Peningkatan SCap kelompok CAo + CAt lebih besar dibandingkan Plo + Plt (p = 0,01). Pada glukosa darah terkontrol kurang baik peningkatan SOD kelompok CAo + CAt lebih besar dibandingkan Plo + Plt  (p = 0,01). Tidak terdapat korelasi antara CML, IL-1α dan SOD dengan SRRC atau SCap. Terdapat korelasi sedang sampai kuat dan arah korelasi sesuai antara CML dengan SOD (r = 0,58, p < 0,05)  dan  IL-1α dengan SOD (r = 0,70, p < 0,05) pada glukosa darah terkontrol baik. Tidak terdapat efek simpang oral dan topikal yang bermakna pada penggunaan CAo + CAt dibandingkan 2 kelompok.

 

Simpulan: Pada glukosa darah terkontrol baik, perbaikan SRRC dan SCap  kelompok CAo + CAt lebih besar dibandingkan Plo + Plt.  Pada glukosa darah terkontrol kurang baik peningkatan SOD kelompok CAo + CAt lebih besar daripada Plo + Plt. Terdapat korelasi sedang sampai kuat antara CML atau IL-1α dengan SOD pada glukosa darah terkontrol baik. Tidak terdapat efek simpang oral dan topikal yang bermakna pada kelompok CAo + CAt dibandingkan 2 kelompok.

 

Kata kunci: CML, DMT2, IL-1a, kulit kering, SCap, SOD, SRRC

 


Dry skin is a common findings in type 2 diabetes mellitus (T2DM). The pathogenesis of dry skin in T2DM rises from chronic hyperglycemic condition which causes an increase in levels of Advanced glycation end products (AGEs)  N(6)-carboxymethyl-lysine (CML), pro-inflammation cytokines and oxidative stress. Combination of oral and topical Centella asiatica (CA) is expected to ameliorate dry skin in T2DM patients more effectively.

 

This study was a double blinded randomized clinical trial in T2DM patients with dry skin in outpatients clinic of Metabolic Endocrine, Internal Medicine Department, dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, and 5 primary health cares in Jakarta from July 2018 to March 2019. The subjects were divided into three groups, CA oral (CAo) + CA topical (CAt) group, oral placebo (Plo) + CAt group, and Plo + topical placebo (Plt) which included 53 subjects respectively. Dry skin improvement was evaluated clinically using Specified Symptom Sum Score (SRRC) and Skin Capacitance (SCap). The molecular improvement was evaluated using levels of CML, inflammation interleukin 1-α (IL-1α) concentration, and oxidative stress superoxide dismutase (SOD).

 

In the three groups, median of HbA1c > 7%. Random blood glucose (RBG) in CAo + CAt group in day-15 and 29 were further decreased. Effectivity of CAo + CAt combination were assessed via subgroup analysis based on HbA1c and RBG. In well controlled blood glucose, on day-29, percentage of SRRC decrement was greater in  CAo + CAt compared to control group without CA (p = 0,04). SCap value in CAo + CAt group was greater than control group (p = 0,01). In the partially controlled blood glucose, increment of SOD activity of CAo + CAt group was greater than control group (p = 0,01). There was no correlation found between CML, IL-1α and SOD with SRRC nor SCap. There were medium to strong correlation between CML with SOD (r = 0,58, p < 0,05)  and IL-1α with SOD (r = 0,70, p < 0,05)  in well controlled blood glucose. Systemic and topical adverse events were not found significantly in CAo or CAt usage compared to the other two groups.

 

Conclusion: In well controlled blood glucose, improvement of SSRC and SCap in CAo + CAt were greater than Plo + Plt.  In partially controlled blood glucose,  increment of SOD in CAo + CAt was greater than Plo + Plt.  There was moderate to strong correlation between CML or IL-1 and SOD in well controlled blood glucose. There were no significant adverse events found due to CAo + CAt compared to the other 2 group in the study.

 

Keywords: CML, diabetes mellitus, dry skin, IL-1a, SCap, SOD, SRRC

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parikesit Muhammad
Abstrak :
Salah satu faktor penyebab kulit kering pada lanjut usia adalah penurunan konsentrasi asam hialuronat pada epidermis dan dermis. Asam hialuronat berat molekul kecil dianggap lebih efektif melembapkan kulit dibandingkan asam hialuronat berat molekul besar. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda yang dilakukan pada 36 orang berusia 60-80 tahun dengan kulit kering di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Setelah prakondisi selama satu minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan tiga pelembap yang berbeda secara acak pada tiga lokasi di tungkai bawah, yang dioleskan dua kali sehari. Penilaian skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), dan skor SRRC dilakukan pada minggu ke-0, 2, dan 4. Nilai SCap lebih tinggi pada area pengolesan asam hialuronat berat molekul kecil dibandingkan dengan asam hialuronat berat molekul besar (56,37 AU vs 52,37 AU, p=0,004) dan vehikulum (56,37 AU vs 49,01 AU, p<0,001). Tidak terdapat perbedaan nilai TEWL dan skor SRRC yang bermakna antara ketiga kelompok perlakuan. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada ketiga kelompok perlakuan. Pelembap yang mengandung asam hialuronat berat molekul kecil meningkatkan SCap lebih tinggi secara bermakna daripada asam hialuronat berat molekul besar dan vehikulum serta memiliki keamanan yang sama dalam mengatasi kulit kering pada populasi lansia. ......A contributing cause to dry skin is a reduced concentration of hyaluronic acid (HA) in both the epidermis and dermis. Low molecular weight HA (LMWHA) is believed to be more effective in replenishing skin hydration in aging skin compared to High Molecular Weight HA (HMWHA). A double-blind, randomized controlled trial was conducted on 36 residents of a nursing home in Jakarta, aged 60 and 80 years with dry skin. Following a week of preconditioning, each test subject was administered three distinct, randomized moisturizing lotions, to be topically applied to three separate sites on the leg. Skin capacitance (SCap), transepidermal water loss (TEWL), and SRRC scores were measured at weeks 0, 2, and 4. After four weeks of therapy, area that was treated with LMWHA showed greater SCap values compared to the area treated with HMWHA (56.37 AU vs 52.37 AU, p=0.004) and vehicle (56.37 AU vs 49.01 AU, p<0.001). All groups did not show any significant differences in TEWL and SRRC scores. No side effects were found in all groups. The application of a moisturizer containing LMWHA to the dry skin of elderly resulted in significant improvements in skin hydration compared to moisturizers containing HMWHA and vehicle. Furthermore, these moisturizers demonstrated similar safety in treating dry skin in the elderly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Siphra
Abstrak :
Latar belakang: Diabetes melitus (DM) dapat menimbulkan komplikasi kulit kering yang berkorelasi dengan pembentukan ulkus pada pasien DM. Pemakaian pelembap sebagai bagian dari perawatan kaki dapat mencegah pembentukan ulkus. Tujuan: Mengetahui efektivitas dan keamanan pelembap yang mengandung krim urea 10% dan vaselin album untuk mengatasi kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 68 pasien DM tipe 2 dengan kulit kering pada bulan Juli-Oktober 2018. Setiap subjek penelitian mendapat terapi krim urea 10% atau vaselin album untuk masing-masing tungkai. Perbaikan kulit kering dilihat dari skor klinis specified symptom sum score (SRRC), hidrasi kulit (korneometer) dan fungsi sawar kulit (tewameter) pada minggu kedua dan keempat. Hasil: Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara kelompok krim urea 10% dan vaselin album. Kedua pelembap ini tidak menimbulkan efek samping. Kesimpulan: Kedua jenis pelembap ini sama efektif dan dapat dipertimbangkan untuk terapi kulit kering pada pasien DM tipe 2. ......Background: Diabetes mellitus (DM) could cause xerotic skin which correlates with ulcer formation in DM patients. Daily use of moisturizer as part of foot care were expected to prevent it. Objective: To asses the effectiveness and safety of moisturizers containing 10% urea cream and white petrolatum in overcoming dry skin in type 2 DM patients. Methods: A double blind randomized clinical trial was conducted on 68 diabetes patients with xerotic skin in July-October 2018. Each study subject received 10% urea cream or white petrolatum for each leg. Repair of xerotic skin assessed from the specified symptom sum score (SRRC), skin hydration (corneometer) and skin barrier function (tewameter) in the second and fourth weeks. Results: There was no significant difference in effectiveness between the two groups. Both moisturizers were well tolerated.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fauziah Hidayatul Hawa
Abstrak :
Perubahan fungsi fisiologis manusia yang disebabkan oleh proses penuaan dapat berdampak pada lansia. Penurunan fungsi fisiologis berisiko meningkatkan gangguan integritas kulit pada lansia salah satunya xerosis atau kulit kering. Oleh karena itu, studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan salah satu intervensi perawatan dasar berupa skin cleansing dan emollient regimen yang dilaksanakan satu kali dalam sehari. Skin cleansing menggunakan sabun antibakteri dengan pH seimbang dan emolien berupa petroleum jelly. Tingkat keparahan kulit kering pada lansia diukur menggunakan Overall Dry Skin Score (ODSS). Dari hasil intervensi selama 12 hari kepada 3 lansia didapatkan perubahan kulit yang cukup signifikan, diawali dengan skala 3 (parah) menjadi skala 1 (ringan). Hasil yang optimal didapatkan apabila intervensi perawatan kulit tersebut dilakukan setiap hari secara rutin. Dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi skin cleansing dan emollient regimen merupakan salah satu alternatif yang efektif pada lansia dengan masalah kulit xerosis. Perubahan kulit ini perlu menjadi perhatian bersama agar penerapan skin cleansing dan emollient regimen dapat ditingkatkan sebagai upaya mengatasi masalah kulit pada lansia terutama xerosis. ......Changing in human physiological function caused by the aging process can have an impact on the elderly. Decreased physiological function has the risk of increasing skin integrity disorders in the elderly, which is one xerosis or dry skin. Therefore, this case study aims to explain the application of one of the basic care interventions in the form of a skin cleansing and emollient regimen which is carried out once a day. Skin cleansing uses antibacterial soap with a balanced pH and an emollient in the form of petroleum jelly. The severity of dry skin in the elderly is measured using the Overall Dry Skin Score (ODSS). From the results of the 12-day intervention on 3 elderly people, significant skin changes were obtained, starting with a scale of 3 (severe) to a scale of 1 (mild). Optimal results are obtained if the skin care intervention is carried out regularly every day. It can be concluded that providing skin cleansing and emollient regimen interventions is an effective alternative for the elderly with xerosis skin problems. These skin changes need to be a common concern so that the application of skin cleansing and emollient regimens can be increased as an effort to overcome skin problems in the elderly, especially xerosis.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Anjani Ramadhan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penderita diabetes melitus tipe 2 diprediksi akan semakin bertambah di seluruh dunia. Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi di berbagai organ tubuh manusia, termasuk kulit. Kulit kering adalah komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus dan berpotensi sebagai faktor predisposisi terjadinya luka yang dapat berkembang menjadi gangren. Terdapat beberapa teori yang diajukan, salah satunya adalah neuropati autonom perifer sebagai faktor etiologi kulit kering diabetes tipe 2. Belum ada penelitian mengenai hubungan antara neuropati autonom perifer dengan kulit kering diabetes melitus tipe 2.

Tujuan: Menguji hubungan neuropati autonom perifer dan kulit kering diabetes mellitus tipe 2.

Metode: Uji potong lintang. Enam puluh subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati dan kelompok diabetes melitus tipe 2 tanpa neuropati. Penilaian neuropati autonom perifer menggunakan skor SSW (stimulated skin wrinkling). Penilaian kekeringan kulit secara subjektif menggunakan specified symptom sum score dan secara objektif menggunakan Scap (skin capacitance) serta TEWL (trans epidermal water loss).

Hasil: Nilai specified symptom sum score kelompok yang tidak mengalami neuropati yaitu 4 (1-8) dan kelompok yang mengalami neuropati yaitu 4 (1-9) dengan nilai p > 0,05. Nilai TEWL pada kelompok neuropati lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami neuropati yaitu 10,5 (6,9-55,0) vs 9,3 (7,4-13,2) dengan nilai p < 0,05. Nilai scap lebih tinggi pada kelompok neuropati dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami neuropati yaitu 29,5 + 8,6 vs 27,0 + 7,2 dengan nilai p > 0,05. Kekuatan penelitian untuk ketiga parameter status hidrasi kulit dibawah 80%.

Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna secara klinis dan statistika terhadap kulit kering pada kelompok pasien diabetes tipe 2 dengan neuropati dan tanpa neuropati dilihat dari penilaian specified symptom sum score. Kelompok pasien diabetes tipe 2 yang mengalami neuropati memiliki nilai TEWL lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami neuropati, yang bermakna secara statistika. Nilai scap kelompok pasien diabetes tipe 2 yang mengalami neuropati lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami neuropati, walaupun tidak bermakna secara statistika. Kekuatan penelitian dibawah 80% menunjukkan bahwa secara statistika, hasil dari penelitian ini belum cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antara kulit kering pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati autonom perifer.
ABSTRACT
Background: Prevalence of type 2 diabetes mellitus is predicted to elevate worldwide. Diabetes mellitus cause complications in many organs, including the skin. Dry skin is common in diabetics and potential to predispose wound that could complicate into gangrene. One of the theory which explain the etiology of dry skin in diabetics is peripheral autonom neuropathy. There is not a study that evaluate association of peripheral autonom neuropathy and dry skin in type 2 diabetes mellitus.

Objective: To asses association of peripheral autonom neuropathy and dry skin in type 2 diabetes mellitus.

Methods: A cross sectional study. Sixty subjects are divided into 2 groups, group of diabetics with neuropathy and without neuropathy. Evaluation of peripheral autonom neuropathy was using SSW (stimulated skin wrinkling) scoring system. Subjective tool to evaluate dry skin was the Specified Symptom Sum Score (scaling, roughness, redness, cracks fissures) and the objective tool was using Scap (skin capacitance) and TEWL (trans epidermal water loss).

Result: Specified Symptom Sum Score mean value in group without neuropathy is 4 (1-8) and with neuropathy is 4 (1-9), p value > 0,05. TEWL mean value in group with neuropathy is higher than group without neuropathy 10,5 (6,9-55,0) vs 9,3 (7,4-13,2) and p value < 0,05. Scap value is higher in group with neuropathy than group without neuropathy 29,5 + 8,6 vs 27,0 + 7,2 and p value > 0,05. The calculation shows below 80% for statistical power.

Conclusion: There is no clinically and statistically significant difference in type 2 diabetes dry skin with neuropathy and without neuropathy for Specified Symptom Sum Score. TEWL value in group with neuropathy is higher than group without neuropathy, which statistically significant. Scap value in group with neuropathy in higher than group without neuropathy, there is no statistically significant. Below 80% statistical power shows the low strength of this study.
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Reyhan Pendrian
Abstrak :
Xerosis atau kulit kering merupakan masalah pada sistem integument yang paling umum ditemui pada lansia. Proses penuaan secara biologis dapat menyebabkan kulit kering pada lanjut usia, selain hal tersebut terdapat faktor lain yang mempengaruhi termasuk penyakit kronis, gaya hidup, dan lingkungan. Kulit mengalami penurunan kadar air sebab hilang atau berkurangnya kandungan lipid yang menjaga hidrasi kulit. Dalam upaya menjaga kenyamanan dan kualitas hidup lansia, pengembangan tatalaksana berbasis bukti telah dilakukan untuk memulihkan lipid di epidermis, meningkatkan kelembapan kulit, mengoptimalkan fungsi penghalang kulit, dan mempromosikan diferensiasi lipid dengan melakukan perawatan xerosis atau kulit kering. Perawatan xerosis dilakukan melalui penggunaan sabun dengan pH rendah, mengurangi frekuensi mandi, penggunaan air hangat, dan pemberian emollient berupa gel aloe vera. Dalam karya ilmiah ini perawatan kulit kering dilakukan melalui perawatan diri mandi oleh klien dan perawatan kaki oleh penulis. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan penurunan kondisi kulit kering pada lansia yang di ukur menggunakan penilaian overall dry skin (ODS) setelah dilakukan perawatan xerosis selama dua minggu. Pelaksanaan dilakukan sekali sehari selama 20-30 menit. Kesimpulannya, setelah dilakukan intervensi kulit kering menjadi menurun, kulit tampak lebih lembap, dan kulit kasar berkurang. ...... Xerosis or dry skin is a problem in the integumentary system that is most commonly found in the elderly. The biological aging process can cause dry skin in the elderly, apart from this there are other influencing factors including chronic diseases, lifestyle, and the environment. The skin experiences a decrease in water content due to the loss or reduction of the lipid content that maintains skin hydration. In an effort to maintain comfort and quality of life for the elderly, the development of evidence- based treatments has been carried out to restore lipids in the epidermis, increase skin moisture, optimize skin barrier function, and promote lipid differentiation by treating xerosis or dry skin. Xerosis treatment is carried out through the use of low pH soap, reducing the frequency of bathing, using warm water, and applying an emollient in the form of aloe vera gel. In this scientific work dry skin care is carried out through self-care baths by clients and foot care by writer. The results of this scientific work show a decrease in the condition of dry skin in the elderly as measured using the overall dry skin (ODS) assessment after xerosis treatment for two weeks. Implementation is done once a day for 20-30 minutes. In conclusion, after the intervention the dry skin decreased, the skin looked more moisturized, and the rough skin was reduced.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
Abstrak :
Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia perillgkat kc empat dunia. Bctrunbalmya jumlnh penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang l~rkail d~Ilgan bidang Hum Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempennudah timbulnya kaki diabetik. Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbAle dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklini.k Endokrin IImu Penyakit Dalam dan Poliklinik Hmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan eorneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbAle dan GDS. Basil: Didapatkan total 95 subjek clengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM 2:5 tabun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelac;;i yang hennakna seeara statistik antara kadar HbAle dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r· = 0,224; P = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan anal isis stratiflkasi dan regresi linear stepwise. Kesimpulan: Pada pasicn DM tipe 2 terdapat peningkatan SRRC dan SCap yang dipengaruhi oleh kadar HbAle. ...... Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot. Objective: To determine the effect ofHbAlc and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient. Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to dctcrminc the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the comeometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbAlc and random blood glucose levels measurement. Results: A total of95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistic3.Ily significant correlation between HbAlc levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; P = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression. Conclusion: Type 2 DM patients experience increment in SRRC and SCap, which are associated with HbA 1 c level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
T59211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Annisa Meidina
Abstrak :
Masalah kulit kering di bagian ekstremitas bawah merupakan masalah yang sering dialami oleh lansia wilayah perkotaan. Hal ini dikarenakan adanya penurunan fungsi sistem integumen, perubahan kebiasaan mandi, paparan matahari, stres dan penyalahgunaan zat. Tujuan penulisan ini yaitu untuk menganalisis hasil intervensi perawatan kaki (foot care) untuk mengatasi kerusakan integritas kulit pada lansia. Implementasi dilakukan selama lima minggu di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung, Jakarta Timur. Evaluasi hasil perawatan menggunakan instrumen pre dan post berupa skor Overall Dry Skin. Hasil dari perawatan selama lima minggu menunjukkan adanya perbaikan pada integritas kulit, tekstur, ketebalan dan hidrasi ditandai dengan kondisi kulit kaki tampak lembab dan sisik berkurang, kulit mati mulai mengelupas dan kulit berwarna putih kemerahan. Pihak PSTW diharapkan dapat memberikan fasilitas untuk melakukan perawatan kaki dengan bahan yang mudah didapat dan harga yang terjangkau. Perawat diharapkan dapat melakukan perawatan kulit untuk lansia setiap hari minimal satu kali.
Dry and itchy skin problems in lower extremity are common health problems in elderly in urban areas. This problem caused by decrease in integument system function, personal hygiene capabilities, exposure to sunlilght, stress and substance abuse. This paper aimed to analyze the result of foot care intervention for overcoming impaired skin integrity in elderly. Implementation was done for five weeks in PSTW Budi Mulia 1 Cipayung, East Jakarta. The final result of the intervention used Overall Dry Skin score as a pre and post instrument. The final result showed an escalation in skin integrity, texture, thickness and hydration which was characterized by the increase in skin moisture, peeling dead skin, skin looks fair and redness. PSTW is expected to facilitate the provision of foot care using products that are easy to found and low cost. In addition, nurses are expected to perform foot care for ederly at least once a day.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library