Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosmayati Sonny
"Perwalian mempunyai pengertian orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa dalam melakukan suatu perbuatan hukum Konsep perwalian dalam Kitab Undang Undang Perdata berbeda dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dimana dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merupakan lex specialis dari KUH Perdata menyatakan bahwa perceraian orang tua tidak menyebabkan adanya perwalian dimana kedua orang tua tetap bertanggungjawab untuk mengasuh anak anaknya Perwalian baru akan muncul ketika kedua orang tua meninggal dunia atau kekuasaan orang tua dicabut Dalam Penetapan Pengadilan Negeri Malang Nomor 121 Pdt P 2011 PN Mlg ini hakim memutuskan paman dari pihak ayah menjadi wali dari anak anak di bawah umur dimana ibu kandung dari anak anak tersebut masih hidup Hakim memutuskan dengan pertimbangan bahwa ayah dari anak anak tersebut sudah meninggal sedangkan ibu kandungnya tidak diketahui dimana keberadaannya secara pasti Inilah yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas oleh penulis apakah putusan hakim Pengadilan Negeri Malang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di indonesia karena dalam ketentuan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 ibu kandung lebih berhak atas pengasuhan kedua anak di bawah umur karena kekuasaan orang tua tetap ada setelah perceraian dan bagaimana pertimbangan hakim dapat memutuskan paman sebagai pemegang hak perwalian Dengan metode penelitian deskriptif analitis maka penulis akan menjawab pokok permasalahan dan menemukan solusi dari permasalahan tersebut Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa kekuasaan orang tua dapat digantikan dengan perwalian pihak lain apabila dapat dibuktikan bahwa ibu kandung memenuhi syarat untuk dicabut kekuasaanya sebagai orang tua

Guardianship has a meaning the others as substitution of parents who has to guard a under age child in doing law things The conceptof guardianship in wetboek is different from Law number 1 year 1974 Where it is the lex specialis from wetboek which says that the divorce of parents doesnot make any guardianship in addition the parents still have responsibility to take care the children Guardianship will happen when the parents die or the authority of parents is dismissed In the Malang Court Established Number 121 Pdt P 2011 PN Mlg the judge decided that the father rsquo s brother was the guardian of those children although their mother is still alive The judges considered that their father was dead and their mother was gone This is what will be discussed by the writer whether that judges decision Court of Malang is suitable in Indonesia law because in Law Number 1 year 1974 the real mother is still the one who has to take care the under age children because the authority of parents is forever although they are divorced and how the judges could decide that With analytical descriptive research the writer will answer the main problem and find the solution of that problem In this research found a fact that the authority of parents can be replaced by guardianship if the mother rsquo s authority as a parent could be taken."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadriah
Aceh: Aceh Justice Resource Centre (AJRC), 2009
346.04 KAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Atagoran, Teresa Catharina Boi
"Wali sebagai pelaksana kekuasaan orang tua terhadap anak memiliki peran
yang signifikan dalam tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Namun jika pada
kenyataannya perwalian tidak berjalan sebagaimana mestinya, wali dapat dicabut
oleh Pengadilan setempat. Masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah
pengertian dan pengaturan mengenai anak, perwalian, perbandingan pengaturan
pencabutan perwalian antara Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang
Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, serta perbandingan pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor
302/Pdt.G/2012/PN.Mdo dengan ketentuan pencabutan perwalian dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan metode
analisa data kualitatif. Perbedaan antara pengaturan pencabutan wali dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali adalah lebih spesifiknya
pemohon pencabutan wali, yakni orang tua atau badan hukum atau orang yang akan
ditunjuk sebagai wali serta alasan-alasan pencabutan wali yang lebih mendetail dan
ada beberapa alasan baru, yakni wali melalaikan kewajibannya, wali tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, menyalahgunakan kewenangan sebagai wali,
melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang ada dalam pengasuhannya, dan
orang tua dianggap telah mampu untuk melaksanakan kewajibannya. Pertimbangan
hakim dalam Putusan Nomor 302/Pdt.G/2012/PN.Mdo seharusnya merujuk pada
Undang-Undang Perkawinan sebagai dasar hukum pencabutan wali, namun
keputusan hakim dalam kasus ini tetap tepat, karena hakim mempunyai wewenang
untuk menggali nilai keadilan dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara
mempertimbangan pendapat anak yang berada dalam perwalian. Alasan pencabutan
wali, prosedur pencabutan wali dan penunjukan wali baru dalam kasus ini telah
sesuai dengan ketentuan pencabutan wali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Citra Sari Dewi
"Alasan peneliti melakukan penelitian ini karena kewajiban pemberitahuan terjadinya perwalian anak yang belum dewasa dengan penetapan Hakim ke Balai Harta Peninggalan Jakarta oleh Pengadilan Negeri tidak dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 369 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Metode dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Untuk studi kepustakaan, dilakukan dengan menelaah bahan-bahan kepustakaan yang dapat menunjang teori dan fakta terkait permasalahan yang sedang diteliti. Bahan penelitian yang digunakan adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan untuk wawancara, pihak yang akan dijadikan narasumber, yaitu pihak Balai Harta Peninggalan Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan Hakim Pengadilan Negeri Bogor. Metode analisa data yang digunakan dilakukan secara kualitatif dengan hasil penelitian berbentuk deskriptif analisa, yaitu analisa yang digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan yang lebih mendalam tentang permasalahan yang diteliti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan kewajiban pemberitahuan kepada Balai Harta Peninggalan oleh Pengadilan Negeri tidak dilaksanakan dengan maksimal, bahkan dengan penetapan wali Golongan Tionghoa. Akibatnya pelaksanaan peran Balai Harta Peninggalan sebagai Wali Pengawas menjadi terhambat dan tidak berjalan dengan maksimal. Hal ini diperburuk dengan tidak ada undang-undang yang mengakomodasi kewajiban pemberitahuan telah terjadinya perwalian yang ditetapkan Hakim kepada Balai Harta Peninggalan oleh Pengadilan Negeri untuk Golongan Bumiputera.

The reason the researcher conducts this research is because the notification obligation in the event of guardianship upon a minor with Judge 39 s order to the Property and Heritage Agency by the District Court was not executed under Article 369 paragraph 1 of the Civil Code. The method of this research is normative Jurisdictional with the data collection using library research and interview. The library research is performed by examining literatures which can support theories and facts concerning the issue being researched. Sources used are the Civil Code, Article 1 of 1974 of the Marriage Act, and other laws concerning this research. For the interview, the party which will be the interviewees are the Jakarta Property and Heritage Agency, South Jakarta District Court, West Jakarta District Court, East Jakarta District Court, and Bogor District Court. The method of data analysis is qualitative while the result is in the form of a descriptive analysis, which is an analysis used to acquire more in depth information and explanation on the issue being researched. This research concludes that the execution of notification obligation to the Property and Heritage Agency by the District Court was not performed maximally, even with the custody of the Chinese. As a result, the execution of the Property and Heritage Agency 39 s role as the supervisory guardian was late and did not performed maximally. This is worsen by the absence of legislation that accommodate notification obligation on the guardianship ordered by the Judge to the Property and Heritage Agency by the District Court for the native.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, E. Fernando M.
"Ernst Utrecht adalah salah seorang sarjana hukum terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Pandangan politiknya menempatkan dirinya sebagai seorang intelektual organik; sarjana hukum yang terlibat dan mengutarakan kesadaran umum yang ada di dalam masyarakat, baik itu di arena akademis, maupun di arena politis. Keterlibatannya yang kontroversial ini berakhir tragis, karena membuatnya meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Artikel ini memaparkan dan merefleksikan beberapa ide hukum dan politik Utrecht yang cukup kontroversial; yaitu, pertama, pengayoman sebagai tujuan hukum Indonesia, sebuah tujuan hukum yang nyaris tidak termasuk arus utama tujuan hukum dalam teks-teks hukum masa kini, karena ia merelevansikannya dengan ide revolusi dan ajaran Marxisme, namun dengan cara yang lebih kritis. Kedua, Pancasila sebagai etika kenegaraan dan grundnorm, tema yang terus menjadi perdebatan hingga masa kini, walaupun Kelsen jelas-jelas mengatakan bahwa grundnorm harus bersih dari unsur bukan hukum, dan oleh karenanya menerima Pancasila sebagai etika kenegaraan berimplikasi hilangnya dasar teoritis menerima Pancasila sebagai grundnorm. Yang terakhir mengenai asas legalitas, yang ia kritik secara keras, karena keberadaan asas tersebut hanya merefleksikan kepentingan kaum yang berkuasa. Pemikirannya ini semua tak pelak lagi mengokohkan predikatnya sebagai salah seorang sarjana hukum terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia.
Ernst Utrecht is one of the best legal scholars Indonesia has ever had. His political views position him as an organic intellectual; a legal scholar involved in and expressing the social consciousness, both in the academic as well as in the political arena. His controversial involvement came to a tragic end, causing him to leave Indonesia for good. This article describes and reflects on some of Utrecht?s rather controversial ideas about law and politics; namely, first, "pengayoman" (guardianship) the purpose of law in Indonesia, a purpose of law which is almost completely absent from the mainstream conception of the purpose of law in contemporary legal texts, as he relates it to the idea of revolution and the teaching of Marxism, albeit taking a more critical approach. Second, Pancasila as state ethics and grundnorm, a theme which remains debated up to the present time, in spite of Kelsen?s express statement that grundnorm must be clean from non-legal elements, thus the implication of recognizing Pancasila as state ethics is that Pancasila as grundnorm loses its theoretical ground. Finally, the principle of legality, subject to Utrecht?s strong critique for reflecting the interest of those in power only. All of his above described thinking undoubtedly reaffirm Utrecht?s predicate as one of the best legal scholars Indonesia has ever had.
"
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dennis
"Air transportation may be regarded as one of the safest modes of travel in modern times with the advancement of technology, however, there are still tendencies for huge corporations such as Boeing that fails to provide a safe and reliable product to be used by customer airlines in providing the utmost safety for its passengers. This is presented in the case of both the JT-610 and the ET-302 flight where the families and relatives of the victims of the deceased passengers pursued transnational litigation before the Northern District Court of Illinois outside of where the place of tort occurred and decide to take legal actions to seek high compensatory damages and more favorable award by initiating product liability and wrongful death lawsuits within the forum where the aircraft manufacturer resides and maintains its principal business. Although most cases settled amicably amongst themselves, there are also other issues dealt between the conflicting heirs such as in the case of Khan, with regards to the Northern District Court of Illinois having to decide issues of guardianship relating to the representation of a minor within the line of proceedings of a foreign court and as well as issues of different rules of intestacy coming from different legal systems that may dictate the apportionment of settlement proceeds arising out of a damage claim for torts.

Transportasi udara dapat dianggap sebagai salah satu moda transportasi paling aman di zaman modern dengan kemajuan teknologi, namun, masih ada kecenderungan perusahaan besar seperti Boeing yang gagal menyediakan produk yang aman dan dapat diandalkan untuk digunakan oleh maskapai penerbangan pelanggan dalam memberikan keamanan terbaik bagi para penumpangnya. Hal ini terlihat dalam kasus penerbangan JT-610 dan ET-302 di mana keluarga dan kerabat korban penumpang yang meninggal dunia mengajukan tuntutan secara transnasional di Pengadilan Distrik Utara Illinois di luar tempat terjadinya perbuatan melawan hukum dan memutuskan untuk mengambil langkah hukum untuk mendapatkan ganti rugi yang besar dengan mengajukan tuntutan tanggung jawab produk dan tuntutan kematian akibat kesalahan di dalam forum di mana produsen pesawat tersebut berada dan menjalankan bisnis utamanya. Meskipun sebagian besar kasus diselesaikan secara damai, ada juga isu-isu lain antara ahli waris yang bersengketa seperti dalam kasus Khan, yang mana Pengadilan Distrik Utara Illinois harus memutuskan masalah perwalian yang berkaitan dengan representasi anak di bawah umur dan juga masalah aturan waris yang berbeda yang berasal dari sistem hukum yang berbeda yang dapat mendikte pembagian hasil penyelesaian yang timbul dari klaim kerugian atas perbuatan melawan hukum."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanie Dityawati
"Dalam Penetapan Nomor 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt, terdapat kondisi di mana Hakim memutuskan bahwa orang (selain keluarga terdekat anak) dapat menjadi wali bagi seorang anak atas permohonan si ibu karena ia sedang tidak dapat menjalankan kewajibannya. Penetapan tersebut menjadi dasar diajukannya gugatan dalam Putusan Nomor 742/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt, di mana Majelis Hakim memutuskan bahwa Penggugat sebagai saudara seibu dengan Pemohon dalam Penetapan Nomor 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt, lebih berhak untuk menjadi wali dibandingkan wali yang sebelumnya sehingga penetapan tersebut dapat dibatalkan. Majelis Hakim juga memutuskan bahwa kekuasaan orang tua anak tersebut dapat dicabut karena terbukti sedang tidak dapat menjalankan kewajibannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, pokok permasalahan dalam skripsi ini ialah Penulis ingin mengetahui bagaimanakah pertimbangan hakim dalam Penetapan Nomor 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt dan Putusan Nomor 742/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt mengenai kedudukan anak dan kekuasaan orang tua, pencabutan kekuasaan orang tua, perwalian, dan pembatalan perwalian berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dengan metode penelitian deskriptif-analitis, maka Penulis akan menjawab pokok permasalahan dan menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penetapan perwalian dapat dibatalkan dengan alasan terdapatnya pihak keluarga yang lebih diprioritaskan untuk menjadi wali dibandingkan orang lain. Namun, pihak keluarga yang akan ditunjuk sebagai wali pengganti tersebut harus tetap memenuhi persyaratan perwalian, mulai dari usia, perilaku calon wali, kemampuan ekonomi, kesamaan agama antara calon wali dan anak, dan syarat lainnya. Apabila terdapat persyaratan yang tidak dipenuhi, maka tuntutan untuk ditetapkan sebagai wali pengganti seharusnya tidak dapat dikabulkan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

In Establishment Number 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt, there is a condition where the Judge decided that a person (other than the child's closest family) can become a guardian for a child by the petition of the mother because she cannot carry out her responsibilities as parents. This Establishment became the basis for filing a claim in Verdict Number 742/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt, in which the Panel of Judges decided that the Complainant, as the half-sister of the Petitioner in Establishment Number 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt, is more entitled to become a guardian than the previous guardian so that the establishment can be annulled. The Panel of Judges also decided that the authority of the child's parents could be revoked because they proved they could not carry out their responsibilities. Based on these things, the main problem in this thesis that the Author wants to know is how the Judge's consideration in Establishment Number 314/Pdt.P/2019/PN.Jkt.Brt and Verdict Number 742/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Brt regarding the child's legal position and the authority of parents, the revocation of parental authority, guardianship, and annulment of guardianship based on the laws and regulations in Indonesia. With the descriptive-analytical research method, the Author will answer the main problems and find solutions to these problems. In this study, it would be known that the establishment of guardianship can be annulled because the family is more prioritized than other people (besides the family). However, the family who will be appointed as the substitute guardian must still meet the guardianship requirements, starting from the age, behavior of the prospective guardian, economic ability, religious similarity between the prospective guardian and the child, and other requirements. If there are requirements that are not met, then the claim to be appointed as a substitute guardian should not be granted because it is not under the applicable laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Riani Iskandar
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan membedakan
harta benda perkawinan berupa harta bersama yang diperoleh selama perkawinan
dan harta bawaan yang diperoleh masing-masing suami isteri serta berada di
bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pada saat atau sebelum perkawinan para pihak dapat membuat perjanjian
perkawinan yang memisahkan harta kekayaan mereka sehingga masing-masing
mengurus sediri harta baik yang dibawa ke dalam perkawinan maupun yang
diperoleh sepanjang perkawinan. Lain halnya jika terdapat penetapan pengadilan
yang menetapkan salah satu pihak baik suami maupun isteri berada dalam
pengampuan dan tidak dapat mengurus hartanya, sedangkan sidang perceraian
sedang berlangsung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat
yuridis normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang
tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan
harta perkawinan dan perjanjian perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data
sekunder berupa bahan kepustakaan. Kesimpulan yang diperoleh adalah dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan belum mengatur
secara lengkap mengenai harta bersama dan perjanjian perkawinan. Jika melihat
tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga yang baik maka pengurusan suami
terhadap harta benda istri dapat dibenarkan selama perkawinan tersebut belum
berakhir. Suami dapat melakukan pengurusan terhadap harta isteri namun apabila
setelah pengampuan tersebut berakhir maka suami harus bertanggung jawab
terhadap pengurusan tersebut kepada Balai Harta Peninggalan selaku pengampu
pengawas. Pengurusan harta tersebut dilakukan semata-mata untuk kepentingan
isteri. Apabila terdapat kerugian akibat kelalaian suami maka suami wajib
mengganti kerugian tersebut.

ABSTRACT
Law Number 1 of 1974 on Marriage defines two types of marital properties: joint
property, which is acquired during marriage, and separate property, which is
acquired by each husband and wife and is under each party’s power, providing
that it is never stated otherwise. On the occasion of or prior to marriage, both
parties may produce a prenuptial agreement which separates their properties, so
that they may administer their own properties which were acquired by each party
both before or during the marriage. Nevertheless, similar arrangement does not
apply when a court’s decision has ruled that one of the parties (either the husband
or the wife) is put under the guardianship of her/his spouse and deemed incapable
of administering her/his own property, nevertheless, those parties eventually
applied for a divorce. This study applies a juridical-normative research approach
in which references are made to legal norms stipulated in laws on the management
of marital properties and prenuptial agreement. This study utilizes secondary data
in the form of literature resources. It concludes that Law Number 1 of 1974 on
Marriage does not provide comprehensive regulation on joint property and
prenuptial agreement. Based on the assumption that a husband should be a
responsible head of his family, which appointed a husband as the guardian of his
wife’s property, is justifiable provided that the marriage has not been terminated.
During marriage, a husband can administer his wife’s property; however, when
the marriage is terminated, he has to be deemed responsible for anything related to
the said property during his guardianship to Balai Harta Peninggalan as a
supervisor guardians. He must administer the property only for the benefit of his
wife. Should there be any damage or loss due to his negligence, he is required to
perform indemnification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilia Irawan
"Male guardianship adalah konsep untuk keamanan perempuan Saudi di area publik. Konsep tersebut merupakan proteksi bagi perempuan untuk berkontribusi di ranah sosial, ekonomi dan politik. Male guardianship terhubung pada budaya patriarki. Hal itu memunculkan diskriminasi dan subordinasi pada posisi perempuan---Perempuan Saudi tidak memiliki kesempatan untuk aktif di publik dan terjadi pembatasan akses seperti larangan menyetir, terlibat dalam reformasi politik, keaktifan dalam komunitas sosial, pembatasan lahan pekerjaan sesuai kemampuan mereka, pembatasan mata kuliah dalam pendidikan dan lain-lain. Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan Hak Asasi Manusia di Arab Saudi. Puteri Ameera Al-Taweel, Pangeran Al-Waleed bin Abd. Aziz yakni dua elite yang memproteksi kebijakan kaku bagi perempuan di KSA dan mereka mendukung perempuan untuk bebas dan mendapatkan hak asasi mereka. Respon dalam memprotes isu perempuan telah dilakukan oleh Raja Abdullah bin Abd. Aziz. Tahun 2005 merupakan tahun transformasi kebijakan Raja Abdullah bin Abd. Aziz. Perempuan Saudi diberi hak untuk berkontribusi sesuai dengan kebutuhan proyek modernisasi dan sebagai langkah priventif untuk membatasi dominasi elite baru di KSA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-eksplanasi dengan teorisasi induksi dan menggunakan data primer dan sekunder dalam menganalisis kasus perempuan.

Male guardianship is the concept to secure Saudi women in public area. It is protection for women to contribute in social, economic, politic situations. Male guardianship related Patriarkh culture. It causes to emerge discrimination and subordination in women position---Women do not have chances to active in public and limited access such as forbiden for women to drive, join in political reform, active in social community, limitation in getting work as good as their capibility, limited major in education etc. Thoses are the cases in Saudi women human rights. Princess Ameera Al-Taweel, Prince Al Waleed bin Abd. Aziz are two of elites that protest the rigid women policy in KSA and they supporting women to be free and get the human rights. Responses to hid protest and women issue have been done by Abdullah bin Abd. Aziz King. In 2005, Abdullah bin Abd. Aziz King becomes transformation in women policy. Women are given rights to contribute as need for Saudi modernitation projects and preventing step to limit domination new elite in KSA. This research uses qualitatif-explanation method within the induction theory and uses primer and secondary data to analysis women case.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla
"Pengangkatan anak idealnya dilakukan oleh orang tua yang utuh karena dianggap mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan demi perkembangan anak yang lebih baik. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi orang tua tunggal untuk melakukan pengangkatan anak, terutama apabila seseorang mampu secara finansial dan sosial dalam mengurus, mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang demi kepentingan terbaik anak dan kesejahteraan anak di masa depan. Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal memiliki akibat hukum terhadap perwalian dan hak mewaris. Namun, akibat hukum terhadap perwalian dan hak mewaris memiliki akibat yang berbeda-beda antara hukum adat, hukum perdata barat, dan hukum Islam. Orang tua tunggal yang hendak melakukan pengangkatan anak harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Sosial, untuk kemudian mendapatkan penetapan pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peraturan mengenai pengangkatan anak, khususnya pengangkatan anak oleh orang tua tunggal di Indonesia masih tersebar dalam beberapa peraturan. Peraturan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal secara implisit diatur dalam Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 yang hanya berlaku bagi golongan tionghoa. Kemudian, hukum nasional yang mengatur mengenai kebolehan pengangkatan anak oleh orang tua tunggal diatur dalam SEMA Nomor 6 Tahun 1983, dan peraturan lebih rinci terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/Huk/2009. Selain itu, praktik pengangkatan anak oleh orang tua tunggal dalam peradilan Indonesia masih belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sangat berdampak pada kesejahteraan dan juga perlindungan terhadap anak. Pembuat undang-undang seharusnya melakukan unifikasi hukum agar dapat memberikan kepastian hukum kepada Hakim maupun masyarakat, serta meminimalisir terjadinya permasalahan-permasalahan dalam proses pengangkatan anak oleh orang tua tunggal.

Adoption of children is ideally carried out by parents who are intact because they are considered capable of providing welfare and protection for the better development of children. However, it is possible for single parents to adopt children, especially if a person is financially and socially capable of fostering, nurturing, educating, and providing affection for the best interests of the child and the child's welfare in the future. Adoption by a single parent also has legal implications for guardianship and inheritance rights. However, the legal consequences for guardianship and inheritance rights vary between customary, civil, and Islamic law. Single parents who want to adopt a child must first obtain permission from the Minister of Social Affairs, and then obtain a court order. The research method used in this study is normative juridical using secondary data which includes primary legal materials and secondary legal materials. The analytical method used in this study is a qualitative analysis method by producing analytical descriptive data. Based on the research conducted, it is known that regulations regarding child adoption, especially adoption by single parents in Indonesia are still scattered in several regulations. Regulations for adopting children by single parents are implicitly regulated in Staatsblad Number 129 of 1917, which only applies to the Chinese group. Then, the national law governing the permissibility of adopting children by single parents is regulated in SEMA Number 6 of 1983, and more detailed regulations are contained in Regulation of Government of The Republic of Indonesia Number 54 of 2007 and Minister of Social Regulations Number 110/Huk/2009. In addition, the practice of adopting children by single parents in Indonesian courts still does not comply with statutory provisions, so legislators should carry out unification of law to provide legal certainty to judges and the public, as well as minimize the occurrence of problems in the process of adoption by single parents."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library