Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djamila Djauhari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan mengenai manfaat mendongeng, perilaku cara mendongeng, dan frekuensi mendongeng pada para ibu PAUD Al-Qoshosh. Pengetahuan mengenai manfaat mendongeng disusun berdasarkan strategi pembelajaran PAUD melalui metode mendongeng oleh Kusmiadi (2008). Cara mendongeng disusun berdasarkan kurikulum Children?s Literature and Storytelling oleh Speaker (2000). Penelitian ini menggunakan desain pelatihan one group pretest posttest design. Pelatihan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari berturut-turut, yakni pada tanggal 29 Juni 2012 hingga 1 Juli 2012.
Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelatihan mendongeng bagi para ibu. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini meliputi perkembangan dan masalah perilaku anak pra sekolah, manfaat mendongeng bagi anak, serta cara mendongeng yang baik. Kegiatan evaluasi kerutinan ibu mendongeng dilakukan selama 2 (dua) minggu berturut-turut setelah pelatihan diadakan.
Analisis data dalam pelatihan ini merupakan metode analisis data kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan paired sample t-test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan mengenai manfaat, cara, dan frekuensi mendongeng antara sebelum dan setelah diberikan intervensi (p<0.05). Selain itu berdasarkan persepsi para ibu, telah terjadi pengurangan masalah perilaku anak setelah mereka rutin mendongengi anak.

The aim of this study is to examine the differences in knowledge of storytelling benefits, methods of storytelling, and storytelling frequency between mothers in PAUD AL-Qoshosh. The knowledge of storytelling benefits is organized by learning strategy in early childhood education on storytelling method by Kusmiadi (2008), which declared many kinds of storytelling benefits for child cognitive and social development, especially in decreasing child behavior problems. The means of storytelling is based on Children?s Literature and Storytelling curriculum by Speaker (2000). This research study used one group pretest posttest design. The training was carried out 3 days from June 29 until July 1, 2012.
The intervention of this study was a training program habituation of storytelling for mothers. The materials were child?s development and behavior problems, storytelling benefits to children, and the means of strorytelling. Evaluation process of mother?s storytelling frecuency was held 2 weeks after the end of training.
Data analysis on this study were both quantitative and qualitative, using paired sample t-tests and interviews. Quantitative data on this study showed the significant difference on knowledge of benefits, means, and frequency of storytelling between before and after intervention (p<0.05). Based on the mother?s perceptions after they routinely conducted storytelling, there was a decrease in their child?s behavior problems.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31826
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Athina
"Media digital menjadi bagian dalam kehidupan saat ini dan mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Durasi screen time berlebih berpotensi memunculkan masalah perilaku pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara screen time dan masalah perilaku pada anak berusia 4-6 tahun, serta memeriksa peran moderasi parental stress dalam hubungan ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik cross-sectional. Partisipan penelitian adalah 663 orang tua yang memiliki anak berusia 4-6 tahun yang mengisi serangkaian kuesioner melalui google form. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup, durasiscreen time anak diukur menggunakan instrumen untuk mengukur durasi screen time, masalah perilaku, dan stres pengasuhan. Melalui uji statistik moderasi menggunakan PROCESS Hayes, ditemukan bahwa parental stress tidak memoderasi hubungan durasi screen time dan masalah perilaku. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa durasi screen time dan parental stress memiliki hubungan yang positif terhadap masalah perilaku. Di sisi lain, parental stress tidak memiliki hubungan dalam meningkatkan durasi screen time anak. Penelitian ini menegaskan kembali pentingnya mengelola durasi screen time anak dan memperhatikan faktor pengasuhan seperti durasi parental stress dalam menangani masalah perilaku pada anak.

Digital media has become an integral part of contemporary life, influencing the parent-child relationship. Excessive screen time has the potential to give rise to behavioral problems in children. This study aims to explore the relationship between screen time and behavioral problems in children aged 4-6 years, as well as to examine the moderating role of parental stress in this relationship. Employing a quantitative research method with a cross-sectional design, the study involved 663 parents of children aged 4-6 years who completed a series of questionnaires via Google Forms. The research instruments utilized instruments to measure children's duration of screen time, behavioral problems, and parental stress. Through moderation statistical tests using PROCESS Hayes, it was found that parental stress did not moderate the relationship between screen time and behavioral problems. The results also indicated a positive relationship between screen time and parental stress with behavioral problems. Conversely, parental stress did not have a significant association with increasing children's screen time. This study reaffirms the importance of managing children's screen time and considering parenting factors such as parental stress in addressing behavioral problems in children."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kyana Salapani Sangadi
"Durasi screen time tinggi merupakan salah satu faktor risiko munculnya masalah perilaku pada anak usia prasekolah. Aspek yang bisa menjadi faktor protektif terhadap dampak buruk dari media adalah parental mediation. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara screen time dan masalah perilaku pada anak usia prasekolah yang dimoderasi oleh parental mediation. Partisipan merupakan 663 orang tua anak usia prasekolah yang memenuhi kriteria. Hasil menunjukkan adanya efek positif dan signifikan antara screen time dan masalah perilaku (r = 0.128, p < 0.01). Efek negatif dan signifikan ditemukan antara parental mediation terhadap masalah perilaku (r = , p < 0.01). Dimensi dari parental mediation yaitu, supervision (r = -0.25, p <0.01), activerestrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), dan technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) juga memiliki hubungan yang signifikan dengan masalah perilaku. Namun, dimensi couse tidak memiliki efek signifikan terhadap masalah perilaku ( r = - 0.02, p > 0.05). Selanjutnya, parental mediation secara keseluruhan dan dimensinya tidak memoderasi secara signifikan hubungan antara durasi screen time dan masalah perilaku (p > 0.05). Penemuan dari riset ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan panduan durasi screen time dan pengembangan strategi untuk memitigasi efek negatif dari screen time.

High screen time duration can be considered as a risk factor for the emergence of problem behaviors in preschool-aged children. One aspect that may serve as a protective factor against the negative effects of scree time is parental mediation. The aim of this research is to examine the moderating effect of parental mediation on screen time and behavior problems will also be studied in this study. Based on the results of this study, it was found that there was a positive and significant effect between screen time and behavioral problems (r = 0.128, p < 0.01). Furthermore, a negative and significant effect was found between parental mediation and problem behavior (r = -0.18, p < 0.01). Different dimensions of parental mediaiton such as supervision (r = -0.25, p <0.01), active- restrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) was also found to correlate negatively with problem behavior. However, co-use did not have a significant effect on behavior problems (r = -0.18, p < 0.01). There was also no significant moderating effect of parental mediation and its dimensions on the relationship between screen time and behavior problems (p > 0.05). The findings of this research can considered for creating guidelines regarding screen time duration as well as developing strategies to mitigate the negative effects of screen time."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudianita Kesuma
"Latar Belakang. Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan nyeri perut berulang pada remaja yang paling banyak terjadi. Irritable bowel syndrome pada remaja akan menimbulkan gangguan yang serius berupa masalah perilakunya.
Tujuan. Menganalisis hubungan antara masalah perilaku dengan Irritable bowel syndrome pada remaja di Kota Palembang.
Metode. Penelitian ini adalah studi potong lintang. Semua siswa SMA Nurul Iman dilakukan pencatatan meliputi karakteristik umum, pemeriksaan fisik berupa berat badan dan Tinggi badan. Selanjutnya dilakukan uji Rome III (Irritable bowel syndrome) dan PSC-17 (masalah perilaku). Analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariat dengan uji chi-square.
Hasil. Dari semua siswa SMA Nurul Iman didapatkan 180 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Prevalens IBS sebanyak 58 subyek (32,2%) yang terdiri dari 22 subyek dengan IBS subtipe konstipasi, 23 subyek dengan IBS subtipe diare dan 13 subyek dengan IBS subtype campuran. Prevalens masalah perilaku sebesar 40,6% yang terdiri dari 28,9% masalah perilaku internalisasi, 2,8% masalah eksternalisasi, 0,6% masalah perilaku perhatian dan 8,4% variasi dari 3 gangguan. Faktor risiko terjadinya IBS antara lain: mengonsumsi daging olahan, teh, makan terburu-buru, serta dibully. Terdapat hubungan yang bermakna antara IBS dengan masalah perilaku (p=0,001). Nilai Odds Ratio yang diberikan sebesar 3,015 (IK95%=1,580-5,754).
Simpulan. Remaja yang mengalami IBS akan mengalami masalah perilaku.

Background. Irritable Bowel Syndrome (IBS) is the most common recurrent abdominal pain in adolescence, causing serious impairments on behavioral problems. To date, there have no studies on IBS and behavioral problems in Palembang.
Objective. To assess for an association between IBS and behavioral problems in adolescences in Palembang.
Methods. Subjects in this cross-sectional study were adolescences who attended Nurul Iman high school. Their general characteristics, developmental history and physical examination results (including weight and height) were recorded. We administered the Criteria Rome III for IBS and the Pediatric Symptom Checklist 17 (PSC 17) for behavioral problems. Data was analyzed by Chi-square test.
Results. We enrolled 180 adolescences as student in Nurul Iman high school. Prevalences of IBS was 32,2%, consisting of subtype IBS constipation (37,9%), subtype IBS Diarrhea (39,7%), and subtype IBS Mixed (22,4%). The prevalence of behavioral disorders was 40,6%, consisting of internalization (28,9%), externalization (2,8%), attentive problems (0,6%) and various combinations of three problems (8,4%). A significant association was found between IBS and behavioral problems (P=0.001; OR=3.015 95%CI=1.580-5.754).
Conclusion. IBS is significantly associated with behavioral problems.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leander, Derlin Juanita
"Latar Belakang: Internet menjadi salah satu media pembelajaran sekaligus menjadi teknologi yang dapat disalahgunakan. Salah satu faktor risiko yang sering dikaitkan dengan penggunaan internet yang bermasalah adalah masalah perilaku.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya asosiasi antara masalah perilaku dengan penggunaan internet yang bermasalah.
Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan studi potong lintang yang mengikutsertakan 300 siswa-siswi SMP di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Data dikumpulkan dengan menggunakan Young's Diagnostic Questionnaire for Internet Addiction dan kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anakself-rated.
Hasil: Berdasarkan uji analisis Chi Square pada data yang dikumpulkan, didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara masalah perilaku dan penggunaan internet bermasalah dengan p=0,190 IK95 0,872-2,449.
Diskusi: Masalah perilaku bukan merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya penggunaan internet bermasalah. Individu dengan masalah perilaku, namun memiliki faktor protektif seperti pembatasan akses internet oleh orang tua, relasi yang baik, dan self-regulation yang baik dapat mencegah munculnya perilaku penggunaan internet yang bermasalah. Tidak ada hubungan bermakna antara masalah perilaku dan penggunaan internet yang bermasalah menunjukkan bahwa hubungan masalah perilaku dengan penggunaan internet bermasalah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Selain itu, faktor protektif juga mencegah terjadinya penggunaan internet yang bermasalah pada anak remaja yang diduga memiliki masalah perilaku.

Introduction Internet becomes one of the learning media and at once becomes a technology which can be misused. One of the risk factors often associated with problematic internet use is conduct problems.
Objective This research is done to find out association between conduct problems and problematic internet use.
Methods This research was carried out with cross sectional study which includes 300 junior high school students in Pancoran Mas Sub districts Depok city. Data was collected using Young rsquo s Diagnostic Questionnaire for Internet Addiction and also Strength and Diffculties Questionnaire self rated.
Results Based on Chi Square analysis test, result showed there is no significant relation between conduct problems and problematic internet use with p 0,190 CI95 0,872 2,449 . Discussion Conduct problems is not dominant factor to cause problematic internet use. Person who has conduct problems, but has protective factor as well as parents rsquo internet limitation, good relationships, and good self regulation will prevent the emerge of problematic internet use. There is no significant relation between conduct problems and problematic internet use showed that relation between conduct problems and problematic internet use is influenced by other factors, such as biological factor, psychological factor, and environment. Furthermore, protective factor also prevent problematic internet use in adolescents who are suspected to have conduct problems."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukuh Tri Anjarsari
"Latar Belakang: Remaja usia 10-19 tahun merupakan 16% dari populasi dunia dan secara umum berkontribusi sebanyak 35% terhadap beban kesehatan dunia. Di Indonesia, persentase kelompok usia 15-19 tahun sebagian besar berada di tingkat Sekolah Menengah Atas, dengan proporsi disabilitas pada tahun 2018 sebesar 3,3% berupa agresivitas. Perilaku agresif pada remaja dikatakan dapat memprediksi adanya gangguan psikiatri dan sebaliknya karena usia remaja akhir merupakan masa periode peralihan dari anak-anak menuju dewasa sehingga menjadi waktu yang kritis dalam perkembangan individu dan perilakunya cenderung akan menetap di dewasa muda. Penting untuk mengetahui faktor yang terkait dengan prediksi adanya agresivitas pada remaja, karena masih memungkinkan untuk dilakukan intervensi dini mencegah risiko kriminalitas pada usia dewasa dan juga pendekatan pada kelompok usia yang lebih muda. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui gambaran masalah emosi dan perilaku serta faktor-faktor terkait perilaku agresif pada pelajar SMA di Indonesia. Metode: Penelitian dilaksanakan secara potong lintang dengan metode komparatif analitik. Sampel sebanyak 227 pelajar dari seluruh SMA di Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui media daring menggunakan kuesioner demografis, kuesioner Buss-Perry Agression Questionnare (BPAQ)-Versi Indonesia, dan kuesioner Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ)-Versi Indonesia. Data dianalisis dengan bivariat Chi Square dan multivariat regresi logistik. Hasil: Jenis kelamin perempuan, masalah emosional, masalah perilaku, dan hiperaktivitas memiliki hubungan yang bermakna dengan indikasi perilaku agresif tinggi (p<0,05). Berdasarkan uji multivariat, faktor-faktor yang terkait indikasi perilaku agresif tinggi adalah jenis kelamin perempuan (p=0,029), masalah emosional (p=0,004), masalah perilaku (p=0,014), dan hiperaktivitas (p=0,077), dengan R2 sebesar 0,232. Simpulan: Empat faktor yang paling memprediksi terjadinya perilaku agresif pada pelajar SMA, yaitu jenis kelamin perempuan, masalah emosional, masalah perilaku, dan hiperaktivitas.

Background: Adolescents aged 10-19 years constitute 16% of the world's population and in general contribute as much as 35% of the world's health burden. In Indonesia, the percentage of the 15-19 year age group is mostly at the high school level, with the proportion of disabilities in 2018 being 3.3% in the form of aggressiveness. Aggressive behavior in adolescents is said to be able to predict the presence of psychiatric disorders and vice versa because late adolescence is a period of transition from children to adults so that it becomes a critical time in individual development and behavior tends to settle in young adults. It is important to know the factors associated with predicting the presence of aggressiveness in adolescents, because it is still possible for early intervention to prevent the risk of crime in adulthood and also approaches in younger age groups. This study aims to describe the emotional and behavioral problems as well as factors related to aggressive behavior in high school students in Indonesia. Methods: The research was carried out in a cross-sectional manner using a comparative analytic method. The sample is 227 students from all high schools in Indonesia. Data were collected through online media using a demographic questionnaire, the Buss-Perry Aggression Questionnare (BPAQ)-Indonesian version, and the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ)-Indonesian version. Data were analyzed by Chi Square bivariate and multivariate logistic regression. Results: Female gender, emotional problems, behavioral problems, and hyperactivity had a significant relationship with high indications of aggressive behavior (p<0.05). Based on the multivariate test, the factors related to the indication of high aggressive behavior were female gender (p=0.029), emotional problems (p=0.004), behavioral problems (p=0.014), and hyperactivity (p=0.077), with R2 of 0.232. Conclusion: The four factors that most predict the occurrence of aggressive behavior in high school students are female gender, emotional problems, behavioral problems, and hyperactivity."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan, anak akan belajar memusatkan
perhatiannya pada suatu hal dalam jangka waktu terhenti dan belajar bersabar.
Wenar (1994) menyatakan bahwa anak-anak prasekolah diharapkan dapat
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah dimulainya dengan memuaskan
dan memonitor tepat atau tidaknya perilaku mereka. Namun, pencapaian anak
sangat bewariasi dalam hal. Ada beberapa anak yang tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam waktu lama, hiperaktif dan
impulsif. Anak yang menunjukkan perilaku demikian biasanya menderita
ADHD (Attention Deficit Hipemctioity Disorder).
Anak prasekolah yang menderita ADHD dalam waktu satu tahun akan
sangat mungkin mengalami masalah perilaku dan diperkirakan akan menderita
ADHD pada masa middle childhood (Wenar, 1994). Dan pada masa ini dapat
dilihat perbedaan yang nyata antara anak normal dengan anak ADHD (Wenar ,
1994).
Masalah ADHD yang dihadapi anak dapat berkembang menjadi
permasalahan lain. Iansen, dkk (dalam Mash & Wolfe, 1999) menyatakan bahwa
antara 50% 80% anak ADHD juga mengalami gangguan lain seperti oppositional
defiant disorder, conduct disorder, emotional disorders , seperti kecemasan dan
depmesi serta learning disorders. Selain mengalami masalah dalam perilaku, anak
ADHD juga menghadapi masalah dalam keluarga. Interaksi di antara anggota
keluarga dikarakteristikan dengan negativistic, tidak adanya pemenuhan
kebutuhan anak (child noncompliance), kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan saudara (Mash & Johnston dalam Mash & Wolfe, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
orangtua dengan anak ADHD melalui tampilan tes HTP. Emmanuel Hamrner
(1950) menyebutkan bahwa tes HTP merupakan tes yang melihat dunia dalam
individu dan lingkungannya dimana hal tersebut dianggap penting. Gambar
rumah diketahui dapat memunculkan asosiasi pada diri subyek mengenai
lingkungan rumahnya dan hubungan dalam keluarga. Gambar pohon dapat
mereflekslkan kepribadian individu yang paling dalam dan tidak disadari
Sedangkan gambar orang menunjukan manifestasi persepsi subyek mengenai
dirinya atau apa yang diharapkan dari dirinya sendiri (dalam Wenck, 1980).
Kemudian, untuk mengetahui permasalahan perilaku pada anak ADHD, akan
digunakan tes CBCL dimana rnelalui hes CBCL dapat diketahui gambaran
perllaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai data tambahan akan
digunakan hasil alloanamnesa dari orangtua.
Penelitian ini menggunakan metode kualiiatif dengan metode
pengumpulan data melalui analisis dokumen. Data yang diambil adalah data
sekuder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia periode pemeriksaan 2000 - 2003. Iumlah subyek yang
digunakan adalah 4 orang dengan karakterisitik sebagai berikut : usia Sekolah ,
antara 6 sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD pada
laporan pemeriksaan psikologis yang clilakukan oleh pemeriksa yang
bersangkutan.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui bahwa hubungan
antara orangtua dan anak diwarnai dengan pernberian hukuman fisik seperti
memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh subyek
menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak. Walaupun diwarnai dengan
pemberian hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa
ibu masih memiliki kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
2. Berdasarkan data formal dari tes HTP diperoleh bahwa ada kecenderungan
para subyek untuk memposisikan kertas secara horizontal dan menggambar
rumah terlebih dahulu.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi terpisah - dari hes HTP diperoleh bahwa
sebagian besar subyek menggambar pintu namun dengan ukuran yang
bervariasi. Seluruh subyek menggambar pintu yang tertutup dan memiliki
Iznndfe dan lidak menggambar jalan setapak. Pohon digambar kecil oleh
seluruh subyek.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi hubungan tiga elemen - Gambar pohon
dibuat kecil oleh seluruh subyek. Sebagian besar subyek menggambar orang
kecil dan menempatkan gambar orang dekat dengan rumah.
3. Dalam hal perilaku diketahui bahwa 1 subyek memiliki kecenderungan
perilaku kearah internlizing, dan 1 subyek memiliki kecenderungan perilaku
kea nah externlizing. Area internalizing yang muncul adalah pada sindrom
withdrawn dan sematic complaints. Sedangkan area externalizing yang muncul
adalah pada delinquent problems dan aggressive behaviour."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rahmandani
"Perilaku kerja yang inovatif sangat penting bagi karyawan untuk dapat mendorong kinerja dan efektivitas organisasi. Salah satu variabel yang diduga mempengaruhi perilaku kerja inovatif adalah gaya pemecahan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara gaya pemecahan masalah dan perilaku kerja inovatif di antara karyawan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil sampel PT X yang bergerak di bidang industri makanan dan sedang melakukan inovasi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Perilaku Kerja Inovatif yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan kemudian diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk (2014). Sedangkan pengukuran gaya pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan alat Measurement of Modes of Problem Solving yang dikembangkan oleh Jabri (1991). Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis statistik Korelasi Pearson pada 75 data partisipan yang terkumpul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara gaya pemecahan masalah bisosiatif dengan perilaku kerja inovatif (r = 0,39; p <0,05). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara gaya pemecahan masalah asosiatif dengan perilaku kerja inovatif (r = 0.15; p> 0.05). Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut pada topik yang sama.

Innovative work behavior is very important for employees to be able to drive organizational performance and effectiveness. One of the variables thought to influence innovative work behavior is problem solving style. This study aims to explore the relationship between problem-solving styles and innovative work behavior among employees. This research is a quantitative study by taking a sample of PT X which is engaged in the food industry and is making innovations. The measuring instrument used in this research is the Innovative Work Behavior Scale developed by Janssen (2000) and later adapted by Etikariena and Muluk (2014). Meanwhile, the measurement of problem solving style was carried out using the Measurement of Modes of Problem Solving tool developed by Jabri (1991). The analysis was performed using the Pearson Correlation statistical analysis technique on 75 collected participant data. The results showed that there was a relationship between bisosiative problem solving styles and innovative work behavior (r = 0.39; p <0.05). This study also shows that there is no relationship between associative problem solving styles with innovative work behavior (r = 0.15; p> 0.05). The results of this study are expected to encourage further research on the same topic."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library