Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Barrow, Tony
London: Routledge , 1995
338.477 8 BAR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Naldo
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas resistensi band Mocca dalam menyikapi industri musik indonesia dalam konteks band indie sebagai agen perubahan strukturasi industri musik Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa industri musik Indonesia mengalami penurunan kualitas oleh karena itu terbentuklah musik indie yang lahir dari komunitas sebagai wadah perlawanan terhadap musik mainstream dan selera masyarakat.
Abstract
This thesis discusses the resistance of Mocca band and the dealing with Indonesian music industry in the context of the indie band as an agent of change on Indonesian music industry structuration. The study was a qualitative research design with case studies. The study concluded that Indonesian music industry deteriorated since it was formed by the birth of indie music community as a place of resistance against mainstream music and tastes of society.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31133
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Diva Sedona Yuwani
Abstrak :
Industri musik telah mengalami revolusi dari tahun ke tahun. Berbagai genre musik telah menjadi populer pada masanya dan tergantikan dengan genre lain pada masa berikutnya. Dewasa ini, berbagai jenis genre mulai digemari dan bahkan lagu yang telah lama rilis kembali didengarkan karena adanya media sosial terutama Tiktok. TikTok sendiri merupakan aplikasi yang dibuat di Cina pada tahun 2014 dan awalnya dikenal sebagai Musical.ly. Platform ini menggabungkan konten musik, video, dan micro-video, dan penggunanya memiliki opsi untuk membuat video berdurasi 15 atau 60 detik. Dengan lebih dari 80 juta pengguna aktif per bulan (data di Amerika Serikat), aplikasi Tiktok menjadi sensasi viral dan digunakan secara luas di seluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan aplikasi Tiktok memiliki daya tariknya sendiri yang membuat aplikasi tersebut dari aplikasi yang telah ada. Para pengguna Tiktok dapat menambahkan musik, teks, dan filter untuk membuat konten yang menarik dan selanjutnya akan dihubungkan dengan orang lain secara acak sehingga konten dapat dengan mudah tersebar dan dilihat orang lain (Montag dkk, 2021) ......The music industry has undergone a revolution over the years. Various genres of music have become popular in their time and were replaced by other genres in the following period. Nowadays, various types of genres are becoming popular and even songs that have been released for a long time are being listened to again because of social media, especially TikTok. Formerly known as Musical.ly, TikTok is a Chinese app that was launched in 2014. The platform combines music, video, and micro-video content, and users can create 15-second or 60- second videos. (Johnson, n.d.) With more than 80 million monthly active users (US data), the TikTok app has become a viral sensation and is widely used all over the world. This is because TikTok has unique features that differentiated itself from other existing app. TikTok users can create interesting content by combining music, text, and filters, and then randomly connecting with others so that the content can be easily shared and seen by others (Montag et al, 2021).
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tschmuck, Peter
Abstrak :
[Why did jazz become a dominant popular music genre in the 1920s and rock 'n' roll in the 1950s? Why did heavy metal, punk rock and hiphop find their way from sub-cultures to the established music industry? What are the effects of new communication technologies and the Internet on the creation of music in the early 21st century? These and other questions are answered by Peter Tschmuck through an integrated model of creativity and innovation that is based on an international history of music industry since Thomas A. Edison invented the phonograph in 1877. Thus, the history of the music industry is described in full detail. By discussing the historic process of music production, distribution and reception the author highlights several revolutions in the music industry that were caused by the inference of aesthetic, technological, legal, economic, social and political processes of change. On the basis of an integrated model of creativity and innovation, an explanation is given on how the processes and structures of the present music industry will be altered by the ongoing digital revolution, which totally changed the value-added network of the production, dissemination and use of music. For the second edition, the author has reworked chapter 9 in order to include all the developments which shaped the music industry in the first decade of the 21st century – from Napster to cloud-based music services and even beyond. , Why did jazz become a dominant popular music genre in the 1920s and rock 'n' roll in the 1950s? Why did heavy metal, punk rock and hiphop find their way from sub-cultures to the established music industry? What are the effects of new communication technologies and the Internet on the creation of music in the early 21st century? These and other questions are answered by Peter Tschmuck through an integrated model of creativity and innovation that is based on an international history of music industry since Thomas A. Edison invented the phonograph in 1877. Thus, the history of the music industry is described in full detail. By discussing the historic process of music production, distribution and reception the author highlights several revolutions in the music industry that were caused by the inference of aesthetic, technological, legal, economic, social and political processes of change. On the basis of an integrated model of creativity and innovation, an explanation is given on how the processes and structures of the present music industry will be altered by the ongoing digital revolution, which totally changed the value-added network of the production, dissemination and use of music. For the second edition, the author has reworked chapter 9 in order to include all the developments which shaped the music industry in the first decade of the 21st century – from Napster to cloud-based music services and even beyond. ]
Berlin: [Springer, ], 2012
e20396601
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Wulansari
Abstrak :
Perjanjian memiliki peranan dalam industri musik. Terbukti dengan adanya kontrak-kontrak yang dibuat antara pencipta dengan para pengguna karya cipta milik pencipta. Namun, kenyataannya para pelaku industri musik kurang sadar akan pentingnya hukum perjanjian yang berkaitan dengan hak cipta, terbukti dengan adanya sengketa-sengketa yang terjadi antara pencipta lagu dan produser rekaman suara. Adanya hal tersebut, beberapa pencipta mengalihkan haknya untuk dikelola oleh pihak lain sehingga pihak tersebut bertanggung jawab terhadap hak pencipta. Salah satu pengelola hak cipta lagu milik pencipta di Indonesia ialah KCI (Karya Cipta Indonesia)yang menerima kuasa dari pencipta untuk mengelola hak cipta lagu dan menjadi kuasa atas pencipta dalam hal pengeksploitasian hak-hak milik pencipta yang digunakan pihak lain, salah satunya produser rekaman suara. Berdasarkan uraian tersebut, studi ini mengkaji perjanjian pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Studi ini mengkaji perjanjian antara pencipta, KCI, produser rekaman suara. Adapun permasalahan yang dikaji yakni bagaimana pengaturan pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu menurut hukum Indonesia, bagaimana bentuk pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri rekaman suara di Indonesia,bagaimana praktek pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan ialah pendekatan normatif yuridis. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak KCI. Teknik analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif. Ketentuan mengenai pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC) jo Pasal 45 UUHC.Bentuk pengalihan diwujudkan dengan perjanjian yang ketentuannya secara umum tunduk pada buku III KUHPerdata.Prakteknya, pencipta mengalihkan pengelolaan hak atas karya cipta lagu kepada KCI, selanjutnya KCI atas kuasa pencipta mengadakan perjanjian lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dengan produser rekaman suara.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delano Trias Prasetyo
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini memaparkan bagaimana Media Baru dapat dijadikan Ruang kreatif khususnya dalam era digital. Banyak dari pelaku-pelaku dan tenaga kerja kreatif di Indonesia yang pada akhirnya menghadapi kendala berupa kurangnya ruang untuk berkreatifitas dikarenakan adanya keterbatasan akses tutupnya label yang identik dengan musik non mainstream akibat kurang bisa bersaing di industri musik bersama Major Label. Sebagai alternatif baru hadir sebuah ruang kreatif yang pada awalnya hanya merupakan usaha sampingan justru menjadi ruang kreatif. Usaha sampinganya pun ternyata mampu di terima industri hiburan tanah air dengan keinginan untuk terus berkarya walaupun dengan keterbatasan tempat dan peralatan yang sederhana. Belum lagi di era Globalisai perkembangan konten digital dapat dimaknai sebagai Media Baru terutama hubunganya dengan hak cipta yang terkesan membatasi kreatifitas. Budaya berbagi pun hadir di tengah masyarakat dalam hal distribusi karya musisi tersebut. Penelitian ini menggabungkan kondisi nyata dari riset kualitatif dan wacana mengenai harapan masa depan dari industri Musik yang akhirnya memasuki sebuah konsep Digitalisasi dalam media baru
ABSTRACT
This Research describes and concern how new media can be used as a creative space, especially in the digital age. Many of the actors and creative labor force in Indonesia which ultimately lack the necessary space for creativity because of their limited access to the lid label is synonymous with non-mainstream music due to less competitive in the music industry along with Major Label. As new alternatives present a creative space that was originally just a side business became a creative space. Side job effort also was able to thank the entertainment industry in the country with the desire to continue to work despite the limitations of the equipment and simple. Not to mention that in the era of globalization the development of digital content can be interpreted as the New Media mainly to do with copyright impressed by limiting creativity. Cultural sharing is present in society in terms of distribution of the musician's work. The research combines the real conditions of qualitative research and discourse about the future expectations of the music industry is finally entering a concept Digitalization in new media.
2016
T46411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octadila Laily Anggraeni
Abstrak :
Kemajuan teknologi yang begitu pesat membawa banyak perubahan termasuk di bidang keuangan yaitu salah satunya adalah munculnya teknologi finansial. Salah satu bentuk dari teknologi finansial ini adalah crowdfunding. Industri kreatif seperti musik, film, dan game merupakan sektor yang cukup tinggi memanfaatkan model pendanaan crowdfunding berbasis imbalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pemilihan sumber pendanaan yang diambil oleh pelaku industri musik di Indonesia dalam proyek pembuatan album dengan melakukan crowdfunding berbasis imbalan serta pengaruh dari crowdfunding berbasis imbalan pada biaya modal perusahaan. Penelitian ini didasari pada teori pecking order dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi multi cases studies. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan informasi melalui wawancara dengan pelaku di industri musik yang melakukan crowdfunding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kesempatan, kemudahan, transparansi, dan saluran promosi yang dapat dimanfaatkan merupakan pertimbangan utama pelaku industri musik memilih saluran crowdfunding berbasis imbalan sebagai alternatif sumber pendanaan. Asumsi adanya informasi asimetri yang memengaruhi pola pecking order tidak dapat menjelaskan fenomena pada crowdfunding berbasis imbalan karena kemudahan akses terhadap sumber pendanaan merupakan pertimbangan pemilik proyek melakukan crowdfunding berbasis imbalan. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perubahan pada biaya modal pada pelaku industri musik setelah melakukan crowdfunding berbasis imbalan. Biaya modal mengalami peningkatan yang cukup tinggi setelah melakukan crowdfunding berbasis imbalan yang berasal dari biaya produksi reward untuk investor malaikat. Penelitian lebih lanjut tentang crowdfunding berbasis imbalan dengan memasukkan unsur sumber pendanaan berupa utang dan penerbitan ekuitas sangat berguna dalam membandingkan cost of capital dari masing-masing jenis pendanaan dan dalam mengetahui optimal capital structure suatu perusahaan. Penelitian ini juga bertujuan untuk membantu praktisi memahami bagaimana crowdfunding berbasis imbalan mengubah industri musik di Indonesia.
The rapid advancement in technology has brought many changes, one of which is in the financial sector, the emergence of financial technology. One form of financial technology is crowdfunding. Creative industries such as music, film, and games are quite high sectors which utilizing reward-based crowdfunding. This study aims to determine the factors that influence. This study aims to determine the factors that influence the decision on the selection of funding sources taken by music industry players in Indonesia in album-making projects by reward-based crowdfunding and the effect of reward-based crowdfunding on company capital costs. This research is based on the pecking order theory and uses a qualitative approach with the design of multi cases studies. The research was conducted by gathering information through interviews with music industry players who are crowdfunding. The results of the study show that the opportunity, convenience, transparency, and promotion channels are the primary considerations for the music industry to choose reward-based crowdfunding channels as an alternative source of funding. The assumption that information asymmetry influences pecking order patterns cannot explain the phenomenon of reward-based crowdfunding because of the ease of access to funding sources is the consideration for project owners to choose reward-based crowdfunding. The results of the study also showed a change in the cost of capital of the music industry after the reward-based crowdfunding. Cost of capital has increased after reward-based crowdfunding that comes from the cost of producing a reward for angel investors. Further research on reward-based crowdfunding by including funding sources in the form of debt and equity issuance is very useful in comparing the cost of capital of each type of funding and in knowing the optimal capital structure of a company. This research also aims to help practitioners understand how reward-based crowdfunding is changing the music industry in Indonesia.
2019
T53778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chico Adhibaskara Ekananda Hindarto
Abstrak :
Bundling merupakan salah satu alternatif pemasaran untuk memberikan manfaat lebih kepada konsumen, dalam bentuk paket penawaran yang terdiri dari dua atau lebih produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga setiap produk secara individual. Bundling dapat dikategorikan berdasarkan jenis penawaran, strategi, dan kombinasi produk. Jenis penawaran terdiri dari dua, yaitu bundling harga dan bundling produk. Bundling harga menekankan pada harga jual yang lebih murah untuk paket bundling, jika dibandingkan dengan harga jual produk komponen bundling ketika mereka dijual secara satuan. Pemasar menawarkan bundling produk dengan mengombinasikan dua atau lebih produk yang saling berhubungan dalam satu paket. Strategi bundling dilakukan oleh pemasar dengan alternatif unbundling, bundling murni, dan bundling campuran. Dari ketiga alternatif tersebut, bundling campuran adalah kondisi yang ditemukan memberikan kontribusi paling baik untuk pemasar, sekaligus memberikan kebebasan bagi konsumen untuk membeli produk secara individual atau secara bundling. Kombinasi produk penawaran bundling dapat berupa independent bundling, komplementer, dan substitusi. Pemasaran eksperiensial semakin mengemuka di dua dekade terakhir ini. Pada praktek pemasaran, produk eksperiensial juga sudah ditawarkan secara bundling. Namun demikian, jumlah penelitian yang mengangkat topik bundling produk eksperiensial masih sangat terbatas, sehingga pemasar belum mengetahui pengaruh bundling produk eksperiensial kepada minat pembelian. Penelitian ini menggunakan penawaran bundling harga dan strategi bundling campuran. Inti dari penelitian adalah membandingkan minat pembelian bundling yang terdiri dari produk fisik, dengan bundling yang terdiri dari produk eksperiensial. Konteks penelitian ini adalah produk musik, dimana produk ini merupakan produk eksperiensial. Minat pembelian yang dibandingkan adalah bundling yang terdiri dari produk fisik dengan bundling produk eksperiensial. Produk fisik yang dipilih adalah CD dan T-shirt, yang ditawarkan dalam bentuk bundling independen, dimana tidak ada hubungan komplementer dan substitusi antara kedua produk tersebut. CD sebagai produk eksperiensial merupakan format rekaman fisik terakhir, sebelum terjadi pergantian format ke digital. Sedangkan T-shirt adalah produk fisik yang fungsional dan simbolis. Untuk bundling produk eksperiensial, terdiri dari CD dan tiket untuk menonton konser. CD merupakan produk musik yang memberikan pengalaman dan memiliki bentuk fisik. Konser merupakan produk eksperiensial murni, dimana konsumen mendapatkan nilai ketika terlibat langsung di acara tersebut. Bundling dengan kombinasi produk eksperiensial seperti ini, disebut sebagai reminiscent bundling. Hubungan antar produk bukanlah saling melengkapi ataupun menggantikan. Mereka saling mengingatkan satu sama lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen dengan variabel bebas jenis bundling dan tipe artis. Variabel terikatnya adalah minat pembelian. Jenis bundling dibedakan menjadi bundling independen dan reminiscent bundling. Artis yang digunakan pada skenario penelitian adalah artis solo laki-laki fiktif pendatang baru. Penentuan artis seperti ini adalah untuk menghindari bias selera subjektif partisipan penelitian, yang dapat timbul jika artis solo laki-laki yang terkenal digunakan pada skenario penelitian. Variabel bebas tipe artis dibedakan menjadi tipe artis pemberontak dan tipe artis romantis. Temuan utama disertasi ini menunjukkan bahwa minat pembelian reminiscent bundling secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan minat pembelian bundling produk fisik. Partisipan lebih berminat untuk membeli bundling yang terdiri dari CD dan tiket konser, dibandingkan bundling yang terdiri dari CD dan T-shirt. Hal ini dikarenakan konser sebagai produk eksperiensial yang lebih melibatkan konsumen dianggap lebih memberikan nilai dibandingkan dengan T-shirt.Temuan lain di disertasi ini adalah minat pembelian bundling produk dengan tipe artis romantis secara signifikan lebih tinggi dibandingkan minat pembelian bundling produk dengan tipe artis pemberontak. Menariknya, khusus untuk artis pemberontak, partisipan penelitian secara signifikan lebih berminat membeli reminiscent bundling dibanding bundling independen. Sedangkan pada artis romantis, tidak ada perbedaan minat pembelian secara signifikan antara reminiscent bundling dan bundling independen. Temuan penting lainnya adalah minat pembelian reminiscent bundling lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan minat pembelian CD atau tiket konser secara individual. Partisipan penelitian lebih berminat membeli paket bundling yang terdiri dari CD dan tiket konser, dibandingkan dengan minat membeli CD atau tiket konser secara terpisah. Meskipun harga reminiscent bundling lebih tinggi dibanding membeli CD atau tiket konser, partisipan penelitian lebih berminat membeli kedua produk dalam bentuk bundling.Ditemukan juga bahwa pengaruh jenis bundling dan tipe artis terhadap minat pembelian tergantung pada jenis kelamin. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis kelamin turut berperan dalam mempengaruhi minat pembelian.
Bundling is one of the options for marketers in providing a benefit for consumer in a form of an offering package which consists two or more products with a cheaper price than the total price of those products.Bundling can be categorized by its kind of offering, strategy, and product combination. Prices bundling and product bundling are two kinds of offering. Price bundling emphasizes lower price than the total price of bundled products. Marketers offer product bundling by combining two or more related products in one package. Alternatives for bundling strategy are unbundling, pure bundling, and mixed bundling. From previous studies, mixed bundling was found as the most beneficial alternative for marketers, and provided a freedom to choose for consumers. The combination for bundling can be differentiated into independent, complementary, and substitution. Experience marketing becomes prominent in the last two decades. Experience products are also offered as a bundling by marketers. However, the studies about bundling for experience product are limited, thereby marketers have no sufficient research findings that relate to influencing of product bundling on intention to purchase. These experiment studies refer to price bundling as an offering and mixed bundling strategy. The objective is to compare the intention to purchase between physical product bundling with experience product bundling. The product combination in bundling includes experience product as one or both elements in the bundling. The study was conducted using music products as a research context. Intentions to purchase between bundling of physical products bundling and experience products were compared. The physical products are offered as an independent bundling, which there is no substitution or complementary relation between them. Those products are CD and T shirt. The reason to choose CD, because it is the latest physical form of music recording. T shirts can be classified as a functional and symbolical tangible product. Experience products rsquo bundling consists of CD and concert ticket. As a product, CD can be termed as an experience product with physical form. Meanwhile, concert is a pure experience product, where consumers can get the value by engaging in this event. Bundling, which consists of experience products, is called reminiscent bundling. The relationship between each product cannot be considered as complement or substitute. By consuming one of these products, consumers will remember the other one.The experiment study is conducted with bundling forms and artist types as independent variables. The dependent variable is the intention to purchase. Bundling forms are independent versus reminiscent. The fictional artist in the scenario is a solo male singer. The fictional artist is employed to avoid a musical taste bias from participants. Based on previous research of artist typology, artist type is classified as rebellious versus romantic.The main contribution from the study indicates that intention to purchase is significantly higher in reminiscent bundling condition. Study rsquo s participants are more interested in buying a bundling which consists of CD and concert ticket than the one with CD and T shirt. It can be inferred that concert as an engaging experience product is perceived more valuable than the T shirt.This study also finds the intention to purchase in the romantic artist condition is higher than in the rebellious condition. When comparing intention to purchase bundling forms for a specific artist type, there are interesting findings. Participants in rebellious artist conditions show that intention to purchase reminiscent bundling is significantly higher than independent bundling. In romantic type, the intentions to purchase are not significantly different between two bundling forms.When comparing intention to purchase between reminiscent bundling and individual products CD or concert ticket , the former one is significantly higher. Although the price is more expensive, participants have an interest in purchasing reminiscent bundling than buying CD or concert ticket separately.It also found that gender differentiates the influence of bundling forms and artist type toward intention to purchase. This indication put an attention of a gender role in influencing the intention to purchase in this study.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2333
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi Daru Cahyono
Abstrak :
Perkembangan menarik yang menonjol dan menjadi perhatian masyarakat internasional yaitu isu mengenai marakiaya pelanggaran Hak Cipta musik dan lagu, karena saat ini hampir semua kalangan masyarakat mengenal dan menikmati industri bidang musik dan lagu sejalan dengan berkembang pesatnya industri musik. Hak Cipta khususnya terhadap Hak Cipta musik dan lagu menjadi masalah serius di Indonesia bahkan Indonesia pernah dikecam dunia internasional karena lemahnya terhadap perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Musik dan Lagu. Banyak kasus pelanggaran hak atas karya Cipta terjadi,, akibatnya menimbulkan kerugian yang sangat besar. Berdasarkan temuan dari Asosiasi 1ndustri Rekaman Indonesia (ASIRI),2 akibat peinbajakan tersebut negara dirugikan sebesar Rp 6 milyar, kerugian itu apabila diperhitungkan seandainya dibayarkan pajak PPN sebesar Rp. 3.000 per buah. Selanjutnya manumit Bambang Koesowo menyatakan bahwa akhir Agustus 1997, di Indonesia telah beredar 15 juta keping VCD ilegal. Dan fakta tersebut memang benar, pembajakan di bidang HKJ menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kenyataan menunjukkan masyarakat mendukung dan berkembangnya bisnis barang bajakan, yang mama salah satu penyebabnya adalah akibat buruknya kinerja pengadilan, sehingga mendorong tumbuh suburnya perkembangan pelaku pembajakan Rendahnya daya beli masyarakat mendukung adanya permintaan terhadap CD/VCD bajakan4 pabrik compact disk bajakan, adalah fakta yang ada di masyarakat. Sedikitnya 89% perangkat lunak Indonesia yang dipergunakan masyarakat adalah merupakan basil bajakan. Posisi tersebut berada di peringkat ketiga di dunia setelah Cina (96%) dan Vietnam (94%). Didalam bidang pelanggaran produk rekarnan, tiap tahun di Indonesia beredar 36 juts compact disk (CD) bajakan 5 kali lebih banyak dari jumlah CD aslinya. Berangkat dari pemikiran iai, penegakan hukum di Indonesia juga turut mendukung tumbuh suburnya pembajakan. Dalam hal ini pengadilan menunjukkan yang proses pemeriksaan yang tidak efektif yaitu proses penanganan perkara hukum yang memakan waktu lama dan tidak efisien. Selanjutnya Menurut M. Yahya Harahap menyatakan, "penanganan perkara tersebut menunjukkan suatu proses yang tidak efektif. Penyelesaian sengketa melalui Litigasi sering kali tidak memenuhi harapan pancari keadilan, dan karenanya pengadilan justru menambah persoalan. Seperti misalnya, kasus Bimbo yang mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta atas lagu-lagunya terhadap Remaco. Narnun dalam putusannya, Bimbo kalah dan hams membayar Rp. 500 juta, karena oleh pengadilan dianggap mencemarkan nama baik Eugene (produser Remaco). Selanjutnya di pengadilan tinggi, sebagai Penggugat Bimbo justru dihukum untuk membayar denda Rp. 500 juta, karena dianggap telah mencemarkan nama baik dan pengadilan menolak gugatan Grup Bimbo. Kenyataan tersebut diatas menunjukkan burulmya kinerja pengadilan atas pelaksanaan penyelesaian sengketa HKI kliususnya musik dan lagu, oleh karenanya. perlu adanya forum penyelesaian sengketa yang efektif untuk persoalan penegakan hukum hak kekayaan intelektual. Menurut Undang-Undang Hak Cipta nomar 19 tahun 2002 menyebutkan, penyelesaian sengketa Hak. Cipta dapat mempergunakan Pengadilan Niaga, Pengadilan Umum dan Alternatif penyelesaian diluar Pengadilan atau sering disebut ADR dan arbitrase. Sistem penyelesaian sengketa non Litigasi (di liar pengadilan} ini sejalan dengan prinsip HKI yang lebih bersifat Hak-hak Pribadi (personal rights), dengan 4emikian penggunaan ADR dalam menyelesaian sengketa sengketa pelanggaran musikllagu adalah tepat. Penggunaan ADR dan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa-sengketa HKI mulai banyak dipergunakan. Penggunaan arbitrase itu panting sebagaimana tersebut diatas disimpulkan, peradilan atas kasus HKI buruk, dan kondisi pembajakan di Indonesia telah mengakar di masyarakat, perlu proses penanganan alternatif untuk menyelesaikan sengketa HKI. Pada kenyataannya, penyelesaian sengketa musik dan Iagu di Indonesia relatif.masih sedikit dan belum banyak digunakan. Menurut penulis masih sedikit kasus-kasus di bidang musik dan lagu saat ini masih mempergunakan peradilan umum, dan di 'kepolisian ditangani secara pidana. Martin Suryana menyebutkan, dengan dikembangkannya ADR dan Arbitrase diharapkan dapat men]adi alternatif bagi masyarakat untuk mendapat keadilan dalam penyelesaian perselisihan tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naninggolan, Ayu Andira Sanubari
Abstrak :
Industri musik telah mengalami perubahan yang signifikan dari cara tradisional seperti mendistribusikan dan mendengarkan musik dari CD dan radio ke streaming. Tesis ini akan membahas tentang perkembangan streaming musik dan kontribusi kemajuan teknologi dan layanan yang diberikan oleh penyedia streaming musik terhadap perkembangan pesat yang terjadi. Tesis ini juga akan membahas isu-isu terkait pembajakan musik dan bagaimana streaming memberikan efek positif dan negatif terhadap isu tersebut dan juga berbagai perubahan dalam distribusi royalti dari penyedia jasa streaming musik kepada musisi.
Music industry has shifted significantly from traditional way that is distributing and listening to music through CD or radio to streaming. In this assignment, I am going to discuss about the growth of music streaming as well as the contribution of technology advancement and extended service of music streaming providers to the massive growth. This paper will also discuss the issues such as music piracy and how music streaming has both positive and negative contribution on it as well as the various changes in royalty distribution to musician from music streaming providers
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>