Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Parameshwary
"ABSTRAK
Burnout merupakan suatu sindrom psikologis yang ditandai dengan adanya kelelahan fisik, depersonalisasi dan penurunan hasrat pencapaian diri yang muncul pada orang-orang yang bekelja untuk melayani orang lain. Caregiver keluarga pasien stroke adalah seluruh orang-orang yang memiliki hubungan darah terutama yang seeara psikologis terikat dengan diri penderita stroke seperti pasangan, anak, keluarga, saudara dan melakukan fimgsi perawatan dan pelayanan terhadap pasien stroke secara intens. Subyek dalam penelitian ini memiliki karakteristik: pasangan (istri), anak dan keluarga dekat pasien stroke yang dalam kesehariannya merawat pasien, telah melakukan fimgsi perawatan minimal satu tahun serta tinggal serumah dengan penderita stroke. Berdasarkan uji validitas, korelasi skor item total pada MBI bergerak antara 0.320 sampai dengan 0. 71 L Uji reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach memberikan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0.846. Hasil pengbitungan statistik menjelaskan bahwa sebanyak 21 orang (65.6%) dari 32 responden mengalami burnout dalam taraf rendah, dimana 1 4 responden (66.7%) diantaranya beljenis kelarnin wanita, berusia 20 sampai dengan 29 tahun dan 50 sampai dengan 59 tahun (33.4%), berperan sebagai anak dari pasien stroke (57.1%), bekerja sebagai karyawan swasta (52.4%) ,memiliki latar belakang SMA (42.9%), telah berperan sebagai caregiver selama 1 sampai dengan 3 tahun dan 7 sampai dengan 10 tahun (38.1%) dan melakukan perawatan dengan kondisi pasien saat ini tergolong ringan (61.9"/o)."
2007
T32837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salvico Reinir Daada
"ABSTRAK
Tingginya angka masyarakat perkotaan di Indonesia menimbulkan permasalahan kesehatan berupa penyakit stroke. Penurunan atau kerusakan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh stroke telah diketahui sebagai akibat dari perfusi darah ke otak mengalami hambatan atau kerusakan. Disabilitas yang terjadi dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita terganggu dan mengarah pada masalah psikososial gangguan citra tubuh akibat hilangnya fungsi, bentuk dan struktur tubuh. Karya ilmiah ini melaporkan analisis masalah dan intervensi keperawatan psikososial gangguan citra tubuh pada klien dengan penyakit stroke. Evaluasi hasil akhir menunjukkan adanya penurunan tanda dan gejala gangguan citra tubuh serta hasil klinis yang lebih baik. Pengembangan dan implementasi asuhan keperawatan psikososial gangguan citra tubuh perlu diterapkan di ruang rawat umum, khususnya pada klien dengan masalah kesehatan perkotaan penyakit stroke.

ABSTRACT
The high number of urban population in Indonesia can induce some health problems and one of them is stroke disease. The decline or impairment of body function caused by a stroke has been recognized as a result of blood perfusion to the brain experiencing obstacles or damage. This will eventually lead to decreasing the person's quality of life and resulting in physical and psychosocial problems such as body image disturbance due to loss of form, function, and structure of the body. This paper reports the analysis of problems and psychosocial nursing interventions of body image disturbance in person with stroke disease. The final results showed a decrease in signs and symptoms of body image disturbance and better clinical outcomes. The psychosocial nursing care plan for body image disturbance needs to be applied in the general ward, particularly for the clients with urban health problems stroke."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Tesyani
"Disabilitas pasien stroke memengaruhi ketergantungan pada keluarga. Ketergantungan pasien menyebabkan beban keluarga yang terdiri dari beban fisik, psikologis, dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan beban keluarga selama merawat pasien stroke di rumah sakit. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan pengambilan data teknik purposive sampling di RSUD Budhi Asih, DKI Jakarta. Karakteristik pasien stroke memiliki dominan berjenis kelamin laki-laki 80.8, ketergantungan total 65.4, dan rata-rata nilai GCS tingkat kesadaran pasien mean=14.15. Karakteristik keluarga lebih banyak pasangan suami-istri yang merawat 61.5, berpenghasilan rendah 84.6, dan lama merawat > 12 jam 57.7. Beban keluarga pasien stroke di rumah sakit menunjukkan tidak atau sedikit terbebani 42.3, beban ringan 34.6, dan beban sedang 23.1. Beban keluarga pasien stroke digambarkan tidak merasakan beban hingga merasakan beban sedang selama merawat di rumah sakit. Peneliti menyarankan aplikasi pelayanan keperawatan untuk mengurangi beban keluarga ringan ke sedang, seperti memberikan edukasi dan melibatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Stroke disability affects dependent care for their family. Patient dependence causes caregiver burdens with consist of physical burden, psychological, and economic. The study aimed to describe burden of family caregiver when caring their relatives in the hospital. The study used cross sectional study with purposive sampling method at RSUD Budhi Asih, DKI Jakarta. The results showed patient characteristics with dominantly male 80.8, dependent 65.4, and consciousness level of GCS mean 14.15. Caregiver characteristics are dominantly female caregiver 84.6, spouse 61.5, and 12 hours day duration for caring 57.7. Respondent describes caregiver burden in hospital which little no burden 42.3, mild burden 34.6, and moderate burden 23.1. Caregiver burden of stroke patient described no burden to moderate burden during inpatient at hospital. Therefore, researcher suggests the application of nursing interventions, such as providing education and involving families in the care of patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uke Pemila
"Discharge Planning adalah proses mempersiapkan pasien untuk mendapatkan kontinuitas perawatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya. Implementasi utama discharge planning adalah pemberian health education yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman pasien dan keluarga agar terjadinya perubahan perilaku dalam meningkatkan derajat kesehatannya dan menjamin kontinuitas perawatan di rumah. Salah satu kriteria pasien yang perlu diberikan discharge planning adalah pasien stroke iskemik karena memiliki harapan hidup tinggi dengan tingkat kecacatan yang lebih berat. Pemberian discharge planning terstruktur dalam penatalaksanaan stroke bertujuan agar terjadinya perubahan perilaku pasien dan keluarga untuk mencegah terjadinya stroke berulang, mencegah komplikasi, membantu pemulihan, mencegah terjadinya kematian serta mengupayakan kecacatan seminimal mungkin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh discharge planning terstruktur pada pasien stroke iskemik dalam menurunkan faktor risiko kekambuhan, length of stay dan peningkatan status fungsional di RSSN Bukittinggi. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan sampel berjumlah 43 orang (20 kelompok intervensi yang diberikan discharge planning terstruktur dan 23 kelompok kontrol yang diberikan discharge planning rutin rumah sakit).
Hasil penelitian diperoleh adanya perbedaan faktor risiko kekambuhan antara kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan discharge planning (p=0,00), adanya perbedaan length of stay kelompok intervensi dan kontrol (p=0,02) dan tidak ada perbedaan status fungsional (penilaian Barthel Index) antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Dapat disimpulkan bahwa discharge planning terstruktur pada pasien stroke iskemik dapat menurunkan faktor risiko kekambuhan dan length of stay. Hasil penelitian ini dapat dijadikan evidence base practice dalam penatalaksanaan stroke iskemik dan pedoman pelaksanaan home care untuk kontinuitas perawatan pasca stroke.
Rekomendasi hasil penelitian ini perlu adanya penelitian lanjut dengan mengkaji pengaruh support system pasien dalam upaya mencegah kekambuhan, komplikasi dan meminimalkan kecacatan pada pasien stroke.

Discharge planning is a process that prepare patients to have a continuity of care until they are ready for their environment. Primary implementation of discharge planning is health education, which focus on increasing patient and family knowledge and understanding in order to change their behavior in improving their health status and maintain the continuity of home care. Ischemic stroke is one of priority that need discharge planning due to high survival but with high disability. A structured discharge planning in stroke management aimed to change behavior of patient and family in order to prevent recurrence of stroke, complications, to support recovery, prevent death and to minimize the disability.
The purpose of this study is to identify the effect of structured discharge planning on ischemic stroke patient in reducing recurrence risk factors, length of stay and improving functional status at National Stroke Hospital Bukittinggi. The design was quasi experimental with 43 subjects participated in the study divided in to two groups (20 subjects as the intervention group was provided with structured discharge planning; and 23 subjects as the control group was provided with routine hospital discharge planning).
The findings of the study demonstrated that there is difference in recurrence risk factors between intervention group and the control group (p=0,00), there is a difference in length of stay between two groups but no difference in functional status (measured by Barthel Index).
This finding showed that structured discharge planning provided to ischemic stroke patient has significant effect to reduce recurrence of risk factors and length of stay. This study can be used as an evidence base practice in managing of ischemic stroke and as guideline in home care to ensure continuity of care of post ischemic stroke patient.
It is recommended to conduct further study to examine the effect of patient support system on stroke recurrence, complications prevention and minimize disability of stroke ischemic patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Aryanti
"Peningkatan tekanan intrakranial merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa. Perawat berperan dalam manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Tingkat pengetahuan perawat berpengaruh terhadap kualitas manajemen peningkatan Tekanan Intrakranial. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan 49 perawat di Ruang Neurologi, Stroke Unit, dan Bedah Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan metode total sampling. Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berpengetahuan kurang (59,2%). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen peningkatan Tekanan Intrakranial (p=0,048). Analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk evaluasi meningkatkan kompetensi perawat dalam manajemen peningkatan tekanan intrakranial.

Increased intracranial pressure is a life threatening condition. Nurses have a role in management of increased intracranial pressure. The knowledge level of nurses influence quality in management of increased intracranial pressure. This study aimed to identify the factors that knowledge level of nurses about the management of increased Intracranial Pressure. This study used descriptive correlation design with cross sectional method, which involved 49 nurses, in the Neurology Room, Stroke Unit, and Neurosurgery at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo using the total sampling method. The results showed a majority of respondents have less knowledge 59,2%. There is a significant association between the education level and of knowledge level about management of increased intracranial pressure p=0,048. The statistical test used the Chi Square test. This study could provide informations to increase nurses competencies in the management of increased intracranial pressure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Setiawati
"ABSTRAK
Stroke adalah salah satu penyakit yang mempunyai resiko kematian yang
tinggi. Tiemey, dkk (2000) mengatakan bahwa di Amerika stroke merupakan
penyakit urutan ketiga penyebab kematian dalam kurun waktu 30 tahun terakhir
ini dimana sekitar 70 - 80% penderitanya merupakan penderita hipertensi.
(Soen, 1994). Menurut Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran UI, penyakit
Stroke di Indonesia cenderung meningkat. Data Rumah Sakit dari Departemen
Kesehatan Republilk Indonesia di tahun 1996 menunjukan stroke menempati
urutan ketiga dari penyakit yang dirawat di rumah sakit dan masih merupakan
salah satu penyakit tersering yang mengakibatkan kematian pada penderitanya.
Stroke terjadi karena adanya kerusakan pada beberapa area di otak akibat
supply darah ke otak tersebut terganggu sehingga area tersebut tidak mendapat
oksigen (Sarafino, 1998) Dampak dari stroke umumnya bersifat jangka panjang
dan tingkat keparahannya beragam, yang paling parah kematian.
Tindak pencegahan terhadap penyakit stroke perlu untuk dilakukan.
Anjuran medis atau medical regimen dari dokter perlu dijalankan oleh pasien
dengan disiplin. Karena stroke sangat terkait dengan gaya hidup seseorang,
medical regimen yang sering diberikan kepada pasien stroke umumnya juga
menyangkut gaya hidup misalnya merubah pola makan, berhenti merokok atau
melakukan olahraga.
Dalam menaati anjuran-anjuran tersebut, respon tiap pasien stroke
berbeda-beda, ada beberapa yang mematuhi, ada juga yang tidak. Studi
menunjukan bahwa pasien sulit menaati nasehat dokter untuk mengubah gaya
hidup dibandingkan dengan menaati nasehat dokter untuk minum obat (Haynes
dalam Sarafino, 1998). Perbedaan respon terhadap perilaku patuh ini dicoba
dijelaskan dengan berbagai teori, salah satunya yaitu health belief model yaitu
teori yang dikembangkan oleh Rosenstock pada tahun 1966. Ada dua komponen di dalam teori tersebut yaitu yang pertama adalah derajat dimana pasien
mempersepsikan ada atau tidaknya general health value, perceived susceptibility
dan perceived severity. Faktor yang kedua yaitu persepsi bahwa suatu health
practice tertentu akan efektif mengurangi ancaman tersebut. Faktor yang kedua
ini dibagi lagi menjadi dua. Yang pertama yaitu apakah seseorang yakin atau
tidak bahwa health practice akan efektif melawan penyakitnya dan faktor yang
kedua adalah benefit dan barriers yang didapatkan dari melakukan tindakan
kesehatan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kepatuhan
pasien stroke terhadap medical regimen berdasarkan teori health belief model.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
wawancara sebagai metode pengambilan data.
Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bahwa kedua subyek yaitu M
dan H yang mengalami stroke dengan dampak yang cukup lama mengatakan
bahwa peristiwa stroke tersebut telah mengubah pandangan mereka terhadap
makna kesehatan. Arti kesehatan semakin terlihat penting dalam hidup mereka.
Berbeda dengan subyek S yang mengalami stroke dengan dampak jangka
pendek yaitu kurang dari 24 jam. Bagi S kesehatan tetap merupakan sesuatu
yang tidak penting. Selain tingkat keparahan, faktor benefit dan barriers juga
menjadi faktor yang penting untuk menentukan apakah seseorang akan
memutuskan untuk mengambil suatu tindakan untuk mencegah atau melawan
suatu penyakit atau tidak. Ketiga subyek menyetujui bahwa jika suatu medical
regimen dijalankan dengan benar, maka akan efektif dalam mencegah atau
melawan suatu penyakit. Hanya subyek S yang memutuskan untuk tidak
menjalankan medical regimen yang dianjurkan dokter karena ia merasa kenyamanan hidupnya akan terganggu jika ia mematuhinya."
2003
S3264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Tesyani
"Masyarakat perkotaan memiliki perubahan gaya hidup yang berhubungan dengan peningkatan penyakit tidak menular, seperti stroke. Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan gangguan sensorik dan motorik. Salah satu gejala stroke adalah kelemahan otot pada bagian ekstremitas, sehingga dapat berdampak pada gangguan nyeri otot hingga kontraktur.
Tujuan dari penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah memberi gambaran asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah hambatan mobilitas fisik. Intervensi asuhan keperawatan dilakukan selama 5 minggu dengan intervensi unggulan latihan rentang pergerakan sendi dengan teknik relaksasi nafas dalam dan kompres hangat.
Hasil evaluasi menunjukkan adanya penurunan skala nyeri dan peningkatan mobilitas yang ditandai peningkatan sudut sendi dan kekuatan otot ekstremitas. Intervensi ini disarankan kepada perawat untuk melakukan intervensi kepada pasien stroke dan keluarga dengan gangguan rasa nyaman dan mobilitas fisik paska stroke.

Urban people have a risk factors associated with increased non-infectious diseases, such as stroke. Stroke is one of cardiovascular diseases that can cause sensory and motor disturbances. One of the symptoms of stroke is muscle weakness on the limb, that it can produce pain to muscle weakness or contractures.
The purpose of the publication of this work is to give meaning when nursing to families with problems of physical mobility. The main nursing interventions were given undertaken for 5 weeks with range of motion with deep breathing recording techniques and heat compresses.
The results of interventions can be improved for the strength of the extremities post stroke patient. This intervention is recommended for use by nurses in assisting post stroke patients and caregiver families with discomfort and post-stroke physical mobility.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Edithia Natalia
"Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) merupakan RS Pusat Rujukan Nasional yang menangani kasus otak dan persarafan, salah satunya yaitu penanganan pasien Stroke Iskemik Hiperakut dengan terapi trombolisis. Tatalaksana SIHT khususnya dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan mengutamakan pemberian terapi pada golden period, dengan harapan terapi tersebut akan menurunkan skor NIHSS dan mencegah proses kecacatan yang lebih berat. Desain penelitian yang digunakan adalah operational research secara retrospektif, dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapatkan dari telaah dokumen rekam medis dengan jumlah sampel 102 rekam medis, sedangkan data kualitatif didapatkan dengan FGD dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi trombolisis berhasil menurunkan skor NIHSS pasien sebanyak 74,5%. Pada analisis time matriks tatalaksana SIHT, menunjukan bahwa dari data normal (n=84), komponen Door to Ct Scan and Lab initiation, Door to Ct Scan and Lab expertise, serta Door to needle mengalami perlambatan waktu dari target. Keseluruhan variabel independen yang mempengaruhi perubahan skor NIHSS adalah skor NIHSS awal yang merupakan salah satu kriteria inklusi pemberian trombolisis, sedangkan variabel yang secara bermakna bersama-sama mempengaruhi perubahan skor NIHSS yaitu onset time, skor NIHSS awal, door to CT Scan initiation, dan door to CT Scan interpretation. Onset time memiliki pengaruh paling bermakna terhadap perubahan skor NIHSS, hal ini dihubungkan dengan pentingnya edukasi prehospital kepada masyarakat untuk mengenal gejala stroke secara dini. Rekomendasi perbaikan dimulai dari divisi Neurovaskular untuk membuat revisi panduan dan SPO serta Clinical Pathway Trombolisis sesuai Guideline terbaru, sosialisasi dan simulasi algoritma SIHT secara komprehensif melibatkan seluruh unsur, monitoring dan evaluasi berkala tatalaksana SIHT melalui diskusi ilmiah.

RS Pusat Otak Nasional (RSPON) is national's referral hospital which handles health cases regarding brain and nervous system, one of which is the management of Hyperacute Ischemic Stroke patients using thrombolysis therapy. Hyperacute Ischemic Stroke Thrombolysis (HIST) management at the Emergency Room, focused on patients who arrived during the golden period, in hope that the therapy would be able to decrease the NIHSS score and to prevent more severe impairment to the patients. This research used retrospective operational research design, and qualitative and quantitative methods simultaneously. Quantitative data was gotten from medical records with total 102 medical records used, while the qualitative data was gotten from FGD and in depth interviews. This research found that thrombolysis therapy succeeded in decreasing NIHSS score in 74,5% of patients. HIST time matrix analysis from the normal data (n=84),it's shown that Door to Ct Scan and Lab initiation, Door to Ct Scan and Lab expertise, and Door to needle components were slower than target. The independent variable that effected NIHSS score as dependent variable was pre-therapy NIHSS, while the variables that effected the dependent variable simultaneously were onset time, pre-therapy NIHSS score, door to CT Scan initiation, and door to CT Scan interpretation. Onset time was the most significant factor to NIHSS' score change, this is mostly related to the importance of pre-hospital education for people to make them know the early symptoms of stroke. Recommendation offered is started from Neurovascular division to update thrombolysis' regulation, SOP, and Clinical Pathway according to the newest guideline, to disseminate and simulate the HIST algorithm comprehensively and to monitor and evaluate HIST management through discussion."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tesalonika Sih Mardi Bekti
"Stroke adalah penyakit dengan tingkat disabilitas dan mortalitas yang tinggi. Pasien stroke mengalami berbagai gejala yang mengakibatkan disabilitas sehingga pasien tidak mampu beraktivitas dan memenuhi kebutuhannya seorang diri. Kondisi ini membuat pasien sangat bergantung pada family caregiver dalam beraktivitas dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, perawatan stroke yang kompleks dan membutuhkan waktu yang lama dapat menyebabkan family caregiver mengalami beban caregiver. Dalam hal ini, kesiapan merawat dapat menjadi bekal bagi individu dalam mencegah beban caregiver karena persepsi bahwa individu siap untuk merawat dapat memfasilitasi individu dalam melakukan tugasnya sebagai caregiver dan menghadapi tantangan yang dialami ketika merawat pasien stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kesiapan merawat pada beban caregiver pasien stroke. Penelitian ini melibatkan 67 family caregiver pasien stroke dengan rentang usia 18-65 tahun. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesian Preparedness for Caregiving (I-PCS) dan Zarit Burden Interview (ZBI-22). Analisis statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan merawat berperan secara negatif dan signifikan pada beban caregiver pasien stroke (p<0,05, R²=0,21). Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa caregiver perlu memiliki kesiapan merawat untuk meminimalisasi beban caregiver. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi pihak tenaga kesehatan, psikolog serta pihak terkait lainnya untuk menyelenggarakan sebuah program pelatihan dan kolaborasi untuk membantu caregiver dalam mempersiapkan dirinya baik secara praktis maupun emosional untuk mencegah beban caregiver.

Stroke is a disease with a high rate of disability and death. Stroke patients experience various symptoms that cause disability so that patients become unable to carry out activities and meet their own needs. This condition makes the patients very dependent on family caregivers to carry out activities and meet daily needs. Stroke treatment is complex and time-consuming, these conditions can lead caregivers to experience a heavy burden on caregivers. In this case, the preparedness to provide care is one of the things that can prevent caregiver burden because the perception that someone is ready to care can make it easier for that person to carry out their duties and challenges as a caregiver when taking care of stroke patients. This study aims to examine the role of preparedness to caregiving in caregiver burden on caregivers of stroke patients. This study involved 67 family caregivers of stroke patients with an age range from 18-65 years old. The instruments used in this study were Indonesian Preparedness to Caregiving (I-PCS) and Zarit Burden Interview (ZBI-22). Statistical analysis in this study shows that preparedness to caregiving has a negative and significant role on caregiver burden on stroke patients (p < 0.05, R² = 0.21). The research findings indicate that caregivers need to be prepared to provide care in order to reduce the burden on caregivers. This can be a consideration for health workers, psychologists and other related parties to organize training and collaboration programs to help caregivers prepare practically and emotionally to prevent caregiver burden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayati
"ABSTRAK
Pasien stroke biasanya mengalami disfungsi, termasuk gangguan eliminasi karena
neurogenic bladder. Residu urin digunakan untuk melihat kemampuan dalam
pengosongan kandung kemih. Penelitian ini bertujuan membandingkan residu urin
antara bladder training yang waktu dimulainya/inisiasi sejak pasien stroke pasca fase
akut dengan yang dimulai satu hari sebelum kateter dilepas. Desain penelitian
menggunakan Quasy experiment post-test-only design with a comparison group dan
pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling. Residu urin
diukur dengan alat bladder scan dan dicatat dalam lembar observasi. Pengaruh bladder
training pada kelompok treatment dan kelompok kontrol terhadap volume residu urin
diuji dengan uji t independen. Rata-rata residu urin pada kelompok treatment lebih kecil
(54,00 ml dengan SD= 144,22 ml) dibandingkan rata-rata volume residu urin kelompok
kontrol (101,71 ml dengan SD= 42,55 ml). Hasil uji t independen menunjukkan tidak
ada perbedaan volume urin residu pada kelompok treatment dan kelompok kontrol
(p=0,84). Dengan demikian institusi pelayanan perlu mempertimbangakan
mengembangkan sistem dan membuat prosedur tetap untuk tindakan bladder training
dan perawat perlu melakukan bladder training sebelum kateter urin dilepaskan.

ABSTRACT
The stroke patients usually experience with various dysfunction, including disturbance
in elimination because of neurogenic bladder. Urine residue can be used to detect the
bladder function in contracting and voiding urine. This research was aimed to compare
bladder training initiation after stroke patients have passed the acute phase and one day
before the urine catheter was removal. This research was used Quasy experiment
posttest-only design with a comparison group design. The sample in this research taking
by purposive random sampling method. Urine residue measuring with bladder scan and
recorded in the observation sheet. The mean of urine residue in the treatment group was
smaller (54,00 ml with SD=144,22 ml) if compared with the urine residue volume in
control group (101,71 ml with SD=42,55 ml). The influence bladder training in both of
treatment and control groups and the differences of the urine residue volume was
analyzed with t test independent, there wes no differences between urine residue volume
in the groups (p=0,84). Therefore the health institution must consider to develop the
system and made a procedure in bladder training program’s and the nurse must do
bladder training before the urine catheter was removal."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>