Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiharso
Abstrak :
Tesis ini tentang hubungan petugas Bimmas dengan warga masyarakat di wilayah Polsek Pamulang. Masalah penelitian saya adalah interaksi petugas Bimmas dengan warga masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Polsek Pamulang. Penelitian ini mencakup kebijaksanaan Kapolsek berkenaan dengan kegiatan Bimmas, hubungan formal dan hubungan sosial petugas Bimmas dengan warga masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk mendukung kajian ini saya melihat interaksi interpersonal sebagai rangkaian kegiatan petugas Bimmas dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Selama penelitian saya menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara berpedoman. Selanjutnya saya melihat hubungan antara petugas Bimmas dengan warga dan perspektif keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas Bimmas Polsek menggunakan interaksi/komunikasi interpersonal menyampaikan pesan-pesan Polri berkenaan dengan masalah keteraturan dan ketertiban sosial sehingga mewujudkan rasa aman warga masyarakat. Dengan interaksi/komunikasi interpersonal, petugas Bimmas Polsek dapat secara langsung menyampaikan pesan-pesan kepada warga, dan warga dapat segera memberikan reaksi terhadap pesan-pesan tersebut. Pesan-pesan tersebut memungkinkan mudah diterima oleh warga, karena dalam hubungan interpersonal terjalin hubungan perasaan dan emosi yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak, sehingga apa yang dikatakan petugas seolah-olah seperti apa yang para warga pikirkan. Implikasi dari tesis ini adalah perlunya petugas Bimmas Polsek membangun jaringan sosial dengan mengembangkan pendekatan-pendekatan langsung secara interpersonal kepada warga. Karena dengan melalui jaringan-jaringan sosial di desa-desa tersebut suatu sistem komunikasi sosial akan terbangun, sehingga memudahkan bagi petugas untuk menyampaikan pesan-pesan kepolisian secara cepat kepada seluruh warga. Penerapan pendekatan interpersonal perlu juga diikuti kontrol yang mewadahi sehingga dampak negatif dari suatu interaksi dapat dikurangi. Sedangkan kegiatan-kegiatan nyata yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas hubungan inter-personal kepada anggota Polri antara lain sebagai berikut di bawah ini. Meningkatkan ketrampilan interpersonal (interpersonal skill) kepada para petugas Bimmas Polsek, terutarna kemampuan-kemampuan dasar perorangan yang terdiri dari ketrampilan mengamati, ketrampilan mendengarkan, ketrampilan untuk bertanya, ketrampilan mendiskripsikan, ketrampilan meringkas pesan yang diterimanya, dan ketrampilan memberikan umpan balik (feed back). Ketrampilan-ketrampilan tersebut merupakan ketrampilan dasar bagi setiap manusia untuk dapat berkomunikasi/berinteraksi dengan lingkungannya. Tanpa ketrampilan dasar tersebut atau salah satu diantaranya terganggu, maka manusia tidak akan dapat berkomunikasi dengan sempurna. Mengadakan pelatihan-pelatihan berkomunikasi yang efektif guna menumbuhkan rasa percaya diri bagi petugas Bimmas Polsek, sehingga mereka tidak canggung menghadapi warga. Dibuat suatu panduan tentang sistem komunikasi interpersonal yang memungkinkan dapat membantu petugas Bimmas Polsek dalam interaksinya dengan warga. Meningkatkan ketrampilan manajerial/kepemimpinan di tingkat Polsek, sehingga Kapolsek dan Kanit mampu bekerja sama dengan para anggotanya merencanakan hingga mengontrol kegiatan-kegiatannya secara konsisten, sehingga tugas-tugas dapat diselesaikan dengan efisien dan efektif. Hubungan interpersonal antara petugas dengan warga sangat sulit dikontrol oleh Kapolsek, oleh karena itu diperlukan adanya partisipasi aktif dari warga untuk dapat mengontrol kinerja petugas Polri di tengah-tengah masyarakat, sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat dikurangi. Partisipasi warga dalam bentuk materi yang disampaikan kepada/melalui petugas hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi pemeliharaan kamtibmas.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Faisal
Abstrak :
Tesis ini menguraikan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan. Permasalahan dalam tesis ini difokuskan pada manajemen yang dilakukan Kapolsek beserta anggotanya pada kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan, yang mendorong terciptanya suasana aman dan tertib dalam masyarakat, suasana kerjasama yang baik sesuai peran-peran yang dipunyai oleh Kapolsek dan anggotanya serta masyarakat, dan keteraturan kerja yang mendukung terciptanya Kamtibmas. Berdasarkan fungsi, peranan, tugas pokok, dan tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Tanggung jawab ini telah dijalankan Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak terbentuknya organisasi Polri, namun tanggung jawab yang dijalankan belum mencapai hasil secara efektif dan efisien. Ketidakefektifan dan ketidakefisienan kegiatan yang dilaksanakan dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan oleh polisi, instansi terkait dan warga masyarakat dimana masing-masing pihak belum melihat Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas sebagai suatu proses kerjasama antara pihak-pihak yang berkait (dalam hal ini polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat), sehingga hasil yang dicapai belum efektif dan efisien. Selain itu dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat belum semuanya memahami dasar hukum pelaksanaan kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas dengan lengkap yang meliputi : aturan-aturan, azas, serta ukuran, yang mendukung kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat masih perlu ditata sehingga mencapai hasil yang efektif dan efisien. Ini berarti diperlukan administrasi yang baik dalam menjalankan kegiatan tersebut. Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai. Dalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut di atas, Polisi perlu menjaga hubungannya dengan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri tidak hanya mengandalkan kekuatan dan kemampuannya, tetapi melibatkan masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri perlu menjaga hubungan-hubungan. Hubungan-hubungan ini terbentuk karena adanya interaksi sosial. Yang dimaksud dengan Hubungan di sini adalah kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam menyelesaikan Gangguan Kamtibmas yang ada dalam masyarakat. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang saya lakukan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak adalah : (1) Dalam Manajemen Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan kurang menguasai pengetahuan hukum yang mendasari tindakan-tindakan Pencegahan, yang meliputi Aturan, Azas, dan Ukuran-ukuran dalam bertindak; (2) Kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang tertata, sehingga tujuan pencegahan belum tercapai secara efektif dan efisien, masing-masing instansi dan warga masyarakat cenderung melakukan sendiri kegiatannya dalam melakukan Pencegahan Gangguan Kamtibmas; (3) Anggaran operasional Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang, sehingga membuka peluang bagi penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polsek Metro Cilandak. Berdasarkan kesimpulan ini, maka perlu pemahaman tentang konsep Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas oleh Polisi dan Masyarakat, sehingga dengan pemahaman yang sama, pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas lebih mudah dimanajemeni dan mencapai hasil yang diharapkan. Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yazid Fanani
Abstrak :
Kajian ini mengenai penanggulangan konflik tawuran antar warga yang sering terjadi di wilayah Matraman, Konflik horizontal dan berwujud sebagai tawuran antar warga masyarakat dan selalu disertai dengan penghancuran, perusakan dan pembakaran prasarana umum yang dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat tersebut, adalah merupakan bentuk pertikaian massal yang bersifat primordial dan menyebabkan situasi tidak tertib, tidak aman, resah, serta mengakibatkan rusaknya sarana /prasarana sosial dan perekonomian yang telah lama dibangun. Upaya penanggulangan konflik, yang dilakukan oleh Polsek Matraman selama ini, terlihat tidak efektif dan kurang memberikan dampak yang berarti bagi penyelesaian dan penghentian konflik tersebut, sehingga konflik terus berlangsung berlarut-larut dengan meninggalkan berbagai kerusakan material yang besar dan bahkan disertai dengan korban jiwa. Tidak efektifnya upaya penanggulangan yang dijalankan oleh aparat kepolisian ini, disebabkan karena penanggulangan yang dilakukan oleh Polsek kurang tepat sehingga tidak mampu mengakomodasikan segala kepentingan pihak-pihak yang bertikai. Kegiatan penanggulangan oleh Polsek Matraman tersebut hanya dilakukan dengan tindakan reaktif dan kasuistik sehingga tidak menyentuh esensi permasalahan yang menjadi sumber sengketa diantara mereka. Masih adanya adanya kesan bahwa Polisi kurang responsip dan tidak menyatu dengan masyarakatnya serta masih tersumbatnya saluran komunikasi yang dapat digunakan sebagai media penyelesaian konflik secara menyeluruh diantara kelompok yang bermusuhan, telah bermuara kepada munculnya kecurigaan dan prasangka buruk terhadap kelompok lain yang menjadi lawan mereka, kenyataan ini disatu sisi telah memunculkan konflik bertambah brutal dan pada kerangka yang lain semakin membuat ketidak percayaan masyarakat terhadap Polisinya. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa upaya penanggulangan konflik tawuran seperti ini, menjadi sangat efektif jika dilakukan dengan membuka saluran komunikasi dan mediasi diantara mereka yang terlibat konflik, karena dengan demikian tercipta sebuah kompromi yang saling menguntungkan dengan berlandaskan pada kesamaan pandangan, kepercayaan dan keadilan sehingga mereka menghentikan permusuhannya. Guna memperoleh informasi yang akurat di dalam kajian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan etnografi dan metode pengamatan terlibat, sehingga diperoleh pemahaman yang akurat dan mendalam berkenaan dengan gejala-gejala sosial yang ada untuk kemudian ditemukan hakekat dari permasalahan yang sedang dikaji.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Nurhadi Yuwono
Abstrak :
Tesis ini adalah tentang sistem pelayanan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor di kantor Samsat wilayah Majapahit. Perhatian utama dalam kajian ini adalah hubungan sosial Patron-Klien antar pejabat Dit Lantas, antara petugas Samsat dengan petugas Samsat, antara petugas Samsat dengan biro jasa dan antara petugas Samsat dengan calo sehingga mempengaruhi jalannya proses penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) pendaftaran kendaraan baru (BBN I), Mutasi Luar Daerah dan Pengesahan / Perpanjangan kurang sepenuhnya berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Tujuan dalam tesis ini adalah untuk menunjukkan hubungan Patron-Klien yang terjadi di kantor Samsat wilayah Majapahit sehingga dapat mempengaruhi jalannya proses yang sebenarnya terhadap penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK). Dalam mengkaji hubungan sosial Patron-Klien dalam penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) di kantor Samsat wilayah Majapahit digunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara dengan pedoman. Hasil dari penelitian ditemukan ada hubungan-hubungan Patron-Klien yang terjadi di kantor Samsat wilayah Majapahit, yaitu hubungan Patron-Klien antar pejabat Samsat, antara petugas Samsat dengan petugas Samsat, antara petugas Samsat dengan biro jasa dan antara petugas Samsat dengan calo, hubungan tersebut dilakukan dengan pola masing-masing, pola yang dilakukan antar pejabat dilakukan dengan menggunakan surat / memo atau pertelepon kepada bawahannya sedangkan hubungan antara petugas Samsat dengan petugas Samsat dilakukan dengan memberi kode pada formulir pendaftaran, begitu pula pada biro jasa dan calo akan tetapi ada perbedaan apabila dilakukan sesama petugas Samsat tanpa adanya imbalan tetapi apabila dilakukan antara petugas Samsat dengan biro jasa / calo ada imbalan yang diharapkan dari kedua belah pihak. Hubungan Patron-Klien yang menjadikan peraturan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tidak sepenuhnya berjalan sebagai akibat kurangnya gaji petugas Samsat, adanya tuntutan atau kewajiban baik pribadi atau dinas yang harus di penuhi, adanya adagium bahwa tugas di Samsat identik dengan mencari uang serta kurangnnya pengawasan dan pengendalian.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carmia Pratiwi Santoso
Abstrak :

Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.

Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.

Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.

Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.

Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.

Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.


Introduction: A situation when an employee is physically present at work, but has decreased work performance is known as presenteeism. In Indonesia there are no studies that provide an overview of work stressor that occur in police related to presenteeism and compared to their task function. Research among Swedish police officer in 2011 found a relationship between job characteristics and presenteeism in which 47% of police officer reportedly experienced presenteeism.This study was aimed to know the relationship between work stressor and presenteeism related to health status of police by observing the difference between operational and administrative police.

Method: This research used a comparative cross sectional design with 220 police officer from a District Police Office as respondents selected by convenience sampling. The respondents consisted of the same number of the police officer from Administrative and Operational Department. Four validated questionnaires were used. Presenteeism was identified using with Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) Indonesian version, work stressor with Survey Diagnostic Stress (SDS), stress with Self Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), and non work stressor with Holmes and Rahe, as well as sociodemographic characteristics with questionnaire of respondents. The statistical test used was Chi-Square with a multivariate analysis using logistic regression test.

Result: The proportion of high presenteeism among the police was 65,9 %. This study show statistically significant relationship between operational task function with presenteeism related to health status with the result of p-value is <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), so does qualitative workload work stressor with the result of p-value is 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73). It showed a statistically significant related to presenteeism among the police. Meanwhile, other variables were not significantly related to presenteeism.

Conclusion: The police with operational task function has a lower risk for presenteeism compared to the police with administrative task function. The police with moderate-severe category work stressor qualitative workload has a higher risk for presenteeism compared to mild category work stressor qualitative workload.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Abdul Kadir
Abstrak :
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk menunjukkan adanya metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh petugas Pospol Baranang Siang, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, yang dipengaruhi oleh peran individu-individu masyarakat pengguna terminal dan kedudukannya sebagai kesatuan Polri terkecil dalam struktur organisasi Polri. Peran indidividu-individu masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, yang mempengaruhi metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh petugas Pospol Baranang Siang, adalah peran yang didapat karena statusnya dalam lingkup kelompoknya, atau peran yang didapat karena peranannya sebagai individu dalam masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang. Selain dipengaruhi oleh peran individu-individu tersebut, metode pelayanan yang dioperasionalkan oleh Pospol Baranang Siang juga dipengaruhi oleh kedudukannya sebagai kesatuan Polri terkecil dalam lingkup organisasi Polri, yang memiliki keterbatasan-keterbatasan terutama keterbatasan kewenangan. Dalam keterbatasan-keterbatasan tersebut, petugas Pospol Baranang Siang memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis baranang Siang, petugas Pospol Baranang Siang melakukan hubungan-hubungan sosial dengan individu-individu dan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, dimana didalam hubungan-hubungan sosial tersebut, peran individu-individu masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang dioperasionalkan. Wujud hubungan-hubungan sosial petugas Pospol Baranang Siang tersebut, dapat dilihat dalam hubungan-hubungan sosial diantara sesama petugas Pospol Baranang Siang, dan hubungan-hubungan sosial petugas Pospol Baranang Siang dengan masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok sosial. Dan dalam hubungan-hubungan sosial tersebut metode pelayanan petugas Pospol Baranang Siang dapat terlihat. Untuk dapat mendeskripsikan metode pelayanan yang ada dalam hubungan-hubungan sosial tersebut, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan terlibat, yaitu dengan melibatkan diri pada kehidupan petugas Pospol Baranang Siang pada saat memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang, maupun aktivitas masyarakat pengguna terminal bis Baranang Siang. Melibatkan diri bukan berarti berperan serta tetapi berusaha memahami setiap gejala yang ditemui sesuai dengan makna yang diberikan atau dipahami oleh pelaku, apakah itu petugas Pospol Baranang Siang ataupun orang-orang yang terlibat dalam gejala tersebut. Dalam penulisan tesis ini, disusun dalam 7 (tujuh) bab yaitu bab satu adalah bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan, hipotesis, ruang lingkup penulisan, tujuan dan kegunaan penulisan, metode penelitian, kajian kepustakaan, dan pengorganisasian penulisan. Bab dua mengenai gambaran umum terminal bis Baranang Siang. Dalam bab tiga berisi tentang Pospol Baranang Siang, yang mencakup lokasi dan kondisi bangunannya, tugas-tugas yang dilaksanakan, dan masyarakat yang dilayaninya. Bab empat berisi tentang pelaksanaan pelayanan oleh petugas Pospol Baranang Siang. Bab lima tentang gambaran kehidupan sosial petugas Pospol Baranang Siang. Bab enam berisi tentang metode pelayanan Pospol Baranang Siang, sedangkan bab tujuh merupakan kesimpulan dari tesis.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi K.
Abstrak :
Tesis ini menguraikan tentang Saksi Non Polisi yang membantu polisi dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Jakarta. Yang dimaksud dengan Saksi Non Polisi disini adalah Informan yang membantu polisi dalam melakukan penyelidikan, proses penangkapan dan berakhir hingga ke proses persidangan. Maraknya peredaran narkotika saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga tidak ada satu pun Kabupaten dan Kotamadya di Jakarta yang bebas narkoba. Juga tidak ada kesatuan (TNI/Polri) dan instansi pemerintah lainnya di Jakarta ini menyatakan kantor atau instansi mereka bebas narkoba. Korban-korban akibat penyalahgunaan narkoba sudah meliputi segmen kehidupan sosial. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, eksekutif muda, artis, olah ragawan, oknum aparat, pekerja malam, pengangguran, bahkan mulai merambah pada kalangan elit penyelenggara negara ini. Untuk menanggulangi bahaya yang sudah mengancam tersebut pemerintah pusat membuat kebijakan melalui keputusan Presiden R.I. Na 116 th 1999, tanggal 29 September 1999, yaitu dengan mengganti instruksi Presiden No. 6 th 1971 tentang koordinasi tindakan dan kegiatan dari Instansi yang bersangkutan dalam usaha mengatasi, mencegah dan memberantas masalah penanggulangan narkotika yang dikoordinasikan oleh Badan Intelejen Negara (BAKIN) dengan membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN). Melihat pelaksanaan tugasnya yang dinilai hanya bersifat koordinasi dan tidak memiliki kewenangan operasional akhirnya pemerintah mengganti BKNN dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), berdasarkan Keppres R.I. No. 17 tahun 2002 tanggal 22 Maret 2002. BNN yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden dengan Ketua Umum dijabat oleh Kapolri. Sedangkan pada tingkat Propinsi, khususnya Pemda DKI Jakarta melakukan suatu penanggulangan dengan cara menyeluruh dan terpadu dalam suatu sistem terhadap penyalahgunaan narkoba berbasis masyarakat yang berada pada tingkat kelurahan. Kegiatan tersebut didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dengan menggunakan pola kerja melalui sistem pendekatan, yaitu pendekatan kepada Penegakan Hukum dan pendekatan kesejahteraan. Sedangkan Kepolisian Polda Metro Jaya yang berada di wilayah kota Jakarta melalui satuan Reserse Narkotika berdasarkan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya dalam memberantas penyalahgunaan narkoba tidak saja memanfaatkan personil yang ada padanya saja. Melainkan dengan melibatkan potensi masyarakat yang ingin ikut serta secara aktif membantu tugas polisi. Masyarakat yang memberikan informasi tersebut disebut Informan, dalam istilah reserse sehari-hari informan disebut Cepu. Peran serta masyarakat (yang bertindak sebagai informan) dalam rangka memberikan informasi terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangatlah penting. Karena kejahatan narkotika hingga saat ini merupakan masalah nasional bahkan internasional. Peredaran dan perdagangannya merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisasi. Dengan demikian hanya informasi dari orang dalam saja yang memungkinkan terungkapnya kasus-kasus ini. Salah satu kendala untuk menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika pada saat ini yaitu tidak adanya perlindungan kepada "orang dalam" (atau keluarganya) yang bertindak sebagai informan. Sehingga bagi masyarakat yang ingin memberikan informasi, timbul rasa ketakutan akan ancaman dari sindikat pengedar. Walaupun Undang - Undang Republik Indonesia No 22 tahun 1997 Pasal 57 ayat (3) dan pasal 58 sudah mengatur tentang jaminan keamanan dan perlindungan serta penghargaan oleh pemerintah kepada pelapor, namun pada pelaksanaannya belum dapat diwujudkan. Undang-Undang tersebut di atas cakupannya masih terlalu luas karena bentuk jaminan keamanan dan perlindungan yang wajib diberikan oleh pemerintah kepada pelapor baik itu masyarakat awam atau informan yang langsung membantu petugas dilapangan masih dalam wacana. Tidak jarang dalam praktek di lapangan masalah ini masih menimbulkan silang pendapat antara Penyidik dan Jaksa.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T4473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Siswadi
Abstrak :
Tesis ini adalah tentang tindakan penyidik dalam proses penyidikan tindakan pidana pencurian di. Polsek Metro Kebayoran Baru. Perhatian utama dalam kajian ini adalah pada tindakan-tindakan penyidik dan penyidik pembantu dalam melakukan proses penyidikan tindakan pidana pencurian yang cenderung menyalahgunakan wewenang yang memang diberikan begitu besar kepada Polri, bahkan menjurus pada tindakan korupsi. Tujuan kajian dalam tesis ini berupaya mencermati dan menunjukkan tindakan anggota penyidik/penyidik pembantu pada unit reserse kriminal. Masalah penelitian dalam tesis ini adalah; tindakan-tindakan anggota penyidik/penyidik pembantu dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian sehingga timbul penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelesaian perkara senantiasa dipengaruhi kewenangan yang sedemikian besar diperoleh oleh Polri. Dalam mengkaji tindakan penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian di Polsek Kebayoran Baru digunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara dengan pedoman. Kajian dari hasil penelitian ini ditemukan adanya tindakan-tindakan penyidik/penyidik pembantu yang menyalahgunakan wewenangnya, sebagai akibat lemahnya sistem kontrol dan kendali yang antara lain ditunjukkan dengan adanya tindakan-tindakan korupsi oleh penyidik dan penyidik pembantu dengan pihak tersangka, pihak kejaksaan atau pihak pengadilan. Disamping itu juga ditemukan ada tindakan penyuapan yang dilakukan oleh pihak tersangka kepada penyidik atau penyidik pembantu untuk menangguhkan penahanan atau menghentikan penyidikan. Tindakan penyidik/penyidik pembantu yang cenderung korupsi tersebut diakibatkan lemahnya sistem kontrol dan kendali, kurangnya anggaran untuk operasional, adanya tuntutan atau kewajiban yang harus dipenuhi baik untuk pribadi anggota atau kepentingan dalam unit, kemudian juga kurangnya jaminan kesejahteraan dari pemerintah terhadap aparat penegak hukum, khususnya Polri.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sukardi
Abstrak :
Tesis ini tentang Pengamanan di Perkampungan Industri Kecil (PIK), Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Perhatian utama dari tesis ini adalah kegiatan Satpam dalam melakukan pengamanan aktifitas di Perkampungan Industri Kecil (PIK). Tujuan tesis ini adalah untuk menunjukkan kegiatan pengamanan yang dilakukan oleh Satpam dalam mengamankan Perkampungan industri Kecil (PIK). Kegiatan pengamanan tersebut dapat dijadikan contoh dan pedoman oleh Satpam dalam melakukan pengamanan tempat-tempat industri di wilayah lain. Masalah penelitian dalam tesis ini adalah pengamanan di Perkampungan Industri Kecil (PIK), Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Dalam mengkaji pengamanan yang dilakukan oleh Satpam di Perkampungan Industri Kecil (PIK) digunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara dengan pedoman dan dokumentasi untuk mengungkapkan kegiatan Satpam dalam melakukan pengamanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perkampungan Industri Kecil dibangun berdasarkan Surat keputusan Gubernur DKI Jakarta nomer 532 tahun 1981, merupakan upaya pemerintah DKI Jakarta dalam rangka pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil. Untuk mengelola Perkampungan Industri Kecil dibentuk badan yang dinamakan Badan Pengelolaan Lingkungan Industri dan Pemukiman (BPLIP) yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Didalam mengelola Perkampungan industri Kecil Kepala BPLIP mengeluarkan Surat Keputusan nomer : 078.I/III/2000. tanggal 27 Maret 2000. tentang Penyempurnaan Seksi-seksi dan Petunjuk Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab pada Struktur Organisasi dan tata kerja BPLIP dan didalam Surat keputusan tersebut mengatur tugas, kedudukan maupun kewenangan Satpam. Didalam menjalankan tugas pengamanan, Satpam PIK melakukan hubungan, koordinasi dan kerjasama yang dilakukan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal dengan Satpam perusahaan, Satpam SLTPN 236, Hansip RW X, Satgas Linmas, pihak Kepolisian dan Koramil Cakung. Kegiatan pengamanan dapat bejalan dengan baik, didukung adanya imbalan dari para pengusaha di wilayah Perkampungan Industri Kecil. Untuk menjaga kekompakan, memudahkan koordinasi dan kerjasama di bentuk suatu wadah dengan nama Persatuan Sosial Satuan Pengamanan (PSSP). Didalam melakukan pembinaan terhadap Satpam PIK, Kepala BPLIP mengeluarkan Surat Keputusan nomer 120.1/111/2002, tanggal 14 maret 2002, untuk menunjuk anggota Polri dari Polsek Cakung sebagai Tim Asistensi Permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat di areal Perkampungan industri Kecil. Didalam melaksanakan tugas Tim Asistensi tersebut mengadakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap Satpam di Perkampungan Industri Kecil. Implikasi dari tesis ini adalah pemberdayaan potensi masyarakat didalam melakukan kegiatan Kamtibmas Swakarsa, melalui pembinaan Satuan pengamanan. Keberhasilan melakukan pembinaan terhadap Satuan Pengamanan, dapat membantu tugas Polri dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat, khususnya di lingkungan dimana Satuan Pengamanan tersebut bertugas. Tindakan yang dilakukan dalam pemberdayaan potensi masyarakat adalah dikembangkan kegiatan Pemolisian Masyarakat (Community Policing) dalam program pembinaan Kamtibmas, sehingga masyarakat dapat memahami dan merencanakan kebutuhannya dalam mengamankan diri sendiri, barang-barang maupun usahanya. Perlu disempurnakan dan dikembangkan suatu wadah yang dibentuk oleh pihak-pihak terkait dalam pengamanan Perkampungan Indutri kecil, berupa Persatuan Sosial Satuan Pengamanan (PSSP), untuk menjaga kekompakan, koordinasi dan kerjasama sehingga tugas pengamanan dapat berhasil. PSSP dapat dijadikan contoh dan pedoman bagi Satpam dalam melakukan pengamanan tempat-tempat industri diwilayah lain.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Prasetyo
Abstrak :
Tesis ini tentang proses penyidikan tindak pidana curat dan curas oleh Unit Kejahatan Kekerasan di Polres "X". Fokus penelitian ini adalah berupa proses penyidikan tindak pidana curat dan curas yang dilakukan oleh anggota unit kejahatan kekerasan polres "X". Permasalahan dalam penelitian tersebut adalah bentuk-bentuk tindakan anggota yang terjadi dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana curat dan curas di Polres "X". Penelitian ini dimaksudkan adalah untuk menunjukkan proses penyidikan tindak pidana curat dan curas secara utuh baik penyidikan prosedural maupun penyidikan yang tidak prosedural yang dilakukan oleh anggota unit kejahatan kekerasan Pokes "X". Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metododogi etnografi, peneliti ingin menggambarkan dan memotret secara utuh mengenai tindakan-tindakan anggota unit sesungguhnya dari proses penyidikan tindak pidana curat dan curas, bentuk-bentuk penyimpangan dan pola-pola hubungan antara penyidik dengan berbagai pihak. Hasil dari penelitian ini ditemukan beragamnya tindakan-tindakan dalam proses penyidikan tindak pidana curat dan curas yang dilakukan oleh anggota unit kejahatan kekerasan Polres "X". Tindakan tersebut dapat tergambar mulai dari penyelidikan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan, penangkapan, penahanan sampai dengan penyelesaian serta penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum. Tindakan lain yang terjadi dalam proses penyidikan tindak pidana curat dan curas tersebut yaitu berupa ditemukannya bentuk-bentuk penyimpangan dan proses penyidikan serta faktor korelatif terjadinya penyimpangan yang dilakukan anggota unit. Serta yang terakhir ditemukan juga pola-pola hubungan penyidik/anggota unit dalam melakukan proses penyidikan baik hubungan dengan sesama anggota polisi, warga masyarakat (saksi,korban, tersangka dan informan) serta pola hubungan dengan SPP (sistem peradilan pidana) dalam hal ini Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Lembaga Pemasyarakatan dan pengacara/penasehat hukum. Selain ditemukan penyidikan yang prosedural dan penyidikan yang tidak prosedural dalam penyidikan tindak pidana curat dan curas yang terjadi di Unit kejahatan kekerasan, juga ditemukan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh satuan reserse guna meningkatkan kinerja penyidik. Proses penyidikan dalam konteks penegakan hukum yang telah dilakukan polisi adalah merupakan barometer untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja polisi dan citra baik dari institusi Polri. Apabila dalam proses penyidikan polisi lamban, tidak tanggap, tidak profesional dan proposional serta semakin suburnya penyimpangan-penyimpangan dalam proses penyidikan maka citra polisi semakin terpuruk.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>