Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Catharina Astrid Rita Anggreni
Abstrak :
Pengaturan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara hukum adalah mutlak diperlukan khususnya di Indonesia, sebagai sarana untuk menjamin ditegakannya HAM. Selain itu, menurut Soerjono Soekamto perlu pula ditingkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat, sehingga masing-masing anggotanya menghayati hak dan kewajibannya, secara tak langsung meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, serta kepastian hukum sesuai dengan Undangundang Dasar 1945. Berkaitan dengan hal tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa keberhasilan suatu peraturan perundang-undangan bergantung kepada penerapan penegakannya. Penegakan hukum yang tidak berjalan dengan baik, membuat peraturan perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang memberikan arti sesuai dengan tujuannya. Penegakan hukum merupakan dinamisator peraturan perundang-undangan. Penegakan hukum dari pelaksanaan hukum di Indonesia masih jauh dari sempurna, kelemahan utama bukan pada sistem hukum dan produk hukum, tetapi pada penegakan hukum. Harapan masyarakat untuk memperoleh jaminan dan kepastian hukum masih sangat terbatas, penegakan dan pelaksanaan hukum belum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T14584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Feder, Harold A.
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2008
347.736 7 FED f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Wardhani Pusposari
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang perlindungan yang diterima oleh seorang saksi pelaku yang bekerjasama justice collaborator Keputusan seorang pelaku kasus korupsi untuk mau memberi kesaksian dan bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkapkan keseluruhan kegiatan dalam kasus tidaklah mudah Hal ini tentunya menuai berbagai ancaman pada seorang justice collaborator untuk tidak memberi kesaksian dari pihak pihak yang memiliki kepentingan dalam kasus tersebut Perlindungan saksi hadir sebagai bentuk pemberian keamanan bagi seorang justice collaborator dalam proses peradilan pidana Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara pada justice collaborator untuk mengetahui penerapan perlindungan saksi padanya.
This minithesis discussed about protection which has accepted by a justice collaborator As a defendant in corruption case making decision to give testimony and cooperating with the officers for revealing whole criminal activities is not easy Most of the times they get threatened by persons who are involved in corruption case Witness protection is a very useful tool to give secure situation for a justice collaborator in criminal proceedings This research framework is based on literature reviews and conceptual definitions This research was done by qualitative approach using interview technique with a justice collaborator to gain information about how witness protection has worked on him.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Banjarsari
Abstrak :
Skripsi ini membahas kewenangan hakim dalam penetapan justice collaborator yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Justice collaborator adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penetapan justice collaborator terhadap Abdul Khoir, Kosasih Abbas serta rekomendasi LPSK terkait penetapan justice collaborator kepada Hendra Saputra dibahas sebagai bahan analisis dalam skripsi ini. Hasil dari analisis diperoleh bahwa status justice collaborator yang dimiliki oleh para pelaku tersebut tidak menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan keringanan pidana. Padahal para terdakwa telah membantu penegak hukum untuk membongkar tindak pidana serta pelaku lainnya. Oleh karena itu seharusnya mereka dapat diberikan sebuah penghargaan seperti keringanan hukuman atau perlakuan khusus lainnya. Padahal SEMA No. 04 Tahun 2011 telah menjelaskan jika hakim menemukan seseorang yang dikategorikan sebagai justice collaborator wajib dipertimbangkan untuk memberikan keringanan hukuman. Oleh sebab itu perlunya suatu pengaturan yang lebih terperinci untuk mengatur penerapan dari mekanisme justice collaborator. ...... This study focuses on a judge authority in determining justice collaborator status which has been established by Corruption Eradication Commission. Justice collaborator is a witness and also the offenders of crime who willing to help law enforcement officers revealing a crime or the occurrence of crime in order to restore the stolen asset or the result of crime to the country by providing information to law enforcement officials and testifying in judicial process. Normative juridical method is used to analyze the data. The determination of justice collaborator status to Abdul Khoir, Kosasih Abbas and recommendations from Witness and Victim Protection Agency to Hendra Saputra will be analysis cases in this thesis. The analysis showed that the justice collaborator status possessed by these offenders are not considered by the judge when offering or giving a commutation. Eventhough, the defendants helped law enforcement to dismantle criminal offenses. Therefore, they should be given an award like commutation or other preferential treatment. Whereas, Circular Letter from Supreme Court Number 04 2011 explained if the judge found a person who is classified as a justice collaborator shall be considered to provide the commutation. Hence, we need more detailed regulation to regulate the mechanism of justice collaborator.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricella Ervinka
Abstrak :
ABSTRAK
Notaris adalah pejabat umum yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menjalankan sebagian kekuasaan Negara untuk membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik untuk dijadikan sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada Peraturan Jabatan juga harus taat pada Kode Etik Profesi serta harus bertanggungjawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi maupun terhadap Negara. Namun, pada kenyataannya adapula notaris yang mengabaikan Peraturan Jabatan dan Kode Etik Profesi sehingga menimbulkan problematika hukum. Problematika ini dapat muncul pada saat notaris membuat akta yang memberikan keuntungan kepada saksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban notaris atas pembuatan akta notaris yang memberikan keuntungan kepada saksi dan untuk mengetahui bagaimana akibat hukum yang timbul atas pembuatan akta notaris yang memberikan keuntungan kepada saksi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pertanggung jawaban notaris atas pembuatan akta notaris yang memberikan keuntungan kepada saksi adalah pertanggung jawaban secara hukum dan secara moral, sedangkan akibat hukum yang ditimbulkan adalah akta tersebut diancam dengan kebatalan.
ABSTRACT
Notary is a public official who is authorized by law to run most of the power of the State to make a deed of all acts, agreements and determination required by general rule or by the concerned desired to be expressed in the authentic deed to serve as written evidence have perfect proof strength. Therefore, the notary in his duties as a public official, in addition to be subject to the Position Rules must also obey the Code of Professional Ethics and must be accountable to the communities it serves, professional organizations and the State. However, in reality there are also notary who ignore Position Rules and Code of Professional Ethics, giving rise to problems of law. These problems can arise when the notary make a deed that gives the advantage to the witness. The purpose of this study was to determine how accountability of notary for making notarial deed on which gives the advantage to the witnesses and to determine how the legal consequences of a notarial deed that gives the advantage to the witness. The method used is a normative juridical. The results of this study stated that the liability of a notary on a notary deed that gives the advantage to the witness is legally and morally, while the legal consequences arising is threatened by the nullification of the deed.
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reev Larsen Pandoy
Abstrak :
Dalam pembuatan akta autentik oleh Notaris harus sesuai dengan bentuk dan isi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini mengkaji pembuatan akta wasiat dari sudut pembuatan akta autentik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Permasalahan yang  diangkat, yang terdapat pada Akta Wasiat Nomor 4 yaitu seorang wanita yang di tinggal mati suaminya dan tidak mempunyai anak dalam perkawinan dengan suaminya tersebut ingin membuat wasiat umum yang ditujukan kepada anak-anak dari saudaranya dan anak tirinya dan dibuatkan oleh Notaris sebagai akta otentik tetapi terdapat saksi 3 (tiga) orang yang tidak dilengkapi dengan keterangan identitas para saksi tersebut dan dalam akta tersebut terdapat renvoi yang dibuat tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ilmiah ini yaitu bentuk dan isi dari akta wasiat, serta akibat hukum akta wasiat yang tidak sesuai dengan bentuk akta autentik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa pentingnya seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya untuk memahami bentuk dan isi dari akta wasiat dan menerapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta diperlukan juga ketelitian dalam pembuatan akta oleh Notaris.
In making authentic deeds by a Notary must be in accordance with the form and content in accordance with applicable laws and regulations. This study examines the making of a will from the point of making authentic certificates according to Law Number 2 of 2014 concerning Notary Position. The problem raised, which is contained in the Testament Deed Number 4, is that a woman who lives in her husband's death and does not have a child in marriage with her husband wants to make a general will directed to the children of his brother and stepchildren and made by a Notary as an authentic deed but there are witnesses of 3 (three) people who are not equipped with a statement of the identity of the witnesses and in the deed there is a renvoi made not in accordance with the Act of Notary Position. The problems raised in this scientific research are the form and content of the will, as well as the consequences of the laws of the will which are not in accordance with the form of authentic deed. The research method used is normative research. The results of the study found that the importance of a Notary in carrying out his position to understand the form and content of the will and apply it in accordance with the applicable laws and regulations, as well as the accuracy in making a deed by a Notary.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Yuwono
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Indonesia (KUHAP) dikenal lima alat bukti yang sah, yaitu 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. surat-surat 4. petunjuk 5. keterangan terdakwa. Kelima alat bukti tersebut memiliki nilai yang sama untuk mernberi keyakinan kepada hakim, namun masing-masing alat bukti menjalankan peran yang berbeda-beda sesuai dengan sifat dari alat bukti tersebut. Keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, ialah keterangan yang diberikan/disampaikan seseorang di sidang Pengadilan, yang sebenarnya patut untuk diragukan kebenarannya. Hal ini disebabkan karena sifat yang terdapat pada umumnya dalam diri seseorang yang tidak juga terlepas dari keterbatasan-keterbatasan. Dengan demikian persoalannya adalah bagaimana dari pada alat bukti keterangan saksi itu berperan dalam rangka pembuktian tindak pidana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi K.
Abstrak :
Tesis ini menguraikan tentang Saksi Non Polisi yang membantu polisi dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Jakarta. Yang dimaksud dengan Saksi Non Polisi disini adalah Informan yang membantu polisi dalam melakukan penyelidikan, proses penangkapan dan berakhir hingga ke proses persidangan. Maraknya peredaran narkotika saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga tidak ada satu pun Kabupaten dan Kotamadya di Jakarta yang bebas narkoba. Juga tidak ada kesatuan (TNI/Polri) dan instansi pemerintah lainnya di Jakarta ini menyatakan kantor atau instansi mereka bebas narkoba. Korban-korban akibat penyalahgunaan narkoba sudah meliputi segmen kehidupan sosial. Mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, eksekutif muda, artis, olah ragawan, oknum aparat, pekerja malam, pengangguran, bahkan mulai merambah pada kalangan elit penyelenggara negara ini. Untuk menanggulangi bahaya yang sudah mengancam tersebut pemerintah pusat membuat kebijakan melalui keputusan Presiden R.I. Na 116 th 1999, tanggal 29 September 1999, yaitu dengan mengganti instruksi Presiden No. 6 th 1971 tentang koordinasi tindakan dan kegiatan dari Instansi yang bersangkutan dalam usaha mengatasi, mencegah dan memberantas masalah penanggulangan narkotika yang dikoordinasikan oleh Badan Intelejen Negara (BAKIN) dengan membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN). Melihat pelaksanaan tugasnya yang dinilai hanya bersifat koordinasi dan tidak memiliki kewenangan operasional akhirnya pemerintah mengganti BKNN dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), berdasarkan Keppres R.I. No. 17 tahun 2002 tanggal 22 Maret 2002. BNN yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden dengan Ketua Umum dijabat oleh Kapolri. Sedangkan pada tingkat Propinsi, khususnya Pemda DKI Jakarta melakukan suatu penanggulangan dengan cara menyeluruh dan terpadu dalam suatu sistem terhadap penyalahgunaan narkoba berbasis masyarakat yang berada pada tingkat kelurahan. Kegiatan tersebut didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dengan menggunakan pola kerja melalui sistem pendekatan, yaitu pendekatan kepada Penegakan Hukum dan pendekatan kesejahteraan. Sedangkan Kepolisian Polda Metro Jaya yang berada di wilayah kota Jakarta melalui satuan Reserse Narkotika berdasarkan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya dalam memberantas penyalahgunaan narkoba tidak saja memanfaatkan personil yang ada padanya saja. Melainkan dengan melibatkan potensi masyarakat yang ingin ikut serta secara aktif membantu tugas polisi. Masyarakat yang memberikan informasi tersebut disebut Informan, dalam istilah reserse sehari-hari informan disebut Cepu. Peran serta masyarakat (yang bertindak sebagai informan) dalam rangka memberikan informasi terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sangatlah penting. Karena kejahatan narkotika hingga saat ini merupakan masalah nasional bahkan internasional. Peredaran dan perdagangannya merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisasi. Dengan demikian hanya informasi dari orang dalam saja yang memungkinkan terungkapnya kasus-kasus ini. Salah satu kendala untuk menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika pada saat ini yaitu tidak adanya perlindungan kepada "orang dalam" (atau keluarganya) yang bertindak sebagai informan. Sehingga bagi masyarakat yang ingin memberikan informasi, timbul rasa ketakutan akan ancaman dari sindikat pengedar. Walaupun Undang - Undang Republik Indonesia No 22 tahun 1997 Pasal 57 ayat (3) dan pasal 58 sudah mengatur tentang jaminan keamanan dan perlindungan serta penghargaan oleh pemerintah kepada pelapor, namun pada pelaksanaannya belum dapat diwujudkan. Undang-Undang tersebut di atas cakupannya masih terlalu luas karena bentuk jaminan keamanan dan perlindungan yang wajib diberikan oleh pemerintah kepada pelapor baik itu masyarakat awam atau informan yang langsung membantu petugas dilapangan masih dalam wacana. Tidak jarang dalam praktek di lapangan masalah ini masih menimbulkan silang pendapat antara Penyidik dan Jaksa.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T4473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Riyadi
Abstrak :
Notaris berwenang untuk membuat akta autentik salah satunya akta perjanjian kredit.Dalam pembuatan akta autentik diperlukan pulasaksi untuk mengamati dan menjamin bahwa pembuatan akta tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana kewenangan dan kewajiban saksi dalam akta perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris dan kedudukan hukum saksi dalam Akta Perjanjian Membuka Kredit yang dibuat dihadapan Notaris RP. Dalam Akta Perjanjian Membuka Kredit yang dibuat dihadapan Notaris RP terdapat pencantuman pihak yang kedudukan hukumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pihak tersebut berasal dari karyawan Bank yang turut menyaksikan penandatanganan akta perjanjian kredit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif analitis. Kedudukan hukum pihak tersebut dalam suatu akta perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris diperlukan untuk menjamin dan melindungi kepentingan para pihak berkaitan dengan perbuatan hukum yang akan dicantumkan dalam Akta Notaris.
Notaries are authorized to make an authentic deed one of which is a credit agreement. In making authentic deeds, witnesses are required to observe and ensure that the deed is in accordance with the provisions of applicable laws and regulations. In this study explains how the authority and obligations of witnesses in the credit agreement deed made before the Notary and the legal standing of witnesses in the Deed of Credit Opening Agreement made in front of Notary RP. In the Deed of Credit Opening Agreement made in front of Notary of RP there is found a party whose legal status is not stipulated in the Law of the Notary. The parties are from Bank employees who also witnessed the signing the deed of credit agreement. This research uses normative juridical research with typology research using analytical descriptive research. The legal status of that party in a credit agreement made in front of Notary is required to guarantee and protect the interests of the parties in relation to legal actions to be included in the Notarial Deed.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>