Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Paramita Wardhani
Abstrak :
Latar Belakang : Preeklampsia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil. Hingga saat ini masih belum ada program penapisan untuk memprediksi preeklampsia di Indonesia. Pada tahun 2018 di Jakarta, dilakukan penelitianmengenai faktor-faktor risiko maternal dan profil biofisik yang dinilai dapat meningkatkan kejadian preeklampsia. Namun, hasil penelitian tersebut masih perlu dilakukan validasi eksternal untuk mengonfirmasi bahwa hasilnya valid dan bisa diaplikasikan pada situasi, waktu, tempat yang berbeda. Tujuan: Melakukan validasi eksternal hasilpenelitian terdahulu Metode: Desain kohort prospektif. Semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di RSCM, RSUK JoharBaru, dan RSUK Tebet dari April-November 2018 diikuti hingga bersalin/terjadi preeklampsia pada Januari 2019. Hasil: Total subjek 467 orang. Insidens preeklampsia dari ketiga rumah sakit adalah 18,2%. Hasil penelitian dianalisis secara bivariat dilanjutkan multivariat. Hasil penelitian yang secara statistik signifikan adalah hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata≥ 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. AUC-ROC (kemampuan diskriminasi untuk memprediksi preeklampsia) 85%. Sehingga merupakan instrumen yang baik untuk uji diagnostik. Hasil ROC dari penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Cut off dari penelitian ini 0,91 (sensitivitas 79% dan spesifisitas 84%). Hasil uji validitas eksternal dari penelitian sebelumnya diterapkan pada penelitian ini dan menunjukkan hasil yang valid dan memiliki akurasi yang baik. Kesimpulan: Faktor-faktor yang meningkatkan risiko preeklampsia, yaitu hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata ≥95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. Hasil perbandingan uji diagnostik dan uji validitas eksternalbaik. ......Background: preeclampsia is still leading causes of morbidity and mortality in pregnant women. Until today, there is still no screening program to predict preeclampsia in Indonesia. In Jakarta 2018, conducted research on maternal risk factors and biophysical profile to predict preeclampsia. However, the results still needs to be performed external validation to confirm that the results of the study are valid and can be applied on different situations, populations, and times. Objective: to perform external validation of the previous studyMethods: A prospective cohort design. Participants are all pregnant women who perform antenatal care in RSCM, RSUK JoharBaru, and RSUK Tebet from April-November 2018. They will be followed until January 2019. Results: Total participants 467 subject. Incidence of preeclampsia from 3 hospitals was 18,2%. The results had been analyzed bivariate continuing multivariate. The results of this study which statistically significant werechronic hypertension, history ofpreeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. AUC-ROC (discrimination ability to predict preeclampsia) was 85%. Therefore, it is a good instrument fordiagnostic test. The ROC result of previous study seen shows the similar result.Cut off of this study was 0,91 (79% sensitivity and 84% specificity). The result of external validity test from previous study which applied to this study was valid and showed a good accuracy.Conclusion: Several factors increase the risk of preeclampsia, such as chronic hypertension,history of preeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. The results of diagnostic test and external validation test are good.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi
Abstrak :
Metode: Pasien HIV yang melahirkan di RSUPNCM dan RSPI Sulianti Saroso periode Oktober 2012 hingga Maret 2013 masuk sebagai subyek penelitian. Subyek dilakukan skrining depresi dengan EPDS dan untuk mengukur dukungan sosial yang diberikan dengan KDS. Analisis statistik menggunakan uji Fisher, Chi-Square dan uji T tidak berpasangan. Hasil: Sebanyak 34,1% subyek yang mengalami depresi pascapersalinan. Dimana didapatkan bahwa 40% yang mengalami depresi pascapersalinan tersebut tidak mendapatkan dukungan sosial yang baik. Dari karakteristik subyek yang mengalami depresi tersebut, 70% dari kelompok umur 20-35 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, 56.7% subyek yang mengalami depresi pendidikannya rendah. Dari status paritas didapatkan 70% yang mengalami depresi pascapersalinan yaitu primipara. Kesimpulan: Dukungan sosial merupakan efek protektif terhadap terjadinya depresi pascapersalinan pada pasien HIV ......Objective : this study aim to evaluate the relation between social support given to HIV patients with the incidence rate of postpartum depression among them. Methods : All HIV patients who was having delivery in RSUPNCM and Sulianti Saroso the period October 2012 to March 2013 entered as research subjects. We performed depression screening with the EPDS and to measure the social support provided by KDS. Statistical analysis was using Fisher's exact test, Chi-square and unpaired t test. Results : We found total of 34.1% of subjects experienced postpartum depression, in which 40% did not received proper social support. By demographics characteristics of the subjects who experienced depression, 70% was in group of age 20-35 years, 56.7% of subjects with low education level and 70% was primiparous patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Charly Haposan
Abstrak :
Latar Belakang: Asam lemak rantai panjang Omega-3 dan Omega-6 selain penting untuk perkembangan otak janin, diketahui juga dapat mempengaruhi kejadian preeklamsia. Derivat omega-3 seperti DHA dapat membantu stimulasi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan dalam angiogenesis saat implantasi trofoblas. Belum tersedianya data pengaruh asam lemak rantai panjang terhadap kejadian preeklamsia mendorong untuk dilakukannya penelitian ini. Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar Omega-3 dan Omega-6 pada ibu hamil dengan preeklamsia dan normal Metode: Penelitian dilakukan dengan uji potong-lintang menggunakan sampel ibu hamil preeklamsia dan tidak preeklamsia yang telah dikumpulkan sebelumnya pada tahun 2018 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSU Budi Kemuliaan dan RSUD Koja, kemudian dilakukan pengolahan pada Januari 2020. Hasil: Diperoleh 60 subjek penelitian dengan 30 subjek pada masing – masing kelompok. Pada kelompok preeklamsia didapatkan hasil Omega-3 lebih rendah dengan median kadar ALA 39 μmol/L dan EPA 9 μmol/L dengan perbedaan yang bermakna (p=0,01). Sedangkan kadar Omega-6 ditemukan lebih tinggi pada preeklamsia, dengan kadar LA 4726 μmol/L dan AA 558 μmol/L. Indeks omega-3 pada kelompok preeklamsia juga rendah yaitu 2%, begitu pula rasio Omega-6/Omega-3 yang tinggi (17 μmol/L) dan rasio AA/EPA 61 μmol/L. Kesimpulan: Ketidakseimbangan antara Omega-3 dan Omega-6, indeks Omega-3 rendah, rasio Omega-6/Omega-3 dan rasio AA/EPA yang tinggi didapatkan pada preeklamsia. ......Background: Omega-3 and Omega-6 long-chain fatty acids, besides being important for fetal brain development, are also known to influence the incidence of preeclampsia. Omega-3 derivatives such as DHA can help stimulate Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) which plays a role in angiogenesis during trophoblast implantation. The unavailability of data on the effect of long-chain fatty acids on the incidence of preeclampsia is encouraging this study. Objective: To determine differences in levels of Omega-3 and Omega-6 in pregnant women with preeclampsia and normal Methods: The study was carried out by cross-sectional testing using samples of preeclampsia and non-preeclampsia pregnant women that had been collected earlier in 2018 at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo and Budi Kemuliaan Hospital and Koja District General Hospital then processed in January 2020. Results: Obtained 60 research subjects with 30 subjects in each group. Results with low category were obtained in the preeclampsia group with median levels of Omega-3, ALA 39 μmol / L, EPA 9 μmol / L with significant differences (p = 0.01). While high levels of Omega-6 in preeclampsia, LA 4726 μmol / L and AA 558 μmol / L. The omega-3 index in the preeclampsia group was also low at 2%, as was the high Omega-6 / Omega-3 ratio (17 μmol / L) and the 61 μmol / L AA / EPA ratio in the preeclampsia group. Conclusion: An imbalance between Omega-3 and Omega-6, low index of Omega-3, a ratio of Omega-6 / Omega-3, and ratio of high AA / EPA is found in preeclampsia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biancha Andardi
Abstrak :
Latar belakang: Angka kematian neonatal di Indonesia masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2015, disebutkan terdapat 14 kematian neonatal per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian tertinggi kematian neonatal adalah kelahiran preterm. Defisiensi vitamin D dipercaya sebagai salah satu penyebab kelahiran preterm. Sayangnya, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh vitamin D pada wanita terhadap kehamilan preterm di Indonesia Tujuan: Mengetahui perbedaan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3), enzim 1- Hidroksilase (CYP27B1) dan 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) serum dan plasenta pada wanita hamil aterm dan preterm Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang dilakukan dengan subjek ibu hamil yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk persalinan aterm dan preterm pada Januari 2017 hingga Agustus 2017. Pasien dengan kehamilan multipel, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital, pecah ketuban dini, preeklampsia atau memiliki penyulit lainnya dieksklusi dari penelitian. Kadar 25- Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3), enzim 1-Hidroksilase (CYP27B1), dan 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) pada plasenta dan serum maternal diambil pada seluruh subjek. Hasil: Didapatkan sebanyak 60 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan rincian 30 subjek preterm dan 30 subjek aterm. Tidak terdapat perbedaan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) pada serum persalinan preterm dan serum persalinan aterm (p>0,05). Didapatkan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) pada plasenta yang lebih rendah pada persalinan preterm dibandingkan plasenta persalinan aterm (p=0,001). Tidak terdapat perbedaan status 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) pada serum dan plasenta persalinan preterm dengan plasenta persalinan aterm, namun didapatkan kadar yang lebih rendah pada persalinan preterm. (pada serum dengan median 62,9 pg/mL pada hamil preterm, sedangkan median hamil aterm 75,5 pg/mL; dan pada plasenta dengan median 4,57 pg/g pada preterm dan 5,15 pg/g pada aterm, p>0,05) Tidak terdapat perbedaan status enzim 1-Hidroksilase (CYP27B1) pada plasenta persalinan preterm dengan plasenta persalinan aterm (p>0,05). Kesimpulan: Didapatkan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) plasenta yang lebih rendah pada subjek dengan kelahiran preterm dibandingkan aterm. Tidak terdapat perbedaan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) serum, enzim 1-Hidroksilase (CYP27B1) plasenta, dan 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) plasenta dan serum antara wanita dengan kehamilan preterm dengan aterm ......
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Sakti Nanda Berguna
Abstrak :
Latar Belakang: Hipertensi pada kehamilan diketahui menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya asam urat, walau masih banyak perdebatan diantara para ahli. Peneliti ingin mengetahui hubungan luaran ibu dan bayi dengan kadar asam urat darah ibu pada kehamilan dengan gangguan hipertensi. Metode: Studi analitik observasional dengan desain potong lintang. Subjek adalah ibu hamil dengan gangguan hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, periode Januari 2014 sampai Desember 2018. Luaran ibu adalah tingkat keparahan gangguan hipertensi pada kehamilan dan derajat hipertensi. Luaran bayi adalah usia gestasi saat kelahiran, berat badan lahir bayi berdasarkan kurva Lubchenco dan skor APGAR menit pertama. Hubungan luaran ibu dan bayi dengan kadar asam urat darah ibu diketahui dengan uji Kruskal Willis dan Mann Whitney. Hasil: Sebanyak 704 subjek memenuhi kriteria penelitian dari 880 pasien ibu hamil dengan gangguan hipertensi. Didapatkan perbedaan bermakna kadar asam urat darah ibu (p<0,001) antarkelompok keparahan gangguan hipertensi pada kehamilan (preeklamsia gejala berat 5,7 (2,2–16,0) mg/dL, preeklamsia tanpa gejala berat 5,18 + 1,54 mg/dL, dan hipertensi kronik/hipertensi dalam kehamilan 4,8 (2,2-8,0) mg/dL). Didapatkan perbedaan bermakna kadar asam urat darah ibu antarkelompok derajat hipertensi (hipertensi derajat I 4,8 (2,2–8,0) mg/dL, hipertensi derajat II 5,7 (2,2–16,0) mg/dL, dan krisis hipertensi 5,4 (2,6–9,8) mg/dL). Kelompok usia gestasi aterm saat kelahiran menunjukkan kadar asam urat darah ibu 5,0 (2,2–9,8) mg/dL, lebih rendah bermakna (p<0,001) dibandingkan usia gestasi preterm saat kelahiran 6,3 (2,7–16) mg/dL. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antarkelompok berat lahir bayi maupun skor APGAR menit pertama. Simpulan: Didapatkan hubungan bermakna antara luaran ibu yaitu tingkat keparahan gangguan hipertensi dan derajat hipertensi, dan luaran bayi yaitu usia gestasi saat kelahiran, dengan kadar asam urat darah ibu. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara berat badan lahir bayi dan skor APGAR menit pertama, dengan kadar asam urat darah ibu. ......Background: Hypertensive disorders in pregnancy is known to cause maternal and perinatal morbidity and mortality. Many factors influence, including uric acid, although there is still a lot of debate among experts. This study aims to find out the relationship between mother and baby outcomes with mother’s uric acid level, in pregnancy with hypertensive disorders. Method: Observational analytic study with cross sectional design. Subjects were pregnant women with hypertensive disorders at Persahabatan General Hospital, from January 2014 to December 2018. Maternal outcomes were the severity of hypertensive disorders in pregnancy and the degree of hypertension. The perinatal outcomes were the gestational age at birth, the baby's birth weight based on the Lubchenco curve, and the first minute APGAR score. The relationship between maternal and perinatal outcome and maternal blood uric acid levels was questioned by the Kruskal Willis and Mann Whitney test. Result: A total of 704 subjects met the criteria of the study of 880 pregnant women with hypertensive disorders. There were significant differences of maternal blood uric acid level (p <0.001) between groups of severity of hypertension (preeclampsia with severe features 5.7 (2.2–16.0) mg/dL, preeclampsia without severe features 5.18 + 1.54 mg/dL, and chronic hypertension / gestational hypertension 4.8 (2.2-8.0 mg/dL). There was a significant difference in maternal blood uric acid level between groups of hypertension stage (hypertension stage I 4.8 (2.2–8.0) mg/dL, hypertension stage II 5.7 (2.2–16.0) mg/dL, and a hypertensive crisis 5.4 (2.6–9.8) mg / dL). The group of term gestational age at birth showed maternal blood uric acid level 5.0 (2.2–9.8) mg/dL, significantly lower (p <0.001) than preterm gestational age at birth 6.3 (2.7–7). 16) mg/dL. There were no significant differences between groups of birth weight and first minute APGAR scores. Conclusion: There is a relationship between maternal outcomes (the severity of hypertensive disorders and the degree of hypertension) and perinatal outcomes (gestational age at birth) with maternal blood uric acid level. There is no relationship between birth weight and first minute APGAR score with maternal blood uric acid level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Mufida
Abstrak :
Pemahaman mengenai pola makan pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah populasi tersebut sudah mengkonsumsi makanan yang penuh zat-gizi. Akan tetapi, informasi terkait faktor pembentuk pemilihan dan keputusan makanan dikenal sebagai food environment masih terbatas. Tujuan penelitian potong lintang ini adalah mengukur hubungan antara food environment dengan pola makan pada Ibu Hamil di Jakarta. Studi ini dilakukan di 7 puskesmas sebagai bagian dari tahap perekrutan Brain Probiotic dan LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE), yang melibatkan 204 ibu hamil. Pola makan dinilai menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Aspek food environment mencakup lingkungan rumah, masyarakat, konsumen, dan lingkungan makan di luar rumah.. Principal Component Analysis digunakan untuk menentukan komponen food environment dan pola makan. Terdapat dua pola makan dalam penelitian ini yaitu pola makan tinggi gula, garam, dan lemak (TGGL) dan sayuran, sumber protein (SSP). Terdapat sembilan komponen food environment: ketersediaan makanan di rumah, aksesibilitas makanan sehat di rumah, aksesibilitas makanan masyarakat modern, kemudahan akses makanan masyarakat, motivasi pribadi untuk mengakses makanan, ketersediaan makanan di toko, pilihan makanan terjangkau dan sehat, makanan online, dan makanan 'warung'. Hubungan antara food environment dan pola makan dianalisis menggunakan regresi linier ganda. Terdapat kecenderungan hubungan antara ketersediaan pangan di rumah dengan pola makan TGGL (β 0,12; p = 0,06) dan pola makan SSP (β 0,13; p = 0,06) setelah dikoreksi dengan faktor perancu. Food Ketersediaan makanan di rumah merupakan salah satu faktor food environment yang mempengaruhi pola makan, menjadikannya sebagai sasaran intervensi dalam merancang program gizi untuk kehamilan yang lebih sehat. ......Assessment of dietary pattern among pregnant women are needed to identify whether this population have consumed nutrient-dense food to support their pregnancy. However, information of factors that affected food choice and decision known as food environment was limited. Therefore, this cross-sectional study measured association between food environment and dietary patterns among pregnant women in 7 primary health centers in Jakarta as a part of the baseline of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project involving 204 pregnant women. Dietary pattern was collected using Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Four aspects of the food environment assessed in this study: home, community, consumer, and eating out of home. Principal Component Analysis used to determine component of food environment and dietary pattern. There were two dietary patterns in this study: high sugar, salt, fat (HSSF), and vegetables, protein source (VP) dietary pattern. Furthermore, nine components of food environment in this study: home food availability, healthy food accessibility, modernized community food accessibility, easy community food accessibility, personal motivation to access food, food availability at stores, affordable and nutritious food choice, online food, and ‘warung’ food. The association between the food environment and dietary pattern analyzed using multiple linear regression. There was a tendency association of home food availability with HSSF (β 0.12, p=0.06) and VP dietary pattern (β 0.13, p=0.06) adjusted by confounders. Home food availability is one of food environment factor influenced dietary pattern that can be a useful intervention to design nutrition-related program for a healthier pregnancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Octavia
Abstrak :
Latar belakang: Enzim methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) terlibat dalam metabolism asam folat dan tipe allele mempengaruhi aktivitas enzim. Memberikan suplementasi asam folat kepada ibu hamil dapat mempengaruhi perubahan dalam derajat metilasi gen tertentu yang mempengaruhi kesehatan janin. Walaupun sudah banyak penelitian yang mempelajari peran asam folat sebagai donor dalam mekanisme epigenetik, namun penelitian pengaruh suplementasi besi-asam folat pada luaran kehamilan melalui pendekatan interaksi zat gizi-gen dalam desain penelitian longitudinal masih jarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar serum asam folat pada ibu dan anak, dan derajat metilasi pada gen pencetak insulin-like growth factor (IGF2) yang dikenal terlibat dalam tumbuh kembang anak dan dapat digunakan sebagai penanda kemunculan penyakit Metode: Di tahun 2018, penelitian longitudinal dilakukan dengan mengunjungi 127 subyek termasuk anak yang dilahirkan dan mengikutsertakannya dalam penelitian. Enam puluh tujuh serum asam folat ibu selama hamil dan pasca melahirkan diperiksa, sementara serum asam folat anak dikumpulkan sebanyak 44 spesimen untuk pemeriksaan penanda darah. Pemeriksaan serum asam folat dengan menggunakan the liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Untuk pemeriksaan biomolekuler, tipe allele enzim MTHFR 677C>T and 1298A>C menggunakan Taqman polymerase chain reaction. Sementara metode pyrosequencing digunakan untuk menghitung DNA metilasi pada IGF2 pada anak. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis regresi linier multivariat. Hasil:Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan asam folat dan serum asam folat ibu selama hamil, tiga tahun pasca melahirkan dan anak yang dilahirkan (p>0.05). Penelitian ini tidak dapat menunjukkan hubungan antara tipe allel dari MTHFR 677 C>T dan 1298 A>C dan serum asam folat (p>0.05). Serum asam folat selama hamil juga mempengaruhi status serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan (p<0.05) dan status serum asam folat anak (p<0.05). Namun penelitian ini tidak dapat menunjukkan pengaruh status serum asam folat anak dengan DNA metilasi IGF2 pada anak (p>0.05). Simpulan: Serum asam folat selama hamil berkontribusi pada serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan dan anak. Genotipe dari MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C kemungkinan tidak terlibat dalam metabolism asam folat pada ibu. Serum asam folat selama kehamilan tidak memiliki dampak pada status metilasi dari IGF2 pada wilayah differentially methylated region (DMR) untuk subyek anak. Namun, beberapa hal harus menjadi perhatian karena, secara statistik, jumlah subyek penelitian tidak memadai. Saran: Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang melibatkan subyek lebih banyak dan metode yang lebih canggih dalam menentukan MTHFR dan metilasi DNA. ...... Background: Methylenetetrahydrofolate reductase, (MTHFR) enzyme is involved in folic acid metabolism, and their allele types affected its activity. Providing folic acid supplementation to pregnant mothers may influence the change in methylation level in specific genes that affect the susceptibility of disease of their offspring. Although folic acid's role as a donor in the epigenetic mechanism has been investigated, a longitudinal study exploring the influence of iron-folic acid supplementation on maternal dan birth outcome by the nutrient-gene interaction approach is lacking. Therefore, we investigated the relationship of serum folic acid level among the mothers and the children, and the imprinted insulin-like growth factor 2 (IGF2) methylation level that is known actively involved in growth and development in children and possibly utilized as a surrogate marker for the disease Methods: In 2018, the follow-up study conducted by re-visited 67 subjects and put the mother and their children included in the study. For each group, sixty-seven serums were collected for folic acid measurement for mothers during gestation and three-year post-partum. Furthermore, forty-four serums for children were gathered for biomarker measurement. Serum folics were measured by using liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Determining the genotype of the MTHFR enzyme in position 677C>T and 1298 A>C was used Taqman Polymerase Chain Reaction (PCR) method. The pyrosequencing method was utilized to quantify the methylation level of the IGF-2 of the children. The relationship analysis between variables using multivariate linear regression. Results: There was no relationship between the folic acid intake during gestation and serum folic acid of the mothers during pregnancy, three-year post-partum, and the children (p>0.05). There was no relationship between the allele type of MTHFR 677C>T and 1298A>C and serum folic acid status of the mother (p>0.05). The serum folic acid during pregnancy had a significant relationship to the serum folic acid three-year post-partum (p<0.05) as well as the serum folic acid of the children (p<0.05). There was no significant relationship between the serum folic acid of the children, serum homocysteine, and the methylation status of IGF2 of the children (p>0.05). Conclusion: The serum folic acid during pregnancy contributed to the serum folic acid three-year post-partum of mother and the children. The genotype of the MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C was possibly not involved in folic acid metabolism in the mother. Serum folic acid during pregnancy could not have an effect on the methylation status of the IGF2 in the differentially methylated region (DMR) area of the children. However, this conclusion needs to be taken in caution due to lack of study power Recommendation: Further cohorts studies with a large sample size and more advanced methods in determining the MTHFR enzyme and DNA methylation. Keyword: serum folic acid, genotyping MTHFR 677 C>T, MTHFR 1298 A>C, DNA methylation, IGF2.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Ariani
Abstrak :
Latar belakang. Malformasi kongenital multipel (MKM) masih menjadi masalah besar di Indonesia, karena muncul sebagai penyebab kematian neonatal yang cukup signifikan. Faktor genetik adalah penyebab tersering MKM dan lebih dari 50% disebabkan oleh kelainan kromosom. Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai kelainan struktur kromosom yang berperan dalam kejadian MKM dan alur diagnosis MKM yang sesuai untuk Indonesia. Metoda. Diagnosis klinis dengan menggunakan database merupakan tahap awal untuk membedakan known dan unknown MKM. Pemeriksaan G-banding menjadi pilihan lini pertama untuk unknown MKM. Pemeriksaan microarray merupakan pemeriksaan lanjutan bila tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan G-banding. Platform microarray yang dipilih adalah CytoSNP 850Kb dengan dua fungsi yaitu array-CGH dan SNP-array. Hasil. Pasien MKM di Indonesia memiliki fenotip beragam dan bersifat multiorgan. Tiga fenotip tersering yang ditemukan pada subjek adalah hambatan pertumbuhan, mikrosefali, dan penyakit jantung bawaan. Empat puluh dari 94 subjek (42,6%) dapat ditegakkan diagnosis klinis dengan menggunakan database fenotip, 5 dengan etiologi infeksi dan 35 dengan etiologi genetik. Tujuh belas dari 49 subjek (34,7%) ditegakkan diagnosis etiologi dengan pemeriksaan G-banding. Tiga puluh dari 32 subjek (93,7%) didapat etiologi genetik dengan pemeriksaan microarray, dengan rincian sebagai berikut (a) 27 dari 30 subjek didapat dengan metoda array-CGH, dan (2) 3 dari 30 subjek didapat dengan metode SNP-array. Diskusi. Berdasarkan temuan di atas dicoba disusun alur diagnosis etiologi untuk MKM di Indonesia sebagai berikut (a) menegakkan diagnosis klinis dengan menggunakan database fenotip, (b) melakukan pemeriksaan G-banding sebagai pemeriksaan lini pertama, (c) melakukan pemeriksaan microarray dengan pengklasifikasian sebagai berikut (i) gain/loss pathogenic (sindrom delesi/duplikasi), (ii) gain/loss likely pathogenic, (iii) VUS, (iv) menentukan adanya LoH, (v) mencari adanya gen imprinting dalam area LoH. (vi) menentukan adanya incidental finding. Kesimpulan. Pendekatan diagnosis etiologi MKM di Indonesia membutuhkan tahapan yang tidak sama. Pertimbangan efektivitas yang dinilai dari tingkat deteksi dan pertimbangan efisiensi menjadi titik perhatian khusus. Metoda G-banding masih efektif sebagai lini pertama penegakkan diagnosis etiologi MKM di Indonesia. Pemeriksaan lini kedua adalah microarray. Penapisan awal secara klinis sangat menentukan tingkat deteksi kedua metoda tersebut. ......Introduction. Multiple congenital malformations remain a major problem in Indonesia, as they emerge as a significant cause of neonatal death. Genetic factors are the most common cause of multiple multiple congenital malformation (MCM) and more than 50% are caused by chromosomal abnormalities both large and submicroscopic. Aim. This study is aimed to investigate various chromosomal structural abnormalities that play a role in the incidence of MCM and to develop a suitable diagnostic flow of MCM in Indonesia Method. Clinical diagnosis using a database is the initial stage to distinguish between known and unknown MCM. G-banding examination is the first line choice for the unknown MCM. Microarray examination is a follow-up examination if no abnormalities are found on the G-banding examination. The selected platform is CytoSNP 850Kb with two functions, CGH-array and SNP-array. Results. Multiple congenital malformation patients in Indonesia have a diverse phenotype and included multi organ. The 3 most common phenotypes found in subjects are growth retardation, microcephaly, and congenital heart disease. Forty of the 94 subjects (42.6%) could be diagnosed clinically using a phenotype database, 5 with the etiology of infection and 35 with genetic etiology. Seventeen out of 49 subjects (34.7%) were diagnosed using G-banding examination. Thirty of 32 subjects (93.7%) diagnosed by microarray, with the following details (a) 27 of 30 subjects were obtained by the CGH-array method, and (b) 3 out of 30 subjects were obtained by the SNP-array method Discussion. Based on the above findings, an etiological diagnosis flow for MCM in Indonesia is attempted as follows (a) establishing a clinical diagnosis using a phenotype database, (b) G-banding examination as a first-line examination, (c) microarray examination with the following classification ( i) pathogenic gain/loss (deletion/duplication syndrome), (ii) likely pathogenic gain/loss, (iii) variant of uncertain significance (VUS), (iv) determine the presence of LoH, (v) look for imprinting genes in the LoH area. (vi) determine the existence of incidental finding. Conclusions. The etiological diagnosis approach of MKM in Indonesia requires different stages. Consideration of effectiveness assessed from the level of detection and consideration of efficiency is of particular concern. The G-banding method is still effective as the first line in establishing the etiological diagnosis of MCM in Indonesia. The second line test is microarrays. Initial clinical screening largely determines the detection rates of the two methods.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library