Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardy Putra
Abstrak :
Debitor yang dinyatakan pailit haruslah memenuhi seluruh syarat yuridis kepailitan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Namun dalam kasus PT. Hendratna Plywood, salah satu syarat yuridis kepailitan tidak terpenuhi, namun majelis hakim tetap menyatakan PT. Hendratna Plywood pailit dengan segala pertimbangan hukumnya. Penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif ini memperoleh kesimpulan bahwa majelis hakim kurang tepat dalam menerapkan norma-norma hukum dalam putusan serta beberapa pertimbangan hukumnya. Sehingga hendaknya majelis hakim dalam memutus suatu perkara lebih cermat dalam menerapkan norma-norma hukum yang berlaku agar dapat tercipta suatu kepastian hukum dan tidak terjadi penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor. ......The debtor declared bankrupt must fulfill all the bankruptcy jurisdiction requirements as stated in Law No. 37 of 2004. However, in the case of PT. Hendratna Plywood, one of the the bankruptcy jurisdiction requirements is unfulfilled, but the judges still declared PT. Hendratna Plywood bankrupt with all the legal considerations. This research, which was conducted using normative juridical method concludes that the judges were less precise in applying legal norms in the decision as well as some legal considerations. Thus, in deciding the case, the judges should be more careful in applying the legal norms applicable in order to create legal certainty a...
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diwa Ardhaza
Abstrak :
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan suatu cara yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Hakim Niaga, dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utang, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utang tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta menggunakan pendekatan kualitatif. Syarat adanya hutang, syarat kreditur lain, dan sifat final and binding (final dan mengikat) pada putusan PKPU kerap tidak terpenuhi. Hal ini menjadi masalah dalam kepastian dan penegakan hukum.
Delay Debt Payment Obligation is a way provided by law, where in time to the creditors and debitors are given the opportunity to negotiate the debt payment, which means making a plan of payment of all or part of the debt, including restructuring the debt. This research uses normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary and tertiary legal materials using a qualitative approach. Requirement of the debt, requirement of the other creditors, and the final and binding properties on ​​the verdict of PKPU often not met. This is a problem in certainty and law enforcement.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Windry Yohanna Shinta Uli
Abstrak :
Penelitian ini akan membahas mengenai kedudukan kreditor separatis dan pelaksanaan eksekusi yang diatur di dalam Undang-Undang Kepailitan Indonesia. Selanjutnya, dalam skripsi ini akan dibahas kedudukan Bank BTN sebagai kreditor separatis dan pelaksanaan eksekusi, upaya hukum yang dapat dilakukan, dan membahas apakah putusan Hakim Mahkamah Agung sudah sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sedangkan analisa datanya adalah metode kualitatif. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Bank BTN kedudukannya sebagai kreditor separatis karena ada jaminan hak tanggungan, Pelaksanaan hak eksekusi harta jaminan debitor sebagai kreditur separatis dapat mengeksekusi harta pailit seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Upaya hukum yang dapat diajukan bank BTN dari awal pemberian kredit yaitu mengevaluasi calon nasabah dengan prinsip 5C, monitoring jaminan, berperan aktif dalam meminta surat pemberitahuan insolvensi untuk eksekusi yang ada persetujuan hakim pengawas, ketika mengetahui ada pihak ketiga dalam jaminan harta pailit adalah mengajukan permohonan kepada hakim pengawas untuk mengubah syarat penangguhan, melakukan Peninjauan Kembali. Serta dapat diketahu bahwa putusan hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi kurang tepat.
This research will discuss the position of creditors separatist and execution are set out in the Insolvency Act Indonesia. Furthermore, in this paper will discuss the position of Bank BTN secure creditor and execution, legal remedies that can be done, and discuss whether the decision of the Supreme Court Justices are in accordance with the Insolvency Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment. This study uses normative juridical research, while data analysis is qualitative methods. From these results it can be concluded that the Bank BTN secure creditor position because it has a guarantee security rights, implementation of property rights guarantees execution debtor as secure creditor can execute the bankruptcy estate as if nothing happened bankruptcy. Remedy which may be filed BTN from the beginning of the loan is to evaluate the prospective customer with the principle 5C, assurance monitoring, active in requesting notification of the execution of the existing insolvency judge supervisory approval, when knowing there is a third party in the bankruptcy estate collateral is to apply to the supervisory judge to change the terms of the suspension, do Reconsideration. As well been known that the Supreme Court judge's decision on appeal is not quite right.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Suwenli
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai analisis yuridis pertimbangan hakim dalam putusan perkara 01/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pstdan02/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/P N.Niaga.Jkt.Pst berdasarkan UUK-PKPU.dan perbandingan antara pengaturan Actio pauliana di Indonesia dengan Belanda dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris. Actio pauliana menurut undang-undang adalah hak yang diberikan kepada seorang kreditor melalui kurator untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut akan merugikan kreditor. Berdasarkan analisis pada putusan perkara putusan perkara nomor 01, majelis hakim sudah tepat dalam menerapkan hukum dan unsur-unsur actio pauliana, hanya saja dalam pembuktian unsur kerugian seharusnya perbuatan debitur merugikan karena hanya menguntungkan kreditur tertentu saja, Kemudian pada analisis putusan perkara nomor 02, masih permasalahan dalam penerapan hukumnya, terutama karena hakim terlalu berpatokan pada 'titel recht' milik tergugat, dan tidak melihat pada barang bukti lainnya yang menunjukkan adanya indikasi bahwa debitur bertujuan merugikan kreditur lainnya. Pengaturan Actio pauliana di Indonesia secara materil sama dengan di Belanda, hanya berbeda secara formil. Tetapi Indonesia bisa banyak belajar dari Pengaturan Actio pauliana di Amerika Serikat yang lebih membantu kurator dan pengadilan dalam menangani pembatalan perbuatan debitur pailit yang merugikan kreditur. ......This thesis discusses the analysis of judicial consideration from the judge in the Court Judgement 01/ Pdt.Sus.Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst and 02/ Pdt.Sus .Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst under the UUK-PKPU.dan comparison between the regulation ofActio pauliana in Indonesia and the regulation of Actio paulianain the Netherlands and the United States. This research is a normative juridical research. The type of the research is explanatory.Actio pauliana is a statutory rights that are granted to a creditor through a curator to apply to the court for avoidance of all the action that are voluntarily done by the debtor towards the assets of the debtor that by such actions the debtors realize the debtors would harm the rights of the creditors. Based on the analysis of court judgement number 01, the judge has applied the law and the elements of actio pauliana properly, but when proving the element of loss , the debtor action should be proven to have harm the creditors because his action gave benefit just to certain creditors, so that other creditors harmed. Then in the analysis fromcourt judgement number 02, there are still many problems in implementing the law, especially since the judge is too focused on the "title recht", and did not look at other evidence that indicates the debtor has real intents to harm the creditors right. The regulation of Actio pauliana in Indonesia is materially the same as in the Netherlands, differ only formally. But Indonesia can learn a lot from the regulation of Actio pauliana in the United States because it is more pratical for curator and judges in handling the avoidance of debtor action which intent to harm the creditors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asiska Ratnasari
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai perdamaian dalam kepailitan dan PKPU. Proses perdamaian memberikan kesempatan kepada debitor untuk mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditornya. Dalam pengesahan rencana perdamaian tidak hanya didasarkan kepada persetujuan dari kreditor yang jumlahnya diatur dalam undang-undang Tetapi, juga perlu untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mengakibatkan rencana perdamaian tersebut ditolak pengesahannya. Dalam kaitan kasus yang dianalisis oleh penulis, rencana perdamaian tidak selalu mendapat pengesahan dari Pengadilan Niaga. Penolakan atas rencana perdamaian bukan berasal dari jumlah persetujuan kreditor, melainkan pada pertimbangan Hakim yang menganggap rencana perdamaian tidak cukup terjamin pelaksanannya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan menyajikan data secara deskriptif.
This thesis discusses about accord/composition plan in bankruptcy Suspension of Payment According to Act of Bancruptcy. The accord process provides the opportunity for the debtor to propose a composition plan to the creditors. In composition plan approval is not only based on the consent of the creditors whose number is set by law, however, also need to consider the factors that lead to the composition plan was rejected ratification. In regard to the cases analyzed by the authors , not always accord plan approved by the Commercial Court. Rejection of the composition plan did not come from the number of creditor approval, but in consideration of the Judge who considers composition plan is not sufficiently guaranteed observance. This research is qualitative research design an analytical description.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Amanda
Abstrak :
Utang pajak memiliki keistimewaan dibandingkan dengan hutang lainnya di dalam suatu kepailitan. Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini yang berwenang melakukan penagihan utang pajak di dalam suatu kepailitan. Sengketa pembagian harta pailit kerap terjadi antara Kurator dengan kreditur di dalam suatu proses kepailitan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengungkapkan bahwa penerapan hak mendahulu utang pajak juga harus mengikuti prosedur di dalam Undang-Undang Kepailitan selayaknya kreditur lainnya. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan hukum Direktorat Jenderal Pajak dalam suatu perkara kepailitan dan upaya hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam menagih utang pajak pada perusahaan yang dinyatakan pailit.
Tax debt has a distinctive compared to other debts in a bankruptcy. In this case Directorate General of Taxes has the authorities to collect tax debts in a bankruptcy. Distribution of the bankruptcy estate disputes often occur between the Curator and creditors in a bankruptcy process. Based on this research, the authors reveal that the application of the tax debt with its privilege also have to follow the procedures in the Insolvency Act like other creditors. The main problem discussed in this paper is about the legal position of the Directorate General of Taxes in a bankruptcy case and legal action made by the tax authorities to collect the tax debt on the company declared bankrupt.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Christian
Abstrak :
Skripsi ini menganalisa kasus kepailitan yang diajukan terhadap PT. Multi Structure oleh beberapa kreditornya. PT. Multi Structure telah 7 (tujuh) kali diajukan pailit oleh para kreditornya, namun tidak satupun permohonan pailit tersebut yang dikabulkan oleh majelis hakim. Dalam skripsi ini, penulis hanya berfokus membahas permohonan kepailitan PT. Multi Structure yang diajukan oleh PT. Abad Jaya Abadi Sentosa (kasus No. 58/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.) dan PT. Hidup Baruna (kasus No. 60/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst.). Isu utama dalam kasus tersebut adalah apakah keputusan dan interpretasi hakim dalam kasus kepalitan PT. Multi Structure sudah tepat sesuai dengan syarat – syarat dan asas – asas kepailitan berdasarkan Undang – Undang No. 37 Tahun 2004. Selain itu, isu dalam kasus PT. Multi Structure yang menjadi bahasan dalam skripsi ini adalah perihal syarat – syarat permohonan pailit terutama mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim dan interpretasinya dalam memutus kasus kepailitan PT. Multi Structure yang tidak memenuhi syarat kepailitan berupa fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Dalam kasus kepailitan PT. Multi Structure, majelis hakim berpendapat bahwa dengan adanya hak tagih yang dimiliki oleh debitor yang menyebabkan adanya perjumpaan utang dan adanya perbedaan jumlah utang yang diakui oleh debitor dan kreditor serta adanya anggapan bahwa utang belum jatuh tempo dikarenakan belum diverifikasi oleh debitor menyebabkan ditolaknya permohonan kepailitan terhadap PT. Multi Strucutre dikarenakan tidak memenuhi syarat kepailitan berupa fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. Namun berdasarkan hasil analisa penulis, penulis berpendapat permohonan pailit terhadap PT. Multi Structure seharusnya dikabulkan karena telah memenuhi syarat kepailitan berdasarkan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 dan merupakan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana.
This thesis will analyze bankruptcy petition filed toward PT. Multi Structure by his creditors. PT. Multi Structure has been 7 (seven) times filed bankruptcy petition by his creditors, however no once has granted by the judges. On this thesis, author will focus analyze PT. Multi Structure cases filed by PT. Abad Jaya Abadi Sentosa (No. 58/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.) and PT. Hidup Baruna (case No. 60/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN.NIAGA.Jkt.Pst.) Main topic on this thesis is about whether judges decision and interpretation on PT. Multi Structure cases already proper in implementing bankruptcy requirements and principle on Law Number 37 Year 2004. Besides, other main point discussed on this topic is regarding judges consideration about fact or circumstances which can be not simply proven that used as the basis to refused bankruptcy petition toward PT. Multi Structure. On PT. Multi Structure bankruptcy cases, judges argues with the existence of claimed right by the debtor that arise set-off and significant different amount of debt claimed by the debtor and also creditor argued that the debt is not due and payable because the debt has not verified by the PT. Multi Structure finance division. All the argument from the debtor above used by judges on their consideration to refuse bankruptcy petition toward PT. Multi Structure. However, based on analysis on this thesis then author argued that PT. Multi Structure bankruptcy petition shall be granted by the judges because it has fulfill bankruptcy requirements based on Law No. 37 Year 2004 and the fact or circumstances can be simply proven.
2015
S58394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harwindra Syahriar
Abstrak :
Dewasa ini lembaga kepailitan menjadi solusi bagi pihak-pihak yang mencari solusi utang piutang yang damai dan adil bagi debitur maupun kreditur. Dan dengan perkembangan ekonomi sekarang dan pengaruh globalisasi di Indonesia dewasa ini, banyak lahir perusahaan-perusahaan yang modalnya merupakan pinjaman yang berasal dari obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan. Hal ini menjadi permasalahan bagi masyarakat, karena dengan terbatasnya pengaturan di dalam Undang-Undang Kepailitan terhadap lembaga-lembaga seperti lembaga pembiayaan yang bisa berupa Perusahaan Modal Ventura, akan menjadi kurang jelas kedudukan hukum antara kreditur dan debitur dalam permohonan pernyataan kepailitan apabila kreditur ataupun debiturnya merupakan lembaga tersebut.
In this day and age, the institution for bankruptcy is preferred by parties who wants to solve debt issues the fastest, easiest and most fair way. And with the massive growth rate in economy also the effects of Globalization here in Indonesia, now appear many companies which has basic funds that mostly comes from obligation letters are other means possible. This may cause a problem in society, because with the limited regulations in the Bancruptcy Laws that regulates the funding institutions such as Venture Capital Company, there will be a lot of obscurity on legal standings between the creditor and the debtor in the case if such institutions are the ones that files for bankruptcy.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Rizki N.
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kemungkinan penerapan pengaturan instrumen Cross Border Insolvency atau Kepailitan Lintas Batas dalam lingkup negara- negara anggota ASEAN terkait dengan keberlakuan ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN. Penelitian ini berbentuk yuridis- normatif dengan desain deskriptif preskriptif, yang bertujuan untuk pemahaman lebih lanjut mengenai konsep penerapan instrumen Cross Border Insolvency, terutama penerapannya pada ruang lingkup ASEAN. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai kemungkinan penerapan instrumen Cross Border Insolvency terkait keberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN, negara-negara ASEAN untuk saat dapat dikatakan masih belum siap dalam memberlakukan pengaturan ini, namun hal ini bukan berarti bahwa penerapan instrumen Cross Border Insolvency ini mustahil untuk diberlakukan dalam ruang lingkup ASEAN.
The focus of this study is about reviewing the possibility of applying Cross Border Insolvency instrument regarding the enforceability of ASEAN Economic Community. This normative juridicial with anaylitic prescriptive, is aimed for the further understanding of the implementation concept of Cross Border Insolvency instrument, specifically within the scope of ASEAN. Based on the analysis that had been done regarding the possibility of applying the Cross Border Insolvency instrument in the case of the ASEAN Economic Community, most of member states in ASEAN, for now, are still not capable of applying the Cross Border Insolvency. But, that does not mean that the implementation of the Cross Border Insolvency is impossible to be applied in the scope of ASEAN.;
2016
S62435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Johanes Antonius
Abstrak :
Skripsi ini mencoba mengkaji dan membahas mengenai pertanggungjawaban direksi dalam hal pailitnya perseroan terbatas. Dalam melakukan kegiatan usaha perseroan dapat menggunakan modal sendiri (equity), tetapi dapat juga dengan meminjam berupa utang jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang didapatkan dengan perjanjian terhadap pihak ketiga. Bilamana utang tersebut tidak dapat dilunasi maka perseroan dapat dimohonkan pailit ke pengadilan niaga yang bila diputuskan pailit, maka harta kekayaannya akan dijadikan jaminan pelunasan kepada kreditor dan bila tidak cukup, direksi dapat dipertanggungjawabkan secara tanggung renteng. PErtanggungjawaban di atas dapat dimintakan apabila direksi melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan perseroan yang menyebabkan perseroan pailit. PErtanggungjawaban Direksi ditinjau berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PErseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pertanggungjawaban Direksi tersebut juga dilihat berdasarkan doktrin dalam Hukum Perseroan yakni Piercing The Corporate Veil. Dalam skripsi ini penulis membahas mengenai bagaimana hukum kepailitan dan perseroan mengatur kewahjiban Direksi dalam melakukan pengurusan perseroan khususnya pertanggungjawaban direksi dalam hal pailitnya perseroan terbatas.
This thesis discusses the liability of directors in corporate bankruptcy. In conducting its activies the company, company can use their own capital or borrow debts acquired by the agreement to third parties. If the debt is not paid then the corporation may be filed to the commercial court to be declared bankruptcy. Accountability above can be requested if the board made a mistake or negligence in the management of the company that caused the company bankrupt. Accountability of Directors is reviewed as well as regulated in Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies Board is also seen under the doctrine of the Company Law of the Piercing the Corporate Veil. In this thesis, the author discusses about how to manage corporate bankruptcy law and obligations of Directors in conducting the management company, especially the accountability of directors in the case of bankruptcy of a limited liability company.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S588
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>