Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurlina Maulani
"Akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum terikat pada syarat-syarat dan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Notaris sebagai salah satu pejabat umum
yang membuat akta wajib mematuhi aturan yang berlaku agar akta yang dibuatnya
mempunyai sifat otentik. Selain bentuknya ditentukan oleh Undang-undang, akta otentik
juga harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat
akta itu dibuat. Apabila otentisitasnya hilang maka akta tersebut hanya mempunyai
kekuatan sebagai akta dibawah tangan bilamana ditandatangani oleh para pihak.
Penulisan ini mengambil kasus mengenai akta notaris yang dibatalkan oleh Mahkamah
Agung karena dianggap cacat hukum. Adapun pokok permasalahan yang dibahas adalah
apa yang menyebabkan akta pelepasan hak tanah dalam kasus ini menjadi dibatalkan,
dan bagaimana akibat hukum bagi para pihak yang aktanya dibatalkan. Dalam penulisan
ini, penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah
data sekunder yang dianalisa secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa suatu akta notaris dapat dibatalkan oleh badan peradilan apabila ternyata
diketahui cacat hukum. Pertimbangan hukum yang digunakan oleh Mahkamah Agung
untuk membatalkan akta notaris dalam kasus ini sudah tepat. Penandatanganan akta
otentik diluar wilayah jabatan notaris mengakibatkan akta yang dibuatnya kehilangan
otentisitasnya, artinya notaris tersebut bukanlah pejabat yang berwenang membuat akta
otentik. Perjanjian yang didasarkan pada penipuan adalah tidak sah. Penipuan
melibatkan unsur kesengajaan dari salah satu pihak untuk mengelabui pihak lawannya.
Penipuan merupakan alasan untuk pembatalan perjanjian yang apabila penipuan tersebut
tidak dilakukan maka salah satu pihak tidak akan membuat perjanjian itu. Akibat hukum
bagi para pihak adalah status hukumnya kembali seperti keadaan semula sebelum akta
dibuat

Document that made by public functionary bound at conditions and legislation
rule that effective apply. Notary as one of public functionary that make authentic act is
obliged to obeys rule in order to authentic act that have authentic characteristic. Besides
its form determined by the regulation, authentic act also made by or in front of charge
public functionary for that on site that authentic act are made. If authentification is loses
then authentic act are referred as only have strength as the usual document when signed
by the parties. This writing takes case about notarial act that canceled by Supreme Court
because assumed lack of procedure. As for problems fundamental studied is what is the
cause atc of release of land rights in this case become canceled, and how legal
consequences to all party that is authentic act. In this writing, writer uses normative type
of judicial formality research. Data that used is secondary data that analysed in
qualitative. From research result can be concluded that a notarial act can be canceled by
jurisdiction body if in the reality known lack of procedure. Law consideration that used
by Supreme Court to cancel notarial act in this case has been precise. Authentic act that
signing of outside the region of notary position result authentic act lose the
authentification, that means notary is referred is not official functionary who makes the
authentic act. Agreement that relied on deception is illegal. Deception entangles
intention elementary body from one of the parties to deceive its adversary. Deception is
reason to cancellation of contract that if deception referred not conducted then one of the
parties will not make that agreement. Legal consequences to all party is its law status
returns like situation initialy before authentic act are made
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Triwibowo
"Bank Umum dalam memberikan kredit wajib memegang teguh prinsip kehati-hatian antara lain adanya keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sebagaimana ketentuan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998. Dalam pelaksanaanya, bank umum sering mensyaratkan adanya agunan kredit berupa borgtoch dalam bentuk personal guarantee atau company guarantee sebagai tambahan jaminan kebendaan dalam pengikatan kredit. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mensyaratkan terpenuhinya kriteria penanggung utang selain persyaratan umum yang berlaku.
Permasalahan yang diidentifikasi adalah alasan mengapa jaminan berupa penanggungan utang (borgtoch) masih diperlukan sebagai pengikatan jaminan dalam pemberian kredit dan bagaimana pelaksanaan kewajiban Borg apabila debitor yang ditanggungnya wanprestasi kepada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk serta bagaimana peranan dan keterlibatan Notaris dalam proses pembuatan perjanjiannya. Penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan mempergunakan data sekunder balk yang berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan melalui tipe penelitian explanatoris. Data skunder berupa bahan hukum primer dan skunder dikumpulkan melalui studi dokumen dan wawancara. Analisis dilakukan secara explanatoris evaluatif.
Hasilnya diperoleh kesimpulan pertama; dengan adanya kriteria Borg antara lain Personal Guarantor memiliki kepentingan langsung atas usaha debitor dan Company Guarantor harus perusahaan yang memiliki kepentingan langsung terhadap debitor, menjadikan borgtoch menjadi sangat penting bagi PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kedua, dalam pelaksanaannya Borg harus melepaskan hak-hak istimewanya dan bagi Borg yang wanpresatasi tersedia perangkat hukum antara lain sita lelang kekayaan borg melalui Pengadilan, diserahkan kepada BPULN, pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan melalui. PUPN/BUPLN, pencegahan ke luar negeri dan paksa badan. Ketiga, Notaris dapat berperan untuk mendukung prinsip kehati-hatian perbankan melalui kecermatan proses pembuatan, penyimpanan dan penyerahan akta sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya.

General bank in order to provide a loan must firmly hold the principle of carefulness, such as conviction to the debtor capacity and performance to settle the debt, as mentioned in article 8, enactment no. 10 year 1998. In fact general bank often requires collateral such as borgtocht in term of personal guarantee or company guarantee as additional collateral for a loan. Bank Negara Indonesia (BNI) Public Ltd. Requires guarantor criteria other than general requirement needed.
Problem that is identified is the reason why collateral such loan guarantee (borgtocht) as a collateral binding in a loan agreement and how to implement the guarantor obligation if the debtor he guaranteed collide with BNI Public Ltd. and how is the notaries play a role and take part making the agreement process. This research is using literature research methods that has normative juridical characteristic, by using secondary date either from literature or from enactment by explanatory research type. Secondary data such primary and secondary law material, collected by documentary research and interview. Analysis is done by evaluative explanatory.
As the result we get the first conclusion that with the criteria of borg such as personal guarantor has direct interest in debtor deed and company guarantor must be a company that has direct interest to the debtor, it makes borgtocht become very important to BNI Public Ltd. The second conclusion, in the implementation, borg (guarantor) must discharge its special rights and for the violating borg is provided rule of law such as guarantor auction confiscation by court, handed over to BUPLN, obstruction and confiscation of their properties by PUPN/BUPLN, prohibition to leave the country and personal compulsion. Third conclusion, notaries play important role to support the principle of carefulness by accuracy in making process, filing and official document transfer, according to the enactment No. 30 year 2004 and its implementing rule."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestariani
"Kesepakatan kedua calon mempelai dalam perkawinan menjadi syarat materil yang sifatnya absolut. Pada kasus diketahui bahwa kesepakatan/janji kawin dapat menjadi faktor terjadinya hubungan seks pra nikah. Hal ini sangat merugikan perempuan terlebih terjadi ingkar janji kawin dari pihak lelaki. Karenanya diperlukan suatu perangkat hukum untuk melindungi perempuan. Namun, apakah peraturan yang mengatur janji kawin telah memberikan perlindungan yang cukup bagi perempuan, apakah ingkar janji kawin telah mendapat pengaturan yang cukup sehingga dapat melindungi perempuan ataukah perlu pengaturan khusus, serta mengapa tindakan ingkar janji kawin dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan bukannya wanprestasi, hal ini menjadi bahasan dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan metoda penelitian lapangan yang bersifat empiris, yaitu identifikasi terhadap hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan (adat) yang terkait janji kawin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan tentang janji kawin dalam Pasal 58 KUHPerdata dan Pasal 11, 12, 13 KHI serta penjelasan Pasal 6 (1) UU Perkawinan telah memberikan perlindungan yang cukup bagi kaum perempuan pada umumnya, yaitu dalam bentuk pencegahan agar perempuan tidak mempercayai janji kawin. Ingkar janji kawin tidak diatur dalam undang-undang, namun dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3191K/Pdt/1984 tanggal 8 Februari 1986, telah cukup untuk dijadikan acuan bagi perempuan yang dirugikan akibat ingkar janji kawin, sehingga tidak diperlukan pengaturan khusus. Ingkar janji kawin termasuk perbuatan melawan hukum karena ingkar janji kawin telah melanggar norma-norma adat dan kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan wanprestasi merupakan suatu bahasan dalam hukum perikatan yang hanya menyangkut keperdataan saja. Namun janji kawin perlu juga diatur secara jelas dalam UU Perkawinan agar dapat diketahui oleh masyarakat luas.

An agreement between two parties (in this case refers to a couple) to get into a marriage has been considered as an absolute material requirement. There is cases in which such an agreement would lead the couple to engage in a pre-marital sexual intercourse, which definitely brings harm more to the woman, and even worse if the agreement were violated by the man. However, is the law regulating the marriage promise has already provided a sufficient protection for the woman? Is the violation of the promise has been well regulated so that it can ensure that the woman victimized is really protected? Is there any need to make a new specific regulation concerning this matter? Why is the violation of this promise considered as a violation against the law, instead of misachievement? Such questions are those to be addressed in this research.
The research applies an empirical field research method, that is, identification on the unwritten law or customary law (traditional law) concerning the promise to a marriage.
The result shows that the jaw concerning this promise in the Article 58 of the Book of Civil Law and the Article 11, 12, and 13 of the Book of Islamic Law, as well as the Article 6 91) of the Law concerning Marriage have already provided a sufficient protection for the women in general, manifested in a prevention for the woman not to trust in such a promise. Such a false promise indeed is not regulated in the law. However, the Supreme Court's Jurisprudence No.3191 R/Pdt/1984 dated February 8th 1986 is considered to be sufficient to be treated as reference for the victimized women on this matter."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulan Purnama Dewi Legini
"Pada beberapa perseroan terbatas yang terdapat pemegang saham dari pihak asing, umumnya mereka membuat risalah rapat umum pemegang saham (Rapat) di bawah tangan dalam bahasa Inggris. Akan tetapi untuk keputusan-keputusan yang membutuhkan tindak lanjut ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, risalah Rapat tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta pernyataan keputusan rapat dalam bahasa Indonesia. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut sehubungan dengan adanya perubahan bahasa tanpa melalui penerjemah resmi?
Dalam melakukan penelitian tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang tidak saja meneliti peraturan perundang-undangan yang mengatur tetapi juga bagaimana penerapan dalam praktek pelaksanaan jabatan oleh Notaris. Pasal 43 Undang-undang tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai penerjemahan yang wajib dilakukan oleh Notaris dan apabila Notaris tersebut tidak dapat menerjemahkan, maka dapat dibantu oleh seorang penerjemah resmi. Namun tidak dalam semua hal penerjemahan itu dapat dilakukan oleh Notaris. Dalam hal pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, Notaris tidak dapat langsung menerjemahkan risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan yang diterimanya dan tertulis dalam bahasa Inggris, walaupun Notaris tersebut memahami isi risalah Rapat. Notaris hanya dapat menerjemahkan akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, bukan akta yang berasal dari pihak lain. Jika Notaris tetap menerjemahkan akta risalah Rapat yang dibuat di bawah tangan tersebut, maka akta itu kehilangan otentisitas karena penerjemahan dilakukan di luar kewenangan Notaris dan menjadi akta yang memiliki kekuatan pembuktian yang sama seperti akta yang dibuat di bawah tangan serta Notaris bertanggung jawab penuh atas tindakan tersebut. Apabila ada pihak yang dirugikan akibat tindakannya, maka Notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi berdasarkan undang-undang tentang jabatan Notaris, kode etik profesi, maupun digugat secara perdata melalui Pengadilan Negeri.

It is often that in the companies in which some of the stakeholders are foreigners, the notes that conclude the general meeting of stakeholders is made unofficially in English. However, concerning the decisions that need a further follow up particularly to the Department of Law and Human Rights of Republic of Indonesia, the note should be stated officially in a certificate of the meeting decision, all in Indonesian. Regarding to this matter, how is the responsibility of a notary should be seen when there is a language translation conducted without hiring any official translator?
In this research the writer applies the juridical-normative legal research method, which is not only scrutinizing the regulating law itself, but also its implementation in term of how the notary carrying his/her duty. The article 43 of the Law concerning the Notary Office regulates the criteria of a translation task that should be conducted by a notary, and in case he/she is not eligible to do it, an official translator can be hired to aid. However, not all translation could be done by a notary. Instead, in case of the meeting decision certificate making, a notary has no right to directly translate the English note he/she received, even though he/she comprehends the contents. A notary is only able to translate a certificate made by or before him/her, and not the one made by other party. If the notary ignorantly still runs the translation on such a note, the certificate translated looses its authenticity since the translation is considered as conducted beyond the notary's authority and thus the certificate becomes of the same power as an unofficial one. In addition, the notary did it is considered as fully responsible for his/her deed. If there were any party whose interest being harmed for this, then the concerned notary can be put under sanction which is in accordance with the law of the notary office, profession code of conduct, as well as being sued referring to the regulation in the civil law through a State Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rosalina
"Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa. Dalam realisasi pemindahan hak atas tanah melalui jual bali, banyak ditemukan pemberian kuasa penuh, luas dan mutlak, yang menyebabkan obyek jual beli tidak hanya berpindah penguasaannya, akan tetapi dapat juga berpindah kepemilikannya. Dari beberapa kasus yang terjadi sehubungan dengan kuasa mutlak ini, diambil contoh dua buah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan ini dijadikan contoh dan dianalisis dalam penelitian ini dengan pokok permasalahan: Bagaimana kedudukan hukum kuasa mutlak yang diberikan oleh pemegang hak atas tanah dalam rangka pemindahan hak atas tanahnya melalui jual beli? Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap pihak pambeli yang melakukan peralihan hak berdasarkan kuasa mutlak apabila akan melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut dalam menyelesaikan status hak atas tanahnya?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan normatif, mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan penelitian bersifat deskriptif, karena ditujukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang sifat-sifat hubungan hukum, keadaan atau gejala-gejala tertentu dalam suatu tindakan hukum.
Berdasarkan Instruksi Menteri Nomar 14 Tahun 1982, keberadaan kuasa mutlak telah dilarang, karena merupakan Salah satu bentuk penyelundupan hukum yang dibuat tanpa adanya kebebasan bertindak dan kesepakatan para pihaknya Serta dapat dipastikan mengandung itikad tidak baik. Tindakan hukum jual beli yang didasarkan atas kuasa mutlak tersebut akan menyebabkan jual beli menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Pihak pembeli yang melakukan peralihan hak atas tanahnya melalui jual beli berdasarkan kuasa mutlak tidak akan memperoleh perlindungan hukum baik dalam perolehan maupun pendaftaran tanahnya, namun tetap harus dilakukan pengembalian uang pembayaran harga tanah oleh pihak penjual yang menjual tanah berdasarkan kuasa mutlak, hal mana diselesaikan secara tersendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Authority is the competence delegate to the receiver to perform a legal act on the giver's authorities. In the land rights removal through land trades' realization, lots of full and absolute power of authorities that cause the transfer of command and ownership of the transaction?s object could be found. From several cases happens concerning about the absolute power of authority, we can take The Sentence of The Supreme Court Republic of Indonesia as an example. It is the subject matter to the juridical analysis in this research, with main question: How is the legal status of such absolute power of authority in the land rights removal especially on a land trades? Moreover, how is the juridical protection against the parties who perform the act of land trades by this absolute power of authority?
This research has a normative approach using a secondary data obtained by literature study, and has a descriptive character, because it aims to give a specific: data about characteristic of law-connected relations, conditions or any certain indications in making an agreement. In this research, there is a case analysis about the abrogation of this absolute power of authority.
Based. on the Directive of the Secretary of the Interior, this kind of authorities have been banned because it was made to infiltrate law regulation and was made without freedom of acts and agreement by both parties, also surely made with bad intentions. This kind of act will cause the revocation of the authority given. The parties who perform the act of land trades by this absolute power of authority have no juridical protection either in the achievements or in registration of the rights removal. However, the restitution of his losses could be discussed and agreed by both parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T19302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparmin
"Akta pemberian hak guna bangunan (HGB) di atas tanah hak milik, merupakan salah satu dari delapan akta, diakui dalam hukum tanah positif dan pendaftaran tanah, yang pejabat pembuat akta tanah (PPAT) berwenang membuatnya. Jaminan kepastian hukum, selain akta, bagi si pemegang HGB adalah sertifikat HGB diatas tanah hak milik, sedangkan bagi si pemilik tanah hak milik, tidak kehilangan kepemilikan tanahnya, karena pemberiaannya, dibatasi oleh jangka waktu, yang diatur menurut peraturan perundangundangan.
Kaidah hukum data formil yang diatur Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, memberikan panduan bagi seorang PPAT dalam membuat akta tanah, persoalannya adalah bagaimana orang perorangan dan perseroan terbatas memperoleh tanah dan bangunan dengan status kepemilikan hak guna bangunan di atas tanah hak milik orang termasuk dapat dialihkan kembali hak yang diperoleh kepada pihak ketiga, juga untuk dijaminkan dengan hak tanggungan, tanpa si pemilik tanah kehilangan hak miliknya atas tanah tersebut? dan bagaimana pengaturan pedoman pembuatan akta pemberian HGB atas tanah hak milik dengan adanya Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, yang menentukan adanya suatu data formil?.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif, yang merupakan penelitian kepustakaan, terhadap data sekunder di bidang hukum, didasari atas sistematika hukum positif atau sistematika peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian pengolahan, analisa dan konstruksi datanya dilakukan secara kualitatif, tipologi penelitiannya problem identification ditelusuri dengan jalan preskriptif-eksplanatoris. Atas dasar demikian, dalam pembuatan akta pemberian HGB diatas tanah hak milik merupakan penerapan asas pemisahan horizontal, dalam pembebanan hak atas tanah tertentu, yaitu tanah hak milik dalam konstruksi hukum adat, sumber hukum tanah nasional. Karenanya data formil didasari hak milik, hak atas tanah, yang merupakan turun-temurun, terpenuh dan terkuat. Pemberian HGB diatas tanah hak milik wajib didaftarkan dan mempunyai sertifikat HGB di atas tanah hak milik, untuk pembuktian kepemilikan dan kepentingan pihak ketiga. Peralihan hak (termasuk kewenangan untuk memindahkan hak) kepada pihak ketiga, haruslah dengan jelas dinyatakan di dalam akta pemberian HGB, sehingga mengikat di antara pemberi hak (pemegang hak milik) dan penerima hak (pemegang HGB). Datadata formil dalam pembuatan akta adalah harus terpenuhinya seluruh dokumen-dokumen dan atau bukti-bukti secara formil mengenai sudah terdaftarnya tanah hak milik yang akan diberikan HGB.

Bestow deed of building rights use right (HGB) above personal land right, representing one of the eight deed, acknowledge by positive law land and land registry regime, which is officer for land deed has authorization to form that such deed, according to law and regulation. It is true can be told, this deed is less popular, even almost society do not know, even pertained is not quite never utilize it, including among officer for land deed (PPAT), in running their practice. Besides the deed which giving certainty of law to the owner of HGB is certificate of land of HGB above personal right of land, while to the land owner, do not lose the ownership of its land because of its bestowed, limited by duration, arranged according to law and regulation.
Principle of formal data Regulated by KBPN No. 1 Year 2006, the problems are how individual people and limited liability obtaining real property with status of its ownership of rights utilize building above land property is including can be transferred again obtained rights to third party, also to vouch for with responsibility rights, without the land owner losing of its land? and how arrangement of guidance of making of bestow deed of HGB of private property with existence of Regulation of KBPN No. 1 Year 2006, determining the existence of a formal data.
Observed with methodologies of normative law research, representing research of bibliography, of secondary data in law area, constituted of positive law systematic way or law and regulation systematic way in Indonesia. Then processing, analyzing and constructing the data done with qualitative, this type of research is problem identification traced by prescriptive-explanatory. On the basis of that method, in forming the bestow deed of HGB above personal land of right represent applying of land dissociation of horizontal principle, in encumbering of certain land right, that is personal land of right in customary law construction, which is the source of national land law. Hence formal data constituted by personal land of right, the right of land which is the right that, can be inherit generation to generation, the most supreme and vigorous. Bestow deed of HGB is obliged to be registered and have certificate of HGB above land (of) property, for verification of ownership of and importance of third party. Formal data in making of deed have to fulfill entire documents and or evidence formally regarding enlisted property to be given by HGB. All important Matter to be paid attention in making of the deed of HGB above land is authority and efficiency of giver subject and receiver of rights."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23492
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Suryajaya
"Tesis ini membahas mengenai transaksi derivatif yang dilakukan secara sepihak oleh Bank. Salah satu fasilitas pelayanan jasa perbankan yang sekarang gencar dilakukan adalah dengan memanfaatkan transasksi valuta asing atau yang disebut dengan "Transaksi D erivatif'. K asus i nit erjadi k arena adanya t ransaksi d ervatif yang dilakukan secara sepihak oleh Bank seperti yang dialami oleh DEUTSCHE BANK AG, Jakarta, yang digugat oleh HARDI WIDJAJA KUSUMA, sebagai PENGGUGAT. Dalam tulisan mi dicoba untuk membahas, meneliti permasalahan - permasalahan yaitu Apakah Transaksi Denvatif dapat dilakukan tanpa adanya konfirmasi. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah terhadap transaksi derivatif yang dilakukan secara sepihak oleh Bank. Metode penelitian dengan menggunakan penelitian hukum normatif yaitu studi kepustakaan undang-undang dan studi dokumen hukum. Transaksi derivatif yang dilakukan tanpa adanya konfirmasi secara tertulis tidak dapat dilakukan karena sudah diatur dalam Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/31 /PBI/2005 tentang transaksi derivatif dimana kontrak transaksi derivatif hams dengan kontrak tertulis, terlebih lagi diatur juga dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/6IPbi/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk B ank D an P enggunaan D ata P ribadi N asabah, d imana bank harus memberikan penjelasan kepada nasabah tentang bahaya-bahaya dan keuntungan dari produk yang dikeluarkanya tersebut. Perlindungan hukum terhadap nasabah diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen ada hak-hak konsumen yang terpenting yaitu: Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danlatau j asa..

This thesis explain about Derivatif Transaction conducted unilaterally by the Bank. One of banking service activities facility that is now intensively is done is by exploiting transaction foreign currency or so-called with "Derivative Transaction". This case was happened because derivative transaction has conducted unilaterally by the Bank experienced by DEUTSCHE BANK AG, Jakarta, what sued by HARD! WIDJAJA KUSUMA, as Plaintiff. In this article tried to study, checks problems - problems about Could derivative transaction doing without confirmasion. How to protect the clien to derivative transaction conducted unilaterally by the Bank. This tesis use metode observation law normative and study law dictionary .Derivative transaction in banking is executed without existence of confirmation in writing cannot be done by although in Number Indonesia Bank Rules 7/31/PB112005 about derivative transaction has arranged shall with contract written and must fulfill some element required in the regulation. But in case Hardi Widjaja Kusuma there Hold Mail Agreement is contracting derivative transaction. Then how protection punished to client in arranged in Section 5 Number Indonesia Bank Rules 7/3 1IPBI/2005 about derivative transaction where derivative transaction contract must with contract is written, particularly is arranged also in BANK RULES INDONESIA NOMOR: 7/6/PBI/2005 ABOUT BANK PRODUCT INFORMATION TRANSPARENCY AND USAGE of CLIENT PERSON DATA, where bank must give explanation to client about dangers and advantage from product which its released. Be Better If Bank is more prioritizing explanation of across the board to the product and always gives contract in writing to abnormal bank business activity or activity of special bank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23504
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Kurniawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang rahasia bank yang diatur pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang kemudian telah diubah ke dalam Undang-Undang No. 10/1998 Tentang Perbankan yang mengartikan rahasia bank sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya, namun UU Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) menyatakan bahwa pihak bank harus melaporkan kepada PPATK apabila terjadi transaksi yang mencurigakan terhadap nasabahnya, hal ini untuk mengatasi tindak pidana pencucian uang (money laundering). Karena ada undang-undang lain yang mengatur mengenai kerahasian bank diluar UU Perbankan itu sendiri maka timbulah pokok permasalahan mengenai sinkronisasi UU Perbankan dengan UU TPPU dan seberapa jauh perlindungan nasabah bank tetap teijaga.
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut diatas maka penulis melakukan analisis kedua undang-undang tersebut diatas dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum dengan menggunakan data sekunder yang ada yakni membandingkan, mempelajari dan mengkaji azas-azas hukum khususnya kaidah hukum positif yang diambil dari bahan-bahan perpustakaan yang ada dalam peraturan perudang-undangan serta ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan terhadap sinkronisasi antara UU Perbankan dengan UU TPPU.
Setelah melakukan studi pustaka tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa rahasia bank hanya berlaku bagi Nasabah Penyimpan dan simpananya serta pengecualiannya terutama yang berkaitan dengan kepentingan umum/negara serta kepentingan bank dalam hal penyelesaian masalah apabila terjadi sengketa antara bank dengan nasabahnya tetapi belum termasuk pihak PPATK. Penulis berpendapat bahwa UU Perbankan perlu dilakukan revisi agar sinkron dengan undang-undang atau peraturan lainnya terutama UU TPPU.

ABSTRACT
The Thesis is regarding the banking secrecy as stipulated in Law No.7 Year 1992 on Banking which was further amended to become Law No.10/1998 on Banking interpreted banking secrecy as all things relating to the information about Creditor and their Saving or Deposits. With regard to banking secrecy, the nonsynchronization between Banking Law and Anti Money Laundering Law (UU TPPU) is existing because of Banking Law requires the bank to maintain the secrecy o f its customer, while Anti Money Laundering Law (UU TPPU) requires that the bank shall make report to PPATK when there is a suspicious transaction. Since there are other law regarding to the banking secrecy other than the Banking Law, then, there are issues of synchronization of the banking law and Anti Money Laundering Law, and how far the customer information secret will be kept.
Based on the above matters, the writer performed an analysis of the both laws by using nominative juridical, which including law research and using secondary available data by comparing, studying and examining the law principal, majoring in positive laws axiom that could be taken from literature of the law and other regulations that had relations to the synchronization of the Banking Laws and Anti Money Laundering Law.
After the literacy study, the writer has concluded that the bank secrecy is only applied for customer who have deposits and its respective deposits, and with some exception, principally, in relation to the public or the State or the bank?s interest, to solving problem between the bank and the customer, but excluded PPATK. Finally, the writer concluded that the Banking Law should be revised in order to synchronize between the laws and other regulations, such Anti Money Laudering Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24615
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vera
"Berbagai Peraturan yang jelas tentang pelaksanakan peralihan hak atas tanah, pendaftaran tanah dan peraturan perpajakan telah dibuat dan diberlakukan, yang tentunya berlaku juga untuk tanah dalam kawasan industri MM2100, ini belumlah cukup, masih ada peraturan- peraturan lainnya yang harus dipenuhi agar peralihan haknya bisa didañar. Permasalahan pokok yang dianalisis adalah mengenai peraturan tentang peralihan hak atas tanah dalam kawasan industri MM2100 di Bekasi, apakah ada perbedaan antara peralihan hak atas tanah secara umum dan peralihan hak atas tanah dalam kawasan industri jika dilihat dari teori dan praktek dilapangan, dan dalam hal Perpajakan apakah ada perbedaan antara pajak-pajak tanah yang dikenakan dalam kawasan industri dan diluar kawasan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menghimpun dan menganalisis data sekunder berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, artikel dan majalah-majalah, juga dilakukan penelitian secara langsung ke lapangan yaitu dengan wawancara dan diskusi dengan pihak pengelola Kawasan Industri MM2100.
Kajian tesis ini menunjukan bahwa berbagai macam peraturan yang ada dalam tata cara peralihan yang ada atas tanah yang telah ada belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan peraturan peralihan hak atas tanah, ini disebabkan karena belum adanya peraturan atau diaturnya lembaga Khusus tentang jual beli, walaupun peraturan-peraturan yang menjadi dasar peralihan hak dan pendaftaran haknya telah ada, namun peraturan yang telah ada tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya, masih saja ada kesimpang-siuran dalam penerapan suatu peraturan pada daerah yang satu dibandingkan dengan daerah lainnya.

Various clear Regulations regarding the implementation of transfer of right over land, land registration, and taxation regulations have been formulated and enacted, which certainly are also applicable to land in MM2100 industrial zone, this is not enough, there are still other regulations that must be fulfilled in order that the transfer o f right can be registered. The main issue being analyzed is concerning the regulation regarding the transfer of right over land in MM2100 industrial zone in Bekasi, whether there is any difference between the transfer of right over land in general and transfer of right over land in industrial zone, if observed from the theory and from the practice in the field, and in the case of Taxation, whether there is any difference between land taxes imposed inside industrial zone and outside such zone. To answer such issues, being conducted normative juridical research by collecting and analyzing secondary data in the form of books, literature, statutory regulations, articles and magazines, also being conducted direct research to the field, which is by means of interview and discussion with the management of MM2100 Industrial Zone.
The review of this thesis indicates that various regulations existing in the existing procedure for transfer over land are not yet sufficient to fulfill the needs of the community for regulations on the transfer of right over land, this is cause by the non existence of regulation or the absence of stipulation regarding special institution concerning sale and purchase, even though regulations which become the basis for the transfer of right and the registration of the right are already available, however, the existing regulations are not duly implemented, there remains confusion in the application of a regulation in one region compared to that of other regions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24614
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Setiawati
"Didalam Hukum Kewarisan Perdata barat terdapat Prinsip “seketika setelah
pewaris meninggal maka beralihlah sekalian hak-hak dan kewajiban dibidang
hukum kekayaan pada sekalian ahli waris”. Hak-hak dan kewajiban yang
dimaksud tidak hanya berupa aktiva tetapi juga pasiva. Permasalahan timbul jika
warisan yang ditinggalkan berupa pasiva atau hutang, apalagi jika hutang tersebut
dijaminkan dengan jaminan umum. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 3574 K/Pdt./2000 tentang warisan berupa hutang terdapat
permasalahan mengenai tangggung jawab ahli waris yaitu istri dan anak-anak dari
pewaris atas hutang yang ditinggalkan pewaris. Untuk mendapatkan jawaban dari
permasalahan tersebut diatas maka di dalam penulisan ini penulis menggunakan
metode penelitian hukum doktrinal atau disebut penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan teori-teori
yang ada dapat disimpulkan bahwa seketika setelah pewaris meninggal maka
segala hak dan kewajiban berpindah kepada ahli waris baik itu berupa pasiva
maupun aktiva. Tetapi ahli waris mempunyai hak untuk menentukan sikap
terhadap harta peninggalan tersebut yaitu menerima secara mumi, menerima
dengan syarat atau menolak warisan. Putusan Mahkamah Agung juga telah lalai
dalam menerapkan hukum yang menyatakan bahwa istri dan anak-anak pewaris
hanya bertanggung jawab sebatas jumlah harta peninggalan pewaris. Putusan
tersebut telah lalai dikarenakan Putusan Mahkamah Agung tersebut didasarkan
pada Pasal 175 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam bukan didasarkan pada Kitab
Undang-undang Hukum Perdata mengingat penyelesaian masalah pada tahap awal
para pihak menyelesaikan menggunakan Pengadilan Negeri bukan pengadilan
agama. Kompleksnya permasalahan waris perdata memerlukan suatu pendalaman
dan pengetahuan baik dalam teori dan praktek bagi aparat penegak hukum
sehingga di dalam menangani permasalahan mengenai waris perdata mereka dapat
memberikan keputusan yang adil dan memberikan kepastian hukum

In the Western Civil Law on Succession, there is Principle that
“immediately after the predecessor passes away, his rights and obligations to the
assets shall assign to the successor^)”. The rights and obligations are not only in
terms of the assets but also the liabilities. The problem arising if the succession
inherited is in terms of liabilities or debt, let alone if the debt left is guaranteed
against general guarantee. In the Judgment of the Supreme Court of the Republic
of Indonesia Number 3574 K/Pdt./2000 regarding succession in terms of debt,
there is problem on responsibility of the successors namely wife and children of
the predecessor to the debt inherited to the successor. To obtain the answer of the
problem above, then in this writing, the writer uses the doctrinal law research
method or called literature research, namely the research to the secondary data
covering primary law, secondary law and tertiary law materials. Based on the
existing theories, it can be concluded that immediately after the predecessor
passes away, then all rights and obligations are assigned to the successor, whether
in terms of liabilities or assets. But the successor has right to determine his
attitude to the succession namely accepting purely, accepting conditionally or
rejecting the succession. The Judgment of the Supreme Court has also made an
omission in applying the law stating that the successors namely wife and children
are only responsible limited to the quantity of succession. The omission occurs
since it is based on Article 175 paragraph 2 of Islamic Law Compilation, not
based on the Indonesian Civil Law since the settlement of problem in the early
phase, the parties refer to the District Court, instead of the religion court The
complex problem on civil succession requires the legal enforcers to study in-depth
and have knowledge in both theory and practice thereby able to pass fair judgment
and provide legal certainty in dealing with the problem on civil succession.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>