Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dharmawan Ardi
Jakarta: Fakulitas Kedokteran, Universitas Indonesia , 2008
T56954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Oktari Anryanie Arief
"Pendahuluan: Dokter di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kadang tidak mengenali adanya depresi pada seseorang. Pemberian pelatihan psikiatri untuk dokter di Puskesmas diperkirakan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diagnosis terhadap masalah psikiatri. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun suatu modul pelatihan yaitu Modul Pelatihan General Practitioner Kesehatan Jiwa (GP Keswa). Modul bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter di Puskesmas dalam melakukan deteksi kasus gangguan jiwa yang sering di masyarakat. Modul merujuk pada PPDGJ III.
Tujuan: Mengidentifikasi keefektivan Modul GP Kesehatan Jiwa akan pengetahuan dan keterampilan dokter umum di pelayanan primer dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana pengobatan gangguan depresi.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre dan post test. Subjek penelitian adalah 23 dokter umum yang bertugas di Puskesmas Wilayah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu Mei-Oktober 2015. Sampel diambil secara simple random sampling. Seluruh subjek penelitian mengikuti pelatihan modul GP Keswa selama satu hari. Pengetahuan dinilai sebelum pelatihan, satu hari dan tiga bulan setelah pelatihan dengan kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh subjek. Keterampilan diagnosis dinilai oleh tim penilai, yaitu staf pengajar Departemen Psikiatri FKUI-RSCM.
Hasil: Satu hari setelah pelatihan, 100% subjek mengalami peningkatan pengetahuan. Penilaian tiga bulan setelah pelatihan hanya 8,7% subjek yang tetap mengalami peningkatan pengetahuan. Keterampilan wawancara subjek penelitian hasilnya bervariasi, 12 orang dinyatakan lulus, delapan orang borderline, dan tiga orang tidak lulus.
Kesimpulan: Pemberian pelatihan modul GP Keswa efektif dalam meningkatkan pengetahuan dokter Puskesmas mengenai gangguan depresi satu hari setelah pelatihan, namun tidak dapat bertahan setelah tiga bulan pelatihan. Modul Pelatihan GP Keswa tidak efektif untuk meningkatkan keterampilan wawancara dalam menegakkan diagnosis gangguan depresi.

Introduction: Physicians in Public Health Center (PHC) sometime do not recognize the existence of depression in a person. Provision of psychiatric training for physicians in PHC is expected to enhance the knowledge and skills of physicians to the problem of psychiatric diagnosis.. Ministry of Health has develooped a training module that is General Practitioner (GP). This module aims to enhance the skills of doctors in the health center in case of detection of depression disorder in the community frequently. The module refers to PPDGJIII.
Objective: To assess the effectiveness of training module GP toward physicians to enhance their knowledge and skills to diagnose depressive disorders.
Methods: The study design used was one group pre and post test. Subjects were twenty-three general practitioner who served in Health Center in Banjar, South Kalimantan. The study was conducted in the period Mei-Oktober 2015. Samples were taken by simple random sampling. All recipients GP training modules for one day. Knowledge assessed before training, one day and three months after training with the knowledge questionnaires filled by the subject. Skills diagnosis assessed by assessmet team.
Results: One day after training, 100% of subjects experienced an increase in knowledge. But three months after training only 8.7% of the subjects continued to experience an increase in knowledge. Interview skills outcome is varied, twelve people pass, eight people borderline, and three people did not pass.
Conclusion: Providing GP training modules effective to improve knowledge of physician about depressive disorders one day after training, but can not last three months after training. Providing GP training modules is not effective in improving interviewing skills to diagnose depressive disorder.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R A Mulya Liansari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Psikoterapi merupakan salah modalitas dalam tatalaksana gangguan jiwa yang banyak memberikan luaran positif. Studi-studi dalam bidang psikoterapi umumnya menilai luaran dan proses psikoterapi, salah satu luaran yang dinilai adalah aliansi terapeutik dan dianggap sebagai faktor prediksi yang konsisten terhadap luaran terapi selama 30 tahun penelitian di bidang psikoterapi. Pengukuran aliansi terapeutik merupakan hal penting karena dapat menjamin proses psikoterapi yang efektif sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan psikoterapi. Dalam bidang pendidikan pengukuran aliansi terapeutik dapat digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam membangun dan memelihara aliansi terapeutik selama menjalankan praktik psikoterapi. Saat ini belum ada instrumen versi bahasa Indonesia yang sahih dan handal untuk mengukur aliansi terapeutik. Instrumen Working Alliance Inventory WAI yang umum digunakan dalam mengukur aliansi terapeutik dipilih untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas dalam studi ini.Metode: Studi dilakukan di Poliklinik Jiwa Dewasa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terhadap 100 pertemuan psikoterapi yang dilakukan selama bulan Desember 2016 hingga Mei 2017. Sesi psikoterapi yang dinilai adalah minimal pertemuan ketiga pasien dengan terapis yang sama. Sebelum diterapkan, telah dilakukan uji coba instrumen WAI Bahasa Indonesia pada 10 pertemuan psikoterapi. Uji validitas yang digunakan adalah validitas isi oleh 4 orang pakar psikoterapi dan validitas konstruksi dengan uji korelasi Pearson. Uji reliabilitas menggunakan reliabilitas konsistensi internal dengan mencari nilai Cronbach rsquo;s Alpha. Analisis uji validitas konstruksi dan reliabilitas menggunakan perangkat Statistical Package for the Social Sciences SPSS versi 20.Hasil: Partisipan studi terdiri dari 99 orang pasien dan 18 orang terapis. Pendekatan psikoterapi yang dilakukan pada 100 pertemuan berupa psikoterapi suportif 54 sesi, Cognitive Behavior Therapy CBT 20 sesi, dan psikoterapi psikodinamik 26 sesi. Uji validitas isi WAI versi Bahasa Indonesia untuk terapis dan pasien menghasilkan koefisien relevansi sebesar 1 yang berarti semua poin pernyataan relevan dengan konsep aliansi terapeutik. Uji validitas konstruksi menghasilkan instrumen WAI terapis adalah valid untuk setiap poin namun pada WAI pasien terdapat satu poin pernyataan nomor 9 yang tidak valid. Uji reliabilitas WAI Bahasa Indonesia menghasilkan nilai Cronbach rsquo;s Alpha sebesar 0,898 untuk kuesioner pasien dan 0,929 untuk kuesioner terapis.Kesimpulan: Uji validitas WAI Bahasa Indonesia dinilai valid untuk validitas isi. Berdasarkan validitas konstruksi, WAI Bahasa Indonesia versi terapis valid untuk mengukur aliansi terapeutik, dan versi pasien didapatkan 1 dari 36 poin pernyataan yang memiliki nilai p>0,05. Uji reliabilitas WAI Bahasa Indonesia menyimpulkan bahwa instrumen ini reliabel dalam mengukur aliansi terapeutik dengan Cronbach rsquo;s alpha 0,898 versi pasien dan 0,929 versi terapis .Kata Kunci: aliansi terapeutik, validitas, reliabilitas, Working Alliance Inventory

ABSTRACT
Background Psychotherapy is one of many therapeutic modalities in psychiatry that have been proven to produce positive outcomes. Studies in the field of psychotherapy commonly measure the process of psychotherapy and its outcome, therapeutic alliance is one of the measured aspects, as 30 years of research has shown that it consistently predicts the outcome of therapy. Measurement of therapeutic alliance is needed to assure the effectiveness of psychotherapeutic services in order to improve its quality. For educational purposes, the measurement of therapeutic alliance could assess the ability to build and to maintain alliance in psychiatric training. Currently, there is no valid and reliable instrument to measure therapeutic alliance. The Working Alliance Inventory WAI has been commonly used for such purpose and this study aims to evaluate its validity and reliability.Methods This study was conducted in the Adult Psychiatric Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital on 100 psychotherapy sessions from December 2016 to May 2017. Only psychotherapy with at least 3 sessions with the same therapist was included in this study. WAI Bahasa Indonesia underwent pilot trial in 10 psychotherapy sessions prior to testing. Content validity was assessed by 4 experts in psychotherapy, while construct validity was tested using Pearson correlation test. Cronbach rsquo s alpha was used to assess internal consistency as a measure of reliability. Analysis was performed using Statistical Package for the Social Sciences SPSS version 20.Results There were 99 patients and 18 therapists included in this study. Among the 100 psychotherapy sessions, 54 sessions were supportive psychotherapy, 20 sessions cognitive behavioral therapy, and 26 sessions psychodynamic psychotherapy. For content validity, relevance coefficient of WAI Bahasa Indonesia for therapist and for patient is 1, signifying that all items are relevant with the concept of therapeutic alliance. For construct validity, all items in WAI Bahasa Indonesia for therapist are valid, but one item in WAI Bahasa Indonesia for patient is not valid. Testing for internal consistency produced Cronbach rsquo s alpha of 0,898 and 0,929 for patient and therapist, respectively.Conclusion WAI Bahasa Indonesia achieved good content validity in measuring therapeutic alliance. WAI Bahasa Indonesia for therapist also achieved construct validity, but 1 out of 36 items in WAI Bahasa Indonesia for patient is not sufficiently valid with p value 0,05. For reliability, WAI Bahasa Indonesia achieved good internal consistency values with Cronbach rsquo s alpha 0,898 and 0,929 for patient and therapist, respectively.Keywords reliability, therapeutic alliance, validity, Working Alliance Inventory "
Lengkap +
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nugraheni
"Latar Belakang: Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki LSL merupakan populasi yang sedang berkembang dan memiliki masalah-masalah spesifik, salah satunya gangguan jiwa yang merupakan manifestasi dari psikopatologi. Faktor-faktor yang memengaruhi psikopatologi pada LSL penting untuk diketahui.
Objektif: Tujuan penelitian ini adalah mencari jenis psikopatologi yang ada pada populasi LSL dan faktor-faktor yang berhubungan di dua lembaga swadaya masyarakat LSM khusus LSL di Jakarata.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang. Sampel diambil dengan metode cluster random sampling. Pengukuran data dilakukan menggunakan kuesioner Brief COPE untuk mengukur mekanisme koping, WHOQOL-Bref untuk mengukur kualitas hidup, dan SCL-90 untuk mengukur psikopatologi. Data lain yang diukur adalah data demografik, status seksual, keterbukaan orientasi seksual, HIV/AIDS dan penggunaan NAPZA, dan perilaku seksual berisiko. Analisis data menggunakan uji bivariat menggunakan Pearson chi-square atau Fisher rsquo;s exact test dan dilanjutkan dengan uji multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Terdapat 100 sampel yang dimasukkan ke dalam analisis data. Sebagian besar responden mengalami psikopatologi 77. Psikopatologi yang paling banyak ditemukan adalah depresi 29. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pernah tidak menggunakan kondom 3 bulan terakhir, membuka orientasi seksual kepada keluarga, dan menggunakan mekanisme koping negatif meningkatkan risiko psikopatologi sebesar 2.9 kali, 2 kali dan 1.4 kali IK 95 =1.0-8.9; IK 95 =0.5-8.2; IK 95 =0.3-5.7.

Background: Men who have sex with men MSM is a growing population with specific problems such as mental disorder, a manifestation of psychopathology. The factors associated with psychology is an important matter to discuss.
Objective: The purpose of this study is to portrait the pychopathology in MSM population and the related factors in two organizations which care about MSM's well being in Jakarta.
Methods: This is a cross sectional study using cluster random sampling. Coping mechanism, psychopathology and quality of life were measured using Brief COPE, SCL 90 and WHOQOL Bref. Demography of the respondents, sexual status, disclosure of sexual orientation, HIV AIDS status, drug use, and risky sexual behavior were also measured. Bivariate analysis using Pearson chi square or Fisher's exact test was continued with multivariate analysis using logistic regression model.
Results: Data from one hundred respondents were analyzed. Most of them have psychopathology 77, especially depression 29. Never use condoms in the last 3 months, disclosing sexual orientation to family member, and negative coping mechanisms increase the risk of psychopathology 2.9 times, 2 times, and 1.4 times 95 CI 1.0 8.9 95 CI 0.5 8.2 95 CI 0.3 5.7 .
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artasya Karnasih
"Pola kelekatan merupakan salah satu faktor yang diduga memengaruhi munculnya distres psikologis pada remaja usia transisi. Mahasiswa kedokteran merupakan kelompok remaja transisi yang perlu menjalani proses pendidikan kedokteran yang sulit dan penuh tuntutan sehingga rentan mengalami distres psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kelekatan, distres psikologis, dan mengetahui hubungan pola kelekatan dengan distres psikologis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Penelitian ini dilakukan secara potong lintang pada sampel yang ditentukan secara stratified random sampling dari seluruh mahasiswa FKUI. Subjek mengisi kuesioner yang terdiri dari kuesioner sosiodemografik, pengukuran pola kelekatan dengan Relationship Questionnaire (RQ), dan pengukuran distres psikologis dengan Kessler Psychological Distress Scale (K10). Pada mahasiswa FKUI, prevalensi pola kelekatan aman sebesar 41,4%, diikuti dengan pola kelekatan tidak aman, yaitu dismissing 21,9%, fearful 19,8%, dan anxious 16,9%. Prevalensi distres psikologis didapati sebesar 31,8%. Pola kelekatan tidak aman memiliki hubungan yang bermakna dengan distres psikologis, yaitu 3,57 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis. Berdasarkan jenis pola kelekatannya, pola kelekatan anxious 4,74 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis, sedangkan pola kelekatan fearful 5,43 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis bila dibandingkan dengan pola kelekatan aman. Program kesehatan jiwa yang bersifat promotif dan preventif untuk memperbaiki pola kelekatan dan distres psikologis diharapkan dapat membekali mahasiswa FKUI untuk memiliki relasi interpersonal yang lebih baik dengan orang lain, termasuk juga dengan pasien.

The pattern of attachment is one of the factors thought to influence the emergence of psychological distress in adolescents of transition age. Medical students are a group of transitional adolescents who will undergo a difficult and demanding medical education process, hence are vulnerable to psychological distress. This study aims to describe the attachment patterns, psychological distress, and determine the association between attachment pattern and psychological distress in medical students of Faculty of Medicine, Universitas Indonesia (FMUI). This study was conducted cross-sectionally on a sample that was determined by stratified random sampling. Subject filled the research questionnaire which consisted of sociodemographic questionnaire, attachment measurement using Relationship Questionnaire (RQ), and measuring psychological distress using Kessler Psychological Distress Scale (K10). The prevalence of secure attachment pattern was 41.4%, followed by insecure attachment patterns, in the form of dismissing 21.9%, fearful 19.8%, and anxious 16.9%. The prevalence of psychological distress was found to be 31.8%. The insecure attachment pattern has a significant association with psychological distress, which is 3.57 times more at risk for experiencing psychological distress. Based on the type of attachment pattern, the anxious attachment pattern is 4.74 times more at risk, while fearful attachment pattern is 5.43 times prone to experiencing psychological distress when compared to secure attachment pattern. Promotional and preventive mental healthiness program can be provided to the students of FMUI to help them in improving attachment pattern and psychological distress. This program could help the students to have a better interpersonal relation with their colleagues and also patients."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prasila Darwin
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas hubungan antara beban pramurawat pasien skizofrenia dan ekspresi emosi yang muncul pada mereka serta faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya beban perawatan dan ekspresi emosi. Penelitian ini berbentuk studi potong lintang dengan jumlah subyek sebanyak 118, yang merupakan pramurawat pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalan di RS Jiwa Islam Klender pada bulan Oktober 2012 – November 2012. Seluruh subyek penelitian diminta untuk mengisi lembar keusioner, instrument BAS untuk mengukur beban perawatan dan instrument FQ untuk mengukur ekspresi emosi, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang sudah terkumpul. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 67,8% merasakan adanya beban perawatan, 49,2% memiliki ekspresi emosi tinggi dan 50,8% memiliki emosi rendah. Beban perawatan memiliki hubungan yang bermakna terhadap ekspresi emosi (OR 5,093; CI 95% 2,128 -12,190; p=0,000). Ditemukan adanya faktor perancu terhadap penilaian beban perawatan dan ekspresi emosi.

ABSTRACT
This study examine the relation between schizophrenia patient's caregiver's burden and expression emotion that appear on them and the factors that affect the appearance of the burden and emotional expression. This research is a cross- sectional study with a number of subjects as many as 118 caregiver of schizophrenia patient who underwent outpatient at Klender Islamic Mental Hospital in October 2012 - November 2012. The entire study subjects were asked to fill out quesioner BAS instrument to measure the burden and FQ instrument to measure the expression emotion. The results are, as much as 67.8% caregiver feel the burden, 49.2% have a high emotional expression and 50.8% had low emotions. The burden has a significant association with the expression emotion (OR 5.093; 95% CI -12.190 2.128, p = 0.000). There is a confounding factor in assessment of the burden and emotional expression."
Lengkap +
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi, Amrita
"Pendahuluan: Penelitian Badan Narkotika Nasional pada tahun 2011 menunjukkan prevalensi orang dengan penyalahgunaan zat di Indonesia sebesar 2,2% atau sekitar 3,8 juta penduduk. Namun, data Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional menunjukkan hanya 6.738 orang yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi. Salah satu prediktor penting untuk mengetahui sikap seseorang untuk memperolah layanan rehabilitasi adalah kesiapan serta motivasi. University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kesiapan orang dengan penyalahgunaan zat serta motivasinya.
Tujuan: Melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur URICA untuk menilai kesiapan serta motivasi penyalahguna zat untuk menjalani rehabilitasi versi Bahasa Indonesia yang sahih dan andal.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif uji instrumen dengan disain potong lintang. Sampel diambil secara acak sederhana. Subjek pada penelitian ini adalah residen yang mengikuti terapi dan rehabilitasi di Unit Terapi dan Rehabilitasi Lido, Badan Narkotika Nasional dan orang dengan penyalahgunaan zat di Pusat Penjangkauan binaan Badan Narkotika Nasional.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan validitas URICA sebesar 0.882 dengan Cronbach alpha sebesar 0.753-0.806 dan reliabilitas test-retest 0.935-1. Nilai di atas atau sama dengan angka tujuh sebagai kelompok yang memiliki motivasi tinggi dan di bawah angka tujuh sebagai kelompok yang memiliki motivasi rendah.
Simpulan: Instrumen URICA versi Bahasa Indonesia yang diuji dalam penelitian ini sahih dan handal untuk menilai kesiapan dan motivasi orang dengan penyalahgunaan zat berpartisipasi dalam program terapi dan rehabilitasi.

Background: A research conducted by National Narcotics Board in 2011 indicated that the prevalence of substance abuse in Indonesia is approximately 2,2% or 3,8 million people. However, based on Rehabilitation Deputy of National Narcotics Board only 6.738 people have obtained treatment and rehabilitation services. One of the most important predictor to identify one’s attitude to attain rehabilitation services is the readiness and motivation of substance abusers. University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) is one of the instruments utilize to identify readiness to change and motivation of substance abusers.
Aim: To conduct validity and reliability test on University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) in order to recognize the readiness to change and motivation of substance abusers undergoing rehabilitation in Bahasa Indonesia.
Method: This study was a descriptive cross-sectional instrument study. The sampling design was simple random sampling. The subjects in this study were residents undergoing treatment and rehabilitation services at Lido Treatment and Rehabilitation Centre and Outreach Centre supervised by National Narcotics Board.
Result: The validity score of URICA is 0.882 with Cronbach alpha of 0.753-0.806 and a reliability test-retest of 0.935-1. The cut-off score obtained indicated that scores above seven are highly motivated and those below seven are least motivated.
Conclusion: The Bahasa Indonesia version of URICA test conducted in this study is valid and reliable to address readiness and motivation of substance abusers to participate in treatment and rehabilitation program.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasyanti
"Latar Belakang: Jumlah orang dengan gangguan jiwa semakin meningkat, namun tidak diikuti dengan pelayanan psikiatrik yang optimal, baik perawatan secara informal maupun formal, jumlah petugas sosial yang berimbang dan kemampuan teknis keperawatan dalam memberikan pelayanan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil petugas, kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi petugas panti dan petugas kesehatan Panti Sosial BinaLaras Harapan Sentosa (PSBL) 2 Cipayung.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif melalui observasi dan pengisian kuesioner bagi seluruh petugas panti dan petugas kesehatan PSBL Harapan Sentosa 2 Cipayung pada periode April-Mei 2014.
Hasil: Didapatkan PNS (50%) dengan tugas sebagai staf administrasi yang memiliki latar belakang pendidikan terbanyak SMA (58,5%) dan belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai kesehatan (73,91%). Pengetahuan yang dibutuhkan: pengertian mengenai gangguan jiwa yang memahami hanya (13%), faktor yang menjadi penyebab munculnya ganggguan jiwa yang memahami (45,6%), gejala yang paling sering muncul terbanyak yang memahami (54,4%), masalah yang sering muncul terbanyak tidak mau merawat diri (54,4%), kebutuhan yang dibutuhkan terbanyak pengertian dan dukungan dari orang yang merawat (72,2%), kesulitan terbanyak menentukan diagnosis dan kriteria gangguan jiwa (50%), kendala terbanyak berkaitan dengan fisik (61%) dan hal yang dapat terjadi jika tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup adalah risiko kekerasan (65,5%). Prioritas pengetahuan yang dibutuhkan: deteksi gangguan jiwa, gangguan jiwa, dan manajemen keperawatan. Prioritas keterampilan: perawatan gangguan jiwa, dan cara mengatasi gaduh gelisah. Dari (95,6%) membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dengan metode yang dipilih pelatihan dan pendampingan perawat yang sudah berpengalaman. Sebanyak (73,9%) menyatakan sudah ada ketersediaan sarana. Sarana tersebut adalah Rumah Sakit (81,5%) dan (100%) bersedia untuk mengikutinya.
Simpulan: Profil petugas panti dan petugas kesehatan di PSBL 2 Harapan Sentosa memiliki tingkat pendidikan terbanyak bukan dengan latar belakang kesehatan dan hanya sedikit petugas panti dan petugas kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai gangguan jiwa. Petugas panti dan petugas kesehatan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan jiwa mengenai gangguan jiwa, perawatan dan kendala dan kesulitan yang dihadapi dengan metode pelatihan dan pendampingan.

Background: People with mental disorder is increasing nowadays. Unfurtunately it is not followed with optimal mental health services, number of institution officers and technical nursing capability for those officers. The aim of this research is to identified profile, knowledge, and still requirements of intitutions officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta.
Method: The design of this research was qualitative-quantitative through observation and filling up questioner for institution officers and medical staff in Bina Laras Harapan Sentosa 2 Social Institution Cipayung East Jakarta on April-May 2014.
Result: From 46 participants, 50% was administration staff with high school educational background. About 73,91% had never have medical training before. Requirements of knowledge are: knowledge of mental disorder 13% understanding, factors that contribute to the onset of mental disorder 45,6%, symptoms that often appears 54,4%, most encountered problems lack of self caring about 54,4%, crucial needs supoort from caregiver for about 72,2%, difficulties in handling people with mental disorder diagnosis and criteria of mental disorder for about 50%, obstacle in disease for about 61% and things to except with lack of knowledge and skill risk for asssault for about 65,5%. Priority of knowledge needed are detection of mental disorder, mental disorder, and nursing management. Priority of skill are nursing for mental disorder and handling of agitation. About 95,6% officers require knowledge and skill to taking care of people with mental disorder. They prefer training and supporting methods from experienced capable nurse.About 73,9% officers affimerd that there is already hospital 81,5% to help improve, knowledge, skill amd all of the, are willing to participate.
Conclusion:Most of intitutional officers and medical staff in PSBL 2 dont have medical educational back ground. Among them only few have a tarining about mental disorder. Institutional officer and medical staff need knowledge and skill about mental disorder, nursing management and also difficulties in applying methods of training and supporting.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Amtarina
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Psoriasis adalah salah satu penyakit inflamasi kronis pada kulit yang dapat mengganggu penampilan. Pasien psoriasis seringkali komorbid dengan gangguan psikiatri seperti depresi, gangguan cemas, gejala psikotik, distimia dan gangguan tidur. Aspek psikiatri tersebut dapat memengaruhi kualitas hidup pasien psoriasis. Belum terdapat penelitian tentang perbedaan rerata kualitas hidup antara pasien psoriasis dengan psikopatologi dibandingkan dengan pasien psoriasis tanpa psikopatologi.
Metode: Penelitian potong lintang deskriptif-analitik pada 25 pasien psoriasis yang memiliki psikopatologi dan 25 pasien psoriasis yang tidak memiliki psikopatologi di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM Jakarta menggunakan Symptom Checklist 90 (SCL 90) dan instrumen World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF.
Hasil: Lima gejala psikiatri terbanyak yang dijumpai pada pasien psoriasis adalah sensitivitas interpersonal, obsesif kompulsif, gejala gangguan jiwa tambahan, gejala depresi dan ide paranoid. Terdapat perbedaan rerata kualitas kualitas hidup antara pasien psoriasis dengan psikopatologi dengan tanpa psikopatologi berdasarkan ranah kesehatan fisik (p < 0,05) dan ranah kesehatan psikologis (p < 0,05)
Simpulan: Pasien psoriasis dengan psikopatologi cenderung memiliki rerata kualitas hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien psoriasis tanpa psikopatologi pada ranah kesehatan fisik dan kesehatan psikologis. Pengenalan dini dan tata laksana gejala klinis psikiatri dapat memperbaiki kualitas hidup pasien.

ABSTRACT
Background: Psoriasis has been known as one of chronic inflammatory skin disease which represent the leading causes of morbidity and bad performance. Psoriasis can have psychiatric comorbidity like depression, anxiety, psychotic symptom, distimia and sleep disorder. This psychiatric aspect can impact quality of life psoriasis patients. In this study, we evaluated the mean difference of quality of life psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Methods: Cross sectional study included 25 psoriatic pasients with psychiatric symptoms and 25 psoriatic patients without psychiatric symptoms. The patient in this study were subjected to quality of life assessment by World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF and psychiatric evaluation using Symptom Checklist 90 (SCL 90)
Result: the most frequent psychiatric symptoms experienced by psoriatic patients were interpersonal sensitivity, obsessive compulsive, additional psychiatric symptom, depression and paranoid ideation. There is a difference quality of life in physical domain (p < 0,05) and psychological domain (p < 0,05) between psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Conclusion: psoriasis with psychiatric symptoms can have a profound impact on patient's quality of life especially in physical domain and psychological domain. Early detection and treatment of psychiatric symptoms can improve quality of life of psoriatic patients., Background: Psoriasis has been known as one of chronic inflammatory skin
disease which represent the leading causes of morbidity and bad performance.
Psoriasis can have psychiatric comorbidity like depression, anxiety, psychotic
symptom, distimia and sleep disorder. This psychiatric aspect can impact quality
of life psoriasis patients. In this study, we evaluated the mean difference of quality
of life psoriatic patients with psychiatric symptoms and without psychiatric
symptoms.
Methods: Cross sectional study included 25 psoriatic pasients with psychiatric
symptoms and 25 psoriatic patients without psychiatric symptoms. The patient in
this study were subjected to quality of life assessment by World Health
Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF and psychiatric evaluation using
Symptom Checklist 90 (SCL 90)
Result: the most frequent psychiatric symptoms experienced by psoriatic patients
were interpersonal sensitivity, obsessive compulsive, additional psychiatric
symptom, depression and paranoid ideation. There is a difference quality of life in
physical domain (p < 0,05) and psychological domain (p < 0,05) between psoriatic
patients with psychiatric symptoms and without psychiatric symptoms.
Conclusion: psoriasis with psychiatric symptoms can have a profound impact on
patient’s quality of life especially in physical domain and psychological domain. Early detection and treatment of psychiatric symptoms can improve quality of life of psoriatic patients.]"
Lengkap +
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arma Diani
"Gangguan jiwa sering tidak mendapat pengobatan yang seharusnya. Dokter pada pelayanan primer merupakan kontak awal bagi pasien gangguan jiwa. Pada saat ini belum ada instrumen untuk menilai pengetahuan, sikap dan perilaku dokter Puskesmas terhadap gangguan jiwa sehingga perlu dibuat suatu instrumen dan menilai validitas serta reliabilitasnya.Sembilan puluh tujuh dokter umum yang bertugas di Puskesmas di DKI Jakarta, disertakan dalam penelitian dengan purposive sampling. Kuesioner terdiri dari sepuluh pertanyaan tentang perilaku, sepuluh pertanyaan tentang sikap dan dua puluh pertanyaan tentang pengetahuan terhadap gangguan jiwa. Hasil penghitungan denganCrohnbach?s Alpha menunjukkan instrumen ini belum memiliki construct validitydan reliabilitasyang baik (< 0,7). Di samping itu, terdapat korelasi antarbutiryang kurangkuat pada beberapa pertanyaan. Reliabilitas konsistensi internal masih belum dapat menunjukkan hasil yang baik, beberapa pertanyaan dapat memperbaiki nilai Crohnbach?s Alpha if item deleted secara signifikan.Instrumen pengetahuan, sikap dan perilaku dokter Puskesmas terhadap gangguan jiwa ini masih belum terbukti validitas dan reliabilitasnya, masih butuh penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan instrumen ini.

Mental disorders are often go untreated. Primary care phyisician is the initial contact to people with mental disorders. Currently, there are no instruments which can evaluate knowledge, attitude and behavior of primary care physician towards mental disorders. It is important to make such an instrument and to test its validity and realibility.Ninety seven primary care physicians who work at the Puskesmas in DKI Jakarta were involved. Purposive sampling was used in this study. Questionnaire consist of ten questions about behavior, tenquestions about attitude, and twenty questions about knowledge toward mental disorders.The analysis using by Crohnbach Alpha?s showed that this instrumen haven?t met good construct validity and reliability (< 0,7). There are also weak inter-item correlation in some of the questions. Internal consistency reliability is still not able to show good result. Some questions may improve Crohnbach?s Alpha if some items are deleted, but still cannot reach the level of good.The instrument of knowledge, attitudes and behavior of primare care physicians toward mental disorders is still not valid and reliabel and still need further research to develop this instrument."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31434
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library