Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Andri Alimta Raja
"ABSTRAK
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia semakin
berkembang pesat, karena lcebutuhan masyarakat akan alat transportasi yang praktis dan
murah semakin tinggi. Sehingga perusahaan pembiayaan dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang
sangat kompleks. Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Income, Age, Marital Status, Down Payment, Tenor don Interest terhadap kemungkinan
tegjadinya kredit gagal bayar, sehingga perusahaan pembiayaan melalui analisis kreditnya
dapat mengidentifikasi konsu.men~konsumen yang layak untuk diberikan kredit agar
dapat meruinimalisir texjadinya gagal kredit.
Pengujian dalam peneiitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis logit dengan
mengambil data konsumen PT. ABC yang melakukan kredit sepeda motor sebanyak
14,718 konsumen. Hasil dari penelitian ini rnenunjukkan Income, Age, Marital Status,
Interest, Age terhadap Income, Income terhadap Marital Status, Age terhadap Income
terhadap Marital Status, DP terhadap Income dan Income terhadap Tenor signifikan
terhadap kemunglcinan tenjadinya status kredit gagal bayar. Dari seluruh variabel ini
Income mempakan bagian terpenting dalam kredit dan pengaruh ketidakpastian di masa
yang akan datang sangat mempengaruhi konsumen terhadap kemungkinan default.

Abstract
Entering the decade of 2000 financial services industry in Indonesia growing
rapidly, because many people needs a practical transportation and low cost. Financing
companies are required to be able to adjust to the needs of the community
of financial services that are complex. The Purpose of this paper is to understand the
influence of Income, Age, Marital Status, Down Payment, Tenor and Interest on the
status of credit failed to pay, so the company through financial analysis can identify the
consumer credit-worthy consumers who are given credit for in order to the
occurrence of failed credit.
Logit analysis method was used in this study with the data consumers takes from PT.
ABC is doing a motorcycle loan as 14,718 customers. Results from this research indicate
Income, Age, Marital Status, Interest, Age by Income, Income by Marital Status, Age by
Income by Marital Status, DP by Income dan Income by Tenor of a significant effect on
the status of credit failed to pay. From the all variable Income is the most important to get
loan and the influence of uncertainty in the future greater influence on the consumer fails
to pay the loans."
2009
T31624
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Widodo
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melalcukan obscrvasi tentang pengungkapan informasi sosial dan hubungannya dcngan proiitabilitas. Ada empat faktor yang dipertimbangkan untuk mengungkapkan informasi sosial. Keempat faktor tersebut adalah ukuran perusahaan, tingkat hutang, struktur kepemilikan publik dan pertumbuhan penjualan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari |12 perusahaan. Dengan menggunakan semua sektor kecuali sektor bidang kcuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Jakarta tahun 2005-2006. Sampel data menggunakan metode pwgoosive sampling. Metode analisis data menggunakan analisis deskiptif dan addilive model.
Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan dan tingkar hutang yang dipertimbangkan perusahaan dalam mengungkapan informasi sosial. I-Iasil penelilian ini juga menjelaskan bahwa tingkat pengungkapan informasi sosial, tingkat hutang, ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh positif dan signitikan terhadap tingkat proiitabilitas perusahaan.

The objective of this research is to observe the extent of disclosure about social information and its relationshqn with profitability There are four factors considered to disclose social information: size, leverage, public ownership structure and sales growth.
The data used in this research were pooling data for 112 firms of all sectors excluding _financial institution sector that are published in Jakarta Stock Exchange 2005-2006. Samples are taken by using purposive sampling. The descriptive and additive models were used to analyze the data.
Results of this study indicated that size and leverage was considered by corporate to disclose social inkzrmation. Findings of this research also shows that the disclosure of social information leveL leverage, size and sales growth have positive and significant influence to firm is profitability.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T34590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Sugiyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan fertilitas (anak lahir hidup) menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden.
Untuk dapat mengungkapkan keterangan tentang perbedaan anak lahir hidup menurut ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhatikan umur perkawinan pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur responden, telah dikemukakan beberapa hipotesis. Analisis data dilakukan dengan analisa deskriptif yaitu dengan menggunakan tabulasi silang dan beberapa teknik, demografi, dan analisa inferensial yaitu dengan menggunakan regresi ganda. Sumber data utama adalah dari hasil Survey Pendudukan Antar Sensus 1985 yang d.ipublikasi oleh Kantor Biro Pusat Statistik.
Penemuan-penemuan dalam studi ini secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut. Melalui metode analisis regresi ganda digunakan untuk mempelajari perbedaan jumlah anak lahir hidup menurut tempat tinggal, ibu bekerja dan tingkat pendidikan ibu dengan memperhitungkan umur kawin pertama, pemakaian alat kontrasepsi dan umur ibu. Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian cenderung mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih rendah dibandingkan dengan responden yang bekerja di sektor non-pertanian baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Ada dugaan sementara bahwa ibu yang bekerja di sektor pertanian tersebut telah memiliki jumlah anak banyak, sehingga kebutuhan keluarganya tidak cukup dipenuhi dari sektor pertanian. Keadaan ini cenderung mendorong mereka untuk pindah ke sektor non-pertanian/sektor informal.
Responden yang bertempat tinggal di perkotaan dan berpendidikan SD kebawah kecuali tidak sekolah mempunyai jumlah anak lahir hidup sedikit lebih banyak dibandingkan responden yang berpendidikan SLTP ke atas. Berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak, lahir hidup mempunyai hubungan negatif. Hal ini mungkin disebabkan faktor latar belakang responden, yaitu responden yang berpendidikan rendah (SD kebawah) pada umumnya kurang memiliki pengetahuan terutama tentang pengaturan jarak kelahiran. Sedangkan responden yang bertempat tinggal di pedesaan, mereka yang berpendidikan SD kebawah mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih sedikit dari pada responden yang berpendidikan SLTP ke atas, berarti hubungan pendidikan dengan jumlah anak lahir mempunyai hubungan positif. Kemungkinan yang dapat dijelaskan, yaitu responden dengan latar belakang pendidikan rendah memiliki pengetahuan tentang gizi yang rendah pula. Sehingga wanita dengan pendidikan rendah secara biologis cenderung kurang subur dan pertama kali mendapatkan haid terlambat serta akhir haid lebih cepat. Menurut semua jenjang pendidikan, responden yang bertempat tinggal di perkotaan mempunyai jumlah anak lahir hidup lebih banyan dibandingkan di pedesaan. Kenyataan ini tidak seperti yang diharapkan yaitu di perkotaan mempunyai jumlah anak: lahir hidup lebih rendah dibandingkan di pedesaan.
Pengaruh negatif antara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup baik diperkotaan maupun di pedesaan. Keadaan ini tetap konsisten dengan hasil-hasil temuan sebelumnya. Menurut tempat tinggal, pengaruh negatif aniara umur kawin pertama terhadap jumlah anak lahir hidup lebih besar di perkotaan dari pada di pedesaan. Berdasarkan hasil perhitungan dari SUPAS 1985 rata--rata umur kawin pertama di perkotaan sebesar 22,5 tahun dan di pedesaan sebesar 19,5 tahun. Secara rasional, di pedesaan dengan rata-rata umur kawin pertama yang lebih rendah ada kecenderungan untuk mempunyai anak: lahir hidup lebih banyak.
Berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi, baik untuk daerah perkotaan maupun pedesaan, responden yang memakai alat kontrasepsi cenderung mempunyai anak lahir hidup lebih banyak, dibandingkan dengan responden yang tidak memakai alat kontrasepsi. Hal ini diduga, responden yang memakai alat kontrasepsi adalah mereka yang mempunyai jumlah anak lahir hidup sesuai jumlah anak yang diinginkan, dan tidak menambah anak lagi.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leokadia Retno Adriani
"Meskipun Indonesia dilanda resesi ekonomi dan kekacauan politik selama beberapa tahun ini, namun industri telepon seluler (ponsel) terus berkembang.
Dalam industri telepon seluler di Indonesia terdapat 9 perusahaan operator ponsel, yaitu PT Mobisel NMT-450, PT Komselindo AMPSICDMA, PT Satelindo, PT Telkomsel, PT Excelcomindo (GSM-XL), Byru, Telkom Mobile, Indosat Multi Media Mobile (IM-3), dan satu pendatang barn yang akan masuk (Sugardo, 2001). PT Satelindo yang beroperasi sejak tahun 199311994, bersama dengan PT Telkomsel dan PT Excelcomindo menguasai 90 % pangsa pasar operator ponsel (Nilsson, 2001).
Jumlah pelanggan operator ponsel mengalami pertumbuhan pesat, dari satu juta pelanggan di tahun 1998, meningkat menjadi 2,1 juta pelanggan di tahun 1999, dan pada tahun 2000 telah melebihi empat juta pelanggan (Kompas, 25 Iuli 2001). Pelanggan operator ponsel didominasi (90%) oleh pelanggan prabayar.
Perkembangan yang pesat pada industri ponsel. ini didorong oleh kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi. Ponsel yang pada awalnya berfungsi sebagai alat lalu, lintas pembicaraan, kini dapat menyediakan berbagai Iayanan selain suara, yaitu pengiriman data, akses data ke internet, dan lain-lain.
Kecepatan peningkatan jumlah permintaan akan jasa operator ponsel, diduga tidak diimbangi oleh peningkatan pelayanan yang prima, sehingga timbul keluhan¬keluhan pelanggan. Demikian pula pada pelayanan purna jual, khususnya pelayanan dalam pengaduan-keluhan pelanggan, nampaknya perusahaan operator ponsel kurang memperhatikan, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi ketidakpuasan pelanggan dan selanjutnya pelanggan meninggalkan perusahaan operator tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis menguji persepsi-keadilan (perceived justice) dari mahasiswa pengadu-keluhan kepada perusahaan operator ponsel, khususnya persepsi¬keadilan mereka mengenai penanganan-keluhan yang dialaminya. Selanjutnya, penulis menguji bagaimana persepsi-keadilan tersebut mempengaruhi kepercayaan dan komitmen mereka pada perusahaan operator ponsel yang dilanggannya. Untuk meneliti pengaruh dari variabel-variabel tersebut, penulis menggunakan dasar dari model penelitian Tax, Brown dan Chandrashekaran (1998), dengan menggabungkan variabel Sikap tentang pengaduan-keluhan sebagai anteseden dari persepsi-keadilan dari model Blodgett, Granbois dan Walters (1993).
Persepsi-keadilan dan para pengadu-keluhan ini diukur dengan menggunakan 8 indikator. Sedangkan kepercayaan dan komitmen, masing-masing diukur dengan 2 indikator. Penelitian ini memasukkan variabel kepuasan pengadu atas penanganan¬keluhan, sebagai mediator antara persepsi keadilan dan kepercayaan serta komitmen para pengadu. Kepuasan diukur dengan menggunakan 2 indikator. Sedangkan Sikap tentang pengaduan keluhan sebagai anteseden dari persepsi-keadilan diukur dengan menggunakan 2 indikator.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metoda survei cross-sectional, dengan judgment sampling , dan personally administered questionnaires, kepada mahasiswa dari 5 perguruan tinggi di Bandung. Responden penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa.
Jumlah responden ini dianggap cukup, karena pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metoda Structural Equation Modelling (Sal). Metoda SEM dapat menguji suatu rangkaian hubungan saling ketergantungan secara seketika, yang diperlukan untuk menganalisis model penelitian ini, dimana satu variabel terikat akan menjadi variabel babas pads hubungan saling ketergantungan berikutnya.
Dari hasil analisis penelitian ini, ditemukan bahwa :
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Persepsi-keadilan dari mahasiswa pengadu-keluhan dan Kepuasan pengadu serta Kepercayaan mereka pada perusahaan.
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Sikap tentang pengaduan¬keluhan dan Persepsi-keadilan, antara Persepsi-keadilan dengan Kornitmen, antara Kepuasan pengadu dan Kepercayaan serta Kornitmen, antara Kepercayaan dan Kornitmen.
Dan hasil penelitian ini, penulis mengusulkan untuk menggunakan variabel tera.mati yang lain untuk membentuk model persepsi-keadilan, sikap tentang pengaduan keluhan, kepuasan, kepercayaan dan komitmen. Penulis juga mengusulkan¬untuk menggunakan sampel penelitian, wilayah penelitian dab teknik sampling yang berbeda agar hasilnya dapat dibandingkan. Penulis mengusulkan untuk melakukan pengembangan model persepsi-keadilan dalam kaitannya dengan variabel pemasaran relasional, atau perilaku keluhan dengan mempertimbangkan adanya faktor interaksi antar variabel yang ada.
Demikian pula dianjurkan kepada perusahaan operator ponsel agar menjaga konsistensi komunikasi dan informasi pada seluruh jajaran perusahaan beserta penyalurnya dengan pelanggan mereka, serta meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, termasuk penanganan-keluhan, untuk menjaga agar pelanggan tidak pindah ke perusahaan lain.
Bagi pihak pemberi ijin dan pengambil kebijakan dalam pembuatan peraturan¬peraturan agar mernperhatikan kepentingan konsumen.
"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T18848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kartika Cendrasari
"Seperti umumnya negara-negara berkembang, Indonesia ditandai dengan kelebihan tenaga kerja atau labor surplus economy. Hal ini berarti bahwa jumlah angkatan kerja yang ada lebih banyak dari kesempatan kerja yang tersedia, oleh karena itu maka sebagian angkatan kerja terpaksa tidak dapat memperoleh pekerjaan (penganggur) atau sebagian sudah bekerja tetapi belum berdaya guna secara optimal (setengah penganggur). Namun demikian angka pengangguran di Indonesia relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara maju yang memberlakukan sistim tunjangan sosial. Di Indonesia, tidak adanya tunjangan dari pemerintah menyebabkan angkatan kerja yang menganggur apabila tidak mendapat dukungan finansial dari keluarganya atau diri sendirinya, sangat kecil kemungkinan mereka untuk berdiam diri tanpa menghasilkan sesuatu. Akibatnya mereka bersedia bekerja apapun walaupun dengan penghasilan yang sedikit, sehingga angka pengangguran terbuka di Indonesia relatif kecil.
Bagi masyarakat Indonesia, pendidikan merupakan sesuatu yang mahal, hanya keluarga yang relatif kaya yang mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga umumnya tenaga kerja terdidik datang dari keluarga berada. Apabila suatu keluarga mampu menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi, biasanya keluarga tersebut akan mampu membiayai anakanya menganggur dalam proses mecari kerja. Maka tidak mengherankan apabila kelompok tenaga kerja terdidik yang mampu menjadi full timer dalam mencari pekerjaan. Sebaliknya pencari kerja tak terdidik biasanya datang dari keluarga kurang mampu dimana tidak mampu membiayai masa menganggur lebih lama, sehingga mereka terpaksa harus menerima bekerja apa saja. Dalam studi ini dengan menggunakan data Sakerti tahun 1993 diperoleh hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin tanpa variabel kontrol ternyata proporsi pengangguran perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Janis kelamin mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Perempuan mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dan bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal, proporsi penganggur perempuan lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan, demikian pula dengan laki-laki.
Dilihat dari kelompok umur tanpa menggunakan variabel kontrol, ternyata proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan kelompok umur yang lain. Mereka yang berusia 35 tahun keatas mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan yang berusia muda. Setelah dikontrol dengan variabel tempat tinggal, ditemukan bahwa baik di perkotaan maupun pedesaan proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan yang berusia lebih muda.
Ditinjau dari segi pendidikan, tanpa menggunakan variabel kontrol, mereka yang berpendidikan SD/Tidak Sekolah mempunyai resiko menganggur lebih besar dibandingkan yang berpendidikan di atasnya. Dengan menggunakan variabel kontrol tempat tinggal, terlihat di perkotaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan tinggi (Diploma/universitas) lebih tinggi daripada yang berpendidikan dibawahnya, sedangkan di pedesaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan SLTA lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lainnya. Bila dilihat dari segi status perkawinan tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, ternyata mereka yang kawin resiko menganggurnya lebih tinggi dibandingkan yang belum kawin. Namun bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara proporsi penganggur yang berstatus kawin dengan yang berstatus kawin.
Dilihat dari pengalaman kerja tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, terlihat bahwa proporsi penganggur yang belum pernah bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan yang pernah kerja. Pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Mereka yang belum pernah kerja sebelumnya mempunyai resiko untuk menganggur dibandingkan dengan yang berpengalaman kerja. Dengan mengontrol variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa di perkotaan mereka yang berpengalaman kerja mempunyai resiko menganggur lebih kecil dibandingkan dengan yang belum pernah bekerja sebelumnya, pals yang sama ditemui di pedesaan. Dari segi pendapatan keluarga tanpa atau dengan memperhatikan variabel kontrol, ditemukan bahwa pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wyati Saddewisasi
"Beberapa studi mengungkapkan bahwa banyak variabel yang mempengaruhi ibu rumah tangga untuk bekerja di pasar kerja. Variabel - variabel tersebut berupa variabel - variabel ekonomi maupun variabel - variabel non ekonomi. Variabel - variabel ekonomi tersebut antara lain tingkat upah, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan maupun kekayaan lainnya. Sedangkan variabel - variabel non ekonomi terdiri dari variabel demografi dan variabel sosial. Variabel demografi antara lain umur, tempat tinggal, umur anak serta jumlah anak dan variabel sosial antara lain tingkat pendidikan dan pengalaman kerja.
Penelitian ini dimaksudkan agar lebih banyak mengetahui karakteristik ibu rumah tangga yang telah berpartisipasi dalam pasar kerja, baik yang bekerja dengan jam kerja panjang (bekerja penuh) maupun bekerja dengan jam kerja pendek (bekerja tidak penuh). Bekerja penuh adalah bekeja 35 jam atau lebih dalam satu minggu dan bekerja tidak penuh adalah bekerja kurang dari 35 jam dalam satu minggu. Disamping itu untuk mempelajari perbedaan proporsi pekerja ibu rumah tangga yang bekerja penuh menurut karakteristik sosial, ekonomi, serta demografi yang diperhatikan di Indonesia. Dalam pasar kerja. fungsi penawaran pekerja adalah sejumlah jasa yang ditawarkan (banyaknya waktu yang disediakan untuk bekerja) oleh pekerja pada suatu tingkat upah tertentu.
Studi ini menggunakan data Sakerti 1993. Karena data upah tidak tersedia bagi semua pekerja ibu rumah tangga, maka sebagai gantinya dianggap yang paling menentukan jam kerja pekerja ibu rumah tangga adalah status pekerjaan serta variabel individu lainnya, yang merupakan variabel pengontrol yaitu umur anak, jumlah anak, tingkat pendidikan, tempat tinggal dan umur ibu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa status berusaha, buruh/karyawan dan pekerja keluarga merupakan kelompok - kelompok pekerjaan yang jam kerjanya bebeda - beda. Disamping itu pekerja ibu rumah tangga biasanya mempunyai sifat bukan penghasil pendapatan yang utama tetapi hanya merupakan kegiatan yang sifatnya membantu menambah pendapatan keluarga. Responden yang dianalisa dalam penelitian ini adalah wanita usia 15 - 49 tahun yang bekerja dan bersatus kawin (pekerja ibu rumah tangga) yang seluruhnya berjumlah 2314 orang. Dari responden tersebut yang bekerja penuh sejumlah 1229 orang dan yang bekerja tidak penuh 1085 orang.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. yaitu analisis statistik diskriptif dan analisis inferensial. Analisis statistik diskriptif dilakukan dengan menyajikan tabulasi silting berdimensi dua atau lebih. Analisis deskriptif ini dipergunakan untuk mempelajari perbedaan proporsi kelompok responden tertentu berdasarkan beberapa variabel yang diperhatikan. Disamping untuk mengetahui besarnya ukuran asosiasi parsial yang menunjukkan besarnya perbedaan variabel bebas terhadap variabel lainnya yang ditetapkan sebagai variabel tak bebas. Analisis inferensial dilakukan untuk mempelajari perbedaan antar variabel bebas terhadap variabel terikat yang berupa jam kerja. Selain itu akan dihitung nilai estimasi proporsi ibu bekerja penuh menurut variabel status pekerjaan utama, umur anak terakhir, pendidikan ibu, jumlah anak, daerah/tempat tinggal dan umur ibu yang diperhatikan, Dalam hal ini digunakan enam model logistik.
Dari hasil studi diperoleh karakteristik sosial, ekonomi, demografi ibu rumah tangga yang bekerja penuh dan tidak penuh sebagai berikut:
Dilihat dari status pekerjaan, secara keseluruhan baik yang bekerja dengan jam kerja penuh maupun jam kerja tidak penuh presentase terbesar adalah pekerja ibu rumah tangga yang mempunyai status pekerjaan berusaha, sedangkan presentase terendah adalah pekerja keluarga. Demikian pula apabila diperhatikan menurut kelompok pekerja yang bekerja penuh. Untuk pekerja yang bekerja tidak penuh presentasi tertinggi adalah berusaha, presentase terendah adalah buruh/karyawan dan untuk pekerja keluarga menduduki urutan kedua.
Berdasarkan kelompok umur anak terakhir, untuk yang bekerja penuh , tidak penuh meupun secara keseluruhan, sebagian besar mempunyai anak terakhir bukan balita.
Dari segi pendidikan, ternyata sebagian besar pekerja ibu rumah tangga adalah berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar (SD) kebawah. Kemudian berturut-turut adalah untuk kelompok tamat SD, tamat SLTA dan tamat SLTP. Apabila dkelompokkan menurut kelompok yang bekerja penuh dan tidak penuh, urutannya juga sama, yaitu terbesar pekerja yang berpendidikan tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP dan tamat SLTA.
Menurut kelompok jumlah anak, secara keseluruhan pekerja ibu rumah tangga mempunyai anak yang jumlahnya sedikit yaitu jumlahnya paling banyak tiga orang. Demikian pula menurut kelompok jam kerja penuh maupun tidak penuh yang diperhatikan, maka pekerja ibu rumah tangga juga memiliki anak yang jumlahnya sedikit.
Apabila diperhatikan tempat tinggalnya, ibu rumah tangga yang bekerja penuh sebagian besar tempat tinggalnya di pedesaan. Demikian pula untuk yang bekerja tidak penuh. Dengan demikian, secara keseluruhan pekerj ibu rumah tangga sebagian besar berada di pedesaan.
Selanjutnya diperoleh informasi bahwa sebagian besar pekerja ibu rumah tangga adalahberumur antara 30-39 tahun, dan berturut-turut kelompok 40-49 dan terendah kelompok 15-29 tahun. Untuk kelompok ibu yang bekerja penuh maupun tidak, juga sebgaian besar berusia 30-39 tahun dan berturut-turut kelompok umur 40-49 serta 15-29 tahun.
Berdasarkan analisa dan pembahasan : secara deskriptif dan inferensial dapat disimpulkan:
Proporsi bekerja penuh disektor yang berusaha lebih besar dari pada pekerja keluarga, demikian pula untuk buruh/karyawan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada pekerja keluarga
Dengan memperhatikan umur anak, khussu untuk yang mempunyai anak balita, proporsi bekerja penuh yang berusaha lebih besar dari pada pekerja keluarga. Untukburuh/karyawan yang mempunyai anak balita proporsi bekerja penuhnya juga lebihbesar dari pada pekerja keluarga. Demikian pula halnya dengan pekerja yang memiliki anak terakhir bukan balita, proporsi bekerja penuh untuk yang berusaha lebih besar dari pada proporsi bekerja penuh pekerja keluarga. Juga untuk buruh/keryawan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada pekerja keluarga.
Dari kelompok umur anak dan pendidikan, diperoleh informasi bahwa secara umum proporsi bekerja penuh yang berusaha untuk yang memiliki anak balita baik pendidiknnya tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih besar dari pada pekerja keluarga atau kelompok umur dan pendidikan yang sama. Kecuali untuk yang berusaha memiliki anak balita pendidikannya tamat SLTA proporsi bekerja penuh lebih kecil dari pada pekerja keluarga, bahkan untuk kelompok tamat SLTA yang berusaha cenderung bekerja tidak penuh sedangkan pekerja pekerja keluarga cenderung balita baik pendidikannya tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP lebih besar dari pada pekerja untuk kelompok yang sama. Sedangkan buruh/karyawan yang pendidikannya tamat SLTA, mempunyai anak balita walaupun cenderung bekerja penuh, tetapi proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan pekerja keluarga yang bekerja penuh untuk kelompok yang sama.
Untuk kelompok umur anak dan jumlah anak, baik ibu rumah tangga dengan anak balita maupun bukan dan jumlah anaknya sedikit maupun banyak proporsi bekerja penuh yang berusaha maupun buruh/karyawan lebih besar dari pekerja keluarga. Namun demikian untuk buruh/karyawan yang memiliki anak balita dan jumlah anaknya banyak proporsi bekerja penuhnya lebih kecil dari pada proporsi bekerja tidak penuh. Dengan demikian untuk kelompok ini cenderung bekerja dengan jam kerja pendek.
Menurut kelompok umur anak dan tempat tinggal yang diperhatikan, ibu rumah tangga yang bekerja penuh, memiliki anak balita atau bukan, bertempat tinggal di pedesaan atau di perkotaan, status pekerjaannya berusaha atau buruh/karyawan, proporsinya lebih besar dibandingkan denga pekerja keluarga menurut kelompok yang sama. Yang menarik dari hasil temuan ini adalah bagi buruh/karyawan yang memiliki anak balita, tempat tinggalnya di pedesaan, proporsi ibu yang bekerja penuh lebih kecil dari pada proporsi ibu bekerja tidak penuh. Juga untuk pekerja keluarga yang memiliki anak bukan balita tinggal di perkotaan proporsi bekerja penuhnya lebih besar dari pada proporsi bekerja tidak penuh.
Apabila kelompok umur anak dan tempat tinggal yang diperhatikan, secara umum proporsi ibu bekerja penuh baik memiliki anak balita atau bukan, status pekerjaannya berusaha atau buruh/karyawan lebih besar dibandingkan dengan proporsi bekerja penuh pekerja keluarga untuk kelompok umur anak dan kelompok umur ibu yang sama. Namun demikian buruh/karyawan yang mempunyai anak balita berumur 40-49 tahun cenderung bekerja tidak penuh. Sedangkan pekerja keluarga yang memiliki anak bukan balita berumur 15-29 dan 30-39 senderung bekerja penuh.
Berdasarkan besarnya asosiasi parsial dalam analisa deskriptif dan dari besarnya nilai p<0,05 dalam analisa inferensial, secara umum terdapat perbedaan yang berarti antara variabel sosial, ekonomi dan demografi yang diperhatikan terhadap jam kerja ibu rumah tangga. Dari hasil perhitungan odd rasio, ada perbedaan kecenderungan ibu rumah tangga bekerj apenuh menurut tiap kelompok variabel bebas yang diperhatikan. Menurut analisa deskriptif dan inferensial, sebagian besar ibu yang berusaha maupun buruh/karyawan mempunyai kecenderungan bekerja penuh, sedang untuk pekerja keluarga mempunyai kecenderungan bekerja tidak penuh.
Dalam studi ini dikemukakan implikasi kebijakan sebagai berikut:
Perlu ditingkatkan pengetahuan pekerj aibu rumah tangga yang memiliki pendidikan rendah, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti kursus-kursus dan pelatihan agar produktivitas dan keterampilan kerjanya meningkat. Pelaksanaan pendidikan bagi pekerja tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama anatara lembaga pendidikan, Departemen Tenaga Kerja maupun instansi terkait lainnya seperti Universitas khususnya Lembaga/Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat.
Perlu dipikirkan alternatif kesempatan kerja yang produktif, mengingat sebagian besar pekerja ibu rumah tangga yang tempat tinggalnya di pedesaan bekerja tidak penuh. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan mendirikan industri-industri rumah tangga yang mengolah hasil-hasil pertanian di desa, misalnya industri kerupuk singkong, anyaman bambu dan industri kerajinana tangan yang sesuai dengan potensi desanya.
Bagi yang mempekerjakan ibu usia 30-39 tahun, perlu memperhatikan berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran dan perawatan anak terutama yang masih balita. Perlu disediakan tempat-tempat penitipan anak yang dekat dengan tempat kerja, khususnya bagi ibu bekerja penuh dan masih memiliki anak balita."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Putu Wirama
"Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan yang komplek dan padat resiko, keselamatan pasien sangat penting untuk meningkatan mutu rumah sakit, salah satu caranya adalah dengan melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Perawat memiliki kontak paling lama dengan pasien sehingga menjadi komponen terpenting dalam pelaporan KTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi melaporan KTD di Rumah Sakit Prima Medika Denpasar tahun 2020. Rumah Sakit Prima Medika Denpasar merupakan rumah sakit swasta tipe C. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian cross sectional dengan sampel penelitian 140 perawat yang dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2020. Didapatkan gambaran persepsi perawat yang tidak pernah melaporkan KTD sebesar 63.6% karena tidak pernah menemukan kejadian KTD atau mungkin pernah mendapat kejadian KTD tetapi tidak berani mealpor. Variabel yang berhubungan signifikan dengan persepsi melaporkan KTD oleh perawat adalah variabe sikap (p value = 0.002), pendidikan (p value = 0,046), porsi beban kerja berat (p value = 0,003 ) dan porsi beban kerja ringan (p value = 0,026 ). Variabel yang paling berpengaruh adalah sikap perawat ( OR 4,33 ). Saran antara lain adalah rumah sakit menumbuhkan sikap positif perawat dalam hal melaporkan KTD dengan memberikan penghargaan kepada yang melapor, rumah sakit melakukan pelatihan keselamatan pasien secara rutin dan regular, shif kerja malam selama 12 jam perlu di evaluasi.

Hospital is complex and full of risk medical facility. Adverse events reporting is one part of the patient safety system that has an important roles to improve the hospital’s quality. Nurses have the longest contact’s time with patients so they become the most important component in reporting the Adverse Event reporting. This study aims to determine the factors that affects perception in adverse event reporting at Prima Medika Hospital Denpasar in 2020. Prima Medika Hospital is a type C private hospital. This study is quantitative study using a cross-sectional design with 140 nurses as samples and conducted in June 2020. The nurses’s perception who never report adverses event is 63.6%, assuming they never found any adverse event or maybe have found it but not have no courage to report it. The variable that significantly associated with perceptions on adverse event reporting by nurse are attitude (p value=0.002), education (p value=0.046), and workload ( heavy workload with p value= 0.003 and light workload with p value=0.026). The most affecting variable is the nurses attitude (OR 4.33). It is proposed for the hospital to build the nurses positive attitude to report adverse events one through giving appreciation to those who report the adverse event, hospital needs to give regular patient safety training to maintain the nurse knowledge, and to revisit the 12-hour nightshift which is regarded as unusual long hours.. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Adler Haymans, 1961-
"Disertasi ini bertujuan untuk melihat Konsistensi Pemilihan Saham dalam Pembentukan Portofolio di BEJ oleh Manajer Investasi dikaitkan dengan Variabel Rasio Empirik Kinerja Perusahaan. Untuk menjawab tujuan tersebut, disertasi ini menggunakan data dari (i) hasil jawaban kuesioner 16 Manajer Investasi terhadap latar belakangnya, persepsinya pada rasio keuangan dan konsistensi Manajer Investasi dalam memilih saham; (ii) data rasio keuangan yang diperoleh dari BET; serta (iii) data makro dari Bank Indonesia pada periode tahun 1995 sampai dengan tahun 2000.
Markowitz (1952) menyebutkan bahwa risiko dan tingkat pengembalian saham merupakan faktor penting dalam pemilihan saham. Dalam studi ini beberapa variabel yang dimiliki saham yang dikenal dengan variabel rasio keuangan dimasukkan untuk menentukan saham masuk dalam portofolio. Variabel rasio keuangan yang diuji dengan variabel dikotomi masuknya saham dalam portofolio adalah Aset, DER, dividend yield, kapitalisasi pasar, likuiditas saham, PBV, PER, jumlah pemegang saham, tingkat pengembalian saham, ROE, ROTC, dan volatilitas. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan regressi logistik adalah variabel Aset, DER, likuiditas, kapitalisasi pasar, PBV, PER dan volatilitas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dikotomi pemilihan saham tersebut.
Hasil yang diperoleh bahwa Manajer Investasi umumnya (62,5%) tidak konsisten dalam pemilihan saham sehingga Manajer Investasi tersebut menggunakan strategi acak untuk memenuhi tingkat pengembalian protofolio yang diinginkan investor. Manajer Investasi tersebut mempunyai skala prioritas dalam memilih saham dimana saham bertumbuh (growth stocks) sebagai prioritas utama dan saham bernilai (value stocks) sebagai prioritas kedua. Dalam hubungannya dengan variabel yang dimiliki saham bersangkutan maka variabel kualitas manajemen merupakan prioritas utama dan profitabilitas sebagai prioritas kedua dalam pemilihan saham. Ditemukan pula tidak adanya hubungan antara latar belakang Manajer Investasi dengan persepsinya pada rasio keuangan.
Selanjutnya, saham-saham yang terpilih menjadi portofolio dengan menggunakan regressi logistik sebanyak 30 saham. Dengan terpilihnya 30 saham tersebut maka dibentuk 7 alternatif portofolio yaitu satu portofolio berdasarkan sama penimbang (equal weighted) untuk setiap saham (portofolio rataan) disebut dengan portofolio rataan, dan 6 portofolio berdasarkan kapitalisasi pasar dan saham bersangkutkan dengan kapitalisasi pasar pada tahun 1995, 1996, 1997, 1998, 1999 dan 2000. Dan tujuh portofolio tersebut maka portofolio rataan yang memberikan tingkat pengembalian tertinggi dibandingkan dengan enam portofolio lainnya.
Dalam studi terdahulu, tidak efisiennya BEJ (Husnan, 1991 dan 1992; Manurung, 1996a, 1997d; Hermanto, 1998; dan Jasmina, 1999) serta tidak berdistribusi normalnya tingkat pengembalian saham (Manurung 1994) maka ada faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio seperti uang beredar, nilai kurs US Dollar terhadap Rupiah (Hermanto, 1998; dan Shakowi, 1999) dan inflasi. Dalam riset ini, hasil yang diperoleh dengan menggunakan regressi nonparametrik bahwa variabel pertambahan uang beredar, kurs dollar Amerika Serikat dan inflasi mempunyai pengarah terhadap tingkat pengembalian portofolio, sedangkan variabel investor asing tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian portofolio. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Manurung (1996), Hermanto (1998), Shakowi (1999) dan Sudjono (2002).
Reksa Dana sebagai suatu portofolio yang dikelola oleh Manajer Investasi selalu diperbandingkan dengan IHSG dan LQ-45 sebagai patokan (benchmark) dari Manajer Investasi. Dalam studi ini ditemukan pula bahwa hasil yang diperoleh adalah tidak cukup signifikan untuk menolak bahwa tingkat pengembalian Reksa Dana lebih besar dan tingkat pengembalian IHSG dan LQ-45. Terbentuknya portofolio dengan 30 saham maka patokan Manajer Investasi bertambah yaitu portofolio rataan yang dibentuk sesuai uraian sebelumnya. Hasil pengujian terhadap tingkat pengembalian Reksa Dana dengan portofolio rataan bahwa tidak signifikan untuk menolak tingkat pengembalian Reksa Dana lebih tinggi dari tingkat pengembalian Portofolio rataan.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi kepada para peneliti selanjutnya dan pengambil keputusan yaitu alokasi aset untuk portofolio yang dipegang investor sama untuk setiap saham. Pembuat kebijakan seperti Bapepam seaaiknya merubah peraturan mengenai Reksa Dana untuk diinvestasikan kepada saham tidak melebih 10% dari total assetnya. Pada sisi lain, para pengelola investasi sudah selayaknya memperhatikan variabel uang beredar, nilai kurs dan inflasi dalam membangun portofolionya.
Beberapa hasil penelitian dalam disertasi ini tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti tidak konsistennya Manajer Investasi (dianggap sebagai wakil dari Investor) dalam memilih saham. Kemungkinan besar, hasil seperti ini disebabkan sampel yang masih berjumlah kecil hanya terbatas kepada manajer investasi. Untuk penelitian selanjutnya, sampel diperbesar dengan langsung kepada investor, mengingat bahwa dalam program investasi, pengaruh dan kebutuhan atau kepentingan investor terhadap kebijakan manajer investasi cukup relevan. Dalam penelitian ini telah diketemukan tidak konsistennya Manajer Investasi walaupun tidak signifikan serta BEJ tidak efisien maka perlu diteliti oleh peneliti selanjutnya mengenai rasionalitas dari investor tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
D472
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasuhut, Maslina W.
"ABSTRAK
Model pengambilan keputusan selama ini mengasumsikan bahwa produk yang akan dibeli merupakan produk yang belum pernah dimiliki sebelumnya. Pada kenyataannya, konsumen juga membeli produk baru, pengganti produk lama yang masih berfungsi. Proses mental yang terjadi dalam diri konsumen tentu berbeda dalam memutuskan membeli produk baru yang belum pernah dimiliki, atau membeli produk baru pengganti produk lama yang masih berfungsi. Model pengambilan keputusan membeli produk baru pengganti dari Okada (2001), menerangkan bahwa akuntansi mental terhadap produk lama, serta harga nominal produk baru merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen membeli produk baru pengganti. Model ini perlu dikembangkan dengan pendekatan behavioral agar diketahui proses pengambilan keputusan yang lebih tepat, serta dapat menerangkan pengaruh stimulus pemasar pada pengambilan keputusan konsumen.
Dalam penelitian ini diperiksa pengaruh stimulus pemasar berupa framing dan stimulus self control untuk menggoda konsumen, beserta kondisi mood konsumen, dalam pengambilan keputusan membeli produk pengganti.
Eksperimen dilakukan dengan 2x2x2 between-subject factorial design, untuk mengukur variabel respon bivariat yaitu Nilai Produk Baru dan Niat Membeli Produk Baru Pengganti.
Analisis dengan metode Analisis Faktor, Manova dengan menerapkan prosedur General Linear Model (GLM) Multivariate model custom dan model full factor serta One way Anova.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa stimulus pemasar berupa framing dan stimulus self control untuk menggoda konsumen, bersama dengan kondisi mood konsumen, ditemukan berpengaruh terhadap variabel respon bivariat Nilai Produk Baru(Y1) dan Niat Membeli Produk Baru Pengganti (Y2). Manipulasi Self Control oleh pemasar yang ditemukan sebagai faktor utama (main effect), serta interaksi framing dengan mood (F*M), berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon bivariat (Y1,Y2). Variabel respon Nilai Produk Baru (Yl) ditemukan berpengaruh secara positif terhadap variabel respon Niat Membeli Produk Baru Pengganti (Y2). Selain itu, dengan memperhitungkan pengaruh linier Nilai Produk Baru sebagai kovariat, ditemukan bahwa Niat Membeli Produk Baru Pengganti mempunyai perbedaan signifikan antara kedelapan set, tergantung dari perlakuan yang dibentuk oleh ketiga faktor eksperimen.
Kontribusi penelitian dalam tataran teoritis yaitu memberikan model alternatif pengambilan keputusan membeli produk baru pengganti, memberikan masukan bagi literatur pemasaran tentang pentingnya strategi migrasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksperimen dalam penelitian ini, memberikan masukan tentang framing pada forward looking sebagai bagian akuntansi mental, juga masukan bagi literatur psikologi sosial, dan statistika terapan.
Dalam implikasi manajerial, temuan dalam penelitian ini memberi sumbangan pemikiran pentingnya strategi migrasi sebagai bagian dari strategi mempertahankan konsumen, strategi framing sebagai strategi creative, strategi pemilihan media vehicle sebagai strategi media, serta pentingnya pertimbangan behavioral dalam membuat strategi promosi penjualan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
D551
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>