Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Salim
"Studi ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi kemunculan organisasi pengamanan swakarsa sekaligus untuk mengetahui eksistensinya di masyarakat Lombok. Fenomena perubahan dalam masyarakat tradisional yang terjadi sejak tahun 1999, ditandai dengan kehadiran berbagai kelompok pengamanan masyarakat secara terorganisir dengan keanggotaan yang besar. Organisasi pengamanan ini juga menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial keagamaan bagi anggota dan masyarakat. Realitas tersebut dapat dipandang sebagai gejala baru dari perubahan masyarakat, yang tentu saja membutuhkan pemahaman.mendalam dan menyeluruh.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran terhadap dokumen-dokumen dan berita-berita koran. Kesimpulan yang diperoleh adalah kemunculannya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain pertama faktor ekonomi yaitu kerugian harta benda, akibat pencurian. Kondisi ini mendorong masyarakat melakukan upaya pembelaan diri secara kolektif dan terorganisir dalam rangka mempertahankan harta benda yang dimiliki. Kedua; faktor ketidakmampuan aparat Polisi memberikan rasa aman kepada masyarakat akibatnya muncul ketidakpercayaan. Ketiga, adanya dukungan Tuan Guru sebagai tokoh agama sekaligus tokoh informal karismatik untuk melawan kemungkaran, menegakkan amar ma?ruf nahi mungkar sesuai perintah agama dengan memberantas pencuri dan perampok yang selalu mengancam dan meresahkan masyarakat. Terakhir kemunculan Pam Swakarsa tersebut, tidak terlepas dari pengaruh reformasi yang membuka iklim kebebasan bagi masyarakat untuk mendirikan suatu organisasi. Sedangkan eksistensinya adalah menjaga keamanan lingkungan di wilayah basis masing-masing organisasi dan melakukan penyadaran hukum bagi para pencuri dan perampok yang tertangkap.
Dalam perkembangannya keberadaan Pam Swakarsa telah menjadi wadah untuk memperkuat kohesi sosial (silaturrahmi) warga masyarakat sebab kegiatan organisasi tersebut, telah berkembang menjadi kegiatan-kegiatan sosial keagamaan melalui dukungan Tuan Guru. Kegiatan-kegiatan itu antara lain, seperti bantuan dan santunan bagi anggota yang mengalami musibah, kecurian maupun meninggal dunia. Dan penyelenggaraan pengajian-pengajian serta majelis taklim. Kegiatan-kegiatan tersebut oleh masyarakat tradisional Lombok dipandang sebagai kegiatan yang sangat positif."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Darmawan
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini dilakukan guna menjawab pertanyaan teoritis bagaimana peran ruang publik dalam mendukung keistimewaan DIY. Dalam penelitian ini ditemukan bentuk bentuk ruang publik di DIY seperti Angkringan, Media Massa, Aula Pasar, dan lain-lain. Kelompok masyarakat penolak keistimewaan DIY dalam ruang publik di DIY bergerak secara tertutup. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang mendukung keistimewaan DIY bergerak secara terbuka. Keberadaan ruang publik sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang aspiratif, dimana hukum dibuat melalui proses diskursus publik. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa eberadaan ruang publik berperan dalam merubah sikap fraksi DPRD di DIY yang sebelumnya menolak, menjadi mendukung keistimewaan DIY.

Research methods used in this study are primarily those qualitative approaches. This research is conducted to analyze the role of Public Sphere in supporting DIY idiosyncrasy. There are many forms Public Sphere in DIY such as Angkringan, Mass Media, Market Auditorium, and others. Some of them secretly reject that idiosyncrasy while others frankly accept it. It's critical to build Public Sphere in realizing good governance which enacted a law solely from public discourse. In this research we found that Public Sphere has a significant role in changing DPRD?s political stance to accept/support the idiosyncrasy DIY."
2009
T26183
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana Barliantari
"Hingga saat ini laju penularan HIV cenderung terus meningkat, demikian pula peningkatan jumlah kasus AIDS. Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan HIV di Indonesia sejak tahun 1995 semakin memprihatinkan. Di beberapa daerah, prevalensi HIV positif di kalangan pekerja seks meningkat sampai mendekati 5%. Tingkat epidemi ini telah mengarah pada level epidemi terkonsentrasi di kalangan populasi berisiko. Angka kumulatif kasus AIDS tertinggi per September 2007 dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, dan Jawa Timur (www.aids-ina.org). AIDS memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan struktur masyarakat. Penyakit ini mempertinggi angka kematian ibu dan anak di Indonesia dan mengancam keberlangsungan hidup angkatan kerja di Indonesia karena kasus AIDS banyak ditemukan pada kalangan usia produktif. Penyakit ini juga semakin menyulitkan usaha-usaha untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia (UNDP, 2001). Tahun 2010 diperkirakan akan ada sekitar 110.000 orang yang menderita atau meninggal karena AIDS, serta 1 ? 5 juta orang yang mengidap virus HIV. Seriusnya ancaman HIV&AIDS membuat pencegahan penularan HIV& AIDS menjadi tujuan ke enam dari delapan tujuan penting dalam Millenium Development Goals (MDGs). AIDS adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini ditularkan melalui beberapa cara, salah satunya adalah melalui hubungan seks tanpa kondom, yang merupakan cara penularan dominan. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dan hingga saat ini belum ditemukan vaksin untuk pencegahan serta obat yang mampu menyembuhkan penyakit ini. Beberapa hasil penelitian dan survei menunjukkan bahwa tingkat pemakaian kondom di kalangan pelanggan wanita penjaja seks masih rendah. Padahal, penggunaan kondom dalam seks komersil merupakan kunci penting pencegahan penularan HIV karena hubungan seks merupakan salah satu jalur utama penularan HIV (Depkes, 2005). Mengacu pada permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja mempengaruhi perilaku penggunaan kondom di kalangan pasangan tetap wanita penjaja seks (Gendak) pada saat melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya dan/atau kelompok berisiko lainnya sebagai upaya untuk mencegah penularan IMS, HIV&AIDS. Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 211 Gendak sebagai unit analisisnya, yang merupakan kelompok dampingan Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data primer yang diperoleh melalui survei untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut. Data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2002 dan SPSS for Windows Release 11.00. dengan aplikasi analisis regresi metode enter dan dilanjutkan dengan analisis jalur untuk melihat besarnya koefisien pengaruh langsung dan tidak langsung atas sejumlah varaibel yang diuji. Dilakukan uji asumsi, seperti uji normalitas sebaran, uji linieritas, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinieritas, terhadap data-data penelitian. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan kondom, sedangkan variabel independen terdiri dari delapan yaitu (1) faktor pengalaman pernah terkena IMS, HIV&AIDS, (2) faktor pengetahuan IMS, HIV&AIDS, (3) faktor sikap, (4) faktor pendidikan, (5) faktor pekerjaan, (6) faktor umur, (7) faktor status perkawinan, dan (8) faktor akses terhadap kondom. Terdapat tiga hipotesis utama yang diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan metode regresi dan analisis jalur, penelitian menyimpulkan (1) pengalaman dan pendidikan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan, (2) pengalaman, pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan dan pengetahuan secara bersama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap, dan (3) pendidikan, umur, pekerjaan, status perkawinan, akses dan sikap secara bersama berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak. Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan Gendak adalah antara lain (1) peningkatan dan perbaikan akses kondom dengan cara: a) perluasan pembentukan outlet kondom yang dekat dengan lokasi transaksi seks; b) kondom tidak diberikan secara gratis namun dijual dengan harga yang terjangkau, c) meningkatkan kualitas fisik kondom (lebih halus, tipis dan sesuai ukurannya); (2) kampanye penggunaan kondom; (3) diseminasi informasi HIV&AIDS dilakukan melalui media massa berupa TV, radio dan surat kabar; (4) membuat kebijakan Peraturan Daerah (Perda) penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi; dan (5) pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Peer Educators di kalangan Gendak maupun wanita penjaja seks.

To date, the spread of HIV in Indonesia is increased dramatically, as well as the cases of AIDS found. The epidemiology data shows that since 1995 the HIV cases have been worsening. In several areas, the prevalence of HIV among commercial sex workers is increasing and reaching approximately 5%. As a consequence, this level of epidemic has moved Indonesia towards a concentrating epidemical category amongst high risk group. The www.aids-ina.org reported that as of September 2007, four provinces as the highest cumulative AIDS cases in Indonesia include DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, and Jawa Timur. AIDS causes significant impact on the changes of society structure. This disease increases the mortality rate of mothers and children in Indonesia, and also endangers the workers life expectancy in Indonesia as this case tends to be found among the productive age of workers. The disease also creates an obstacle in the efforts to reduce poverty in Indonesia (UNDP, 2001). In 2010, it is predicted that about 110.000 people will suffer or die due to AIDS and there will be one to five million people infected by HIV. The serious threat of HIV&AIDS had made the prevention towards the spread of HIV&AIDS was taken as one goal of amongst eight important goals in the Millennium Development Goals (MDGs). AIDS is an infected disease caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). This disease infects people through several ways and most dominant way is through unsafe sexual activity (without using condom). The disease is a very dangerous disease as it could cause death and until now, there have been no vaccines or drugs that could prevent or cure the disease. Several studies and surveys indicate that the level for the use of condom is still low among the clients of female commercial sex workers. Theoretically, the use of condom in commercial sex activities is the most important way to prevent the spread of HIV infection. Based on the above mentioned problems, this study is intended to know what factors which influence the behavior for the use of condom among the spouses of women commercial sex workers (Gendak) when they have sexual activities with their partners and/or other risky groups as one of the prevention methods to reduce the spread of HIV&AIDS. There are 211 Gendaks interviewed, consisting of 111 Gendaks, who are the assisted group of Yayasan Perkumpulan Bandungwangi (PBW) and the other 100 Gendaks, who are the assisted group of Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DKI Jakarta, in East Jakarta Municipality. Researcher applies the quantitative approach by analyzing the primary data which were collected through survey method by answering the main questions of this study. The data were collected and processed by using the computer program, namely Microsoft Excel 2002 and SPSS for Windows Release 11.00, then used the regression analysis of enter method and continued with path analysis to see the coefficient of Direct Influence and Indirect Influence of several variables which were tested. In this study, the dependent variable is the condom use behavior. While the independent variables are eight factors, namely (1) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS; (2) knowledge about STI, HIV&AIDS; (3) attitude; (4) educational background; (5) jobs; (6) ages; (7) marital status; and (8) condoms accessibility. There are 3 main hypothesis are tested. Based on the statistical regression and path method analysis results conclude that (1) experience of having such diseases like STI, HIV/AIDS and educational background significantly influences on Gendak?s knowledge, (2) experience of having such diseases like sexual transmission infection (STI), HIV&AIDS, educational background, job, age, and marital status, and knowledge about STI, HIV&AIDS significantly influence on Gendak?s attitude; and (3) educational background, job, age, marital status, condom accessibility and attitude significantly influence on Gendak?s condom use behavior. Recommendations to increase the condom use behavior amongst Gendak include (1) increasing and improving condom accessibility through ways of: a) widening the condom outlets located near by the locations of the sexual transaction, b) no distribution of free condoms, but they should be sold at an affordable price, c) increasing the physical quality of condoms (tenderer, thinner and fit in size); (2) campaigns for the use of condom; (3) information disseminations of HIV&AIDS through mass media such as TV, radio, and newspapers, (4) develop a local policy for 100% use of condom in the commercial sex locations; and (5) community empowerment through the establishment of peer educators (PE) amongst Gendaks as well as amongst the female commercial sex workers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliani Widiyaningsih
"Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 belum sepenuhnya memberi penguatan terhadap demokrasi di tingkat lokal. Hal ini disebabkan oleh kewenangan DPRD di dalam menentukan kepala daerah pada akhirnya justru melahirkan praktek money politics dan konflik internal di dalam partai politik. Selain itu, DPRD sebagai lembaga yang mewakili saluran politik justru kurang responsif terhadap aspirasi rakyat dan cenderung memperhatikan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Perubahan pemilihan kepala daerah dari tidak langsung (yakni dipilih oleh DPRD) menjadi langsung dipilih oleh rakyat merupakan kemajuan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia terutama dalam memperkuat demokrasi lokal. Dengan perubahan ini diharapkan mampu mengurangi arogansi legislatif yang selama ini terjadi di berbagai daerah-daerah serta memperkuat institusi lokal di dalam mengelola kedaulatan rakyat khususnya di dalam menentukan masa depan daerahnya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalaman Kota Depok dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pasca reformasi, baik yang diselenggarakan melalui perwakilan maupun secara langsung. Dari kedua pengalaman tersebut terlihat bahwa proses penguatan demokrasi belum memberi kekuasaan kepada rakyat dan cenderung banyak mengalami hambatan terutama oleh prilaku elit politik yang belum memperlihatkan perubahan secara signifikan, dimana rakyat belum dilibatkan secara penuh di dalam proses sirkulasi kekuasaan. Dari latar belakang tersebut di atas, akan dijawab beberapa pertanyaan penelitian seputar, pertama, bagaimana proses penguatan demokrasi berlangsung di Kota Depok di dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pasca reformasi, kedua, bagaimana peran DPRD, KPUD dan partai-partai politik maupun aktivis LSM dalam proses pemilihan kepala daerah baik melalui perwakilan maupun secara langsung dan ketiga, bagaimana strategi dan konsolidasi partai-partai dalam pemilihan kepala daerah baik melalui perwakilan maupun secara langsung. Dengan menggunakan konsep demokrasi, teori elit, partsipasi politik, teori konflik,dan konsep civil society diharapkan penulis mampu melihat implikasi teori tersebut. Proses penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap 13 responden dan mengumpulkan serta menganalisa dokumen-dokumen yang bersumber dan berbagai buku, jurnal ilmiah, koran maupun dokumen-dokumen penting lainnya. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai proses penguatan demokrasi di Kota Depok. Hasil penelitian dari tesis ini memperlihatkan implikasi teori yang menunjukkan bahwa teori J.Schumpeter mengenai proses demokrasi terbukti dapat memberi sumbangan pada kasus pemilihan kepala daerah Kota Depok dimana proses penguatan demokrasi muncul oleh hadirnya tatanan kelembagaan/ institusi demokrasi yang merupakan alat perjuangan kompetitif bagi setiap individu untuk sampai pada keputusan politik. Hasil penelitian juga membuktikan teori Samuel Huntington bahwa partipasi politik yang ditunjukkan oleh setiap warga, kelompok, maupun institusi, dapat mempengaruhi seleksi pemilihan. Hal ini dapat terlihat melalui peran DPRD, KPUD, Pemda maupun LSM di dalam proses pemilihan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, tidak semua implikasi teori ini bisa dibuktikan. Dalam beberapa kasus menjawab pertanyaaan penelitian terbukti peran DPRD, partai-partai politik, pemerintah daerah maupun warga memperlihatkan bahwa kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi seleksi pemilihan pejabat walikota masih diwarnai oleh aksi-aksi money politics. Hal ini semakin membuktikan bahwa di dalam demokrasi lokal uang masih sangat berperan. Tindakan aktor maupun prilaku elit masih didominasi oleh konflik kepentingan sehingga membuat konstituen merasa kurang percaya diri terhadap partai, lembaga yang seharusnya bisa menjadi saluran politik warga. Dengan demikian asumsi Huntington mengenai konsep partisipasi belum bisa menjelaskan kegiatan money politics ini Sedangkan untuk menjawab pertanyaan strategi dan konsolidasi partai-partai politik di dalam menjaring calon kepala daerah, nampaknya teori tersebut tidak memadai untuk menjelaskan model koalisi yang dibangun oleh partai-partai dalam menjaring calon kepala daerah. Di dalam temuan ini kekuatan figur masih menjadi model yang dominan. Rekomendasi dan hasil penelitian adalah adanya penelitian sejenis yang memfokuskan tema pada strategi dan konsolidasi partai-partai di dalam pemilihan kepala daerah yang dapat menjelaskan model koalisi partai-partai di Kota Depok. Selain itu hendaknya setiap lembaga maupun institusi berupaya untuk lebih meningkatkan pemberdayaan politik masyarakat guna melancarkan proses demokrasi di tingkat lokal.

The implementation of local election as governed by the Law No. 22 Year 1999 has not completely conveyed strengthening toward democratic at local level. This is due to the fact that DPRD?s authority to elect Head of Local Goverment has created money politics practices and internal political party conflics. In addition to that, DPRD as a political representatives is not properly responsive to public aspiration and tend to give more attention to its own interest. The alteration in local election system, from indirect election (election by DPRD) to direct election (by the people) become incredibly enhancement for Indonesian people, particularly in strengthening local democracy. This sort of refom is expected to enable decrease DPRD?s arogancy which for quite long time occured in many areas. This also meant to strengthening local institutions in managing people souvereignty , particularly to determine its future. This research is based on Depok local election experience after reformation, either election which undertaken by DPRD or direct election by the people. Those two different local elections have demostrated that strengthening of democratic process has not given power to the people and tend to confront with many obstacles, mainly by elite of politics. From the abovementioned background, arising several questions. Firstly, how strengthening of democracy in the form of local election is undertaken in Depok? Secondly, what is the role of DPRD, KPUD and political parties as well as non goverment organizations during the process of local election ? Thirdly, what is the strategy and consolidation of political parties in local election, either indirect or direct. By exercising concept of democracy, elite theory, political participation, conflict theory, and concept of civil society, the writer could reach understanding of implication of those theories. The research process conducted by qualitative method through primary data finding method. This appplied by means of indept interview toward 13 respondents and by compiling as well as analysing documents from various books, scientific journal, newspapers, and other important documents. This method is carried out as a strategy to attain complete and full description on stregthening local democratic in Depok. The research findings shows implication of Schumpeter?s Theory that democratic process is obviously could convey contribution in Depok election case where democratic institutional exist as strugle mean of individual to gain political decision. Additionally, the research findings has also prove Samual Huntington?s theory that political participation of people, group, or institution influence elections. This could be observed from the role of DPRD, KPUD, local goverment, as well as non goverment organization in the process of election. The research has also demonstred that for some cases, not all theory implications are proven. The elections process was, in fact, affected by money politics. The conduct of political actor and elite is dominated by interest conflict. This in turn will affect people trust toward political parties, an institution that should be treated as political cannel of the people. Hence, Huntington?s theory on participation concept cannot describe money politics practices in local elections. With regard to the question on strategy and consolidation of political parties in attaining head of local goverment candidates, those particular theories are not properly describe coalition model which developed by political parties. The figure strengt is still the main factor. In the recomendation, this research would propossed another similar research which more focus on strategy and consolidation of political parties in the local election which can explain coalition model of political parties in Depok. Apart from that, it is recommended that every institution should try hard to improve public political empowerment to strengthening local democratic process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Abrar
"Skripsi ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan ragam studi kasus yang mengidentifikasi praktik politik dalam arena sosial nagari Pasca Rezim Orde Baru. Penelitian ini menggambarkan dinamika sosial dan politik yang terjadi di tingkat lokal pasca diterapkannya kebijakan desentralisasi di Indonesia. Melalui analisa sosiologi politik dan kerangka berpikir Pierre Bourdieu mengenai habitus dan arena (field), penelitian ini melihat bagaimana pengaruh demokratisasi terhadap arena sosial nagari dan bagaimana para aktor di dalamnya merespon perubahan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa demokratisasi telah mengubah aturan main (rules of the game) yang ada di arena sosial nagari, dari yang awalnya bersifat eksklusif menjadi aturan yang bersifat inklusif. Inklusifitas ditunjukan dari terbukanya ruang bagi masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial, baik di internal nagari maupun ke arena lain di tingkat yang lebih tinggi.

This Thesis is the result of a qualitative research in the form of case study which indentifies the political practice of wali nagari in Post New Order Regime. This research describes the social and political dynamics in local field after the implementation of decentralization policy in Indonesia. Using political sociology analysis and framework of Pierre Bourdieu's habitus and field, this research sees the the influence of democratization towards nagari?s social field and the responds of the actors against the changes. The result of this research show that democratization has transformed the rules of the game of nagari?s social field; from exclusive to inclusive regulation. Inclusivity has shown in more open space for society to do social mobility; not only in the internal of nagari but also in the other higher field.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khairul Imam
"Penelitian ini membahas mengenai dinamika yang dialami oleh kandidat, masyarakat, dan peran agen lain dalam membentuk dan menentukan proses kontestasi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain eksplanatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konversi kapital para kandidat sebagai agen sosial, sangat dipengaruhi oleh strategi yang mereka gunakan. Dimana pada saat yang sama, masyarakat juga melakukan kalkulasi dan pada akhrinya berdinamika berdasarkan strategi kandidat tersebut. Namun sikap politik masyarakat itu nyatanya juga dipengaruhi kuat oleh keberadaan agen lain, media massa yang ternyata begitu otoritatif terhadap sikap dan pilihan masyarakat.
The focus of this study is the social dynamics that happened in Jakarta Governor Election 2012, among candidats as social agent, people, and other agen that creating and determining how the contestation going. As a qualitative researche with explanative purpose, this study show that capital conversion used by candidat is determined by how their strategy, and the strugle among people as a practice of habitus that they have. One important poin to note is that people choice in this proces is influenced by how the mass media creating it’s reality, by the means of their symbolic capital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54618
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurdiyana
"Artikel ini membahas bagaimana partisipasi masyarakat dalam penataan wilayah yang dipengaruhi oleh kepemimpinan lokal serta peran pendampingan Non-Governmental Organization (NGO) pada penduduk Kampung Akuarium. Studi-studi sebelumnya cenderung melihat faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi dari sisi internal individu, yaitu pengetahuan, jenis kelamin, usia, serta rentang waktu individu tinggal di sebuah wilayah. Studi ini lebih memilih aspek kepemimpinan lokal sebagai variabel independen, dengan argumentasi bahwa sebagian besar masyarakat cenderung akan mengikuti apa yang disampaikan oleh pemimpin lokalnya, sehingga semakin tinggi tingkat kepemimpinan lokal maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat. Di sisi lain, NGO juga memainkan peran penting dalam membantu masyarakat pada proses penataan kampung kota, sehingga semakin tinggi tingkat pendampingan NGO maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat. Studi ini dilakukan menggunakan survei kepada 58 responden berusia 18-65 tahun yang dipilih melalui stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan tlingkat partisipasi masyarakat relatif tinggi, serta tingkat kepemimpinan lokal dan tingkat pendampingan NGO yang tinggi. Uji statistik Somers d menunjukkan adanya pengaruh tingkat kepemimpinan lokal terhadap tingkat partisipasi, serta spesifik signifikan pada kelompok laki-laki. Sementara itu, pendampingan NGO tidak memengaruhi tingkat partisipasi.

This article discusses how community participation in relation to structuring of area affected by local leadership and NGO assistance on residents in Kampung Akuarium. Based on previous studies, the discussion of factors affects the level of participation can be seen from the internal side of individuals, like knowledge, gender, age, and the time span of individuals living in an area. This study involves local leadership as an independent variable, with the argument that most people tend to follow what was presented by local leaders so the higher level of local leadership, the higher level of community participation. On the other hand, NGO also play an important role in helping community in structuring are process, so the higher level of NGO assistance, the higher level of community participation. This study was conducted using a survey to 58 respondents in the 18-65 years old selected through stratified random sampling. The results showed a relatively high level of community participation, local leadership level, and NGO assistance. Somers d statistic test shows the influence of the local leadership level to the level of participation, specifically significant in male group. Meanwhile, NGO assistance does not affect the level of participation."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amtinah Fathul Latifah
"

Pemilu sebagai mekanisme penting untuk mewujudkan proses demokrasi Indonesia masih terus menghadapi masalah integritas. Setiap pemilu yang diselenggarakan selalu diwarnai oleh suasana manipulatif, kecurangan dan kurang terpercaya. Masalah ini menjadi lebih problematis ketika pemantau pemilu yang dianggap sebagai pilar pengawalan tidak mampu menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan terpercaya. Pada pemilu tahun 2014 Indonesia, munculnya Kawal Pemilu sebagai gerakan pemantau pemilu berbasis teknologi menjadi sejarah baru dalam penyelenggaraan proses demokrasi di Indonesia. Namun, sejumlah pertanyaan muncul berkaitan dengan validitas dan efektifitasnya sebagai pemantau pemilu. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan fenomena ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan konsepdemokrasi dari  Huntington, studi ini menemukan bahwa Kawal Pemilu merupakan organisasi gerakan sosial akar rumput yang lahir dari persimpangan antara masyarakat sipil dan teknologi dan untuk mencapai potensi penuh sebagai alat untuk melakukan tindakan sipil,aktor utama mengidentifikasi framing dan memanfaatkan potensi teknologi secara terampil, produktif dan kredibel untuk merespon kurangnya akuntabilitas dan kontrol pada proses pengambilan keputusan yang demokratis. Di sini, teknologi koneksi menjadi sekutu yang kuat di dalam mendorong dan  memperkuat masyarakat sipil di dalam mempromosikan transparansi dan kepercayaan publik dalam pemilu.


Election as an important mechanism to establish democratic process Indonesia still continue to confront issue of integrity. Every election that has been held were always tinged with manipulative, cheating and less reliable atmosphere. This issue becomes more problematic when election monitoring which were regarded as pillars of the escort was unable to create a genuine, fair, and reliable election. In the 2014 election in Indonesia, the emergence of Kawal Pemilu as a technology-based election monitoring movement becomes the new history of the democratic process administration in Indonesia. However, several questions arose related to its validity and effectiveness as an election monitoring. This study tried to explain this phenomenon using a qualitative approach. By using the democratic concept by Huntington, it was found that Kawal Pemilu is a grassroots social movement organization which was born from the intersection between civil society and technology and to reach its full potential as a tool for civic action the main actors identify framing and exploit the potential of technology skillfully, productively and credibly inresponse to the lack of accountability and control on the process of democratic decision-making. In this case, connection technology becomes a powerful ally to foster and strengthening civil society in promoting transparency and public confidence in elections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Candra Kirana
"Di Indonesia saat ini, memiliki angka penetrasi internet yang tinggi. Terutama di kelompok usia remaja yang cenderung aktif dalam mengikuti isu-isu politik secara online. Kondisi tersebut menjadi peluang untuk DPR RI untuk menerapkan Electronic Democracy. Beberapa studi sebelumnya tentang penerapan electronic democracy, melihat baik; secara top down yaitu diinisiasi oleh pemerintah atau secara bottom up yaitu proyek online yang dibuat oleh masyarakat. Peneliti melihat studi sebelumnya belum menjelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana platform yang dibuat oleh parlemen ditangkap dan digunakan oleh masyarakat, lalu bagaimana hal tersebut mempengaruhi suatu proses politik sehingga penelitian ini dapat mengisi kekosongan atas studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan mengkaji partisipasi politik online oleh mahasiswa, dapat terlihat model penerapan e-democracy pada aplikasi DPRNow!. Melalui wawancara mandala,serta studi dokumen dan visual, peneliti menyimpulkan bahwa inisiasi secara top-down dalam penerapan e-democracy pada kasus aplikasi DPRNow! terbatas pada level informasi dan belum melibatkan pengguna kepada tahap dialog,monitoring ataupun pembuatan keputusan. Sebaliknya, secara bottom-up keinginan untuk berpartisipasi politik secara online pada mahasiswa melalui aplikasi DPRNow!, terbatas pada sosialisasi yang minim, dan kurang jelasnya alur dan sistem pada fitur aspirasi dan pengaduan. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa model penerapan e-democracy dengan konteks aplikasi DPRNow! memiliki model yang liberal, dimana hanya menjadi showcase yang berfokus pada penyebaran informasi dengan tidak merubah atau menggeser distribusi kuasa yang ada.

In Indonesia today, it has a high internet penetration rate. Most youth groups are actively involved in online political issues. This condition is an opportunity for the Indonesian Parliament to implement Electronic Democracy. Several previous studies on the application of electronic democracy, looked good; Top down, that is initiated by the government or from the bottom up, that is, online projects created by the community. Researchers look at studios that previously did not explain more about how platforms created by those taken are taken and used by the community, then how this affects a political process so that this research can fill the void of studios that have been done before. By examining online political participation by students, it can be seen the model of the application of e-democracy in the DPRNow! Application. Through mandala interviews, as well as documentary and visual studies, the researcher concludes what was initiated by the top-down in implementing e-democracy in the DPRNow! Application case. limited to the level of information and does not yet involve users for dialogue, monitoring or decision making. Moreover, it is only from the bottom up for politics online through students through the DPRNow! Application, limited to minimal socialization, and lack of clarity and flow in the features of aspirations and complaints. This provision supports the model of implementing e-democracy with the relationship between DPRNow! Has a liberal model, which only shows approved showcases on information that cannot be moved or shifted the existing distribution."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijaya
"Situasi konflik dalam aliran keagamaan (Islam) di Indonesia pada umumnya digolongkan pada pertentangan antara kelompok pembaharu (moderns) dan kelompok lama (tradisionalis). Meskipun sesungguhnya penggolongan tersebut tidaklah begitu tepat untuk melihat situasi konflik berbagai aliran keagamaan karena sesungguhnya kelompok pembaharu sendiri bukanlah jaminan untuk terus berjalannya suatu pembaharuan dalam arti yang sebenarnya. Tetapi setidaknya penggolongan seperti ini akan lebih mendekatkan penggambaran kondisi konflik dan ketegangan antar aliran keagamaan. Di Indonesia sejak dahulu kondisi ini diwakili oleh Muhammadiyah sebagai kelompok modernis dan Nahdatul Ulama (NU) sebagai kelompok tradisional (C. Geertz : 1960).
Dalam perspektif Bergerian (1997:107), munculnya gerakan keagamaan merupakan sebagai bentuk konsekwensi logis dari transformasi pola-pola keagamaan berupa berubahnya definisi tentang realitas, dari kerangka sakral kepada kerangka rasional. Dengan kata lain definisi religius tentang kenyataan dalam berbagai sektor kehidupan bukan lagi satu-satunya definisi. Namun dengan kerangka rasional manusia dihadapkan kepada suatu bentuk pluralitas nilai, norma, makna dan simbol-simbol. Yang menjadi persoalan adalah transformasi pola-pola keagamaan ini sering menimbulkan konflik sosial baik dalam bentuk nyata maupun latent.
Pada kasus Umat Islam di Kelurahan Sungai Buah Palembang gerakan keagamaan di daerah tersebut yang dipelopori oleh KH. Nashir Abdullah pada awalnya, dimotivasi oleh "Spirit" untuk pemumian ajaran agama (Islam) dan unsur-unsur tahayul, bid'ah dan khurafat. Kemudian permasalahan tersebut meluas dan melebar ke arah yang lebih substansial, seperti : puasa boleh merokok, wanita haid (menstruasi) atau nifas tetap wajib puasa dan lain sebagainya. Dari satu perbedaan kepada perbedaan lainnya mengakibatkan "ketegangan" dan munculnya kelompok sosial keagamaan yang baru dalam masyarakat setempat. "Ketegangan" (konflik latent) tersebut di satu sisi dilandasi oleh upaya untuk merekonstruksi dan memurnikan ajaran agama. Di sisi lain juga dilandasi oleh upaya untuk mempertahankan landasan kepercayaan dan penafsiran serta hegemoni kelompok dari masing-masing kelompok keagamaan (sekte) yang bersangkutan.
Gerakan keagamaan itu pun secara terselubung membuat umat Islam di Kelurahan Sungai Buah terbagi menjadi tiga kelompok yang meliputi :
1. Kelompok modern yaitu kelompok yang sepenuhnya mengikuti ajaran KH. Nashir Abdullah, H. Achlawi dan diteruskan oleh Nasaruddin.
2. Kelompok yang berupaya memodifikasi ajarannya dengan mengadakan `sintesa' antara ajaran agama yang dipahami secara turun menurun dan tradisional dengan kritik kelompok H. Achlawy dan kawan-kawan.
3. Kelompok yang tetap komitmen terhadap ajaran leluhur atau pendahulu-pendahulunya tanpa peduli kritik dan kecaman dari kelompok H. Nashir Abdullah. Abdullah dan kawan-kawan. Bagi mereka Syirik, Bid'ah dan Khurafat bukanlah persoalan. Yang penting adalah bagaimana hubungan mereka dengan Tuhannya.
Ketiga kelompok keagamaan ini memiliki karakter dan pola-pola rites yang khas serta berbeda satu sama lainnya. Dimana masing-masing kelompok tersebut mengklaim bahwa kelompok merekalah yang paling benar.
Dengan menggunakan metode penelitian kwalitatif serta menggali data dengan melakukan wawancara secara mendalam dan melakukan observasi baik secara partisipatif maupun non partisipatif. Dapat diungkap bahwa masing-masing sekte selain mempunyai pola ritual yang berbeda satu sama lain, juga mengembangkan "Stereotype" dan "Prejudice" antara satu sekte dengan sekte lainnya maupun kepada penganut agama lainnya.
Pendekatan teori fungsional yang menyatakan bahwa agama di dalam masyarakat memiliki dua fungsi yang meliputi fungsi integrasi (pemersatu) dan fungsi disintegrasi (pemecah) bukan saja berlaku pada kelompok masyarakat yang berbeda agama tetapi juga ternyata berlaku bagi kelompok keagamaan yang beragama sama. Dengan demikian pada umat Islam di Kelurahan Sungai Buah Palembang, munculnya gerakan keagamaan (sekte) bukan saja menyebabkan perubahan sosial dari bidang material berupa semakin banyaknya rumah ibadah yang dibangun oleh masing-masing kelompok, juga perubahan dalam aspek non material berupa modifikasi terhadap aspek perilaku keagamaan, pola ritus dan institusi keagamaan dari umat Islam di Kelurahan Sungai Buah Palembang."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>