Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Namira Aulia
Abstrak :
Adanya ketidakstabilan yang disebabkan oleh salah satu karakterisitik pada emerging adults, yaitu eksplorasi diri yang memberikan dampak perubahan pada beberapa aspek kehidupan, seperti identitas diri, hubungan romantis, pekerjaan, dan hubungan dengan orang sekitar seringkali meningkatkan psychological distress pada emerging adults yang ditandai dengan timbulnya rasa cemas dan depresi. Pandemi COVID-19 memberikan dampak dalam mengembangkan keberfungsian pada dewasa muda dan menjadi stressor tambahan bagi emerging adults. Dalam literatur-literatur sebelumnya, ditemukan bahwa differentiation of self yang merupakan kemampuan individu untuk menyeimbangkan otonomi diri dan hubungan positif dengan keluarga, memiliki hubungan terhadap tingkat psychological distress pada emerging adults. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah differentiation of self dapat memprediksi psychological distress pada emerging adults di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini memperoleh sebanyak 300 orang emerging adults. Pengukuran differentiation of self dilakukan menggunakan alat ukur Differentiation of Self Inventory – Short Form (DSI–SF), sementara pengukuran psychological distress dilakukan menggunakan alat ukur The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25). Dari data yang dikumpulkan kuesioner daring, dilakukan analisis regresi linear untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa differentiation of self secara signifikan memprediksi psychological distress pada emerging adults di masa pandemi COVID-19 (R2 = 0,291, adjusted R2 = 0,281, p < 0,05). Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat membangun hubungan yang positif untuk meningkatkan differentiation of self pada emerging adults guna menghindari meningkatnya psychological distress individu. ......The existence of instability caused by one of the characteristics of emerging adults, namely self-exploration which has an impact on several aspects of life, such as self-identity, romantic relationships, work, and relationships with people around them often increases psychological distress on emerging adults who characterized by the emergence of feelings of anxiety and depression. The COVID-19 pandemic is having an impact on developing functioning in emerging adults and being an added stressor for emerging adults. In previous literature, it was found that self-differentiation, which is an individual's ability to balance self-autonomy and positive relationships with family, has a relationship with the level of psychological distress in emerging adults. This study aims to see whether self-differentiation can predict psychological distress in emerging adults during the COVID-19 pandemic. This study obtained as many as 300 emerging adults. The measurement of differentiation of self was carried out using the Differentiation of Self Inventory – Short Form (DSI–SF) measuring instrument, while the measurement of psychological distress was carried out using The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) measuring instrument. From the data collected by the online questionnaire, linear regression analysis was performed to test the hypothesis. The results show that differentiation of self significantly predicts psychological distress in emerging adults during the COVID-19 pandemic (R2 = 0,291, adjusted R2 = 0,281, p < 0,05). Therefore, families are expected to be able to build positive relationships to increase differentiation of self in emerging adults in order to avoid increasing individual psychological distress.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annies Sekar Firdausi
Abstrak :
Data statistik menunjukkan sebagian besar lansia di Indonesia masih berperan sebagai kepala rumah tangga, dimana tanggung jawab yang berat sebagai kepala keluarga dapat menurunkan psychological well-being. Literatur-literatur sebelumnya menemukan dampak positif maupun negatif dari tinggal bersama coresidence anak dengan psychological well-being lansia, namun literatur yang meneliti mengenai faktor dalam hubungan lansia dan anak yang tinggal bersama masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan persepsi kedekatan dan tingkat psychological well-being pada lansia yang tinggal bersama anak. Alat ukur Relationship Closeness Inventory RCI dan Ryff's Scale of Psychological Well-Being RSPWB diadministrasikan pada 102 orang partisipan lansia yang tinggal bersama anak. Ditemukan bahwa semakin tinggi persepsi kedekatan dengan anak akan menurunkan psychological well-being lansia yang tinggal bersama r = -.114, p > .05. Selain itu, juga ditemukan bahwa tipe living arrangements akan memengaruhi persepsi kedekatan dan psychological well-being lansia. ...... National statistics showed majority of older people in Indonesia still took the role as a head of family, which was burdening and could give detrimental effects for older people's psychological well being. Although previous studies had found both beneficial and detrimental effects of coresidence with adult children for older parents psychological well being, there were still limited findings on factors that could affect relationship between parents and their adult children in coresidence living. Purpose of this study was to seek whether perceived closeness with their adult children would be correlated with older parents psychological well being. Relationship Closeness Inventory RCI and Ryff's Scale of Psychological Well Being RSPWB were administered to 102 older parents who had coresidence living with their adult children. Findings of this study was the increasing of perceived closeness with adult children was followed by the decreasing of older parents'psychological well being, but not significant r .114, p .05 . Furthermore, types of living arrangements were found as a factor which contributed to older people's perceived closeness and psychological well being.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliana Salsabila
Abstrak :
ABSTRACT
Dewasa muda dihadapkan pada berbagai tuntutan, seperti memilih teman hidup, belajar hidup bersama pasangan dengan membentuk sebuah keluarga, dan mengelola rumah tangga. Ketiadaan hubungan romantis atau tidak terbentuknya hubungan intim dengan orang lain dapat menjadi salah satu faktor penyebab utama berkembangnya rasa kesepian yang dirasakan seseorang. Selain itu, kecenderungan seseorang untuk mengalami kesepian sangat dipengaruhi oleh hubungan masa lalunya dengan orang tua. Pengasuhan yang diberikan orang tua dan pengalaman mengenai kualitas hubungan interpersonal yang didapat individu selama masa kecil sangat mempengaruhi pembentukan rasa kesepian pada individu di masa dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara tipe attachment saat dewasa dan dimensi kesepian pekerja dewasa muda yang tidak menjalin hubungan romantis. Variabel attachment diukur menggunakan Adult Attachment Scale (AAS) dan variabel kesepian diukur menggunakan Social Emotional and Loneliness Scale. Terdapat 323 partisipan dalam penelitan ini dengan kriteria, yaitu berusia 20-40 tahun, tidak sedang menjalin hubungan romantis, dan bekerja di DKI Jakarta. Hasil analisis statistik one-way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor yang signifikan pada ketiga dimensi kesepian, yaitu kesepian sosial, keluarga dan romantis antara kelompok tipe attachment secure, anxiety, dan avoidance. Hal ini berarti tipe attachment yang dimiliki individu dapat mempengaruhi dimensi kesepian yang ia miliki di masa dewasa.
ABSTRACT
Young adults are faced with various demands, such as choosing a life partner, learning to live with a partner by forming a family, and managing a household. The absence of a romantic relationship or the formation of an intimate relationship with another person can be one of the main factors causing the development of loneliness felt by someone. In addition, a persons tendency to experience loneliness is greatly influenced by his past relationships with parents. Parental care and experience regarding the quality of interpersonal relationships what an individual gets during childhood greatly influences the formation of loneliness in individuals in adulthood. Therefore, this study aims to determine the differences between attachment types as adults and the lonely dimensions of young adult workers who do not have romantic relationships. Attachment variable is measured using the Adult Attachment Scale (AAS) and the loneliness variable was measured using the Social Emotional and Loneliness Scale. There were 323 participants in this study with the criteria, namely aged 20-40 years, not currently in a romantic relationship, and working in DKI Jakarta. One-way ANOVA statistical analysis results show that there are significant score differences in the three dimensions of loneliness, namely social, family and romantic loneliness between groups of attachment types secure, anxiety, and avoidance. This means that the type of attachment that an individual has can affect the dimension of loneliness he has in adulthood.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfia Safira Rahma
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran modal psikologis sebagai moderator hubungan antara perilaku bullying di tempat kerja dan kepuasan hidup. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional dengan menggunakan sampel individu pekerja berusia 19-64 tahun dan memiliki masa kerja minimal enam bulan. Variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Negative Act Questionnaire-Revised (NAQ-R), Satisfaction with Life Scale (SWLS), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal psikologis tidak berperan sebagai moderator dalam hubungan intimidasi dan kepuasan hidup di tempat kerja. Selain itu, hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku bullying di tempat kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup. Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara modal psikologis dengan kepuasan hidup.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the role of psychological capital as a moderator in the relationship between bullying at work and life satisfaction. This research is a quantitative study with a correlational method using a sample of individual workers aged 19-64 years and has a minimum work period of six months. The variables in this study were measured using the Negative Act Questionnaire-Revised (NAQ-R), Satisfaction with Life Scale (SWLS), and Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). The results showed that psychological capital did not act as a moderator in intimidation and life satisfaction at work. In addition, the results of this study found that bullying at work did not have a significant relationship with life satisfaction. However, there is a significant relationship between psychological capital and life satisfaction.
[Depok;Depok, Depok]: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Rebecca
Abstrak :

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh dimensi attachment styles terhadap kesepian yang dirasakan oleh individu dewasa muda yang sedang menjalani hubungan romantis atau berpacaran. Dimensi attachment styles pada penelitian ini diukur menggunakan alat ukur Relationship Scales Questionnaire, sedangkan kesepian diukur menggunakan alat ukur ULS-8 yang merupakan versi singkat dari UCLA Loneliness Scale. Penelitian ini berhasil menjaring 180 partisipan dengan proporsi partisipan wanita sebesar 79,4%, dan partisipan laki-laki sebesar 20,6%. Partisipan terdiri dari wanita dewasa muda berusia 23-30 tahun, dan laki-laki dewasa muda berusia 27-30 tahun. Analisis data partisipan dilakukan dengan perhitungan multiple regressionuntuk melihat pengaruh dan analysis of variance (ANOVA) untuk melihat perbedaan antara kedua dimensi attachment styles. Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua dimensi attachment styles (F(2, 177) = 14,990, p< 0,05). Dimensi model of self merupakan dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap kesepian (0,001, p< 0,05,β=-0,358). Dalam penelitian ini, model of others sebagai dimensi attachment styles tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesepian (0,114, p>0,05, Î²=-0,111). 


This research was conducted to find the effect of attachment styles dimension to loneliness among young adults whose in a romantic relayionship. In this research, attachment styles dimensions is was measured using Relationship Scales Questionnaire, meanwhile lonelness was measured by ULS-8 which was a shorter version of UCLA Loneliness scale. This research got 180 participants, with the proportion of 79,6% female participants and 20,6% male participants. Age of the participants in this research ranged from 23-30 years old for female participants, and 27-30 years old for male participants. Statistic analysis of multiple regression is used to see the effect of both attachment styles dimensions to loneliness and analysis of variance (ANOVA) is used to calculate the differences between both of dimensions. Main result of this research shows that there is a signfikan differences between attachment styles dimensions (F(2, 177) = 14,990, p< 0,05). Model of self dimension is the one that have a significant effect to loneliness (0,001, p< 0,05,β=-0,358). In this research, model of others dimension did not have a significant effect to loneliness (0,114, p>0,05, Î²=-0,111).

Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetha Ezra Reynara
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kontribusi kohesivitas keluarga terhadap resiliensi keluarga pada keluarga dengan lansia selama pandemi Covid-19. Sebanyak 123 orang berpartisipasi dalam penelitian ini. Alat ukur Walsh Family Resilience Scale (WFRQ) digunakan untuk mengukur resiliensi keluarga, sementara alat ukur Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV) digunakan untuk mengukur kohesivitas keluarga. Dari hasil analisis regresi linear sederhana, didapatkan hasil R2=0,65, p<0,01, yang artinya sebanyak 65% variasi skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh variasi skor kohesivitas keluarga. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa kohesivitas keluarga memiliki peran yang penting dalam proses terbentuknya resiliensi keluarga. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi para pengembang intervensi keluarga untuk lebih memperhatikan faktor kohesivitas antaranggota keluarga dalam meningkatkan resiliensi keluarga tersebut. ......This study aims to see the contribution of family cohesion to family resilience with elderly during the Covid-19 pandemic. 123 people participated in this study. Walsh Family Resilience Scale (WFRQ) was used to measure family resilience, while Family Adaptability and Cohesion Evaluation Scale IV (FACES IV) was used to measure family cohesion. According to simple linear regression analysis, the results obtained R2=0,65, p <0.01, means that 65% of the variation in family resilience scores can be explained by variations in family cohesion. Thus, this study shows that family cohesion has an important role in the process of forming family resilience. Therefore, the results of this study can be basis for family interventions developer to pay more attention to the cohesion factor among family members in increasing the resilience of the family.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Putri Adyan
Abstrak :
Penelitian korelasional ini bertujuan untuk melihat hubungan antara beban pengasuhan dan resiliensi keluarga pada perempuan dari keluarga pengasuh lansia. Sebanyak 146 family caregiver perempuan yang sedang merawat lansia, baik yang tinggal bersama lansia maupun tidak, berpartisipasi dalam penelitian ini. Alat ukur Zarit Burden Interview (ZBI) digunakan untuk mengukur beban pengasuhan, sedangkan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) digunakan untuk mengukur resiliensi keluarga. Berdasarkan uji korelasi menggunakan teknik analisis Pearson Correlation dengan metode bootstrap, terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara beban pengasuhan dan resiliensi keluarga pada family caregiver perempuan yang mengasuh lansia (r(146) = 0,36; p < 0,01). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kuat resiliensi keluarga yang dimiliki oleh family caregiver, semakin rendah beban pengasuhan yang dipersepsikan. Begitu pula sebaliknya. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para praktisi dalam mengembangkan intervensi beban pengasuhan yang fokus pada pengembangan resiliensi keluarga bagi family caregiver perempuan. ......This correlational research aims to examine the relationship between caregiver burden and family resilience on female family caregivers of elderly during the COVID-19 pandemic. A total of 146 female family caregivers participated in this research. Zarit Burden Interview (ZBI) is used to measure caregiver burden and Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) is used to measure family resilience. According to the correlation test using the Pearson Correlation technique with bootstrap method, it is found that there’s a significant, negative relationship between caregiver burden and family resilience amongst female family caregivers of elderly (r(146) = 0,36; p < 0,01). This result indicates that the higher family resilience, the lower caregiver burden will be perceived, and vice versa. Therefore, this research can be used as a reference for practitioners in developing caregiving interventions that focus on developing family resilience for female family caregivers.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasha Ainaya Pramesti
Abstrak :
COVID-19 menghadirkan tantangan baru bagi keluarga, tidak terkecuali perempuan bekerja yang menjadi family caregiver lansia. Hal ini dapat menimbulkan stres pada caregiver tersebut. Perawatan lansia yang optimal dapat terwujud apabila semua anggota keluarga dapat bekerja sama. Meskipun demikian, kerjasama ini dapat membawa konflik yang mengganggu adaptasi dari anggota keluarga dan mengancam resiliensi keluarga. Penelitian menggunakan metode korelasional untuk melihat hubungan antara resiliensi keluarga dan stres. Alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) digunakan untuk mengukur resiliensi keluarga dan alat ukur Perceived Stress Scale (PSS-10) digunakan untuk mengukur stres. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian adalah non-probability dengan jenis convenience sampling. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan menggunakan teknik analisis statistik Pearson Correlation, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara resiliensi keluarga dan stres pada perempuan bekerja yang menjadi family caregiver lansia. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kuat resiliensi keluarga yang dimiliki oleh caregiver, maka akan semakin rendah stres yang dialaminya. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebesar 8 persen varians dari stres dapat dijelaskan oleh resiliensi keluarga. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para praktisi dalam mengembangkan intervensi stres yang fokus pada pengembangan resiliensi keluarga bagi perempuan bekerja yang menjadi family caregiver. ......COVID-19 presented new challenges for families, particularly working women doubling as Caregivers for the elderlies in the family. This could cause stress for said women. Optimal care for the elderly can be achieved if all family members work together. Even so, this cooperation could still cause conflict between family members that would jeopardize family resilience. This Research was performed using correlational methods to observe correlations between family resilience and stress. The Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) and the Perceived Stress Scale (PSS-10) were used to measure family resilience and stress respectively. Non-Probability Convenience Sampling technique was also used in this research. Based on the correlation test performed using the Pearson Correlation statistics analysis technique, it was observed that there’s a significant negative correlation between family resilience and stress in families with working females doubling work as caregivers to the elderly in the family. This results shows that less stress is present when the family resilience is high with the vice versa applying as well. Therefore, it can be concluded that family resilience explains the 8% variance of observed stress levels. In short, this research can be used as a benchmark for practitioners to develop stress interventions which focuses on the development of family resilience for families with working women who are also caregivers of the elderly.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Mahira
Abstrak :
Tinggal bersama dengan lansia dapat memberikan berbagai tantangan, sehingga sebuah keluarga membutuhkan kemampuan untuk bangkit dan bertahan dari kesulitan atau resiliensi keluarga. Resiliensi keluarga terbentuk melalui sistem kepercayaan yang ada dalam keluarga, di mana individu yang memiliki self-compassion juga memiliki sikap dan pandangan yang dapat meningkatkan sistem kepercayaan dalam keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara self-compassion dan resiliensi keluarga pada dewasa yang tinggal bersama dengan lansia. Sebanyak 123 anggota keluarga dewasa yang tinggal bersama dengan lansia (M = 37,54, SD = 10,80) berpartisipasi dalam penelitian ini. Metode penelitian korelasional digunakan untuk melihat hubungan antara self-compassion dengan resiliensi keluarga. Alat ukur Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF) digunakan untuk mengukur self-compassion dan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) digunakan untuk mengukur resiliensi keluarga. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan menggunakan teknik analisis statistik Pearson Correlation, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-compassion dan resiliensi keluarga pada dewasa yang tinggal bersama dengan lansia (r(123) = 0,404, p < 0,01). Oleh karena itu, semakin tinggi self-compassion yang dimiliki oleh individu, maka semakin kuat pula resiliensi keluarga yang dimilikinya, atau sebaliknya. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada praktisi di bidang psikologi keluarga dalam pengembangan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan resiliensi keluarga agar dapat lebih memperhatikan self-compassion dari para anggota keluarga tersebut. ......Living with the elderly gives many challenges that makes the family need the ability to rise and survive from adversity or what is known as family resilience. Family resilience is formed through the belief system that exists in the family, where individuals who have self-compassion also have attitudes and views that can increase the belief system in the family. Therefore, this research is designed to look for a correlation between self-compassion and family resilience on adults living with older adults. 123 adult family members who live with older adults (M = 37,54, SD = 10,80) participated in this research. Correlational research method is used to find the correlation between self-compassion and family Resilience. Self-Compassion Scale Short Form (SCS-SF) is used to measure self-compassion and Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) is used to measure family resilience. According to the correlation test which is conducted using Pearson Correlation, there is a positive and significant correlation between self-compassion and family resilience on adults living with older adults (r(123) = 0,404, p < 0,01). Thus, the higher the level of self-compassion in an individual, the higher the family resilience as well, or vice versa. Therefore, this research can provide a recommendation for practioners in family psychology for developing interventions that aim to increase family resilience so that they can pay more attention to the self-compassion of the family members.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifah Ramadhanti
Abstrak :
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) membuat mahasiswa yang berada di tahun pertama mengalami banyak tantangan tambahan selama masa transisi ke dunia perkuliahan. Dalam keadaan ini, kemampuan mahasiswa baru untuk dapat berpikir rasional, meregulasi emosinya, dan juga menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran diferensiasi diri dalam memprediksi penyesuaian diri di perguruan tinggi pada mahasiswa baru selama PJJ. Dalam penelitian yang merupakan penelitian kuantitatif ini, pengambilan data dilakukan secara daring dengan menggunakan dua alat ukur, yaitu Differentiation of Self Inventory-Short Form (DSI-SF) untuk mengukur diferensiasi diri dan College Adjustment Questionnaire (CAQ) untuk mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi. Melalui teknik convenience sampling, didapatkan 132 partisipan. Mereka merupakan mahasiswa baru yang masuk kuliah di tahun 2021 dan melaksanakan PJJ. Berdasarkan hasil analisis regresi, ditemukan bahwa diferensiasi diri secara signifikan dapat memprediksi penyesuaian diri mahasiswa baru di perguruan tinggi selama PJJ (R2= 0,225, adjusted  R2= 0,219, p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa individu dengan diferensiasi diri yang baik akan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri lebih baik di perguruan tinggi. Selain itu, analisis tambahan yang dilakukan peneliti juga menemukan bahwa dimensi I-position merupakan dimensi dari diferensiasi diri yang memberikan kontribusi paling besar dalam memprediksi penyesuaian diri di perguruan tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa penting bagi mahasiswa baru untuk mengembangkan diferensiasi diri mereka agar dapat menyesuaikan diri lebih baik di perguruan tinggi. ......Distance Learning exposes first year students to many additional challenges during their transition to college life. In this situation, their ability to be able to think rationally, regulate their emotions, and also maintain healthy relationships with other people is very important. This study aims to examine the role of differentiation of self in predicting college adjustment in first year students during distance learning. In this quantitative research, the data collection is done online using two measuring tools, namely the Differentiation of Self Inventory – Short Form (DSI-SF) to measure differentiation of self and the College Adjustment Questionnaire (CAQ) to measure college adjustment. Through convenience sampling technique, obtained 132 participants. They are new students who enter college in 2021 and carry out distance learning. Based on the results of the regression analysis, it was found that differentiation of self could significantly predict college adjustment during distance learning (R2 = 0.225, adjusted R2 = 0.219, p < 0.05). These results indicate that individuals with good differentiation of self will have a better ability to adapt better in college. In addition, additional analysis conducted by researchers also found that the I-position dimension from differentiation of self contributes the most in predicting college adjustment. These findings indicate that it is important for freshmen to develop their differentiation of self in order to better adjust to college.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>