Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rafi
"Pidana Uang Pengganti merupakan pidana tambahan yang terdapat dalam tindak pidana korupsi dimana mensyaratkan adanya pidana alternatif berupa pidana badan yakni pidana penjara pengganti. Dalam praktek yang terjadi di lapangan uang pengganti di bayarkan tidak diperhitungkan sebagai pengurang dari pidana penjara pengganti yang jelas jelas merupakan alternatif dari pidana uang pengganti. Ditinjau dari sudut keadilan hal ini sangat memberikan ketidakadilan bagi terpidana yang membayar uang pengganti sehingga akan menimbulkan respon bagi terpidana untuk enggan membayar uang pengganti. Hal ini tentu berseberangan dengan orientasi dari penindakan korupsi yakni untuk pengembalian aset yang hilang.
Penelitian merupakan penelitian yuridis normatif, dimana metode yang dilakukan oleh penulis adalah oleh kepustakaan dipadukan dengan peraturan terkait pelaksanaan putusan pengadilan. Selain itu penulis juga melakukan wawancara kepada prkatisi hukum terkait untuk melihat bagaimana penerapannya di lapangan.
Sehingga disini penulis mendapatkan sebuah kesimpulan dimana pengurangan penjara pengganti adalah sebuah keniscayaan agar membuat keadilan dalam pelaksanaan pidana uang pengganti menjadi lebih adil dan mengakomodir kepentingan terpidana, selain itu demi tujuan yang lebih luas agar menjadi stimulan bagi terpidana agar mengembalikan aset negara yang sudah diambilnya. Namun tata cara penghitungan mengenai pengurangan penjara pengganti tersebut belum diatur oleh aturan manapun sehingga hal tersebutlah yang menjadi output dari penulisan skripsi ini.

Criminal Money Substitute an additional penalty contained in the corruption which requires the existence of an alternative form of criminal punishment of that is imprisonment replacement In practice that occurred in the field of money substitutes in pay is not counted as a reduction of imprisonment obvious successor is definitely an alternative of criminal restitution. Viewed from this angle give justice to convict injustice that pay compensation that would cause a response to convict for reluctant to pay compensation. This is certainly contrary to the orientation of the corruption prosecution for returns lost assets.
This research is normative juridical approach, wherein the method performed by the authors is the combined library with relevant regulations execution of court decisions. Moreover, I also conducted interviews to prkatisi relevant law to see how it is applied in the field.
So here I get a conclusion that a reduction in replacement prison is a necessity in order to make criminal justice in the implementation of restitution to be more fair and accommodate the interests of the convicted person, other than that for the sake of the broader objectives in order to be a stimulant for the convict in order to restore the state assets that have been taken. But the method of calculating the reduction of the prison is not regulated by the replacement of any rule so that's what's being output from the writing of this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Namira Anindya
"Pengaturan mengenai penggunaan akta pembagian waris telah diatur sejak tahun 1997 dengan berlakunya Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997. Namun, nyatanya hingga saat ini belum semua kantor pertanahan menerima penggunaan akta tersebut. Di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara, penggunaan akta pembagian waris baru dapat digunakan sejak tahun 2022, sedangkan di Kabupaten Bogor I, akta pembagian waris belum dapat digunakan. Adanya ketidakseragaman prosedur yang harus ditempuh oleh para ahli waris tidak mencerminkan asas sederhana yang dianut dalam pendaftaran tanah. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang menyebabkan ketidakseragaman penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui. Dalam penelitian yang menggunakan metode non-doktrinal ini, penulis terlebih dahulu mempelajari peraturan dan teori yang berkaitan dengan penggunaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah karena pewarisan. Selanjutnya, penulis melakukan wawancara kepada Notaris/PPAT dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I untuk mengetahui kenyataan di lapangan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua perbedaan dalam penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 tentang akta pembagian waris di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, yaitu mengenai penerimaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak dan pajak yang dipungut. Hambatan utama yang menyebabkan tidak seragamnya penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 adalah karena perbedaan pandangan dari para pihak terkait, khususnya kantor pertanahan. Oleh sebab itu, untuk dapat mewujudkan keseragaman dalam penggunaan akta pembagian waris, diperlukan adanya peran aktif dari Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan serta dari notaris.

Provisions regarding the use of inheritance distribution deed have been regulated since 1997 with the enactment of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997. However, until now not all land offices accept the use of inheritance distribution deed. In the Land Office of North Jakarta Administrative City, the use of inheritance distribution deed can only be implemented from 2022, while in Land Office of Bogor Regency Area I, the use of inheritance distribution deeds cannot be used yet. The nonuniformity of these procedures that must be followed by the heirs does not reflect the simple principles adopted in land registration. This research will identify and analyze the problems that have caused the use of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of land rights yet to be carried out and provide solutions to the problems encountered. In this non-doctrinal method research, the author first studies the regulations and theories related to the use of inheritance distribution deed as the basis for transferring land rights due to inheritance. Furthermore, the authors conducted interviews with the Notary/PPAT and the representative from the Land Office of the North Jakarta Administrative City and Bogor Regency Area I to find out the reality on the ground. From this research, it is concluded that there are two differences in the implementation of the transfer of land rights due to inheritance in the Administrative City of North Jakarta and Bogor Regency Area I, namely regarding the acceptance of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of rights and the difference in taxes collected. The main obstacle regarding different implementations of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997 is caused by different perspectives from the relevant parties, especially the Land Officers. Therefore, in order to pursue uniformity of the use of the inheritance distribution deed, it is necessary to have a more proactive role from the National Land Agency, the Land Office, as well as from the notary."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Khalifa Pancaputri
"Sengketa Rumah Negara khususnya dalam penguasaan Rumah Negara terjadi karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut muncul karena alasan atau sebab yang beragam. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Rumah Negara merupakan fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh Pejabat Negara atau Pegawai Negeri untuk menunjang kebutuhan hunian dalam melaksanakan tugas negara. Pemanfaatan Rumah Negara yang dihuni akan disesuaikan dengan ketentuan masing- masing status/ golongannya. Sengketa hukum Rumah Negara terkait pemanfaatan dan penguasaan Rumah Negara dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ketidaksesuaian jangka waktu penghunian, kekeliruan pemahaman mengenai rumah negara sebagai objek waris, ketidakteraturan tata usaha dokumen terkait pengalihan status dan hak Rumah Negara, serta kecenderungan lambatnya penegakan hukum penyelesaian sengketa Rumah Negara. Faktor-faktor tersebut dapat timbul karena perkembangan ketentuan, penegakan hukum yang tidak tepat waktu, perubahan status Pegawai Negeri, dan penanganan sengketa yang cenderung lambat karena pengajuan gugatan pada peradilan yang berbeda.

State House disputes, especially over control of State Houses, occur due to several factors. These factors arise because of various reasons and causes. This article was prepared using doctrinal research methods. A State House is a facility that can be utilized by State Officials or Civil Servants to support housing needs in carrying out state duties. The use of State Houses will be adjusted to the provisions of each status/class. Legal disputes regarding State Houses related to the use and control of State Houses can be caused by several things, including discrepancies in the period of occupancy, misunderstanding regarding state houses as objects of inheritance, irregularities in the administration of documents related to the transfer of status and rights of the State Houses, as well as the tendency for slow enforcement of the law for resolving State House disputes. These factors can arise due to developments in provisions, law enforcement that is not accordingly done on time, changes in the status of civil servants, and the way of handling disputes which tends to be slow due to filing lawsuits at different kind of courts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Martono
"Penerapan Upaya paksa berupa penyitaan barang-barang yang diduga terkait suatu tindak pidana menimbulkan berbagai potensi kerugian bagi pihak-pihak yang barang / asetnya digunakan sebagai alat bukti proses peradilan. Potensi kerugian ditimbulkan karena hilangnya penguasaan atas hak kebendaan yang melekat pada barang yang disita untuk tujuan pembuktian dipengadilan. Penyitaan barang sebagai alat pembuktian tersebut melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap akan ditentukan statusnya baik berupa pengembalian kepada pemilik awal benda itu disita atau bahkan diputuskan untuk dirampas sebagai upaya pengembalian kerugian negara, dengan alasan merupakan hasil dari tindak pidana dan hukuman tambahan bagi terpidana. Penyitaan dan perampasan barang tersebut sangat mungkin menempatkan pihak ketiga beriktikad baik menderita kerugian karena jangka waktu persidangan yang relatif lama hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, terlebih jika benda itu diputuskan untuk dirampas. Sedangakan pengembalian barang terhadap pemilik awal barang-barang itu disita pun tidak dapat mengahapus kerugian yang diderita oleh pihak yang bersangkutan karena adanya penurunan nilai barang maupun potensi keuntungan investasi yang seharusnya dapat dihindari, sedangkan ketentuan hukum terkait perlindungan aset milik pihak ketiga beriktikad baik tidak secara jelas dan tegas mengatur bagaimana upaya hukum dapat dilakukan baik berupa praperadilan terhadap upaya paksa yang dilakukan maupun upaya keberatan terhadap putusan perampasan.

Implementation Efforts in the form of forced confiscation of goods suspected of a crime related cause a variety of potential harm to the parties that the goods / assets used as evidence in judicial proceedings . Potential losses incurred due to loss of control over property rights attached to the items seized for evidentiary purposes in court. Confiscation of goods as a means of proving that a court ruling which legally binding status will be determined either returns to the initial owner of the thing seized or even decided to deprived as indemnification of state efforts, the reason is the result of a criminal offense and additional penalties for convicted. Seizure and confiscation of goods is very likely to put third parties of good will suffer a loss due to a period of relatively long proceedings to obtain a legally binding decision, especially if it is decided to capture. While the return of goods to the initial owner of the goods - the goods seized were not able to erase losses suffered by the parties concerned because of the decrease in the value of the goods and the potential return on investment that should be avoided , while the legal provisions regarding the protection of assets belonging to third parties of good will are not clearly and strictly regulate how the remedy can be done either in the form of pretrial against forceful measures and efforts made objections against the decision of deprivation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Baskara Y.
"Salah satu fungsi yang melekat pada Mahkamah Agung adalah melaksanakan pengadilan kasasi. Dalam prakteknya, pengadilan kasasi seakan menjadi pengadilan tingkat ketiga setelah pengadilan banding. Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP") yang baru. Para penyusun KUHAP bermaksud untuk memurnikan fungsi pengadilan kasasi sebagai judex juris dengan memberikan batasan bagi Mahkamah Agung berupa larangan untuk menjatuhkan pidana yang lebih berat dibandingkan pengadilan sebelumnya. Skripsi ini membahas dan menganalisis apakah benar bahwa Mahkamah Agung dalam kedudukannya sebagai judex juris tidak dapat menjatuhkan pidana lebih berat dari pengadilan sebelumnya, sekaligus juga menganalisis putusan kasasi yang menjatuhkan pidana lebih berat. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada praktenya, Mahkamah Agung dapat menjatuhkan pidana yang lebih berat dibandingkan putusan pengadilan sebelumnya. Selain itu, peneitian ini juga menunjukan bahwa dalam dua putusan yang penulis analisis, pertimbangan majelis hakim pemeriksaan kasasi telah keliru memahami konsep dari pengadilan kasasi itu sendiri, dimana hal tersebut juga menunjukan bahwa kasasi yang ada di Indonesia telah keluar dari koridornya sebagai judex juris.

One of the functions of the Supreme Court is conducting the court of cassation. In practice, the court of cassation turns out to be a third-level court after the court of appeal. It became one of the discussion in the preparation of the new Code of Criminal Procedure. The drafters of the new Code of Criminal Procedure intend to purify the function of court of cassation as judex juris by limiting the Supreme Court to impose a more severe punishment than the previous court`s decision. This thesis discusses and analyzes wether it is true that the Supreme Court in his capcity as judex juris can not impose a more severe punishment than the prevous court`s decision, as well as analyzing the Cout of Cassion`s decisions that impose a more severe punishment than the prevous court`s decision. This research is a normative legal research using secondary data.
The results of this thesis showed that in practice, the Supreme Court may impose a more severe punishment than the prevous court`s decision. In addition In addition , this study also shows that in consideration of the judge in the decision that the authors analyzed , the judges of cassation examination has misunderstood the concept of a court of cassation itself , so it shows that appeal in Indonesia has come out of the corridors as judex juris."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Darmawan Wiratama
"ABSTRAK
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK (UUKPK), KPK berwenang melakukan penyidikan yang meliputi; a.Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b.Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; c.Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), dan KPK diberikan berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan sendiri penyidiknya. Dalam kasus ini menarik karena terdapat putusan Praperadilan yang dalam meyatakan KPK tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap sauatu perkara tindak pidana korupsi dengan alasan tidak terpenuhinya kewenangan sebagaimana yang disebut dalam UUKPK tersebut. Padahal perkara tersebut sedang dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Lantas, apakah terdapat upaya hukum bagi KPK untuk tetap dapat menyidik perkara tersebut dengan dasar hukum yang dimiliki.

ABSTRACT
According to the legislation UU No. 30 of 2002 concerning commissioner (UUKPK) , KPK authorities investigating which includes; a.law enforcement officials , organizers of the state , and another man have anything to do with corruption conducted by law enforcement officials or state government; b.get attention that disturbs residents; c.Include the state a loss at least of Rp .1.000.000.000,00 ( one billion rupiah ) , and the KPK given authorities to lift and dismiss own investigation .In the case of this is interesting because there is a verdict which in Pre-trial that decision said that kpk have not authority to carry investigation against one case of criminal acts of corruption by reason of non-compliance of authority as called for in the UUKPK .In fact on the case is in the process of the investigation by the KPK .Traffic unit of , of whether there are legal remedy to the KPK to could still investigated on the case with legal basis of owned.
"
2015
S61094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arindo
"Skripsi ini membahas tentang syarat Novum sebagai dasar permohonan peninjauan kembali dalam hukum acara perdata di Indonesia. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui syarat novum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu dengan membaca dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat, ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dalam hukum acara perdata dengan alasan adanya Novum harus memperhatikan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

This thesis discusses the Novum rsquo s requirements as a basis to submit case review in Indonesian civil procedural law. The purpose of this thesis is to study and determine the terms Novum based on the legislation in force in Indonesia. This research is done by using literary study by reading the documents relating to the problems examined to search for concepts, theories, opinions, or findings relating to the subject matter. Results of this study is to submit Case Review in civil procedure law by reason of Novum must pay attention to the conditions set by the provisions of the legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Ayu Darmastuti
"Kemajuan teknologi dalam era globalisasi memicu perkembangan di sektor perdagangan. Salah satu perkembangan yang signifikan adalah transaksi elektronik sebagai salah satu transaksi jual beli di era globalisasi. Dalam melakukan transaksi elektronik, penjual dan pembeli menggunakan marketplace sebagai platform transaksi jual beli. Selain transaksi elektronik, muncul juga metode pembayaran yang beragam. Salah satu metode pembayaran yang sering digunakan oleh masyarakat dalam transaksi jual beli adalah metode pembayaran split payment. Hal ini berpengaruh dalam pemberian ganti rugi dalam transaksi jual beli dengan metode pembayaran split payment. Tidak adanya pengaturan yang jelas membuat susah menentukan pihak yang bertanggung jawab memberikan ganti rugi. Perusahaan jasa ekspedisi juga menentukan batasan nominal ganti rugi yang diberikan. Pemberian batasan nominal ganti rugi memungkinkan konsumen tidak bisa mendapatkan penggantian penuh atas kerugian yang dideritanya dan melanggar peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa perusahan jasa ekspedisi harus mengganti penuh atas kerugian yang diderita konsumen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam menganalisa berbagai peraturan terkait permasalahan pemberian ganti rugi untuk transaksi jual beli di marketplace dengan metode pembayaran split payment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlu adanya pengaturan mengenai metode pembayaran split payment. Selain itu, perlu juga adanya pengaturan lebih mendalam mengenai ganti rugi oleh pelaku usaha serta kedudukan pelaku usaha dan konsumen serta ganti rugi oleh perusahaan jasa ekspedisi. Pihak marketplace juga harus lebih berperan dalam menyediakan layanan yang dapat digunakan oleh konsumen untuk mengajukan komplain atas kendala yang dideritanya.

Technological advances in globalization era trigger developments, one of them is electronic transactions. In conducting electronic transactions, sellers and buyers use the marketplace as a platform for buying and selling transactions. In addition to electronic transactions, there are also various payment methods like the split payment method. This affects the provision of compensation in buying and selling transactions with the split payment method. The absence of clear regulations makes it difficult to determine who is responsible for providing compensation. The shipping company also determines the nominal limit for the compensation given. The provision of a nominal limit for compensation allows consumers not to get full compensation for the losses they suffer and violates the laws and regulations which state that the shipping service company must fully compensate for the losses suffered by the consumers. In this study, the author uses a normative juridical research method in analyzing various regulations related to the issue of providing compensation for transactions in the marketplace with the split payment method. The results of this study indicate that there is a need for arrangements regarding the split payment method. In addition, there is also a need for more in-depth arrangements regarding compensation by business actors as well as the position of business actors and consumers as well as compensation by shipping service companies. The marketplace party must also play a greater role in providing services that can be used by consumers to file complaints for the problems they suffer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dipa Oryza Ananta
"Penelitian ini membahas keadaan yang memberatkan dalam putusan pemidanaan, khususnya tentang pertimbangan yuridis dari fakta yang tersajikan. Studi ini menegaskan adanya permasalahan Hakim pidana untuk mempertimbangkan keadaan yang memberatkan. Penelitian menggunakan metode doktrinal dengan melakukan analisis putusan dari lima putusan PID.SUS.ITE yang disyaratkan. Agar menjawab penelitian ini, analisis putusan fokus pada reaksi masyarakat yang diintepretasikan Hakim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan keadaan yang memberatkan tidak konsisten dan memerlukan pengaturan lebih lanjut. Penelitian ini mengusulkan pedoman bagi hakim untuk meningkatkan kejelasan dan konsistensi dalam penerapan keadaan yang memberatkan dalam putusan pengadilan yang mendatang.

The thesis discusses the topic of aggravating circumstances within criminal judgments, particularly regarding behind judges’s judicial reasoning based on the presented facts. The study emphasizes the problems from criminal judges into considering aggravating circumstances. The research uses doctrinal method by analyzing judicial decisions from five required electronic criminal cases. The analysis centers on evidence of public's reaction which explains the judges aggravating circumstances. Research shows that the application of aggravating circumstances are inconsistent and requires further regulation. Writer suggest a set of guidelines for judges to improve clarity and consistency in the application of aggravating circumstances in the upcoming court decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library