Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzia Madona
"Tujuan: Membandingkan efek pemberian suplementasi vitamin C dan plasebo terhadap ketebalan komea pasca fakoemulsifikasi.
Metode: Eksperimental tersamar ganda, 32 penderita katarak densitas 3-4 yang akan menjalani prosedur fakoemulsifikasi dibagi menjadi 2 kelompok. Pasien perlakuan mendapatkan suplementasi vitamin C 1x500 mg/hari peroral 1 selama satu minggu sebelum operasi, 1 g intravena begitu selesai operasi dan 2x500 mglhari peroral (diminum setelah makan) selama 1 minggu pasca operasi sedangkan kelompok kontrol mendapatkan kapsul plasebo lx1 peroral 1 satu minggu sebelum operasi dan 2x1 peroral selama I minggu pasca operasi.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna ketebalan komea dan nilai suar antara kelompok perlakuan dibandingkan kelompok plasebo pada hari pertama dan ketujuh pasca operasi (p>0,05). Terjadi penurunan ketebalan kornea yang cukup signifikan dari hari pertama ke hari ketujuh pada kelompok vitamin C (p=0,029). Jumlah suar cenderung menetap di hari ketujuh pada kelompok vitamin C dan meningkat pada kelompok kontrol. Namun perubahan ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Kesimpulan: Pemberian vitamin C secara sistemik tidak memiliki dampak terhadap ketebalan kornea pada hari pertama pasca fakoemulsifikasi. Suplementasi vitamin C mempercepat pemulihan ketebalan kornea pada had ketujuh pasca fakoemulsifikasi.

Objective: To evaluate the effect of vitamin C supplementation on corneal thickness after phacoemulsification.
Method: Double masked, prospective, randomized clinical trial of 32 patients with grade III-IV cataract. Patient divided into two groups. Subject group received a single dose of 500 mg vitamin C daily orally one week before phacoemulsification were done, I g vitamin C soon after operation finished and 500 mg vitamin C twice daily one week after operation. Control group received the placebo capsule once daily a week before operation and twice daily one week after surgery.
Result: Corneal thickness and flare measurement between two groups demonstrated no statistical difference at first and seventh day. In subject group, there was slightly significant decrease of corneal thickness at first 7 days (p=0,029). Flare tended to be stable in subject group and seemed to increase in control group. But this differences was not significant (p>0.05).
Conclusion: Supplementation of vitamin C has not showed any influence to corneal thickness at one day after surgery. Vitamin C supplementation seemed to facilitate recovery of corneal thickness at seventh day after surgery.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Rikaline B.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1993
T58398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Agung Santoso
"Tujuan :
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil pengukuran tekanan intraokular sebelum dan sesudah lindakan laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK).
Subyek dan metode :
Penelitian ini merupakan uji klinis analitik dengan desain pre post .study. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan menjalani bedah LASIK dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok dengan nilai spherical equivalent (SE) < 6 dioptri (D) dan kelompok SE 6 D. Parameter yang dinilai adalah tekanan intraokular (T1O) yang diperiksa dengan alat Tonopen dan ketebalan komea sebelum dan minimal 4 minggu sesudah bedah LASIK.
Hasil :
Hasil pengukuran tekanan intraokular sebelum LASIK pada kelompok SE < 6 D adalah 13.10 ± 2.05 mmHg, dan pada kelompok SE ? 6 D adalah 13,05 } 2,69 rrunHg. Hasil pengukuran tekanan intraokular sesudah LASIK pada kelompok SE < 6 D adalah 11.70 f 1,49 mmHg. dan pada kelompok SE 6 D adalah 10,50 ± 1,00 mmHg. Hasil pengukuran TIO sesudah LASIK lebih rendah dibandingkan sebelum LASIK dan secara statistik bermakna. Selisih basil pengukuran tekanan intraokular sebelum - sesudah LASIK kelompok SE 6 D (2,55 ± 2,32 mmHg) lebih besar dibandingkan kelompok SE < 6 D (1,40 = 1,30 mmHg) dengan p=0,06.
Kesimpulan :
Tindakan bedah refraktif LASIK akan mengurangi ketebalan kornea dan merubah rigiditas kornea sehingga mempengaruhi hasil pengukuran tekanan intraokular.

Purpose :
To evaluate the intraocular pressure (IOP) measurement with Tonopen before and after laser-assisted in situ keratommileusis (LASIK).
Patients and Methods :
In a prospective study of clinic-based population undergoing elective LASIK surgery for myopia correction, lOP measurements were obtained preoperatively and postoperatively with Tonopen. Central corneal thickness was also obtained before and after surgery. Subject were assigned into two groups, spherical equivalent (SE) less than 6 dioptri (D) and 6 D above.
-Results
Four weeks after LASIK, mean IOP in two groups were lower than before surgery (P=0,00), as measured by Tonopen were 11,70 * 1,49 mmHg (SE < D) and 10,50 ± 1,00 mmHg (SE > 6 D). The mean 1OP reduction in SE a 6 D was higher than in SE < 6 D (2,55 ± 2,32 mmHg, 1,40 ± 1,30 mmHg, respectively, p=0.06).
Conclusion :
After LASIK, corneal thickness and corneal rigidity were reduced, causing it to undervalue IOP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sengdy Chandra Chauhari
"Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama. 2 minggu terhadap fimgsi makula perokok sedang.
Desain: Uji klinik eksperimental secara acak dan tersamar ganda
Metode: Empat belas perokok sedang mendapatkan suplementasi antioksidan (kelompok perlakuan) 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama 2 minggu. Empat belas perokok sedang mendapatkan plasebo (kelompok kontrol). Pemeriksaan fovea! threshold, photopic electrorelinography (ERG) dan kadar antioksidan total serum dilakukan pre- dan post-suplementasi.
Hasil: Foveal threshold pads kelompok perlakuan dan kelompok kontrol bertuut turut adalah 35,0 ± 3,1 dB dan 31,1 ± 3,0 dB. Amplitudo photopic ERG pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut turut adalah 124,3 ± 34,5 pV dan 72,1 ± 19,9 V. Waktu implistt photopic ERG pads kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut-turut adalah 33,8 ± 1,4 msec dan 36,6 ± 1,8 msec. Kadar antioksidan total serum pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berturut turut adalah I,48 ± 0,09 mg/dL dan 1,39 ± 0,11 mg/dL. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara kedua kelompok penelitian.
Kesimpulan: Suplementasi 500 mg vitamin C, 6 mg beta-karoten dan 400 IU alfa-tokoferol sehari selama 2 minggu dapat meningkatkan fungsi makula perokok sedang, berupa peningkatan foveal threshold peningkatan amplitudo photopic ERG dan pemendekan waktu implisitphotopic ERG.

Objective: To evaluate the effects of 2 weeks' supplementation of 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily on macular functions of moderate smokers.
Design: Randomized, double-blind experimental clinical trial
Methods: Fourteen moderate smokers assigned with antioxidants (subject group) 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily for 2 weeks. Fourteen moderate smokers assigned with placebo (control group). Pre- and post-supplementation examination of foveal threshold, photopic electroretinography (ERG) and serum total antioxidant level was done.
Results: Post-supplementation, foveal thresholds in subject group and control group were 35.0 + 3.1 dB and 31.1 + 3.0 dB respectively. Amplitudes of photopic ERG in subject group and control group were 124.3 + 34.5 p.V and 72.1 ± 19.9 RV. Implicit times of photopic ERG in subject group and control group were 33.8 ± 1.4 cosec and 36.6 + 1.8 cosec respectively. Serum total antioxidant levels in subject group and control group were 1.48 ± 0.09 mgldL and 1.39 + 0.11 mg/dL respectively. There were significant differences (p<0,05) between two groups.
Conclusion: Two weeks' supplementation of 500 mg vitamin C, 6 mg beta-carotene and 400 IU alpha-tocopherol daily significantly increases macular function of moderate smokers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Junita
"Tujuan: Evaluasi pengaruh penggunaan cairan irigasi dingin pada fakoemulsifikasi terhadap ketebalan kornea dan jumlah suar bilik mata depan pasca bedah.
Tempat: Perjan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan Jakarta Eye Center, Jakarta. Bahan dan cara: Prospektif, tersamar ganda, randomisasi pada 33 mata katarak senilis gradasi 3-4. Dilakukan fakoemulsifikasi menggunakan BSS® 10°C (n=16) atau BSS® suhu karnar (n=17) dengan prosedur dan terapi pasca bedah yang sama. Pra bedah, pasca bedah hart pertama dan hari ke-7 dilakukan pengukuran ketebalan komea, jumlah suar dan tekanan intraokular, masing-masing dengan OrbscanTM, laser flare-meter Kowa FM-500, dan tonometer non-kontak. Parameter intrabedah; waktu fako efektif (EPT) dan besarnya tenaga ultrasonik(UIS) direkam dalam mesin fako. Subjek yang mengalami komplikasi intrabedah maupun pasca bedah dikeluarkan dari penelitian.
Hasil: Prabedah kedua kelompok memiliki karakteristik yang setara pada umur, gradasi katarak, ketebalan kornea, jumlah suar dan TIO. Tidal( terdapat perbedaan bermakna pada E. dan U/S. Fasca bedah hari pertama, ketebalan kornea pada kelompok BSSQ dingin 548,87±48,31}im, pada kelompok BSS® suhu kamar 582,47±35,48p.m (p0,022). Ketebalan kornea hari ke-7 tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah soar sampai tindak lanjut hari ke-7, namun peningkatan jumlah suar pada kelompok BSS® dingin lebih sedikit dan telah mencapai nilai prabedah pada hari ke-7. Hasil pengukuran tekanan intraokular sesuai dengan pengukuran ketebalan kornea.
Simpulan: Cairan irigasi dingin dapat mempertahankan fungsi endotel komea dan stabilitas sawar darah akuos, sehingga menghambat penambahan ketebalan kornea dan jumlah suar di bilik mata depan pasca fakoemulsifikasi.

Purpose: To evaluate the effect of cooled intraocular irrigating solution during phacoemulsification on postoperative central corneal thickness (CCT) and anterior chamber flare (AC flare).
Setting: Cipto Mangunkusumo Hospital and Jakarta Eye Center, Jakarta
Methods: In a prospective, double masked, randomized study, 33 eyes of third and fourth grade density cataract had phacoemulsification with irrigating solutions cooled to approximately 10°C (n=16) or at room temperature (n=17). Surgical procedure and postoperative therapy were otherwise identical in both groups. lntraoperative parameters; effective phaco time (EPT) and ultrasound energy (U/S) were recorded by phaco machine. Postoperative CCT, AC flare and intraocular pressure (IOP) were assessed respectively with Orbscan pachymetry, Kowa FM-500 laser flare-meter and non-contact tonometry on days 1 and 7. Complicated cases were excluded.
Results: Both groups were well matched characteristic in age, cataract density, preoperative CCT, AC flare and IOP. Intraoperative parameters were not different significantly. C.1the first postoperative day, CCT (cooled irrigation 548,87±48,31µm, control 582,47±35,48µm; p0,022) was significantly lower in the group with cooled irrigating solution. There was no significant difference in CCT on the 7th postoperative day. Despite no significant between-group difference in AC flare on any postoperative days, AC flare was lower in the group with cooled irrigating solution. Intraocular pressure measurement was well related to corneal thickness.
Conclusions: Cooled intraocular irrigating solution preserved corneal endothelial function and blood aquas barrier, showed with reducing immediate postoperative CCT and AC flare.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karamoy, Andrita
"Tujuan: Untuk mengetahui apakah pemberian suplemen antioksidan dapat mengurangi pemanjangan waktu pemulihan makula pada juru las dengan pemakaian safety goggle. Design: Uji klinis tersamar ganda kelompok paralel secara randomisasi.
Metode: 44 subyek dibagi menjadi.2 kelompok. Kelompok perlakuan 21 subyek mendapat suplemen vitamin C 50 mg, vitamin E 10 mg dan β-carotene 6 mg selama 2 minggu berturut-turut, sedangkan kelompok kontrol 23 subyek mendapat plasebo. Pengukuran WPM dilakukan sebelum dan sesudah suplementasi baik pada saat sebelum dan sesudah 5 menit bekerja menggunakan safety goggle.
Hasil : Selisih WPM sebelum dan sesudah mendapat suplemen (WPM 2) pada kelompok perlakuan adalah 17,90±5,58 detik, sedangkan kelompok kontrol adalah 23,78±6,64 detik terdapat perbedaan bermakna secara statistik (3WPM 2) antara kedua kelompok penelitian (p<0,05).
Kesimpulan : Pemberian suplemen vitamin C 50 mg, vitamin E 10 mg and β -carotene 6 mg selama 2 minggu berturut-turut pada juru las yang menggunakan safety goggle terbukti dapat mengurangi pemanjangan WPM.

Objective: To evaluate whether assigning antioxidants supplement to welders using safety goggles could influence the prolong recovery time of photostress lest.
Methods: The study is randomized, double-blinded clinical trial. Forty-four male welders were included and divided into two groups and conduct matched pairs based on age and visual acuity. Twenty-one (21) welders for 5 minutes work assigned with antioxidants (subject group), while twenty-three (23) welders for the same duration assigned with placebo (control group) were given supplement for 14 days continuously. The antioxidants contained vitamin C 50 mg, vitamin E 10 mg and β-carotene 6 mg. The study was conducted at the Technical Institute of Welders in Surakarta from December 2004 through January 2005.
Results: The photostress recovery test in subject group produce an improvement (p< 0,05) while in placebo group remains unchanged (p>0,05).
Conclusion: Oral vitamin C 50 mg, vitamin E 10 mg and β -carotene 6 mg are proven to reduce the prolong time of photostress recovery test in welders using safety goggles.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Helario
"Abstrak
Tujuan : Untuk mengetahui aktifitas enzim ALDH didalam darah penderita DM dengan retinopati dengan penderita DM tanpa retinopati diabetik.
Metoda : Sampel darah dari enam puluh subjek penelitian, yang terdiri
dari 40 penderita NIDDM dan 20 orang kelompok kontrol, dinilai aktifitas enzim ALDHnya dan diperbandingkan terhadap penderita dengan retinopati tanpa retinopati maupun
kontrol.
Hasil: Aktifitas enzim ALDH secara statistik berbeda bermakna pada
penderita DM tanpa retinopati, dengan retinopati dan
kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T15476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Handayani Putri
"Tujuan
Untuk mengetahui efektivitas pemberian suplemen antioksidan vitamin C dan E terhadap perbaikan sensitivitas kontras pada anak-anak penderita defisiensi vitamin A.
Subyek dan Metode
Penelitian uji klinis tersamar ganda pada anak usia 7-10 tahun di Nanggroe Aceh Darussalam. Subyek dengan kadar serum vitamin A rendah ( 0,35-0,70pmolll ) dan fungsi sensitivitas kontras abnormal ( <1,75 log unit ) diikutkan dalam penelitian ini. Pemberian suplemen vitamin dibagi atas dua kelompok, yaitu vitamin A 200.000 IU dan plasebo serta kelompok vitamin A 200,000 IU, vit.C 250mg dan vit.E 200 IU pada hari 1,2,14. Evaluasi kadar serum vitamin A dilakukan pada hari ke-21 dan sensitivitas kontras pad hari ke-8,9,14 dan 21.
Hasil :
Ditemukan sebanyak 48 (26,6%) anak dari 180 anak usia 7-10 tahun menderita defisiensi vitamin A dengan sensitivitas kontras abnormal. Peningkatan kadar serum vitamin A tidak menunjukkan perbedaan yang berbeda bermakna pada kedua kelompok (p=0.84), tapi perbaikan fungsi sensitivitas kontras lebih cepat dan tinggi ditunjukkan oleh subyek kelompok suplemen vit.A, C dan E pada hari ke-8 dan 14.
Kesimpulan :
Pemberian suplemen antioksidan secara bermakna meningkatkan kinerja vitamin A dalam memperbaiki fungsi sensitivitas kontras pada anak-anak penderita defisiensi vitamin A.

Purpose
To evaluate the effectiveness of vitamin A, C and E supplementations to the recovery of contrast sensitivity in children with vitamin A deficiency.
Material and methods
This research is double blind clinical study to 7-10 year old children in Nanggroe Aceh Darussalam. The subject are patients with low concentration of vitamin A serum ( 0,35-0,70µmoV1 ) and abnormal contrast sensitivity ( <1,75 log unit ). The vitamin supplementations were divided into two groups, e.g. vitamin A 200.000 IU with placebo and vitamin A 200.000 IU, vit.C 250mg and vit.E 200 IU, which were given on the 1S1 ,2nd and 14'h day . The vitamin A serum concentration was evaluated on the day 21st and evaluation of contrast sensitivity on 8u' , 9`h, 14th and 215` day.
Results
There were 48 (26,6% ) out of 180 7-10 year old children that suffered vitamin A deficiency with abnormal contrast sensitivity. There were no significant differenciess of vitamin A serum concentration between two groups (p=0,84), however there was faster and higher contrast sensitivity function recovery to the subject with vit.A,C and E supplementation on the 8th and 14'h day.
Conclusion
Multi vitamin (antioxidants ) supplementations was significantly improve the vitamin A function in recovering the contrast sensitivity on children with vitamin A deficiency.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanti
"Tujuan: Mengetahui prevalensi katarak senilis dan faktor-faktor risiko yang berperan pada kejadian katarak di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional, pada 2550 subyek dari 85- klaster. Semua subyek dilakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan visus secara kasar dengan pin-hole, pemeriksaan lensa serta segmen posterior mengunakan senter dan oftalmoskop langsung. Setelah itu dilakukan wawancara faktorfaktor risiko katarak. Faktor-faktor risiko yang berperan dicari dengan memakai analisis statistik multivariat. Hasil: Subyek yang dapat diperiksa secara lengkap sebesar 95% dari semua target, Prevalensi katarak senilis di kabupaten Kutai Kartanegara adalah 31,7%. Faktor-faktor yang berperan pada kejadian katarak antara lain faktor usia, suku dan letak geografi. Kesimpulan: Prevalensi katarak senilis di Kutai Kartanegara masih tinggi, diperlukan penanganan yang komprehensif dan Iintas sektoral. Suku Dayak dan penduduk yang tinggal di daerah pegunungan inempunyai risiko katarak lebih besar di bandingkan dengan keseluruhan pupulasi yang tinggal di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Objective: To determine the prevalence rates and contribution of risk factors cause of senile cataract in east Kalimantan. Method: An observational cross-sectional study was carried out involving 2550 subjects aged 50 years and over divided into 85 clusters. Home visits were conducted for ophthalmology examination including visual acuity evaluation with pin-hole, inspection of posterior segment and lens using flash light, and direct ophthalmoscopy. Major risk factors were analized using multivariate statistical method. Results: Ninety five percent subjects were examined completely. Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara was 31,7%. The factors influent cataract prevalence were age, ethnic and geographic. Dayaknis and people living in mountain range have higher cataract risks than others population in this study. Conclusion: Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara is quite high. More comprehensive cataract management is needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfira
"Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi 4 g Omega-3 sehari selama 6 minggu terhadap hasil elektrofisiologi retina penderita non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) ringan dan sedang. Desain: Uji klinik eksperimental secara acak dan tersamar ganda. Metode: Empat belas penderita NPDR ringan dan sedang mendapatkan suplementasi 4 g Omega-3 sehari (kelompok perlakuan) selama 6 minggu dan empat belas penderita NPDR ringan dan sedang lainnya mendapatkan plasebo (kelompok kontrol). Pemeriksaan Scotopic ERG dan kadar Omega-3 darah dilakukan pra dan pasca-suplementasi. Hasil: Rerata amplitudo gelombang-a scotopic ERG kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berturut-turut adalah 143,32 + 62,5 uV dan 195,57 + 53,3 uV, amplitudo gelombang-b sebesar 200,32+78,6 uV dan 233,06 + 53,4 uV, waktu implisit gelombang-a kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah 20,16 + 1,9 msec dan 19,36+2,8 msec, sedangkan untuk gelombang-b adalah 40,91 5,5 msec dan 40,01 3,9 msec. Kadar Omega-3 darah kelompok kontrol dan kelompok perlakuan berturut turut adalah 974 ng/mg dan 1430,12 ng/mg. Terdapat perbedaan bermakna pada amplitudo gelombang-a (p<0,05) antara kedua kelompok penelitian. Kesimpulan: Pengaruh suplementasi 4 g Omega-3 sehari selama 6 minggu tidak terbukti secara statistik dalam meningkatkan amplitudo gelombang-b dan memendekkan waktu implisit gelombang-b penderita NPDR, tetapi terbukti bermakna secara statistik dalam meningkatkan amplitudo gelombang-a."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>